Anda di halaman 1dari 12

DEMOKRASI DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh : Marzuki, M.Sos


Indah Kirana
Marzukimanurung07@gamil.com
Indahkirana070302@gmail.com

Abstract
This study aims to analyze how democracy is viewed from an Islamic perspective, especially in
the study of maudhu'i interpretation. By using a study approach library (library research), this
article attempts to bring together the concept of Islam which some scholars say has its own
complete political system. Normatively doctrinal, in the teachings of Islam there are principles and
elements in democracy, although generically, not completely global approved by the scholars and
is still a long debate. The principles and elements of democracy in Islamic teachings are: as-shura,
al-'is, al-amanah, al- masuliyyah and al-hurriyyah. Reality in a country has been applied to the
time of the Prophet Muhammad and khulafaurrasydin was the symbol of Islam and democracy is
only a small part of the complete and perfect Islamic political system that has been practiced.

Keywords: Democracy in Islam


Abstrak
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana demokrasi dalan tinjauan Islam khususnya
dalam kajian tafsir maudhu’i. Dengan menggunakan pendekatan studi pustaka (library research),
artikel ini ini berusaha mempertemukan antara konsep Islam yang oleh sebagian ulama dikatakan
mempunyai sistem politik tersendiri yang lengkap. Secara normatif doktriner, dalam ajaran Islam
terdapat prinsip-prinsip dan elemen dalam demokrasi, meskipun secara generik, global tidak
sepenuhnya disetujui para ulama dan masih menjadi perdebatan yang panjang. Prinsip dan elemen-
elemen demokrasi dalam ajaran Islam itu adalah: as-syura, al-‘adalah, al-amanah, al-masuliyyah
dan al-hurriyyah. Realitas dalam sebuah negara pernah diterapkan pada masa Nabi Muhammad
dan khulafaurrasyidin adalah syumuliyatul Islam dan demokrasi hanyalah sebagian kecil dari
lengkapnya sistem politik Islam yang sempurna dan telah dipraktikkan.

Kata Kunci : Demokrasi dalam pandangan islam


PENDALUAN
Terkait dengan demokrasi, kita mendapati bahwa ini adalah sebuah sistem pemerintahan di
mana semua Warga memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan Yang dapat mempengaruhi
hidup mereka. Demokrasi mengizinan Warga negara berpartisipasi langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Dalam demokrasi, rakyat
diberi kesempatan melakukan, aktivitas politik untuk ikut berpartisipasi dalam kebijakan di
negaranya.
Demokrasi dipandang sebagai sistem bernegara yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Menurut Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke-16 dan peletak konsep demokrasi, disebutkan
bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Definisi ini menjelaskan bahwa dalam negara demokrasi terdapat kebebasan bagi rakyat untuk
melakukan semua aktivitas kehidupan. Di dalamnya termasuk kehidupan untuk melakukan
aktivitas politik tanpa mendapat tekanan dari pihak mana pun. Selain itu, hakekat demokrasi adalah
rakyat yang berkuasa demi menjalankan kepentingan Bersama.
Dalam Jurnal Tapis Vol.12, No.I, Thn 2016 disebutkan bahwa negara demokrasi adalah
negara yang menganut mekanisme sistem pemerintahan dengan mewujudkan kedaulatan rakyat
atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara itu. Demokrasi tidak hanya memperhatikan
hak sipil dan hak politik rakyat, melainkan juga menjamin rakyat untuk memperoleh hak-hak
sosial ekonomi dan budaya. Dalam negara demokrasi, rakyat memiliki andil besar untuk
menentukan dan memutuskan berbagai hal terkait kehidupan Bersama sebuah bangsa dan negara.
Sebagai sebuah konsep politik, demokrasi menjadi landasan untuk menata sistem pemerintahan
negara yang berproses menuju kebaikan.
Dalam pandangan Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna, meletakkan demokrasi
hanyalah sebuah sebuah sistem ciptaan manusia, yang menjadi bagian kecil dari lengkapnya dan
luasnya sistem Islam. Jika sesuai dengan nilai-nilai Islam maka itu bagian yang ada dan telah
diajarkan Islam dan silahkan diambil dan diamalkan. Sebaliknya, jika tidak sesuai dengan nilai-
nilai Islam, maka sesungguhnya Islam telah mempunyai dan menawarkan pilihan-pilihan yang
lebih sempurna.1

