Anda di halaman 1dari 5

DINASTI POLITIK DI INDONESIA

Fenomena Dinasti politik (political family atau legacy politician) kini sedang
santer menjadi perbincangan publik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
memunculkan beberapa pengertian tentang konsep dinasti politik. Secara garis besar
dinasti politik diartikan sebagai keluarga yang memiliki beberapa anggota yang
menduduki jabatan terpilih dan memiliki pengaruh signifikan terhadap politik lokal,
regional, atau nasional.Beberapa ahli sepakat bahwa batas jumlah anggota bagi satu
keluarga untuk dapat disebut dinasti adalah minimal empat orang keluarga dalam
lingkar pemerintahan.
. Beberapa study menyebutkan bahwa justru dinasti politik ini adalah
konsekuensi dari praktik demokrasi itu sendiri. Sebab, dalam prinsip demokrasi ada
prinsip persamaan hak, sehingga semua warga negara, entah itu anak presiden
maupun anak dari rakyat kelas menengah ke bawah, memiliki kesempatan yang sama.

Dampak buruk dinasti politik

Intinya adalah,dinasti politik rentan korupsi. Ini merupakan konsekuensi


paling jelas dan paling buruk. Sebab, dinasti politik akan melahirkan konsentrasi
kekuasaan, kurangnya akuntabilitas, nepotisme, dan patronase. Ketika kekuasaan
terkonsentrasi dalam tangan satu keluarga atau kelompok untuk jangka waktu yang
lama, terdapat potensi yang lebih besar bagi individu atau kelompok tersebut untuk
menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi.

Dinasti politik cenderung membangun struktur yang melindungi anggota


keluarganya dari pengawasan eksternal, mengurangi akuntabilitas, dan memfasilitasi
praktik korupsi. Hal ini akan meningkatkan praktik nepotisme dan patronase dalam
lingkaran politik tersebut. Misalnya, seorang pemimpin politik akan menempatkan
keluarganya dalam posisi pemerintahan penting atau berpengaruh tanpa peduli
apakah keluarga tersebut memiliki pengalaman atau kualifikasi yang layak. Di satu
sisi, mereka telah memiliki akses khusus dalam pendanaan sehingga membuat
langkah mereka menjadi lebih mudah.

Dalam konteks ini, terjadi parasitic symbionts yang dalam konteks biologi
adalah interaksi simbiosis yang erat dan berjangka panjang antara dua organisme,
yakni salah satu organisme hidup di dalam tubuh inangnya sehingga menimbulkan
kerugian.
Dalam konteks politik, hal ini menjelaskan bagaimana pelaku dinasti melakukan apa
yang disebut “institutional drift” yaitu mengatur sedemikian rupa aturan atau regulasi
di institusi. Ini berarti mereka mampu memengaruhi dan mengubah cara kerja
institusi demokratis untuk mendukung keberlangsungan dinasti politik mereka.
Contoh praktiknya bisa dilihat dari bagaimana institusi peradilan, Mahkamah
Konstitusi, memengaruhi dan mengubah aturan perundang-undangan untuk membuka
jalan bagi figur tertentu untuk bisa maju di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres)
2024. Hal ini bisa terjadi akibat adanya ruang dan kuasa yang bisa digunakan oleh
pihak dinasti politik.
Lebih lanjut, politik dinasti membuat orang yang memiliki kompetensi layak semakin
jauh dan sebaliknya, mereka yang tidak berkompeten tapi memiliki keluarga dengan
mudah dapat menjadi bagian pemerintahan. Pada akhirnya, sulit untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance).
Kemungkinan itu bisa muncul kembali ketika politik dinasti benar-benar terjadi lagi
di Indonesia. Dinasti politik jelas dapat merusak demokrasi. Politik yang semestinya
menjadi kekuatan untuk menyelamatkan masyarakat atau orang banyak, akhirnya
menghilang. Patronase dan nepotisme akan menghambat upaya atau cita-cita untuk
menghadirkan kesetaraan.

