Abstrak
Artikel ini menyelidiki hubungan yang kompleks antara demokrasi dan transitional justice
dalam konteks pembangunan masyarakat yang adil dan inklusif. Demokrasi, sebagai bentuk
pemerintahan yang melibatkan partisipasi publik, membentuk landasan bagi prinsip-prinsip
keadilan, kebenaran, dan rekonsiliasi yang terkandung dalam konsep transitional justice.
Tulisan ini mengulas definisi, tujuan, serta instrumen-instrumen yang terlibat dalam
transitional justice, sementara juga menyoroti tantangan dan hambatan yang mungkin
dihadapi dalam implementasi prinsip-prinsip tersebut. Dengan menganalisis studi kasus dari
negara-negara yang telah berhasil menggabungkan demokrasi dan transitional justice,
artikel ini memberikan wawasan tentang bagaimana hubungan ini dapat memperkuat satu
sama lain dalam menciptakan lingkungan yang mendukung hak asasi manusia dan
pembangunan sosial. Melalui pemahaman mendalam tentang keterkaitan ini, artikel ini
memberikan panggilan untuk tindakan kolektif dan kerjasama internasional guna
mendukung negara-negara yang berjuang memperkuat demokrasi dan menjalankan prinsip-
prinsip transitional justice.
Abstract
This article investigates the complex relationship between democracy and transitional justice
in the context of building just and inclusive societies. Democracy, as a form of government
that involves public participation, forms the foundation for the principles of justice, truth and
reconciliation embodied in the concept of transitional justice. This paper reviews the
definition, objectives and instruments involved in transitional justice, while also highlighting
the challenges and obstacles that may be faced in the implementation of these principles. By
analyzing case studies from countries that have successfully combined democracy and
transitional justice, the article provides insight into how these relationships can reinforce
each other in creating an enabling environment for human rights and social development.
Through an in-depth understanding of these linkages, the article provides a call for collective
action and international cooperation to support countries struggling to strengthen
democracy and implement the principles of transitional justice.
PENDAHULUAN
Demokrasi, sebagai suatu bentuk pemerintahan, mewakili panggilan akan keadilan
dan kebebasan yang diperoleh melalui partisipasi aktif masyarakat. Dalam demokrasi,
keputusan politik tidak hanya ditentukan oleh elit politik, melainkan melibatkan seluruh
warga negara. Partisipasi publik merupakan pondasi utama demokrasi, memungkinkan suara
individu dihargai dan diakui dalam proses pembuatan keputusan pemerintah. Partisipasi ini
mencakup hak untuk memilih para pemimpin, mengkritik kebijakan publik, serta
berpartisipasi dalam proses-proses politik yang merumuskan arah negara.
Di Indonesia, penting untuk mencegah agar demokrasi tidak dikuasai oleh segelintir
elite oligarki yang menginginkan kekuasaan melalui manipulasi partai politik untuk
mengakumulasi kekayaan melalui mekanisme pemilu. Partai politik yang tumbuh dan
berkembang setelah era reformasi terlihat lebih bersikap pragmatis dalam membangun
struktur sistem partai, membentuk mesin politik kartelisasi yang menyerap sumber daya
politik dan ekonomi sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku di Indonesia. Faktor-faktor
yang mempengaruhi politik identitas di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perilaku para
pelaku politik dan struktur politik itu sendiri, yang membuka peluang bagi fenomena politik
identitas untuk memainkan peran dalam kerangka prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.
Dalam perjalanan menuju demokrasi, banyak negara mengalami fase transisi yang
kompleks dan sering kali penuh gejolak. Dalam periode transisi ini, seringkali terjadi
pelanggaran hak asasi manusia yang serius, yang mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan,
pemerkosaan, kehilangan nyawa, dan penghilangan paksa. Transitional Justice adalah konsep
yang muncul sebagai respons terhadap pelanggaran hak asasi manusia tersebut. Ini adalah
pendekatan holistik yang mencakup proses-proses hukum dan non-hukum yang dirancang
untuk menghadapi pelanggaran tersebut, mengembalikan keadilan kepada korban,
memperbaiki sistem hukum, dan membangun fondasi untuk perdamaian berkelanjutan.
