Makalah Fhi Kel.3
Makalah Fhi Kel.3
Disusun Oleh:
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi dan
melengkapi tugas Filsafat Hukum Islam
Dalam proses penulisan makalah ini penulis banyak menemui kesulitan dalam
menjabarkan materi dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki, namun penulis menyadari
banyaknya kekurangan dalam menyajikannya. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai
bantuan dari segala pihak yang telah memberi bantuan baik berupa dukungan semangat dari
orang tua, buku-buku, serta bermacam-macam bahan penulisan sehingga makalah ini dapat
terwujud.
Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberi
bimbingan berupa materi, orang tua, dan juga teman-teman yang telah memberi saran, sehingga
penulis dapat menyelesaikannya. Demi kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca.
Dengan demikian, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan pembaca mengenai bisnis dalam kehidupan kita.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..…….i
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...ii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Tasyr’i .................................................................................................. 2
2.2 Ruang Lingkup Tasyr’i .......................................................................................... 3
2.3 Prinsip-Prinsip Tasyr’i ........................................................................................... 4
BAB III. PENUTUP ............................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tasyri' adalah kata yang diambil dari lafazh syariah yang artinya "jalan yang lurus".
Agar manusia melaksanakan hukum-hukum tersebut atas dasar keimanan, baik hukum
yang berpautan dengan perbuatan badaniah manusia maupun yang berkaitan dengan
masalah akidah, akhlak, dan budi pekerti. Dari syariat dalam pengertian itu dipetik kata
dibuat bersumber dari ajaran agama yang disebut dengan tasyri' samawiyy maupun dari
perbuatan manusia dan hasil pikirannya yang dinamakan dengan istilah tasyri' wad'iyy
(Juhaya S. Pradja, 1987:7). Oleh karena itu, syariat yang diturunkan oleh Allah dan yang
datang dari Nabi Muhammad SAW. belum berarti telah menjadi tasyri', sebaliknya tasyri'
1
BAB II
PEMBAHASAN
Tasyr'i ااتثر يعberasal dari akar kata ثر ع يثر عyang mengandung arti jalan yang
undangan yang mengatur hukum perbuatan orang-orang mukallaf dan hal-hal yang terjadi
pembuatan undang-undang yang diambil dari syariat. Oleh karena itu, syariat yang
diturunkan oleh Allah dan yang datang dari Nabi Muhammad SAW. belum berarti telah
menjadi tasyri', sebaliknya tasyri' di dalamnya adalah substansi dari syariat Islam. Ulama
madzhab, yakni Abu Hanifah (80 H-150 H), Imam Malik (95 H-179 H), Imam Syafi'i (150
H-204 H), dan Imam Ahmad bin Hanbal (164 H-241 H) adalah ulama yang membangun
tasyri dari syariat dengan membuat kaidah-kaidah pokok (qa'idah al yara asasiyyah) dan
Tiga masalah dalam ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran adalah yang
berkaitan dengan keimanan, akhlak, dan perbuatan fisikal hubungannya dengan perintah,
larangan dan pilihan-pilihan. Yang pertama dikaji secara mendalam oleh ilmu kalam atau
1
Sopyan, Y., 2010. Tarikh tasyri': sejarah pembentukan hukum Islam. Rajawali Pers.(hlm. 9)
2
ushuluddin, yang kedua menjadi objek kajian ilmu akhlak, sedangkan yang ketiga dikaji
Ruang lingkup tasyri’ Islam membahas tentang semua jenis hukum yang ditetapkan
a. Al-Ahkam al- i’tiqadiyyah (hukum-hukum teologis), yaitu semua hukum yang berkaitan
dengan aqidah dan dijelaskan dengan lengkap dalam tauhid dan ilmu kalam.
yang berkaitan dengan masalah akhlak, perasaan jiwa seperti zuhud, wara’, iffah, dermawan,
setiap perbuatan seorang hamba seperti salat, puasa, zakat, jual beli, sewa menyewa dan
dijelaskan selengkapnya dalam kitab fiqih sebagai aspek penting dari syariat untuk
2
ahmad Saebani, B., 2007. Filsafat Hukum Islam/Beni Ahmad Saebani. (hlm. 49-50)
3
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’: Sejarah Legislasi Hukum Islam, Cet III, (Jakarta:
Amzah, 2015), h.4
3
2.3 Prinsip-Prinsip Tasyr’i
al-Haraj memiliki beberapa arti, diantaranya sempit, sesat, paksa, dan berat. Yang
َصد ِْركَ َح َر ٌج ِ ِّم ْنهُ ِلت ُ ْنذ َِر ِب ٖه َو ِذ ْك ٰرى ِل ْل ُمؤْ ِمنِيْن
َ ِك ٰتبٌ ا ُ ْن ِز َل اِلَيْكَ فَ ََل َي ُك ْن فِ ْي.
