Anda di halaman 1dari 6

Elsa Ari Novia ( 010121200 )

RESUME WEBINAR
Politik Dinasti dan Bagaimana Korupsi dalam Perspektif Ham?

Oleh Bpk. Hj. Asrul Sani, S.H.,M.Si

Dari pembuatan sisi Undang – Undang kekuatan politik, sampai sekarang belum
berubah yang artinya posisi yang diambil dari Undang Undang pilkada tahun 2015 yang
kemudian disebut di batalkan oleh Mahkamah Konsitusi dengan keputusan 2015 sebetulnya
belum benar benar berubah. Tentu kita tidak bisa melanggar keputusan MK karena itu akan
dilihat sebagai Konsitusi juga. Oleh karena politik dinasti dan korupsi ini karena ada pemikiran
pilkada ke depan itu terutama di tahun 2004 itu pilkada yang asigmetrik dimana pilkada langsung
tetapi harus memenuhi parameter parameter tertentu atau yang sementara ini yang sudah disebut
parameter ada 3 seperti, Indeks Pembangunan Manusia, Kemampuan pada Fiskal Daerah, dan
kemudian yang terakhir faktor faktor Sosial Budaya yang harus bisa diukur secara kualitatif dan
kuantitatif.

Namun dari penelitian secara empiris bahwa ketika yang terjadi itu masuk kedalam
kategori politik dinasti sudah sejauh mana kemudian keparahan bukan ketidak adaannya karena
kalau kita bicarakan ketidak adaan atau praktik korupsinya itu bukan hanya soal ada apa tidak
namun yang harus dipertanyakan soal parah atau tidaknya permasalahan itu pada umumnya itu
bisa dijadikan penelitian ebih lanjut. Misalnya penelitian itu dengan mengambil sumpit dari pada
birangkrak di daerah yang sedang mengalami politik dinasti. Jadi persepektif kita tentu tidak
hanya kemudian tidak berhenti apakah itu melanggar HAM atau tidak, yang pasti perdebatan itu
tidak akan menghasilkan satu kerucupan atau satu kesimpulan. Terkait dengan politik dinasti dan
potensi korupsi yang ada di dalamnya ini di karenakan adanya pemikiran untuk kedepan
pilkadanya langsung dengan menggunakan model asigmetrik maka itu harus masuk, jika kita
langsung membuat Undang Undang maka akan bertabrakan dengan keputusan MK dan itu akan
menimbulkan isu konsitusi.
Persoalan dasar selalu dikatakan bahwa yang namanya politik dinasti itu terjadi di daerah
dan negara mana saja, dengan demokrasi bisa dikatakan lebih maju dan lebih baik dari negara
kita. Karena itu sudah ada keputusan MK itu juga perlu dipikirkan sebuah pengaturan dimana
ketika yang terjadi pemerintahan itu dijalankan atas dasar politik dinasti, maka ada perlu juga
ketentuan khusus yaitu pengawasan khusus, apakah ada keterkaitan dengan pengelolaan
keuangan APBD oleh BPK, BPKP, kemudian juga oleh penegak hukum yang masih
memungkinkan. Meskipun nanti masih menimbulkan disklusus baru, Pointnya : Bahwa antara
politik dinasti dan korupsi ini kedepan perlu kita masukkan sebagai element sebagai faktor,
paling tidak sebagai liputan ketika kita akan mengembangkan model pilkada langsung kedepan
yang berbasis asigmetrik. Artinya boleh pilkada langsung kalau terpenuhi unsur unsur yang
sudah ditetapkan dalam Undang Undang dan itu tentu perlu pengaturan lebih lanjut
Politik Dinasti Dan Potensi Korupsi Dalam Perspektif HAM

Oleh Dr. Yenti Ganarsih, S.H., M.H

Politik Dinasti

 Merampas hak oranglain


 Merampas hak politik seseorang yang kebetulam masih keluarga
 Melanggar prinsip demokrasi & ham

Peluang Korupsi

 Dinasti & Eksekutif dan Legislatif


 Dinasti Legislatif dan Legislatif Kongkalikong Anggaran

Pengawasan Proses Demokrasi Pemilu

1. Demokrasi pemilih yang Incumbent/Asn dll


2. Money politik.
3. Penggunaan fasilitas
4. Kecerdasan pemilih
5. Kepatutan parpol dalam memilih kader

Indikator Pematutan

Korupsi melawan hukum kerugian negara kalau tidak memenuhi indicator penyalahgunaan
kewenangan kerugian negara integritas , kompetensi, kapasitas penyuapan indikator kepatutan
gartifikasi