Dalam artikel ini, akan dianalisis bagaimana hubungan antara demokrasi dan
transitional justice membentuk kerangka kerja penting untuk memperkuat masyarakat yang
adil, inklusif, dan berkeadilan. Dengan memahami kompleksitas dan keterkaitan antara
konsep-konsep ini, artikel ini bertujuan memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana
implementasi prinsip-prinsip ini dapat membimbing negara-negara dalam proses transisi
mereka menuju demokrasi yang berkelanjutan dan memastikan bahwa keadilan dan hak asasi
manusia menjadi pilar utama dalam pembangunan sosial dan politik.
METODE
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif yang berfokus pada penggunaan data kualitatif. Metode tersebut
menggunakan langsung dari adanya data kualitatif yang kemudian dipaparkan secara
deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari beberapa referensi seperti,
jurnal, buku, dan sumber tertulis yang lainnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik studi literatur yang diaplikasikan langsung oleh peneliti untuk dapat
menggali dan menghimpun berbagai bentuk informasi secara valid, lengkap, dan relevan
dengan objek penelitian.
KAJIAN PUSTAKA
Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana keputusan politik dibuat oleh rakyat
melalui partisipasi aktif dan melibatkan prinsip-prinsip kesetaraan, kebebasan, dan keadilan.
1
Adi Suryadi Culla, “DEMOKRASI DAN BUDAYA POLITIK INDONESIA,” Sociae Polites 5, no. 23 (2005):
68–79.
2
Nur Hidayat Sardini, “DEMOKRASI DAN DEMOKRASI DIGITAL DI INDONESIA : PELUANG DAN
TANTANGAN,” PROSIDING SENASPOLHI 1, no. 1 (September 30, 2018), accessed October 25, 2023,
https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/SENASPOLHI/article/view/2436.
Dalam demokrasi, setiap warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam proses
pengambilan keputusan, baik melalui pemilihan umum maupun partisipasi dalam proses-
proses politik yang lebih luas. Prinsip-prinsip demokrasi meliputi hak untuk bersuara, hak
untuk membentuk dan bergabung dengan organisasi politik, hak untuk mendapatkan
informasi, serta hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di mata hukum.
Traditional justice adalah sistem peradilan yang didasarkan pada nilai-nilai dan
norma-norma tradisional suatu masyarakat. Sistem ini biasanya dikelola oleh masyarakat itu
sendiri, tanpa melibatkan pemerintah atau lembaga-lembaga formal lainnya. Di Indonesia,
traditional justice masih memiliki peran penting dalam penyelesaian konflik. Sistem ini masih
digunakan oleh masyarakat tradisional, terutama di daerah-daerah yang terpencil. Selain itu,
traditional justice juga digunakan oleh masyarakat modern untuk menyelesaikan konflik-
konflik kecil, seperti konflik antar tetangga atau konflik keluarga.
Dalam artikel penulis mengutip beberapa sumber mengenai makna demokrasi dan traditional
justice menurut para ahli. Penjelasan tersebut berupa poin poin berikut:
A. Demokrasi
Berdasarkan KBBI, demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh
rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat.
Kemudian, demokrasi juga diartikan KBBI sebagai gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga
negara.5
Berbeda dengan pendapat Aristoteles, Menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn
Karl, demokrasi dibagi menjadi dua aspek yaitu demokrasi formal dan materil. Demokrasi
formal adalah demokrasi sebagai teori, sedangkan demokrasi materil adalah demokrasi yang
dalam praktiknya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kemerdekaan dan persamaan dan juga
sosial dan ekonomi.6
Demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) memiliki hubungan erat. Demokrasi tidak
hanya melibatkan pemilihan umum, tetapi juga melibatkan perlindungan hak-hak dasar
individu. Dalam sistem demokratis, kebebasan berpendapat, berkumpul, dan beragama
merupakan hak yang dijamin, serta perlindungan terhadap hak-hak seperti kebebasan dari
penyiksaan, diskriminasi, dan penindasan politik. Demokrasi yang sehat memastikan
perlindungan HAM bagi semua warga negara, menciptakan masyarakat yang inklusif dan
menghormati keberagaman.