“(Inilah) Kitab yang diturunkan kepadamu (Muhammad); maka janganlah engkau sesak
dada karenanya, agar engkau memberi peringatan dengan (Kitab) itu dan menjadi pelajaran
Adapun arti terminologinya adalah segala sesuatu yang menyulitkan badan, jiwa atau harta
secara berlebihan, baik sekarang maupun dikemudian hari. (Shalih ibn Abd Allah ibn
Hamid).5
Hukum Islam datang masih dalam batas kemampuan seorang mukallaf, tidak diluar batas
kemampuan dan sulit diemban. Dan ini tidak bertentangan dengan tabiat dan persepsi
manusia, sebab semua pekerjaan dalam hidup ini pasti ada masyaqah (beban) dan kepenatan
sampai kebutuhan primer sekalipun tetap ada bebannya seperti makan, minum dan mencari
rizki6.
Meskipun demikian tidaklah berarti bahwa syari’ah Islam menghilangkan sama sekali
kesulitan yang mungkin dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Hanya saja diharapkan
4
Arianti youlie, “Prinsip-Prinsip Persyariatan (Tasyri’) Dalam Islam” diakses dari
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2014/01/prinsip-prinsip-pesyariatan-tasyri_7.html , pada tanggal 21 Maret
2022 pukul 11.24
5
ibid
6
ibid
4
ketentuan yang terdapat dalam syari’at Islam dapat mengurangi kesulitan bagi manusia. Hal
ini sesuai dalam firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 287:
lemah.”
dengan kesanggupan yang dimiliknya. Prinsip ini secara tegas disebutkan dalam Al-Qur’an
mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa
yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah
kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
7
ibid
5
Dalam surat Al-Maidah ayat 6:
س ُح ْوا بِ ُر ُء ْو ِس ُك ْم َوا َ ْر ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَي ۗ ِْن َوا ِْن ِ ِص ٰلوةِ فَا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َوا َ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف
َ ق َو ْام ٰ ٓياَيُّ َها الا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا اِذَا قُ ْمت ُ ْم اِلَى ال ا
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua
kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Ayat-ayat diatas menjadi dalil bahwa tasyri bertitik tolak dari prinsip menjadikan beban
sehingga saat syariat telah menjadi tasyri masyarakat sebagai subjek sekaligus objek hukum
dengan mudah melaksanakannya. Namun bukan berarti taklif syar'i bebas sama sekali dari
kesukaran. sedikit kesulitan merupakan ciri khas hukum taklifi, karena itu ahli fiqih
mengartikan taklif sebagai penghapusan hal-hal yang memberatkan. sukar bukan berarti
berat karena itu yang sukar pun dapat berubah menjadi mudah, sebagaimana adanya rukhsah
Prinsip nafy al-haraj ini dapat dilihat dalam kandungan sejumlah ayat al-Qur`an dan hadis
Nabi, dimana taklif tidak pernah diberikan melampaui batas kemampuan mukalaf. Oleh
8
Beni Ahmad Saebani, “Filsafat Hukum Islam”(Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2008), hlm.50-52
6
karena itu, ketika mukallaf mengalami kesulitan dalam pelaksanaan suatu hukum, maka
dalam waktu yang sama diberikan kemudahan atau toleransi. Pemberian kemudahan atau
toleransi di kalangan ahli hukum Islam disebut juga dengan rukhshah. Contoh, dibolehkan
memakan atau meminum yang haram dalam kondisi yang darurat, boleh meninggalkan yang
wajib jika kesulitan melaksanakannya; seperti karena sakit dibolehkan berbuka puasa di
bulan Ramadan, melaksanakan shalat dengan duduk, bahkan berbaring. Begitu juga
musafir (bepergian)9.
