Anda di halaman 1dari 19

Telalui modul ini Anda akan diajak untuk membahas tentang materi "Konsep dan M Praktik

Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi Tentu Anda tidak asing dengan istilah demokrasi karena akhir-
akhir ini dalam keseharian kita senantiasa mendengar membaca dan melihat di berbagai masa
media, baik tercetak maupun elektronik banyak membicarakan tentang demokrasi. Bahkan Anda
sebagai guru sering membahas di hadapan peserta didik Anda membahas tentang demokrasi. Ada
pertanyaan yang menuntut jawaban Anda setelah mempelajari materi ini, yaitu apa yang dimaksud
dengan demokrasi dan pendidikan demokrasi, serta bagaimana sekolah manipu menjadi
laboratorium demokrasi. Untuk mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, materi ini akan
dibahas dalam 3 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar | Konsep Demokrasi.

Kegiatan Belajar 2 Pendidikan Demokrasi

Kegiatan Belajar 3 Sekolah sebagai Laboratorium Demokrasi

Setelah mempelajari materi ini secara umum Anda diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk
menjelaskan konsep demokrasi, pendidikan demokrasi dan sekolah sebagai laboratorium demokrasi
Secara khusus, Anda diharapkan memiliki kemampuan

untuk .

menjelaskan konsep demokrasi.

menjelaskan pendidikan demokrasi, dan

3. menjelaskan sekolah sebagai laboratorium demokrasi

Ketiga kemampuan tersebut sangatlah penting bagi Anda sebagai guru karena tanpa memiliki
kemampuan tersebut pembelajaran PPKn SD tidak dapat Anda persiapkan dengan baik. Dengan
memiliki ketiga kemampuan ini Anda sebagai guru Sekolah Dasar akan lebih percaya diri (self
confident) karena perencanaan yang baik merupakan persyaratan pembelajaran yang berhasil. Agar
materi yang dipelajari benar- benar efektif, pada setiap akhir pembahasan materi disertakan bahan
latihan yang harus Anda kerjakan, dengan disediakan rambu-rambu jawabannya. Setelah Anda
mengerjakan latihan Anda diharapkan pula untuk mempelajari "rangkuman" materi yang Anda
pelajari. Selanjutnya, Anda harus menjawab "tes formatif dalam bentuk multiple choice sebanyak
sepuluh soal. Untuk mengetahui benar tidaknya jawaban Anda, silakan periksa dengan menggunakan
kunci jawaban yang tersedia. Jika jawaban Anda telah mencapai > 80% Anda dapat melanjutkan ke
kegiatan belajar berikutnya. Untuk memudahkan Anda dalam memahami materi yang dipelajari
perhatikan hal-hal sebagai berikut.

Pahami setiap konsep atau prinsip atau prosedur yang disajikan dalam bagian uraian beserta contoh
yang tersedia. Apabila ada pertanyaan atau tugas singkat jawablah atau kerjakan dengan baik.
Mantapkan pemahaman Anda melalui refleksi atau pengendapan sendiri apabila

Konsep Demokrasi

Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan bahwa penguasaan konsep dan prinsip demokrasi bagi
Anda yang berprofesi sebagai pendidik yang acap kali membelajarkan siswa lewat mata pelajaran PKn
bertujuan agar hidup berdemokrasi Arah pembelajaran PKn di kelas untuk saat sekarang ini perlu
diprioritaskan tentang bagaimana nilai-nilai demokrasi dapat ditegakkan dan dilaksanakan.
Terciptanya masyarakat madani (sipil society) yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia ditandai oleh
sikap dan perilaku masyarakat yang demokratis Sebelum Anda mengkaji tentang masyarakat
demokratis, terlebih dahulu Anda akan diajak untuk mengkaji tentang konsep demokrasi

Demokrasi adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Inggris "democracy"
yang diserap dari dua kata bahasa Yunani "demos" dan "kratos" atau "kratein" Demos berarti rakyat,
kratos/kratein berarti kekuasaan, jadi demokrasi berarti rakyat berkuasa atau "government or rule by
the people" (Budiardjo, 1992:50). Dalam The Advanced Leaner's Dictionary of Current English
(Hornby, 1962)

yang dimaksud dengan demokrasi adalah:

1. country with principles of government in which all adult citizens share through

their elected representatives, 20 country with government which encourages and allows rights of
citizenship such as freedom of speech, religion, opinion, and association, the assertion of rule of law,
majority rule, accompanied by respect for rights of minorities, 3. society in which there is treatment
of each other by citizens as equals.