Sejarah tentang demokrasi dimulai dari peradaban Yunani. Pada masa tersebut,
konsep dan praktik demokrasi berasal dari masyarakat Yunani klasik dan bertahan hingga
akhir periode arkaik. Munculnya demokrasi pada masa tersebut dapat ditelusuri kembali ke
ketidakpuasan rakyat terhadap sistem yang sering kali berubah-ubah sesuai keinginan para
raja pada saat itu. Awalnya, gerakan sosial yang melibatkan partisipasi rakyat dalam
menentukan kebijakan pemerintahan memicu perkembangan konsep demokrasi.7
Inovasi sosial yang sangat berpengaruh dari masyarakat Yunani klasik adalah konsep
polis atau Negara kota. Polis pada dasarnya adalah pusat perkotaan yang menguasai wilayah
sekitarnya. Karena wilayahnya yang terbatas, polis memberikan kesempatan untuk
eksperimen politik yang dinamis. Ketika polis-polis ini mulai berkembang, masyarakat
Yunani mencoba berbagai model politik, termasuk monarki yang awalnya diadopsi oleh
sebagian besar polis. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka merasa kecewa dengan
kepemimpinan monarki, sehingga mencoba berbagai struktur pemerintahan baru seperti
oligarki (pemerintahan oleh segelintir orang), timokrasi (pemerintahan oleh orang kaya),
6
Yus Hermansyah, “POLITIK IDENTITAS LOKAL DALAM PROSES DEMOKRASI INDONESIA,”
Madani Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan 14, no. 02 (August 10, 2022): 139–158.
7
M. Dian Hikmawan, “Politik Perbedaan: Demokrasi Dalam Paradoks” (Universitas Gadjah Mada, 2015),
accessed October 25, 2023, https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/83730.
aristokrasi (pemerintahan oleh yang terbaik), tirani (pemerintahan oleh seorang tiran), dan
pada akhirnya demokrasi (pemerintahan oleh demos atau rakyat).
Banyak definisi tentang demokrasi yang telah diformulasikan oleh ilmuwan dan
teoretikus. Meskipun ada perbedaan nuansa konseptual di antara definisi-definisi tersebut,
terutama ketika melihat kriteria normatif yang ditetapkan oleh masing-masing teoretikus,
namun pada dasarnya ada persamaan-persamaan penting yang menunjukkan universalitas
konsep demokrasi berdasarkan kriteria-kriteria yang mencerminkan esensi konsep tersebut.
William Ebenstein juga menyebutkan delapan ciri utama yang dapat digunakan
sebagai pedoman untuk memahami dan mengukur tingkat demokrasi dalam kehidupan politik
suatu masyarakat. Ciri-ciri ini mencakup: (1) penggunaan metode ilmiah dan rasional; (2)
penekanan pada hak individu; (3) melihat negara sebagai alat; (4) kesukarelaan dalam
partisipasi; (5) prinsip hukum yang mengatur semua orang tanpa memandang status politik;
(6) penekanan pada proses; (7) musyawarah dan mufakat sebagai dasar hubungan antar
individu; dan (8) prinsip kesetaraan semua manusia. Semua ciri ini ditempatkan dalam
konteks penghargaan terhadap hak setiap individu untuk mengemukakan pendapat dan
kepentingannya.
B. Traditional Justice
Transitional justice adalah serangkaian proses dan mekanisme yang digunakan oleh
masyarakat yang baru saja mengalami konflik atau represi sistemik untuk menghadapi masa
lalu yang kelam dan membangun masa depan yang lebih baik. Traditional justice adalah
sistem peradilan yang didasarkan pada nilai-nilai dan norma-norma tradisional suatu
masyarakat. Sistem ini biasanya dikelola oleh masyarakat itu sendiri, tanpa melibatkan
pemerintah atau lembaga-lembaga formal lainnya. Tujuan utamanya adalah mencapai
keadilan, kebenaran, rekonsiliasi, dan pembangunan sosial.
8
Zulfikri Suleman, Demokrasi untuk Indonesia: pemikiran politik Bung Hatta (Penerbit Buku Kompas, 2010).