1
Razzaq, A. (2017). Dakwah dan Pemikiran Politik Islam : Kajian Teoritis dan Empiris. Palembang: NoerFikri
Publisher.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research), yakni penelitian yang
obyek kajiannya menggunakan data pustaka berupa buku-buku sebagai sumber datanya. Penelitian
ini dilakukan dengan membaca, menelaah, dan menganalisis berbagai literatur yang ada, berupa
AlQur’an, hadis, kitab, maupun hasil penelitian. Dan penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji
atau meneliti suatu obyek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi didalamnya dan tanpa ada ujian
hipotesis.

PENGERTIAN DEMOKRASI DAN MASYARAKAT


Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, kraros berarti
pemerintahan Jadi, demokrasi artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan Yang rakyatnya
memegang peranan yang sangat menentukan. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis,
peranan rakyat sangat menentukan. Rakyat merupakan sumber kedaulatan negara. Oleh karena itu,
siapa pun yang berkuasa haruslah bertolak dari kepentingan rakyat.
Istilah demokrasi, pertama kali dipakai di Yunani kuno, khususnya di kota Athena, untuk
menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku di sana. Kota-kota di daerah yunani pada waktu
itu kecil-kecil. Penduduknya tidak begitu banyak sehingga mudah dikumpulkan oleh pemerintah
dalam suatu rapat untuk bermusyawarah. Dalam rapat itu diambil keputusan bersama mengenai
garis-garis besar kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segala permasalahan
mengenai kemasyarakatan.2
"Musyawarah pada hakikatnya tidak lain salah interaksi positif sebagai individu dalam
masyarakat yang saling memberi hak untuk menyatakan pendapat, dan saling mengakui adanya
kewajiban mendengar pendapat itu. Dalam bahasa lain, musyawarah ialah hubungan interaktif
untuk saling mengikatkan tentang kebenaran dan kebaikan serta ketabahan dalam mencari
penyelesaian masalah bersama, dalam suasana persamaan hak dan kewajiban antar masyarakat. 3
Itulah masyarakat demokratis, yang berpangkal dari keteguhan wawasan etis dan moral berasaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Masyarakat demokratis tidak mungkin tanpa masyarakat
berperadaban, masyarakat maadani, civil society.4
Karena rakyat itu serta dalam pemerintahan secara langsung, pemerintahan pada saat itu
disebut pemerintahan demokrasi langsung. Pemerintahan demokrasi langsung di Indonesia dapat
kita lihat di dalam pemerintahan desa. Kepala desa atau lurah dipilih langsung oleh rakyat desa itu
sendiri. Pemilihan kepala desa dilakukan secara sederhana sekali. Para calon menggunakan tanda
gambar hasil pertanian, seperti padi atau pisang. Rakyat memberikan suara kepada calon masing-