Maksudnya, demokrasi adalah negara dengan prinsip pemerintahannya yang ditandai oleh adanya
partisipasi warga negara yang sudah dewasa ikut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui
wakilnya yang dipilih; negara dengan pemerintahannya menjamin kemerdekaan berbicara,
beragama, berpendapat, berserikat dan menegakkan "rule of law", masyarakat yang kelompok
mayoritas menghargai kelompok minoritas; dan saling memberi perlakuan yang sama. Penjelasan ini
mengingatkan kita kepada seorang mantan Presiden Amerika yang bernama Abraham Lincoln
mengatakan bahwa "democracy is the government from the people, by the people and for the
people", atau demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Penelitian

UNESCO yang dilakukan pada tahun 1949 “probably for the first time in history democracy is claimed
as the proper ideal description of all system political and social organizations advocated by influencial
proponents” (Budiardjo, 1992) atau mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi
dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial
yang diperjuangkan oleh pendukung pendukung yang berpengaruh.

Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa demokrasi merupakan pelembagaan (constitution),


kebebasan (freedom), dan nilai persamaan (equal). Center for Indonesian Civic Education (CICED)
bekerja sama dengan Center for Civic Education (CCE) Calabasas USA memberikan penjelasan bahwa
Democracy which is conceptually perceived a frame of thought of having governance from the
people, by the people has been universally accepted as paramount ideal, norm, social system as well
as as individual knowledge, attitudes, and behavior needed to the contextually substantiated,
cherished, and developed” (CICED, 1998).

Demokrasi dipandang sebagai kerangka berpikir dalam melakukan pengaturan urusan umum atas
dasar prinsip dari, oleh dan untuk rakyat diterima baik sebagai ide, norma, sistem sosial, maupun
sebagai wawasan, sikap, perilaku individual yang secara kontekstual diwujudkan, dipelihara dan
dikembangkan Winataputra (2001) menyimpulkan bahwa “demokrasi dilihat sebagai konsep yang
bersifat multidimensional, secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma, prinsip, secara sosiologis
sebagai sistem sosial, dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam
hidup bermasyarakat”

Sebagai sistem sosial, Sanusi (1998) mengidentifikasi sepuluh pilar demokrasi’ konstitusional
menurut UUD 1945, yaitu Demokrasi yang berketuhanan Yang Maha Esa, Demokrasi dengan
Kecerdasan, Demokrasi yang berkedaulatan Rakyat, Demokrasi dengan Rule of Law, Demokrasi
dengan Pembagian Kekuasaan negara, Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dengan
Pengadilan Yang Merdeka, Demokrasi dengan Otonomi Daerah, Demokrasi dengan Kemakmuran,
dan Demokrasi yang Berkeadilan Sosial.

Apabila dibandingkan dengan pilar pilar demokrasi yang dikemukan dalam USIS (1995) bahwa intisari
dari demokrasi sebagai sistem memiliki 11 pilar yang secara keseluruhan isinya terdapat dalam 10
pilar demokrasi di atas, khas Indonesia yang menjadi perbedaannya I pilar demokrasi Indonesia
adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Dinamika perkembangan demokrasi di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17


