Anda di halaman 1dari 7

MODUL 6

PARADIGMA DAN PRAKTEK KOMUNIKASI


PEMBANGUNAN

Pendahuluan

Komunikasisangatberperanpenting dalam
pembangunan.Keberhasilanpembangunan sangatdipengaruhiolehkomunikasi yang
dilakukan.Dalamhalinimakakomunikasisangatberperanmaksimaldalam proses-
proses pembangunan. Modul 6 Ini, akan
memberikanpaparandanmengenalkankritikmengenaiParadigmasertapraktekterkini
darikomunikasipembangunan, meliputi:
Pendekatankomunikasidalampembangunan, Kritikpendekatanmekanistik media
massa, dan Pendekatankomunikasipartisipatoris.

6.1Pendekatan Komunikasi Dalam Pembangunan


Paradigma pembangunan arus utama perspektif linier memainkan peranan
penting dalam praktik pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga. Di banyak
negara, paradigma ini dominan bahkan menjadi “roh” dalam pendekatan
pembangunan masyarakat. Dominasinya yang semakin eksis di tengah kanca
keterpurukan ekonomi, politik, dan sosial-budaya dunia saat itu, berhasil
memengaruhi pemikiran masyarakat-bangsa negara-negara Dunia Ketiga. Dalam
praktik pembangunan, paradigma ini gagal, membentuk lingkaran ketergantungan
di segala bidang kehidupan masyarakat. Situasi ini diumpamakan meminjam
istilah Garin Nugroho “Dewa Janus”, dewa penolong sekaligus penghancur
dalam mitologi Yunani Kuno.
Pendekatan komunikasi yang seyoyanya mejadi perantara atau jembatan
menuju pembebasan dan pencerahan bagi masyarakat, malah terkungkung oleh
model komunikasi (linier) sebagaimana paradigma pembangunan. Perhatian dan

50
pemahaman terhadap aspek-aspek komunikasi, baik unsur maupun teori
komunikasi, tampaknya menjadi penyebab kegagalan pendekatan yang dimaksud.
Pendekatan komunikasi untuk tujuan pembangunan yang berlangsung, belum
memberi ruang bagi tumbuhnya sinergisme peran dan fungsi komunikasi. Akibat
dalam banyak hal, tidak bisa dihindari paradigma tersebut menjadi ciri pendekatan
komunikasi pembangunan. Pengaruh dan dominasi paradigma tersebut terlihat
pada penggunaan model komunikasi yang vertikal sebagai suatu proses
mekanistik sebagaimana teori komunikasi Shannon dan weaver. Secara langsung
atau tidak , sadar atau tidak, penggunaan model ini telah mewarnai pendekatan
komunikasi pembangunan. Selain itu, model ini terjebak pada pengaruh perspektif
dramaturgis Erving Goffman dan Kenneth Buke.
Berbagai pengalaman kegagalan model satu arah, telah mendorong minat
dan perhatian para ilmuwan komunikasi untuk mengkaji ulang konsep
komunikasi. Sebagai konsekuensinya, perlu dilakukan segera pengembangan
model-model komunikasi yang relevan sebagai pendekatan komunikasi
pembangunan. Penggunaan model komunikasi satu arah (linier) harus bergeser ke
model komunikasi partisipatoris, yakni stuktur komuniksi horizontal yang dua
arah. Dengan demikian, bentuk dukungan pendekatan komunikasi dua arah
terhadap pembangunan merupakan prasyarat terbentuknya interkoneksitas
multistakholder di antara aspek-aspek yang terlibat dalam proses komunikasi
pembangunan.
Mengomentaripotretparadigmakomunikasidalampembangunandewasaini,
tentunyatidakakanlepasdariparadigmadominanpembangunan, yang
pemikirannyadidasarkanpadateorimodernisasi, teoriketergantungan,
danteorisistemdunia. Namun, kenyataannyateori-
teoritersebutdianggapgagaldalammeningkatkanpartisipasimasyarakatdalampemba
ngunan.
In- kelasdan Smith menyimpulkanbahwaagen yang paling
powerfuldalammenanamkanmodernisasiindividuadalah media massa, sekolah,
danpabrik.