2
Heri Herdiawanto dkk, KEWARGANEGARAAN dan MASYARAKAT MADANI, (Jakarta, PRANADAMEDIA GROUP, C1,
2019), hal. 35.
3
Al-Quran, Surah Al-Ashr, mengajarkan tentang adanya empat perkara yang bakal menjamin keselamatan manusia,
yaitu iman yang amat pribadi, amal salih sebagai perwujudan sosial
4
Nurcholis Madjid, CITA-CITA POLITIK ISLAM ERA REFORMASI, (PARAMADINA, C1, 1994) HAL. 179
masing, yang dipilih dengan memassukkan lidi kedalam tabung bambu milik calon yang
dipilihnya.5
Sejarah Perkembangan Demokrasi diIndonesia.Dalam perjalanan demokrasi negara
Indonesia, terdapatberbagai masalah yang muncul yang harus dihadapi, yaitu bagaimana suatu
demokrasi sebagai tonggak berkembangnya suatu Negara dapat menjadi peran dalam mewujudkan
berdirinya sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi Indonesia, dalam
kurunnya waktu terbagi menjadi menjadi empat periode, yaitu: 1) Demokrsi Parlementer (1945-
1959); 2) Demokrasi Terpimpin (1959-1965); 3) Demokrasi Pancasila (1965-1998); 4) Demokrasi
dalam Orde Reformasi (1998-sampai sekarang).
Demokrasi Parlementer (1945-1959), demokrasi pada masa ini dikenal dengan demokrasi
parlementer. Dimana parlementer mulai diberlakukan sesudah sebulan kemerdekaan di
proklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950.Namun dalam pelaksanaannya
kurang sesuai untuk Indonesia. Karena persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh
bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan
dicapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi demokrasi sistem peluang untuk mendominasi
partai-partai politik dan DPR. Dimana menurut UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem
parlementer, dengan Badan Eksekutif yang terdiri dari presiden sebagai kepala Negara beserta
menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai politik,
usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama, juga ternyata ada beberapa kekuatan
sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis, padahal merupakan
kekuatan yang paling penting, akhirnya koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah, hal
ini mengkibatkan, destabilisasi politik nasional. Faktor-faktor semacam ini ditambah dengan tidak
mampunya anggota-anggota partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsesus
mengenai dasar Negara untuk UUD baru, akhirnya mendorong Ir. Soekarno untuk mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Demokrasi Terpimpin (1959-1965), dalam masa ini Presiden lebih dominandalam kegiatan
pemerintahan, berkembangnya komunis, dan meluasnya peran ABRI dalam unsur sosial politik.
UUD 1945 membuka ruang dan kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan sekurang-
kurangnya 5 tahun.Akan tetapi ketetapan MPRS No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno
sebagai presiden seumur hidup, telah membatalkan pembatasan dalam kurun waktu 5 tahun itu.
Selain itu, banyak terjadi tindakan penyimpangan lainnya yang terjadi terhadap ketentuan UUD
1945 yang eksplisit ditentukan dan presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong juga mengganti Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
hasil pemilu, ditonjolkan peranannya sebagaipembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol
ditiadakan. Dan di dalam bidang perundang-undangan dimana segala aktifitas pemerintahan
dilaksanakan melalui Penetapan Presiden yang memakai sumber Dekrit 5 Juli 1959. Dan
bagaimanakah rumusan demokrasi terpimpin dan apakah butir-butir pokok demokrasi terpimpin?
Seperti yang dikemukakan Soekarno, dalam kutipan

5
Ibid hal. 35
A. Syafi’I Ma’arif adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan prinsip-prinsip demokrasi terpimpin yang
dikemukakan oleh Soekarno adalah sebagai berikut: pertama tiap-tiap orang diwajibkan
untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangasa, dan Negara. Kedua tiap-
tiap orang berhak mendapat penghidupan yang layak dalam masyarakat, bangsa, dan
Negara.
Demokrasi Pancasila (1965-1998), dengan landasan formil, yaitu pancasila, UUD 1945, dan
Ketetapan MPRS. Dalam usah untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945.
Dan begitupula meniadakan pasal yan memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan
permasalahan yang tidak dicapai mufakat antara badan legeslatif. Selain itu beberapa hak asasi
diusahakan supaya diselenggarakan secara lebih penuh dengan memberi kebebasan kepada pers
untuk menyatakan pendapat, dan kepala partai-partai politik untuk bergerak dan menyusun
kekuatannya, terutama menjelang pemilu 1971. Dengan demikian diharapkan terbinanya
partisipasi golongan-golongan dalam masyarakat disamping pembangunan secara teratur. Namun
dalam pelaksanaanya, demokrasi pancasila pada masa Soeharto belum mencapai pada tataran
praksis. Karena dalam demokrasi ini, ditandai dengan adanya; dominan para ABRI, birokratisasi
dan sentralisasi pengambilan keputusan politik; pengebirian peran dan fungsi partai politik; adanya
campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik; masa mengambang; monolitisasi
ideologi Negara; dan inkorporasi lembaga non pemerintah. Sehingga pelaksanaan demokrasi pada
masa ini belum secara penuh ditegakan berdasar nilai- nilai demokrasi pancasila (Azyumardi Azra,
2002).
Demokrasi Reformasi (1998-sampai sekarang), bergulirnya reformasi menjadi masa transisi
di Indonesia, pada masa ini terjadi pembalikan arah perjalan bangsa dan negara yang akan
membawa Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada orde lama
dan orde baru. Sukses atau gagalnya suatu demokrasi tergantung pada empat faktor, yaitu:
1) Komposisi elite politik;
2) Desain institusi politik;
3) Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politikdikalangan elite dan non elite;
4) Peran masyarakat madani.
Pentingnya komposisi elite politik, dikarenakan dalam demokrasi modern dengan bentuknya
demokrasi perwakilan rakyat mendelegasikan kedaulatan dan kekuasaannya pada elite
politik.Dimana para elite politik mendesain institusi politik, yang dimana saling bertanggungjawab
dalam melakukan tawar menawar, memobilisasi dukungan, dan opini publik. Indikasi kearah
terwujudnya kehidupan demokratis dalam era transisi menuju demokrasi di Indonesia antara
adanya reposisi dan redefinisi TNI dalam kaitan dengan keberadaannya pada sebuah Negara
demokrasi, diamandemennya pasal-pasal dalam konstitusi negara RI, adanya kebebasan pers,
dijalankannya kebijakan otonomi daerah, dan sebagainya. Akan tetapi sampai saat inipun masih
dijumpai indikasi-indikasi kembalinya kekuasaan yang masih memutar balikan arah demokrasi di
Indonesia kembali ke periode sebelum reformasi. Oleh sebab itu, kondisi transisi demokrasi
Indonesia untuk saat ini belum jelas kemana arahnya. Perubahan sistem politik, melalui paket
amandemen konstitusi (Amandemen Ke-IV) dan pembuatan paket perundang-undangan politik
(UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU Susunan dan
Kedudukan DPR, DPRD, DPD), dimana dapat mengawasi transisi menuju demokrasi. Dan pada
pelaksanaan pemerintahan pada masa sekarang, masih terjadi tindakan di luar nilai UUD 1945.
Maraknya kasus korupsi dikalangan para pejabat Negara yang masih belum terselesaikan.