Para ahli telah memberikan definisi dan ruang lingkup yang berbeda untuk
transitional justice. Menurut United Nations Development Programme (UNDP), transitional
justice adalah "serangkaian pendekatan dan mekanisme yang digunakan untuk menghadapi
pelanggaran hak asasi manusia yang serius yang terjadi dalam konteks transisi politik atau
sosial yang luas, dengan tujuan mencapai keadilan, memperkuat negara hukum, dan
membangun masyarakat yang demokratis".9
Tujuan utama dari Transitional Justice adalah mencapai keadilan bagi para korban
pelanggaran hak asasi manusia, memastikan pengungkapan kebenaran tentang kejadian yang
terjadi, memfasilitasi rekonsiliasi antar kelompok yang bersengketa, dan membangun
masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Keadilan berarti bahwa pelaku pelanggaran hak asasi
manusia harus diadili dan dihukum sesuai dengan hukum. Kebenaran melibatkan
pengungkapan fakta-fakta yang tersembunyi selama konflik atau masa otoriter. Rekonsiliasi
mencakup upaya memperbaiki hubungan antar kelompok masyarakat yang terpecah belah
akibat konflik atau penindasan. Pembangunan sosial yang inklusif bertujuan memperbaiki
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya mereka yang terdampak konflik atau
pelanggaran hak asasi manusia.10
Traditional justice memiliki berbagai bentuk, tergantung pada budaya dan tradisi
masing-masing masyarakat. Beberapa contoh traditional justice antara lain:
9
Tim Allen, “The International Criminal Court and the invention of traditional justice in Northern Uganda,”
Politique africaine 107, no. 3 (2007): 147–166.
10
Boyane Tshehla, Traditional Justice in Practice: A Limpopo Case Study (Institute for Security Studies, 2005).
2. Kebenaran: Komisi kebenaran adalah lembaga yang menyelidiki dan
mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia, memberikan pengungkapan
kebenaran kepada publik, serta memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mengakui
kesalahan mereka dalam pertukaran pengampunan atau pengurangan hukuman.
3. Reparasi: Program reparasi mengidentifikasi dan memberikan kompensasi kepada
korban pelanggaran hak asasi manusia, termasuk kompensasi finansial, bantuan
medis, rehabilitasi, dan dukungan psikologis.
4. Reformasi Institusi: Ini mencakup reformasi sistem keadilan dan keamanan, termasuk
perubahan dalam hukum, kebijakan, dan praktik-praktik yang mendukung hak asasi
manusia. Reformasi ini bertujuan untuk mencegah terulangnya pelanggaran hak asasi
manusia di masa depan.
KESIMPULAN
Demokrasi, yang diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat,
memegang prinsip-prinsip seperti kedaulatan rakyat, partisipasi politik, pluralisme, dan
perlindungan hak asasi manusia. Sejarah demokrasi dimulai dari peradaban Yunani kuno, di
mana gerakan sosial dan konsep polis memberikan dasar bagi perkembangan ideologi ini. Di
Indonesia, demokrasi diimplementasikan melalui demokrasi Pancasila, yang mencakup nilai-
nilai dasar seperti keadilan, kebenaran, dan kesetaraan. Demokrasi ini mencerminkan aspirasi
masyarakat dan diarahkan pada mencapai kesejahteraan bersama. Sementara itu, Transitional
Justice adalah pendekatan untuk menghadapi pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks
transisi politik atau sosial. Pendekatan ini mencakup berbagai instrumen seperti pengadilan,
kebenaran, reparasi, dan reformasi institusi. Tujuan utamanya adalah mencapai keadilan,
kebenaran, rekonsiliasi, dan pembangunan sosial. Traditional Justice, yang didasarkan pada
nilai-nilai dan norma-norma tradisional suatu masyarakat, juga memainkan peran penting,
terutama di Indonesia di mana sistem ini digunakan untuk menyelesaikan konflik-konflik
kecil dan sebagai alternatif untuk sistem peradilan formal.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Tim. “The International Criminal Court and the invention of traditional justice in
Northern Uganda.” Politique africaine 107, no. 3 (2007): 147–166.
———. “Politik Perbedaan: Demokrasi Dalam Paradoks.” Universitas Gadjah Mada, 2015.
Accessed October 25, 2023. https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/83730.
Koho, Intan Rachmina. “Oligarki Dalam Demokrasi Indonesia.” Lensa 15, no. 1 (March 21,
2021): 60–73.
Suleman, Zulfikri. Demokrasi untuk Indonesia: pemikiran politik Bung Hatta. Penerbit Buku
Kompas, 2010.
Tshehla, Boyane. Traditional Justice in Practice: A Limpopo Case Study. Institute for
Security Studies, 2005.