Agustus 1945 dengan merujuk kepada konstitusi yang pernah dan sedang berlaku, yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950. Melihat perkembangan pemerintahan Indonesia yang berkaitan
dengan konstitusi yang pernah dan sedang berlaku adalah kabinet parlementer dan presidensial.
Tumbuh kembangnya demokrasi di Indonesia yang pernah pula berlaku adalah demokrasi Terpimpin
(Orde Lama) dan Demokrasi Pancasila (Orde Baru). Kemudian muncul era reformasi yang ditandai
dengan keterbukaannya dalam kehidupan berdemokrasi seolah-olah bebas segala-galanya. Kini
demokrasi di Indonesia sedang dibangun dan disempurnakan

sesuai dengan amanat konstitusi. Secara konseptual Torres (1998:145-146; dalam Winataputra,
2001:54) mengemukakan bahwa demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik yaitu
classical Aristotelian theory, medieval theory dan contemporary theory. Dalam tradisi pemikiran
Aristotelian theory merupakan salah satu bentuk pemerintahan yakni "...the government of all
citizens who enjoy the benefits of citizenship" atau pemerintahan oleh seluruh warga negara yang
memenuhi syarat kewarganegaraan. Dalam tradisi medieval theori pada dasarnya menerapkan
Roman Law dan konsep popular souvereignty menempatkan a foundation for the exercise of power
leaving the supreme power in the hands of the people" atau suatu landasan pelaksanaan kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat. Sedangkan dalam contemporary doctrine of democracy, konsep republican
dipandang sebagai "the most genuinely popular form of government" atau konsep republik sebagai
bentuk pemerintahan yang murni.

Dari penjelasan Tones di atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi sebagai salah satu bentuk
pemerintahan, demokrasi sebagai suatu landasan pelaksanaan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat,
dan demokrasi adalah konsep republik sebagai bentuk pemerintahan yang murni.

Namun demikian, Toress lebih condong melihat demokrasi dalam dua aspek, yaitu aspek formal
democracy dan aspek substantive democracy. Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam
arti sistem pemerintahan, sedangkan substantive democracy menunjuk pada proses demokrasi yang
diidentifikasi dalam 4 bentuk, yaitu protective democracy, developmental democracy, equilibrium
democracy, dan participatory democracy.

Keempat proses demokrasi ini adalah "protective democracy", yaitu untuk memajukan kepentingan
pasar dan melindungi dari tirani negara, "developmental democracy" bahwa manusia sebagai
makhluk yang mampu mengembangkan kekuasaan dan kemampuannya, "equilibrium democracy",
yaitu penyeimbangkan nilai partisipasi dan pentingnya apatisme karena partisipasi yang intensif
sesungguhnya dipandang tidak efisien bagi individu yang rasional. Bahkan dijelaskan pula bahwa
partisipasi membangkitkan otoritarianisme, dan "participatory democracy" yakni bahwa kita tidak
dapat mencapai partisipasi yang demokratis tanpa perubahan terlebih dahulu dalam
ketakseimbangan sosial dan kesadaran sosial, tetapi juga kita tidak dapat mencapai perubahan dalam
ketakseimbangan sosial dan kesadaran sosial tanpa peningkatan partisipasi terlebih dahulu,

Dengan kata lain bahwa demokrasi di samping sebagai sistem pemerintahan, juga diperlukan proses
demokrasi yang meliputi 4 hal, yaitu (1) mengutamakan kepentingan khalayak (pasar), (2) manusia
sebagai makhluk memiliki potensi untuk mengembangkan kekuasaan dan kemampuan, (3)
memperhatikan keseimbangan antara partisipasi dan apatisme, dan (4) untuk mencapai partisipasi
perlu ada perubahan terlebih dahulu serta perubahan itu sendiri akan terwujud jika adanya
partisipasi.

Pendidikan Demokrasi sebagai Esensi PKn


Setelah Apa yang dengan konsep demokrasi, paling tidak 80% etelali Anda mempelajari materi pada
Kegiatan Belajar 1, tentu Anda memahani sudah Anda kuasai. Maten tersebut sangat penting karena
erat hubungannya dengan materi berikutnya. Pada Kegiatan Belajar 2 ini Anda akan diajak untuk
membahas tentang materi Pendidikan Demokrasi sebagai Esensi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menjelaskan
pendidikan demokrasi sebagai esensi PKn