KEDUDUKAN SUARA MAYORITAS DALAM KONSEP DEMOKRASI


Menurut Muhammad Hanafi, sejarah demokrasi modern sangat beragam, dan akan terus
mengalami perkembangan evolusioner dari waktu ke waktu, namun corak demokrasi modern yang
terbangun di Barat sebagai hasil dari pemberontak semangat abad 18 sebenarnya memiliki “roh”
yang sama, yaitu paham kebebasan atau liberalisme (liberalisme) yang berakar kepada
invidualisme. Patokan yang dipakai adalah, “manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka”.6 Hal
ini senada dengan yang disebutkan oleh Hatta, bahwa semua manusia sama haknya, tidak ada
perbedaan antara bangsawan dengan hartawan maupun dengan rakyat jelata.7
Berdasarkan asas di atas, maka lahir asas dasar lainnya yang menyatakan bahwa dalam
konsep demokrasi, harus ada partisipasi rakyat dalam pemilihan umum. Partisipasi rakyat secara
langsung dapat dilihat pada saat pelaksanaan dari esensi demokrasi itu sendiri, yaitu “Pemilihan
Umum” atau yang sering disebut dengan pesta rakyat.8 Partisipasi rakyat secara tidak langsung
ialah melakukan pengontrolan terhadap pelaksanaan kinerja pemerintahan apakah sudah sesuai
dengan yang dikehendaki oleh rakyat atau pun tidak. Melalui poin inilah, kemudian memunculkan
satu prinsip baru dalam konsep demokrasi, yaitu Kekuasaan oleh Suara Mayoritas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suara mayoritas merupakan
satu asas dan ciri dari sebuah negara telah melakukan sistem demokrasi. Dalam hubungannya
dengan kedaulatan berada di tangan rakyat, maka suara mayoritas merupakan cerminan dari
keinginan-keinginan masyarakat itu sendiri. Sehingga, keputusan mayoritas tersebut bagai dari
satu pelimpahan kedaulatan kepada wakil-wakil rakyat.