Calon : Pilpres, Pilek, dan Pilkada


Dinasti Politik di Indonesian Pasca - Reformasi

Oleh Burhanuddin Muhtadi, MA, Ph,D

Tiga Model Dinasti Politik

• Dinasti politik "arisan keluarga" dimana satu keluarga berganti memimpin satu daerah

• Dinasti politik lintas cabang kekuasaan. Seperti kasus Kutai timur

• Dinasti politik lintas daerah seperti kasus di Banten atau Sulawesi Selatan

• Bukan hanya strategi ekspansi kekuasaan, tapi juga pertahanan diri (Kanawas, 2020)

• Pada Pilkada 2015-2018, 117 kepala daerah terpilih yang berasal dari dinasti politik. 104 anggota DPR
periode sekarang punya ikatan keluarga dengan elite

Dinasti Hidup Dalam Cuaca Politik Manapun

• Max Havelaar yang ditulis Multatituli. Max sosok protagonis yang melawan ketamakan Bupati Lebak
Karta Natanagara yang didukung residen Banten Brest van kempen. Bupati didukung Raden
Wirakusuma, Demang Parungkujang sekaligus menantunya

• Perbedaan adalah sumber legitimasi kekuasaan yang berbeda. Dinasti politik sekarang bermain di atas
karena demokrasi, sementara dahulu murni bergantung pada status ningrat dan kebangsawanan

• Hal ini membuktikan bahwa dinasti mampu bertarung dalam cuaca politik apapun. Dinasti bisa hidup di
sistem otoriter maupun demokrasi

Pilkada Bukan Penyebab Satu-satunya Dinasti Politik

• Memang banyak dinasti politik kita di daerah yang memanfaatkan Pilkada agar berkuasa, seperti yang
terjadi juga di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara

• Namun aktor dinasti politik akan tetap bermain dalam sistem politik apapun karena lem perekat mereka
adalah akses terhadap sumber daya negara
• Kalau sistem pilkada dihapus, bukan jaminan dinasti politik akan hilang. Justru praktik dinasti makin
menggurita karena untuk memenangkan jabatan publik, para aktor dinasti cukup menguasai elite terbatas
di DPRD. Lapangan permainan justru dikuasai segelintir elit dan rakyat tak punya kuasa untuk
menentukan pemimpinnya

Definisi Dinasti Politik

• Jadi salah bila ada yang mengatakan seseorang kerabat penguasa yang maju dalam pilkada tidak bisa
disebut dinasti politik semata-mata karena dipilih berdasarkan proses demokrasi

• Pablo Querubin (2011:2) dari Harvard academy for international and Area Studies, mendefinisikan
dinasti politik sebagai "a particular from of elite persistence in which a single of few family group
monopolize political power".

• Querubin justru mengkaitkan dinasti politik di Filipina dalam bingkai demokrasi. Ia juga mengaitkan
keberlangsungan dinasti politik di Filipina karena efek pertahanan. Banyak incumbent yang melakukan
segala cara agar dirinya atau keluarganya terpilih (money politics, pork barrel, patronage dan kebijakan
programatik).

Mengapa Politik Dinasti Laku di Indonesia?

• Tidak ada larangan dinasti politik ikut pemilu

• Lemahnya pelembagaan partai sehingga brand keluarga lebih penting ketimbang partai

• Pemilih juga tidak terlalu anti-dinasti

• Bertemu dengan nafsu kekuasaan yang ingin bertahan selama mungkin

• Dinasti politik bukan sebagai sebab, tapi sebagai akibat. Ia harus dibaca sebagai independen variable
tapi sebagai dependent.

Dinasti, Oligarki dan State Capture

• Dalam literatur ilmu politik dinasti selalu dikaitkan dengan hukum besi oligarki dan distribusi ekonomi-
politik yang timpang
• Filipina adalah contoh klasik dinasti politik yang berurat akar. Studi dan kesimpulan (2007)terhadap elit
politik di Filipina tahun 1946 hingga 1963 menemukan dari 169 keluarga berpengaruh, lahirlah 584
pejabat publik termasuk 7 presiden 2 wakil presiden, 42, dan 147 anggota DPR

• Ahli Philipina, Paul Hutchroft (1998) membuktikan bahwa dinasti politik telah meningkatkan praktik
rent-seeking dan state capture dengan memberikan mengalokasikan sumber daya negara hanya bagi
mereka yang dekat dengan kekuasaan dinasti

• Dalam kasus di Indonesia, temuan ICW menunjukkan sedikitnya 175 proyek pengadaan barang atau
jasa di kementerian pekerjaan umum dan pemerintah provinsi Banten dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan yang berafiliasi dengan Atut dengan total nilai kontrak Rp. 1,148 triliun

Anda mungkin juga menyukai