51
6.2Kritikpendekatanmekanistik media massa
Pada model komunikasi yang mekanistik,
aruskomunikasiberimplikasipadapemusatanarusinformasi yang
cenderungmenciptakanketergantunganpadasumberpesan. Sumber komunikasi
dalam model satu arah didefinisikan sebagai komunikator yang memiliki otoritas
dan kewenangan atau kekuasaan dalam menentukan isipesan atau ide
pembangunan. Dalam hal ini pemerintah sebagai komunikator.
Proses yang bersifatmekanistikatau linier memilikitigaasumsidasar:
pertama, ide, gagasanatauinovasipembangunanditeruskandandibagisecarasepihak.
Kedua, populasiataukhalayakdalam proses
inidibedakanmenjadipesertaaktifdanpasif. Ketiga, penggunaanteoripeluruatau
model jarumhipodermiksangatdominandalam proses ini. Berdasarkan alasan ini
proses komunikasi dimaknai sebagai proses yang berpusat pada satu pihak.
Media
massadipandangsebagaisumberkekuatanutamadalammengubahpikiran,
sikapdanperilakumasyarakat. Tak terkecuali para agen pembaharuan atau
pembangunan mengunakan potensi ini untuk melakukan perubahan-perubahan
pada isu-isu tertentu bagi pembangunan masyarakat.
Media massa cenderung didominasi oleh peran pemerintah sehingga arus
informasi yang tersebar cenderung satu arah dan terpusat. Informasi berjalan dari
atas ke bawah, yaitu dari pusat ke pinggiran. Akibatnya banyak arus infomasi
yang semata hanya milik penguasa dan informasi yang mengalir dan isu-isu
pembangunan menjadi wacana kepentingan pemerintah sendiri.
Berdasarkanfenomenaini, Juanollo (1993)
dalampenelitiannyamenyatakanbahwa media massalebihmempunyaiefek yang
menguntungkanmasyarakatperkotaan yang melekhuruf,
danberpendapatantinggiketimbangmasyarakat di desa.
Kritik yang dikemukakan oleh Sultana Krippendorf misalnya,
menganalisis perkembangan media massa di negara maju dan Dunia Ketiga.

52
Media massa di Amerika telah diabaikan pemirsanya karena tidak menarik dan
berbahaya bagi kehidupan sosial. Artinya, media massa di Amerika menunjukkan
bahwa media hanyalah memperkuat keyakinan yang sudah ada sebelumnya.
Krippendorf menambahkan bahwa model komunikasi linier dalam
pembangunan mengasumsikan bahwa pemirsa di Dunia Ketiga pasif, lemah, dan
tidak mampu menahan pesan-pesan yang diterimanya dari media baru.
Menurutnya, asumsi-asumsi tersebut salah. Oleh karena itu, kebiasaan definisi
yangdikotomi (tradisional/modern, sedang membangun/maju, Dunia Ketiga/dunia
pertama) sudah selayaknya dihapuskan karena keaslian dari suatu negara akan
diabaikan. Selain kritik tersebut, masih banyak kritik yang dilontarkan akibat
kegagalan konstruksikan komunikasi pembangunan di negara Dunia Ketiga. Hal
ini terbukti dengan terjadinya kegagalan di beberapa negara. Kritik yang sama
juga dilontarkan Fugslesang, tentang fungsi media massa.
“Media massa membuktikan menjadi seperti kaleng yang berbunyi
kemerincing karena memberikan informasi yang keliru, pendidikan yang tidak
relevan, dan kesia-siaan belaka.”
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, fungsi media massa mengalami
distorsi kepentingan antara nilai-nilai idealis dan nilai-nilai faktual, serta antara
informasi yang layak dan informasi khayali (imajiner). Pada batas ini, media
massa memunculkan persoalan baru yang lebih mereprentasikan budaya massa
yang merupakan hasil produksi negara maju, ketimbang aspek pendidikan bagi
masyarakat.

6.3Pendekatan Komunikasi Partisipatoris


Asumsipendekatanpartisipatifmemandangmassyarakatsebagaipenerimainf
ormasimemilikikemampuanuntukmembangundirinyadanlingkungannyadenganseg
alapotensi yang ada, baikaspekekonomi, sosial-budayamaupunpolitik.
Partisipasisendirimenurut Paul memilikiempattingkatanseperti yang
dikutipdalamBrachtdanTsourus (1990), yaitu: (1) information sharing. Hal
inimerupakantingkatterendahpartisipasi, dimanaparaagenmembagiinformasi,
danmemberipemahamanterhadapinformasidalammemfasilitasi orang bertindak;

53
(2) concultation.Hal inimerupakantingkatankeduapartisipasi, dimana orang
mempunyaipeluanguntukberbagi, bertanya,
menyimakdanbertindakterhadapagenperubaha; (3) decision makin. Hal
inimerupakantingkatanketiga,
dimanapadatingkatiniorangmempunyainpeluangdankesempatanutntukbermaindan
berperandalammenentukandesaindanimplementasidalammelakukanperubahansosi
al; (4) initiating action. Hal inimerupakantingkatantertinggidalampartisipasi,
dimanapadatingkatini orang telahmengambilinisiatifdanmemutuskan proses
perubahan yang diinginkan.
Pendekatanpartisipatiftersebutberlandaskansemagnatkebersamaan
(togetherness,
communality)dalammengartikulasikandanmempersepsikansesuatudalampikiran,
sikapdantindakan, termasukcara-caramemecahkanmasalahbersama.
Pendekatanpartisipatorisinidalamistilahpopulerdikenalsebagaimodelkomun
ikasikonvergen, ataudalamistilahJayawera (1991), Mezzana (1996) danRiano
(1994) grassroots comunication.Pendekatanpartisipatoris yang bertumpuhpada
model konvergenberartiberusahamenujupengertian yang
bersifattimbalbalikdiantarapartisipankomunikasidalamperhatian,
pengertiandankebutuhan.Jikakonsepinidipergunakansebagaipendekatanpembangu
nan,
akanmeretesjalantumbuhnyakreatifitasdankompetensimasyarakatdalammengkomu
nikasikangagasannya.
Pendekatanpartisipatorismemfokuskanpadapenggaliandanpemanfaatanpote
nsi media lokal (Indigenous media) sebagaialternatifpenggunaan media
komunikasi modern
bagitumbuhnyapartisipasiwargamasyarakatsetempat.MenurutDisanayake (1977),
keuntunganpenggunaan media lokal (indigenous media)
dalamkomunikasipartisipatifberkaitandenganaspekkedekatanpsikologis.
Dengandemikian,
pendekatanpartisipatorissebagaistrategikomunikasipembangunanmengutamakanar
uskomunikasi yang