NILAI DEMOKRASI MENURUT ISLAM


Demokrasi menjadi hal menarik apabila dikaitkan dengan gagasan gagasan menjalankan
kekuasaan dalam Islam. Dalam optik barat demokrasi lebih dimaknai sebagai sebuah kehendak
rakyat secara penuh dalam proses-proses politik kenegaraan. Kebebasan adalah esensi dari sebuah
perbuatan politik. Untuk itu, maka tidak diperkenankan terdapatnya aturan-aturan hukum yang
mengekang sebuah kebebasan berekspresi dari rakyat atas nama kekuasaan pemerintahan. Hakikat

6
Muhammad Hanafi, “Kedudukan Musyawarah dan Demokrasi di Indonesia”. Jurnal: Jurnal Cita Hukum. Vol. I, No.
2, (Desember 2013), hlm. 237.
7
Muhammad Hatta, Demokrasi Kita: Pikiran tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, (Bandung: Sega Arsy,
2008), hlm. 65.
8
Muhammad Hanafi, “Kedudukan Musyawarah..., hlm. 238.
sebuah demokrasi bukanlah kebebasan semata, melainkan kemampuan untuk dapat menerima
perbedaan yang ada. Demokrasi adalah bentuk dari sebuah kedewasaan suatu kaum untuk mampu
menampung keberbedaan yang ada di dalamnya. Untuk itu Islam mengenal syura atau
musyawarah dalam melakukan proses-proses dialogis di antara kelompok-kelompok sosial yang
ada di tengah masyarakat.9
Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang terkait dengan prinsip-prinsip utama
demokrasi, antara lain QS. Ali Imran: 159 dan al-Syura: 38 (yang berbicara tentang musyawarah);
al-Maidah: 8; al-Syura: 15 (tentang keadilan); al-Hujurat: 13 (tentang persamaan); al-Nisa’: 58
(tentang amanah); Ali Imran: 104 (tentang kebebasan mengkritik); al-Nisa’: 59, 83 dan al-Syuro:
38 (tentang kebebasan berpendapat) dst.10 Jika dilihat basis empiriknya, menurut Aswab Mahasin,
agama dan demokrasi memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal
dari pergumpulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki dialeketikanya sendiri.
Namun begitu menurut Mahasin, tidak ada halangan bagi agama untuk berdampingan dengan
demokrasi. Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa elemen-elemen pokok demokrasi dalam
perspektif Islam meliputi: as-syura, al-musawah, al-‘adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-
hurriyyah. Kemudian apakah makna masing-masing dari elemen tersebut?

As-Syura
Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara
eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura: 38:
ََ‫ص ٰلو َةََ َواَ ْم ُرهُ َْمَش ُْو ٰرىَبَ ْينَ ُه َْمَ َومِ َّمَاَ َرزَ ْق ٰن ُه َْمَيُ ْن ِفقُ ْون‬
َّ ‫َوالَّ ِذيْنَََا ْستَ َجاب ُْواَل َِربِ ِه َْمَ َواَقَا ُمواَال‬

dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Prinsip syura atau musyawarah di antara para kaum Muslimin dalan menyelenggarakan
kekuasaan politik pemerintahan ini menunjukan sebuah prinsip demokrasi bahwa kekuasaan akan
selalu dipertanggung jawabkan kepada rakyat dan Tuhan. Rakyat yang telah memilihnya melalui
mekanisme musyawarah, dan pertanggung jawaban kepada Allah SWT selaku penguasa mutlak.
Terdapat pertanggung jawaban Secara bidimensional terhadap konsep kekuasaan: tanggung jawab
seorang pemimpin kepada Tuhan dan tanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin. Syura adalah
demokrasi di dalam Islam, walau dengan varian tersendiri yaitu selalu meletakkan gagasan imanen
dalam proses menjalankan kekuasaan. Kekuasaan Islam bukanlah kekuasaan yang semata berpijak

9
Ibid hal 44
10
Umar, Nasaruddin. “Demokrasi dan Musyawarah: Sebuah Kajian analitis” dalam Jurnal Komunikasi Perguruan
Tinggi Islam, hal. 36 dan lihat al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Qur’an al-Karim
pada kehendak mutlak rakyat, ataupun kehendak Allah tanpa memperhatikan kehendak rakyat.
Pemimpin dipilih karena ia dianggap mampu mengemban amanah bidimensional tersebut.