.
Dampak negative apabila politik dinasti diteruskan
Menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya
menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan. Dalam
posisi ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg
untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan
selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik dinasti yang tidak melalui proses
kaderisasi. Sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan
masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya
berputar di lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial
terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan
tugas kenegaraan.Sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya
pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi kontrol
kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya
penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
Dengan Politik Dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki
kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten
menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga. Di samping itu, cita-cita
kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak
mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas. Maka Dari itu Dinasti politik
bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di Negara kita Indonesia, sebab negara
Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih
pemimpin berdasarkan garis keturunan.
Akibat Dari Politik Dinasti ini maka banyak pemimpin lokal menjadi politisi
yang mempunyai pengaruh. Sehingga semua keluarga termasuk anak dan istri
berbondong-bondong untuk dapat terlibat dalam system pemerintahan. Beda halnya
dengan dinasti politik, yang dengan sengaja dikonstruksi bahwa kekuasaan hanya
boleh dikuasai oleh satu keluarga saja. dinasti politik memiliki dampak negatif bagi
demokrasi tanah Air. Karena politik semacam ini dengan sengaja mengutamakan
kepentingan kelompoknya.
Dalam konteks ini, dinasti politik sah-sah saja, ketika seseorang mencoba
memberikan ruang untuk keluarganya yang memiliki kompetensi. Catatan penting
dari permasalahan tersebut yaitu satunya dipaksakan ketika tidak memiliki
kompetensi untuk meneruskan atau melanggengkan kekuasaan kelompok tertentu.
Tren politik kekerabatan itu benihnya sudah lama berakar secara tradisional yakni
sistem patrimonial. Sistem yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan
genealogis. Keadaan itu merupakan bagian dari sejarah politik Indonesia yang pernah
menganut sistem kerajaan.
Menegaskan bahwa. Pencegahan itu bisa dilakukan dengan melakukan
pendidikan politik dan membangun budaya rasional kepada masyarakat. “Masyarakat
harus paham bahwa politik itu penting, masyarakat terkadang tidak mau aktif untuk
memahami konteks politik. Ketika muncul baru melakukan protes. Kita harus hadir
dalam konteks ketika mempunyai potensi harus muncul, dorong potensi itu sehingga
bisa dilihat dan mampu bersaing jangan hanya memberikan ruang kepada orang yang
itu-itu saja. Kemudian membangun budaya rasional dalam memilih. Politik dinasti
ataupun dinasti politik sudah berakar, mencabut akar secara langsung tidak mungkin,
tetapi mengintervensi ke ruang itu supaya kita bisa ikut andil disana dan mewarnai
sehingga bisa dicegah,
Menghapus dinasti politik
Mengakhiri atau membatasi dinasti politik memerlukan kombinasi dari reformasi
kebijakan, kesadaran masyarakat, dan perubahan budaya politik. Ini bisa dimulai dari
menerapkan peraturan yang membatasi anggota keluarga tertentu dari pemegang
jabatan politik untuk mencalonkan diri dalam pemilihan tertentu. Misalnya,
membatasi saudara, anak, atau pasangan dari pejabat yang sedang menjabat untuk
mencalonkan diri di posisi yang sama atau di wilayah yang sama.

Pada saat yang bersamaan, partai politik perlu mengadopsi prosedur seleksi kandidat
yang lebih demokratis dan merata, sehingga mengurangi kemungkinan satu keluarga
mendominasi struktur partai. Selain itu, masyarakat harus terus sadar dan paham
bahwa dinasti politik dapat berdampak buruk pada masa depan. Anggota dinasti
politik jelas akan memiliki akses yang lebih baik ke sumber daya negara, seperti
dukungan pemerintah, pekerjaan, atau manfaat lainnya, sementara masyarakat umum
tentu akan dikesampingkan. Kepentingan dan prioritas dinasti politik mungkin tidak
selalu sejalan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Sebagai hasilnya, isu-isu
penting mungkin diabaikan atau tidak mendapatkan perhatian yang cukup.

Pada akhirnya, dinasti politik lebih fokus pada pemeliharaan kekuasaan


daripada pelayanan publik, kualitas pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, dan
infrastruktur kemungkinan besar akan menurun. Dinasti politik juga dapat
mengancam pluralisme, prinsip demokratis yang menekankan pentingnya keragaman
suara dan pandangan dalam pemerintahan. Jika satu keluarga atau kelompok
mendominasi politik, suara-suara lain kemungkinan tersingkirkan.

Anda mungkin juga menyukai