Disusun Oleh :
Wulan Nurhidayah
Kafilah 01
MASA BIMBINGAN
ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2021
A. PEDAHULUAN
Pergantian pemimpin politik melalui proses demokrasi adalah hal wajar, yang
pendirian yang positif, cerdas, inovatif, adil dan bijaksana. Di negara demokrasi
sebagai media kedaulatan rakyat dan sarana melibatkan rakyat secara langsung untuk
dan persepsi yang sudah dimilikinya dalam jangka waktu yang lama terhadap seorang
kandidat. Isu tentang kepempinan politik selalu menjadi diskusi menarik di kalangan
masyarakat. Salah satu isu yang menarik adalah tentang kepemimpinan dinasti.
menjadi polemik yang tidak pernah berhenti. Setelah 2 kali periode menjabat, godaan
elite politik untuk tetap mempertahankan kekuasaan melalui keluarga tidak bisa
Secara harfiah, dinasti politik dapat dipahami sebagai strategi politik untuk tetap
kepada orang lain yang masih merupakan kalangan sanak keluarga. Adapun berbagai
gejala yang mendasari terbentuknya suatu dinasti menurut Wasisto (2013: 203) dapat
dianalisis dari dua hal. Pertama, macetnya kaderisasi partai politik dalam menjaring
dengan mendorong kalangan sanak keluarga kepala daerah untuk menjadi pejabat
publik. Kedua, konteks masyarakat yang menjaga adanya kondisi status quo di
daerahnya yang menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong
pemahaman dinasti politik tersebut. Sikap pro dan kontra kemudian berkembang
menjadi perdebatan diskursus dalam revisi RUU Pilkada. Di satu sisi, ada pihak
kepala daerah untuk maju dalam Pemilukada, sementara yang lain mengusulkan
dinasti politik tak perlu dilarang, hanya saja sistem kaderisasi partai politik di daerah
perlu dibenahi.
Regulasi yang lemah untuk memangkas dinasti politik turut menjadi penyebab
2015 tentang Pilkada sebenarnya memberikan angin segar dalam membatasi dinasti
q “warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (q). Tidak
petahana, bahwa yang dimaksud dengan tidak memiliki konflik kepentingan dengan
petahana: tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan atau garis
B. PEMBAHASAN
Dinasti politik dan politik dinasti adalah dua hal yang berbeda. Dinasti politik
adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan
keturunan dari hanya beberapa orang. Politik dinasti adalah proses mengarahkan
merupakan musuh demokrasi karena dalam demokrasi, rakyatlah yang memilih para
pemimpinnya.
Marcus Mietzner (2009) dalam paper yang berjudul Indonesia’s 2009 Elections:
Populisme, Dynasties and the Consolidation of the Party System, menilai bahwa
Praktik politik dinasti menurutnya tidak sehat bagi demokrasi, antara lain karena
kontrol terhadap pemerintah yang diperlukan dalam demokrasi, misalnya checks and
balances, menjadi lemah. Dinasti politik dalam dunia politik modern dikenal sebagai
elit politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga sebagian
orang di luar dinasti. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Turner (dalam Bathoro,
politik.
tingkat nasional tidak terlepas dari peran partai politik dan peraturan pemilihan kepala
daerah, kandidat yang dicalonkan oleh partai politik lebih didasarkan pada keinginan
menggantikan . Peraturan yang lemah memberikan andil yang besar dengan semakin
meluasnya dinasti politik. Praktik politik dinasti juga menciptakan lemahnya fungsi
kontrol terhadap tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah dan kerabat
mereka (Susanti, 2018). Keinginan kuat untuk memilih anggota keluarganya dalam
suksesi pemerintahan bertujuan untuk menutupi dosa politiknya. (Djati, 2015a). Dan
mempersubur praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) tersebar di hampir semua
wilayah di Indonesia (Prianto, 2016). Selain itu keinginan untuk mewujudkan godaan
dalam menciptakan mitos keluarga penguasa, ada hal yang tidak bisa dipungkuri.
Keluarga yang berkuasa adalah keluarga yang bisa memberi manfaat kepada
Di Indonesia pada provinsi Banten, jejak-jejak dinasti politik lebih kentara. Ratu
sendiri yang memimpin Banten, suami menjadi anggota DPR, anak menjadi anggota
DPD, menantu menjadi anggota DPRD Kota Serang, adik menjadi anggota DPRD
Banten, Adik tiri mejadi wakil wali kota Serang, ibu tiri menjadi anggota DPRD
Kabupaten Pandeglang, Ibu tirinya yang satu lagi menjadi anggota DPRD kota
Serang, dan adik iparnya Airin menjadi Walikota Tangerang Selatan. Dalam kajian
ilmu sosial dan politik, familisme sebagai budaya politik diartikan sebagai
ketergantungan yang terlalu besar pada ikatan keluarga, yang melahirkan kebiasaan
menempatkan keluarga dan ikatan kekerabatan pada kedudukan yang lebih tinggi
dipahami sebagai new social order, yakni dorongan psikologis bagi seseorang untuk
dapat berkarir di dalam dua ranah yakni publik sebagai birokrat dan privat sebagai
korporat-swasta (Garzon, 2002: 56). Dalam hal ini, terdapat tiga varian familisme
dalam membincangkan dinasti politik dalam konteks ini. Pertama adalah familisme
(familism), yakni dinasti politik yang didasarkan secara murni pada hubungan darah
dengan klan lainnya. Bagi keluarga politik yang lebih lemah posisinya akan
menguntung pada keluarga politik yang lebih kuat karena akan menjamin eksistensi
Kenyataan di atas menarik untuk dikaji. Boleh jadi sebagian orang menganggap
wajar hal tersebut muncul, namun sebagian lagi menganggap hal itu distorsi atau
fenomena dinasti politik akan mengancam fase transisi demokrasi menuju konsolidasi
berbagai elemen politik di atas menjadi suatu kekuatan yang relatif padu selama
C. KESIMPULAN
Dinasti politik terbentuk karena adanya jaringan kekuasaan yang menyebar dan
kuat di sebuah daerah. Saat jaringan tersebut mendukung dinasti politik yang
besar. Menguatnya jaringan politik yang dibangun oleh dinasti politik berdasarkan
orang di luar dinasti. Fenomena di atas, boleh jadi sebagian orang menganggap wajar,
namun sebagian lagi menganggap hal itu distorsi atau tekanan terhadap demokrasi.
Unsur yang terlibat dalam konsolidasi demokrasi adalah lembaga atau institusi