Al-Musawah
Al-Musawah adalah kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi
dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan
kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu
pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat. Dalam perspektif Islam,
pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui
pemilihan yangjujur dan adil untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang
yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung jawab besar di hadapan rakyat
demikian juga kepada Tuhan. Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan
perilaku yang dapat dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami al-musawah ini sebagai
konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al-‘adalah.11 Diantara dalil al-Qur’an yang sering
digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat:13
َ‫ع ِليْمََ َخبِيْر‬
َ َ‫ّللا‬ ََّ ‫ّللاَاَتْ ٰقىكُ َْمَۗا‬
ََٰ َ‫ِن‬ َِٰ ََ‫ِنَاَ ْك َر َمكُ َْمَ ِع ْن َد‬
ََّ ‫ارفُ ْواََۚا‬ ََ ‫نَذَكَرََ َّوا ُ ْن ٰثىَ َو َجعَ ْل ٰنكُ َْمَشُعُ ْوبًاَ َّوقَبَ ۤا ِٕى‬
َ َ‫لَ ِلتَع‬ َُ َّ‫ٰيٰٓاَيُّ َهاَالن‬
َْ ‫اسَاِنَّاَ َخلَ ْق ٰنكُ َْمَ ِم‬

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

Al-Manah
Al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang
kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan
baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan
oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa
tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil. Sehingga Allah SWT.
menegaskan dalam surat an-Nisa’: 58:
‫نَتَحْ كُ ُم ْواَبِا ْلعَدْ َِل‬ َ ِ َّ‫تَا ِٰلٰٓىَاَ ْه ِل َهاََ َواِذَاَ َح َك ْمت ُ َْمَبَيْنَََالن‬
َْ َ‫اسَا‬ َِ ‫اْلمٰ ٰن‬ َْ َ‫ّللاَيَأ ْ ُم ُركُ َْمَا‬
َ ْ َ‫نَت ُ َؤدُّوا‬ ََّ ‫ا‬
ََٰ َ‫ِن‬

Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan
adil.

11
Hasan, Tholchah, “Hak Sipil dan Hak Rakyat dalam Wacana Fiqh” dalam Jurnal Khazanah,UNISMA Malang, .
1999. hal. 26.
Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, dan
orang yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan
tersebut. Inilah etika Islam.
Al-Mas’uliyah
Al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui, bahwa kekuasaan dan
jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa
tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai
amanah ini memiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan
rakyat dan juga amanah yang harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan. Sebagaimana Sabda
Nabi: __Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggung jawabannya__
.Seperti yang diakatakn oleh Ibn Taimiyyah,12 ’’_bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalam
mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya”._Dengan
dihayatinya prinsip pertanggungjawaban (al-masuliyyah) ini diharapkan masing-masing orang
berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas. Dengan demikian,
pemimpin/ penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat),
melainkan sebagai khadim al-ummah (pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib
senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan
sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan.

Al-‘Adalah
al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam
berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan
nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah
SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90:
ََ ‫ي َِ َي ِعظُكُ َْمَلَ َعلَّكُ َْمَتَذَ َّك ُر ْو‬
‫ن‬ َِ ‫نَا ْلفَحْ ش َۤاءََِ َوا ْل ُم ْنك‬
َ ‫َرَ َوا ْل َب ْغ‬ َِ ‫ع‬ َِ ‫انَ َواِ ْيت َۤا‬
َ َ‫ئَذِىَا ْلقُ ْربٰىَ َو َي ْنهٰ ى‬ َِ ْ‫ّللاَ َيأ ْ ُم َُرَ ِبا ْل َعد‬
َ ْ‫لَ َو ْاْلِح‬
َِ ‫س‬ ََّ ‫ا‬
ََٰ َ‫ِن‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Lihat pula, QS.
as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst.).
Ajaran tentang keharusan mutlak melaksanakan hukum dengan adil tanpa pandang bulu ini,
banyak ditegaskan dalam al-Qur’an, bahkan disebutkan sekali pun harus menimpa kedua orang
tua sendiri dan karib kerabat. Nabi juga menegaskan, , bahwa kehancuran bangsa-bangsa terdahulu
ialah karena jika “orang kecil” melanggar pasti dihukum, sementara bila yang melanggar itu
“orang besar” maka dibiarkan berlalu. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat
diperlukan, sehingga ada ungkapan yang “ekstrem” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan

12
Madani, Malik. “Syura, Sebagai Elemen Penting Demokrasi” dalam Jurnal Khazanah, UNISMA Malang, 1999.
hal 13.
lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang
mengatasnamakan) Islam”13