Suatu negara yang menerapkan sistem demokrasi di mana pun berada, pada dasarnya untuk
melindungi hak-hak warga negaranya, dan secara tidak langsung menginginkan warga negaranya
memiliki wawasan, menyadari akan keharusannya serta menampakkan partisipasinya sesuai dengan
status dan perannya dalam masyarakat. Sebaliknya jika praktika sistem politik dalam negara
demokrasi mengabaikan nilai-nilai demokrasi maka terjadilah konflik, krisis dan lemahnya
pemahaman politik. Salah satu solusi strategis secara konseptual adalah dengan cara memperkuat
demokrasi dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan. Upaya itu tentu tidak semudah
membalikkan telapak tangan, di mana negaranya menganut sistem demokrasi maka warga negaranya
akan demokratis, tetapi memerlukan proses pendidikan demokrasi, Gandal dan Finn (1992)
menegaskan bahwa “democracy does not teach itself. If the strengts, benefits, and responsibilities of
democracy are not made clear to citizens, they will be ill. Equipped to defend on it” Dengan kata lain,
demokrasi tidak bisa mengajarkannya sendin Kalau kekuatan, kemanfaatan dan tanggung jawab
demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warga negara, sukar diharapkan mereka
mau berjuang untuk mempertahankannya. Thomas Jefferson sebagai penulis Deklarasi Kemerdekaan
Amerika, dalam Wahab (2001), menyatakan bahwa: “that the knowledge, skills, behaviors of
democratic citizenship do not just occur naturality in oneself-but rather they must be taught
consciously through schooling to teach new generation, Le. They are learned behaviors”, maksudnya
pengetahuan, skill, perilaku warga negara yang demokratis tidak akan terjadi dengan sendirinya,
tetapi harus diajarkan kepada generasi penerus. Winataputra (2001) dalam disertasinya memberikan
penjelasan bahwa pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan negara dan
masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati, mengamalkan
dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status perannya

Dalam masyarakat. Hasil penelitian Gandal and Finn (1992) bahwa: bukan saja di negara- a
berkembang, di negara-negara maju sekalipun, education for democracy sangat penting, namun
sering dilupakan... “it is often taken for granted or ignored” tapi sering regara dianggap enteng atau
dilupakan. Oleh karena itu, education for democracy, therefore, mat be approached in a conscious
and serious manner, pendidikan demokrasi hares disikapi secara sadar dan sungguh-sungguh

Pandangan di atas memberikan implikasi bahwa pendidikan demokrasi sangat diperlukan, agar warga
negaranya mengerti, menghargai kesempatan dan tanggung jawab sebagai warga negara yang
demokratis. Gandal and Finn (1992) dalam Winataputra (2001) mengatakan: “seek only to familiarize
people with the precepts of democracy, but also to produce citizens who are principled,
independent, inquisitive, and analytic in their outlook” yakni pendidikan bukan hanya sekadar
memberikan pengetahuan dan praktik demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negaranya yang
berpendirian teguh, mandiri, memiliki sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan jauh ke depan
Namun, diingatkannya bahwa pendidikan demokrasi ini jangan hanya dilihat sebagai isolated subject
yang diajarkan dalam waktu terjadwal yang cenderung diabaikan lagi, tetapi “it is link to nearly
everything else that students learn in school whether it be history. Civics, ethics, or economics and
too much that goes on outside of school. Jadi, jangan hanya dilihat sebagai mata pelajaran yang
terisolasi, tetapi harus dikaitkan dengan banyak hal yang dipelajari siswa, mungkin dalam pelajaran
Sejarah, Kewarganegaraan Etika atau Ekonomi dan lebih banyak terjadi di luar sekolah. Dengan kata
lain” good democracy education is a part of good education in general”, pendidikan demokrasi yang
baik adalah bagian dari pendidikan yang baik secara uinum Berkenaan dengan hal tersebut
disarankan Gandal and Finn. (1992) perlu dikembangkanmya model “school- baced democracy
education”, paling tidak dalain einpal bentuk alternatif (1) the root and brances of the democratic
idea, perhatian yang cermat yaitu landasan dan bentuk-bentuk demokrasi, (2)”...how the ideas of
democracy have been translated into institutions and practices around the world and through the
age” bagaimana ide demokrasi telah diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk kelembagaan dan
praktik di berbagai belahan bumi dalam berbagai kurun waktu Dengan demikian siswa akan
mengetahui dan memahami kekuatan dan kelemahan demokrasi dalam berbagai konteks ruang dan
waktu, (3) adanya kurikulum yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi sejarah demokrasi di
negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang
diterapkan di negaranya dalam berbagai kurun waktu, (4) tersedianya kesempatan bagi siswa untuk
memahami kondisi demokrasi yang diterapkan di negara-negara di dunia sehingga para siswa
memiliki wawasan luas tentang aneka ragam sistem sosial demokrasi dalam berbagai konteks Di
samping keempat hal tersebut, perlu ditambahkan pula upaya dikembangkan dalam bentuk kegiatan
ekstra kurikuler yang bernuansa demokrasi dan menjadikan sekolali sebagai lingkungan yang
demokratis, dan penglibatan siswa dalam kegiatan masyarakat Lain halnya dengan Sanusi (1998:3)
dalam memahami demokrasi harus memaknai aspek- aspek demokrasi secara menyeluruh
diperlukan kecerdasan ruhaniyah, kecerdasan

