Anda di halaman 1dari 4

Elsa Ari Novia ( 010121200 )

BAB II
PENAFSIRAN HUKUM, KONTRUKSI HUKUM, DAN ARGUMENTASI HUKUM

A. Penafsiran Hukum
Penafsiran diartikan sebagai suatu cara untuk menjelaskan pengertian – pengertian dari
suatu pasal undang – undang yang belum atau tidak jelas agar menjadi jelas maknanya. Penafsiran
hukum adalah proses menemukan makna dari suatu teks hukum yang terdapat pada peraturan
perudang – undangan, keputusan – keputusan, perjanjian atau putusan hakim. Penafsiran dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Penafsiran subjektif
2. Penafsiran objektif
3. Penafsiran ekstensif
4. Penafsiran restriktif
Terdapat juga beberapa macam metode penafsiran, yaitu :
1. Penafsiran gramatikal
Penafsiran gramatikal ini berpangkal tolak pada bunyi undang – undang, yakni dengan
memberikan arti pada kata – kata yang terdapat dalam undang – undang itu menurut adat
Bahasa sehari – hari.
2. Penafsiran historis dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. Historis menurut undang – undang ( wetshistorich )
Yaitu penafsiran dengan melihat perkembangan terjadinya undang – undang,
melihat bahan – bahan perundingan – perundingan ( debat parlemen ) dan lain
sebagainya.
b. Historis menurut hukum ( rechtshistorisch )
Penafsiran dengan melihat perkembangan lembaga hukum yang diatur dalam
undang – undang.

3. Penafsiran sistematis, dogmatis/analogis


Penafsiran dengan mencari dan menghubungkan pengertian – pengertian atas kata – kata
yang sama dalam praturan perundang – undangan semacam yang lebih dahulu diundangkan.
4. Penafsiran teologis/sosiologis

Penafsiran yang berpedoman pada tujuan sosial yang ingin dicapai atau menafsirkan undang
– undang secara tertentu sehingga undang – undang itu dapat dijadikan sesuai dengan
keadaan yang ada di masyarakat.
Sumber dan kekuatan penafsiran bisa bersifat :
1. Autentik ( bersumber pada penjelasan undang - undang )
2. Ilmiah / doctrinaire ( bersumber pada buku – buku karangan ilmiah dari para pakar )
3. Hakim ( bersumber pada putusan atau penetapan hakim )