Al-Hurriyah
Al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi
hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan
cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa
an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang
harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan
kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela. Patut disimak sabda Nabi yang berbunyi:
“ _Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah diluruskan dengan tindakan, jika tidak
mampu, maka dengan lisan dan jika tidak mampu maka dengan hati, meski yang terakhir ini
termasuk selemah-lemah iman”_Jika suatu negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip
atau elemen-elemen demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat.
dengan demikian maka roda pemerintahan akan berjalan dengan stabil.
Watak ajaran Islam sebagaimana banyak dipahami orang adalah inklusif dan demokratis.
Oleh sebab itu doktrin ajaran ini memerlukan aktualisasi dalam kehidupan kongkret di masyarakat.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana realitas demokrasi di dunia Islam dalam sejarahnya? Dalam
realitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriter yang dibungkus dengan baju Islam
seperti pada praktik-praktik yang dilakukan oleh sebagian penguasa Bani ‘Abbasiyyah dan
Umayyah. Tetapi itu bukan alasan untuk melegitimasi bahwa Islam agama yang tidak demokratis.
Karena sebelum itu juga ada eksperimen demokratisasi dalam sejarah Islam, yaitu pada masa Nabi
dan khulafaurrasyidin. Adalah merupakan dalil sosial, bahwa dalam setiap masyarakat terdapat
pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan rakyat, serta muncul stratifikasi sosial yang berbeda.
Demikian pula pada zaman pra-Islam (Jahiliyyah) muncul kelas sosial yang timpang, yaitu kelas
elit-penguasa dan kelas bawah yang tertindas. Kelas bawah ini seringkali menjadi ajang
penindasan dari kelompok elit.

13
Madani, Malik. “Syura, Sebagai Elemen Penting Demokrasi” dalam Jurnal Khazanah, UNISMA Malang, 1999.
hal 12.
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa secara normatif doktriner, dalam ajaran Islam
terdapat prinsip-prinsip dan elemen dalam demokrasi, meskipun secara generik, global. Prinsip
dan elemen-elemen demokrasi dalam ajara Islam itu adalah: as-syura, al-‘adalah, al-amanah, al-
masuliyyah dan al-hurriyyah. Realitas demokrasi dalam sebuah negara pernah diterapkan pada
masa Nabi Muhammad dan khulafaurrasyidin. Tetapi setelah itu, pada sebagian besar negara-
negara Islam tidak mewarisi nilai-nilai demokrasi tersebut. Realitas ini tidak hanya terjadi pada
negara-negara Islam saja, tetapi juga negara non-Islam (Barat). Inilah problem yang dihadapi oleh
banyak negara. Secara umum nilai-nilai agama memang belum banyak dipraktikkan dalam ikut
memberikan kontribusi pada banyak negara, apalagi negara sekular. Oleh sebab itu statement
Fukuyama maupun Huntington, yang mengatakan bahwa secara empirik Islam tidak compatible
dengan demokrasi tidak sepenuhnya benar. Sebab di negara non-Muslim pun demokrasi juga tidak
sepenuhnya diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Madani, Malik. (1999). “Syura, Sebagai Elemen Penting Demokrasi” dalam Jurnal Khazanah,
UNISMA Malang.

Hasan, Tholchah, (1999). “Hak Sipil dan Hak Rakyat dalam Wacana Fiqh” dalam Jurnal
Khazanah, UNISMA Malang.

Umar, Nasaruddin. (2002). “Demokrasi dan Musyawarah: Sebuah Kajian analitis” dalam Jurnal
Komunikasi Perguruan Tinggi Islam, Perta, Vol. V. No. 1

Effendy, Bahtiar. (1996). “Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sintesa Yang Memungkinkan”
dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher (eds.), Agama dan Dialog Antar Peradaban,
Jakarta: Mizan.

Razzaq, A. (2017). Dakwah dan Pemikiran Politik Islam : Kajian Teoritis dan Empiris.
Palembang: NoerFikri Publisher.

Herdiwanto, Fokky dan Jumanta. KEWARGANEGARAAN dan MASYARAKAT MADANI.


Jakarta: PRANADAMEDIA GROUP.

Madjid, Nurcholis. 1994 CITA-CITA POLITIK ISLAM ERA REFORMASI. Jakarta:


PARAMADINA.

Hatta, Muhammad. Demokrasi Kita: Pikiran tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat. 2008.
Bandung: Sega Arsy.

Anda mungkin juga menyukai