Taklif secara bahasa berarti beban. Arti etimologinya adalah menyedikitkan. Adapun
secara istilah, yang dimaksud taklif adalah tuntutan Allah untuk berbuat sehingga dapat
dipandang taat dan (tuntutan) untuk menjauhi larangan Allah. Dengan demikian, yang
dimaksud taqlil al-takalif secara terminology adalah menyedikitkan tuntutan Allah untuk
Prinsip kedua ini merupakan akibat adanya prinsip yang pertama Yakni meniadakan
kesulitan atau menambah kewajiban dalam beragama. Alquran tidak memberikan hukum
kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin
dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
9
Arianti youlie, “Prinsip-Prinsip Persyariatan (Tasyri’) Dalam Islam” diakses dari
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2014/01/prinsip-prinsip-pesyariatan-tasyri_7.html , pada tanggal 21 Maret
2022 pukul 11.24
10
ibid
7
ُ َش ْه َر فَ ْلي
َص ْمهُ ۗ َو َم ْن َكان ش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال ا ِ ۚ َت ِ ِّمنَ ْال ُه ٰدى َو ْالفُ ْرق
َ ان فَ َم ْن ِ ِي ا ُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُ ْر ٰانُ ُهدًى ِ ِّللنا
ٍ اس َوبَ ِيِّ ٰن ْٓ ضانَ الاذ
َ ش ْه ُر َر َم
َ
َ َولَعَلا ُك ْم تَ ْش ُك ُر ْون.
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka
berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
َح ِل ْي ٌم.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya
ketika Al-Qur'an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah
memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun”.
Ayat-ayat di atas merupakan landasan naqliyah bahwa tasyri yang diperlakukan sebagai
aturan kehidupan masyarakat harus menyedikitkan beban atau tidak memberatkan, sehingga
pelaku peraturan merasa kenyamanan hidup dengan menaati peraturan yang berlaku.
Alquran dan as-sunnah tidak memperbolehkan suatu perintah atau larangan an-naml
8
membuat masyarakat sebagai subjek hukum merasa terbelenggu. dengan menyedikitkan
Tadarruj adalah sebuah cara bertahap yang ditempuh oleh Al Qur’an untuk
kepercayaan dan tradisi jahiliyah maupun yang lain. Al Qur’an tidak serta merta merubah
360 derajat sebuah keadaan awal. Al Qur’an lebih memilih jalan bertahap dalam
menyampaikan pesannya agar mudah dilaksanakan oleh umat. Karena syari’at diturunkan
dengan tujuan yaitu kemaslahatan umat. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi SAW secara
bertahap (berangsur-angsur) begitu pula Nabi SAW dalam menyampaikan hal itu kepada
para sahabat. Karenanya sangatlah wajar apabila salah satu metode pendidikan Nabi SAW
mansukh Ayat-ayat al-quran tetapi substansi, prinsip taddaruj bukan berarti ada ayat yang
mansukh, melainkan sebagai prinsip dakwah yang harus dijalankan agar tujuan dakwah
dapat dicapai dan masyarakat merasakan adanya kerelaan dalam mengamalkan syariat
Islam.13
Dari penjelasan yang berkaitan dengan pemaknaan tasyri dapat dikatakan bahwa tasyri
Wasallam. adalah Rasul Shallallahu Alaihi Wasalam menyedikitkan beban dan bertitik tolak
11
Beni Ahmad Saebani, “Filsafat Hukum Islam”(Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2008), hlm.53
12
ibid
13
ibid
9
kepada wahyu Alquran dan Sunah. setelah 2 dasar tersebut ditetapkan sebagai langkah
tasyri, dasar tasyri berikutnya adalah hasil Isma sahabat Yani hasil musyawarah mufakat
yang berkaitan dengan hukum syara dan ijtihad para fuqaha dalam cara mengistinbath dan
istidlal. 14
14
ibid
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
perbuatan orang-orang mukallaf dan hal-hal yang terjadi tentang berbagai keputusan serta
2. Ruang lingkup tasyri sendiri menbahas tentang jenis hukum yang ditetapkan kepada
hamba-Nya yang terdiri dari 3 yaitu: Al-Ahkam al- i’tiqadiyyah (hukum-hukum teologis),
11
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad Saebani, B., 2007. Filsafat Hukum Islam/Beni Ahmad Saebani.
Beni Ahmad Saebani, “Filsafat Hukum Islam”(Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2008)
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’: Sejarah Legislasi Hukum Islam, Cet III, (Jakarta:
Amzah, 2015)
Sopyan, Y., 2010. Tarikh tasyri': sejarah pembentukan hukum Islam. Rajawali Pers.
Internet
Arianti youlie, “Prinsip-Prinsip Persyariatan (Tasyri’) Dalam Islam” diakses dari
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2014/01/prinsip-prinsip-pesyariatan-tasyri_7.html ,
pada tanggal 21 Maret 2022 pukul 11.24