54
berlangsungduaarahsebagaicirikomunikasisosialdenganpenggabungan model
analisisisi media danmodelmodel yang berorientasikepadakhalayak. Proses
inimemberinperandantanggungjawabbersamakepadasemuapihak yang
terlibatkomunikasidalampendistribusianinformasisecarameratadalampraktikkomu
nikasipembangunan. Untukmenujukomunikasiduaarah (konvergen)
ataukomunikasisirkuler yang berhasildalampembangunan, Rogers danAdhikarya
(1979) menyarankanuntukmemikirkanhal-hal yang tadi,
termasukkesenjanganefekkomunikasisehinggamemudahkanmenyusunstrattegikom
unikasidenganprinsip-prinsip, antara lain :
1. Penggunaanpesansecarakhusus (tailored messages)
2. Pendekatanceiling effect denganmengomunikasikanpesan-pesan agar
khalayakdapatmengejarketertinggalannya.
3. Pendekatannarrow casting
ataumelokalisasikanpenyampaianpesanbagikhalayak.
4. Pemanfaatansalurantradisional.
5. Pengenalanparapemimpinopini di masyarakat.
6. Mengefektikanperanagen-agenperubahan.
7. Menciptakanmekanismekeikutsertaankhalayak.

Kesimpulan
Pendekatan komunikasi yang seyoyanya mejadi perantara atau jembatan
menuju pembebasan dan pencerahan bagi masyarakat, malah terkungkung oleh
model komunikasi (linier) sebagaimana paradigma pembangunan. Penggunaan
model komunikasi satu arah (linier) harus bergeser ke model komunikasi
partisipatoris, yakni stuktur komuniksi horizontal yang dua arah.
Pada model komunikasi yang mekanistik,
aruskomunikasiberimplikasipadapemusatanarusinformasi yang
cenderungmenciptakanketergantunganpadasumberpesan.Proses yang
bersifatmekanistikatau linier memilikitigaasumsidasar: pertama, ide,
gagasanatauinovasipembangunanditeruskandandibagisecarasepihak. Kedua,
populasiataukhalayakdalam proses inidibedakanmenjadipesertaaktifdanpasif.

55
Ketiga, penggunaanteoripeluruatau model jarumhipodermiksangatdominandalam
proses ini. Berdasarkan alasan ini proses komunikasi dimaknai sebagai proses
yang berpusat pada satu pihak.
Asumsi pendekatan partisipatif memandang masyarakat sebagai penerima
informasi memiliki kemampuan untuk membangun dirinya dan lingkungannya
dengan segala potensi yang ada, baik aspek ekonomi, sosial-budaya maupun
politik. Partisipasisendirimemnurut Paul memiliki 4 tingkatan: (1) Informaton
sharing. Hal ini merupakan tingkatan terendah partisipasi, para agen membagi
informasi, dan memberi pemahaman terhadap informasi dalam memfasilitasi
orang bertindak. (2) Concultation. Hal ini tingkatan kedua, dimana orang
mempunyai peluang untuk berbagi, bertanya, menyimak dan bertindak terhadap
agen perubahan. (3)Decision making. Hal ini tingkatan ketiga, pada tingkat
iniorang mempunyai peluang dan kesempatan untuk bermain dan berperan dalam
menentukan desain dan implementasi dalam melakukan perubahan sosial.
(4)Initiating action. Hal ini tinngkatan tertinggi. Pada tingkat ini orang telah
mengambil inisiatif dan dan memetuskan proses perubahan yang diinginkan. .

PertanyaanDiskusi!
1. Jelaskan apa yang anda pahami tentang Pendekatan komunikasi dalam
pembangunan!
2. Apa yang ada pahami tentang proses komunikasi mekanistik?
3. Jelaskan tiga asumsi dasar Proses komunikasimekanistikatau linier!
4. Jelaskan apa yang anda pahami teantang pendekatanpartisipatif!
5. Partisipasimenurut Paul memiliki 4 tingkatan. Jelaskan 4 tingkatan
tersebut!

56

Anda mungkin juga menyukai