B. Konstuksi hukum

1. Pengertian konstruksi
Yaitu usaha untuk mencari atau memperoleh pengertian hukum yang tepat yang dilakukan
dengan cara menyusun atau mengarahkan segenap akal pikiran. Konstruksi berbeda dengan
interpretasi. Interpretasi adalah seni menemukan makna yang sebenarnya dari segala bentuk
kata, yaitu makna yang ingin disampaikan oleh penulis kata, dan memungkinkan orang lain
yang berasal dari mereka yang memiliki ide yang sama dengan yang ingin penulis sampaikan.
Dalam melakukan konstruksi tidak boleh tanpa aturan atau sewenang – wenang, tetapi harus
menarik kesimpulan dari unsur – unsur yang diberikan dalam teks.
2. Tujuan konstruksi
Yaitu agar ruang – ruang kosong yang terdapat pada sistem formal hukum itu bisa terisi atau
dipenuhi.
3. Tugas melakukan konstruksi
Tugas melakukan konstruksi ada pada hakim sesuai dengan fungsi dan peranannya sebagai
pecipta hukum.
4. Saat melakukan konstruksi
Sebelum hakim melakukan konstuksi, maka apabila ia dihadapkan pada suatu perkara yang
belum diliputi oleh suatu undang – undang khusus, ia bisa mencarinya didalam hukum yang
tidak tertulis yang berada diluat ketentuan undang – undang antara lain bila perkara yang
dihadapinya itu menyangkut perkara perdata, mencarinya dalam yurisprudensi dari hakim –
hakim lain atas perkara yang serupa bila hal ini tidak ditemukan dalam yurisprudensi dicarinya
dalam hukum adat atau kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, dan jika dalam hal ini pun
tidak juga bisa ditemukan pedoman yang diperlukan olehnya, barulah ia melakukan atau
menggunakan konstruksi.
5. Cara konstruksi
Misalnya, dari perbuatan menjual, membeli atau menghadiahkan, menukar dan mewariskan
secara legal, kesemuanya mengandung kesamaan, yaitu adanya perbuatan yang dimaksud
mengasingkan ( vervreemdem ). Berdasarkan kesamaan itu maka hakim membuat pengertian
hukum yang disebut pengasingan dan pengasingan itu meliputi penjualan, pembelian,
penukaran fan pewarisan secara legal.
6. Macam – macam metode dan sendi konstruksi
a. Analogi
Analogi ( abstractive ) adalah pengluasan berlakunya kaidah undang – undang.
Konstuksi ini dilakukan oleh hakim dalam hal ia wajib menjalankan undang – undang
secara analog ( analogische wettoepassing ) agar perkara yang belum diliputi oleh
undang – undang yang khusus itu bisa diselesaikan.
b. Penghalusan hukum ( rechtsvervijning )
Sebagai kebalikan dari analogi adalah perbuatan yang diberi nama penghalusan hukum.
Penghalusan hukum ini dapat diartikan sebagai penghalusan berlakunya kaidah undang
– undang.
c. Argumentum a contrario
Yaitu memastikan sesuatu yang tidak disebut oleh pasal undang – undang secara
kebalikan. Pada hakikatnya tidak begitu brbeda antara menjalankan undang – undang
secara analogi dan menjalankan secara argumentum a contrario, hanya saja hasil dari
kedua cara tersebut yang berbeda.
A’an Efendi dan Dyah Ochtorina dalam bukunya Logika dan Argumentasi Hukum terdapat
beberapa macam konstruksi, diantaranya adalah :
1. Konstruksi tertutup
2. Konstruksi komprehensif
3. Konstruksi transenden
4. Konstruksi ekstravagan
5. Konstruksi rigid dan konstruksi bebas
6. Konstruksi artifisial

C. Argumentasi Hukum
Dalam pengertian umum, argumen adalah upaya untuk membujuk seseorang tentang sesuatu
dengan melibatkan dua pihak, arguer ( orang yang membuar argument ) dan opponent atau
audience ( orang yang mempertimbangkan argmumen ).
Argument terdiri atas premis dan kesimpulan. Premis disebut sebagai alasan, bukti pendukung
atau klaim atau terkadang hanya proposisi atau pertanyaan – pertanyaan yang harus diterima.
1. Argumentasi Induktif dan Argumentasi Deduktif
Argumentasi deduktif adalah bentuk penalaran dan argumen dimana kesimpulan
harus mengikuti premis. Argumentasi induktif tidak membuat klaim sebagaimana
argumentasi deduktif. Argumentasi deduktif dibangun melalui penalaran induktif yang
merupakan proses membuat kesimpulan umum dari contoh yang spesifik

2. Argumentasi hukum
a. Argumentasi berdasarkan analogi
b. Argumentasi berdasarkan aturan yang ditetapkan
c. Argumentasi berdasarkan tanda
d. Argumentasi abduktif
e. Argumentasi berdasarkan posisi mengetahui
f. Argumentasi berdasarkan klasifikasi verbal
g. Argumentasi berdasarkan komitmen
h. Argumentasi praktis
i. Argumentasi berdasarkan serangan terhadap individu
j. Argumentasi lereng licin
k. Bentuk penting argumentasi lainnya
1) Argumentasi deduktif
2) Argumentasi kausal
3) Kesesatan berpikir post hoc
4) Argumentasi ad baculum

Anda mungkin juga menyukai