Naqliyah, kecerdasan aqliyah (otak logis-rasional), kecerdasan emosional kecerdasan menimbang


(judgment), kecerdasan membuat keputusan dan memecahkan masalah (decision making and
problem solving) dan kecerdasan membahasakan serta mengkomunikasikannya Dengan kata lain,
perlu dikembangkannya pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional, yang memungkinkan
para siswa dapat mengembangkan dan menggunakan seluruh potensinya sebagai individu dan
negara dalam masyarakat bangsa dan negara yang demokratis. Warga (nafsiyah).

Dalam kepustakaan asing Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) disebut Civic Education yang
batasannya ialah seluruh kegiatan sekolah, rumali, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan
demokrasi (Somantri, 2001). Artinya bahwa PKn nierupakan pendidikan demokrasi atau disebut juga
pendidikan demokrasi merupakan esensi dari Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan
Kewarganegaraan yang disusun melalui hierarki tingkat pengetahuan ilmu sosial, yaitu fakta, konsep,
generalisasi dan teon hukum sehingga membentuk ide fundamental Ilmu Kewarganegaraan (IKN) IKN
bersumber kepada social studies Social studies merupakan turunan dari Ilmu-ilmu Sosial (Social
Science). Perbedaan ilmu-ilmu sosial dengan social studies (Dufty, 1967, dalam Winataputra, 2001)
menjelaskan baliwa Ilmu-ilmu Sosial adalah tubuh pengetahuan ilmiah yang terorganisir mengenai
hubungan manusia. Pengetahuan ini bersifat objektif yang diperoleh melalui proses penelitian ilmiah
baku yang dilakukan para ahli ilmu-ilmu sosial sesuai bidangnya. Sedangkan social studies diartikan
sebagai “social studies simplified for pedagogical purpose (Edgar Bruce Wesley, 1937, Barr, Barth,
dan Shermis, 1977) yakni social studies merupakan penyederhaan dari ilmu-ilmu sosial untuk tujuan
pendidikan. Selain itu (Estvant, 1998, dalam Winataputra, 2001). Menjelaskan bahwa social studies
sebagai apportion of social sciences atau sebagai a federation of subject (Wesley dan Cartwright,
1968) NCSS dalam Somantri (2001) menjelaskan bahwa social studies adalah suatu “synthetic
discipline” yung berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial
secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan Sehubungan dengan studi sosial (Barr, Barth
dan Shermis, 1977; dalam Somantri, 2001), menjelaskan bahwa social studies digambarkan dalam
“The Three Social Studies Traditions yaitu (a) Social Studies as Citizenship Transmission (Civic
Education), (b) Social Studies as Social Sciences (c) Social Studies as Reflective Inquiry” Pengertian ini
kemudian dibakukan dalam The United States of Education’s Standard Terminology for Curriculum
and Instruction dalam Barr dkk, 1977, “the social studies comprised of those aspects of History,
Economics, Political Science, Sociology, Anthropology, Psychology, Geography and Philosophy which
in practise are selected for instructional purposes is schools and colleges” Maksudnya social studies
berisikan aspek-aspek ilmu Sejarah, Ilmu Ekonomi, Ilmu Politik, Ilmu Sosiologi, Ilmu Antropologi,
Psikologi, Geografi, Filsafat, yang dalam praktik dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan di
perguruan tinggi. Implikasi salah satu dari tiga tradisi tersebut, bahwa social studies sebagai
Citizenship Transmission yang direalisasikan sebagai Civic Education atau Pendidikan
Kewarganegaraan (PKN). Dalam Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Pasal 37 ayat (1), menjelaskan Pendidikan Kewarganegaraan yang dimaksud untuk
membentuk

peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Civics pada
dasarnya mengambil bagian dari ilmu politik yaitu bagian demokrasi politiknya, Creshore
menyebutkan Civics dengan "the science of citizenship" Secara terperinci demokrasi politik itu dapat
disusun sebagai berikut: (1) Konteks Ide Demokrasi, Konstitusi Negara, Inputs sistem politik, Partai
Politik dan Kelompok Penekanan (pressure group), Pemilihan Umum, Lembaga-lembaga Pengambilan
Keputusan, Presiden sebagai Kepala Negara/Administrasi Negara, Lembaga Yudikatif, Output dari
Sistem Demokrasi Politik, Kesejahteraan Umum dan Pertahanan Negara, dan Perubahan Sosial dan
Demokrasi Politik (Somantri, 2001). Salah satu dari rincian demokrasi politik adalah konteks ide
demokrasi: teori tentang demokrasi politik, teori majority rule, hak- hak kelompok minoritas, konsep-
konsep demokrasi dalam masyarakat, teori demokrasi dalam pemerintahan dan apa yang dinamakan
pemerintahan yang demokratis

Tradisi citizenship transmission merupakan tradisi yang pertama dari social studies yang isinya
menekankan pada esensi bahwa adult teachers process a particular conception of citizenship that
they wish all students to share, yaitu para siswa perlu mendapatkan pengetahuan sebagai self-
evident truth, yaitu kebenaran yang diyakini sendiri. Tugas guru menurut tradisi ini adalah
menyampaikan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya itu. Dengan cara ini kelangsungan
hidup masyarakat diyakini dapat dipertahankan. Al-Muchtar (Civicus, 2001) menjelaskan bahwa
"implikasi masalah strategis pedagoginya adalah bagaimana mentransformasikan demokrasi dalam
pendidikan kewarganegaraan. Kajian masalah ini akan berkaitan dengan bagaimana arah
pengembangan kurikulumnya dan bagaimana pola strategi pembelajarannya" Tradisi kedua adalah
social studies as social science atau social studies sebagai ilmu sosial. Tradisi ini merupakan tradisi
yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli ilmu-ilmu sosial dengan tujuan utama mengembangkan
para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan metode dari disiplin ilmu-ilmu
sosial sebagai sarana untuk menjadi warga negara yang efektif. Pendukung tradisi ini percaya bahwa
setiap disiplin ilmu sosial memiliki pendekatan khusus yang dapat melatih siswa untuk berpikir dan
melihat dunia sebagaimana adanya. Wahab (Civicus, 2001) menjelaskan bahwa pada tradisi ini
menekankan pentingnya warga negara dipersiapkan untuk menguasai konsep-konsep, proses dan
dan masalah-masalah ilmu sosial untuk pengambilan keputusan. Tradisi ketiga adalah "social studies
as reflective inquiry" atau social studies sebagai reflektif inkuiri. Wahab (2001) menjelaskan bahwa
tradisi ini menekankan pada process of inquiry melalui mana pengetahuan diperoleh dari apa yang
seharusnya diketahui oleh warga- negara untuk pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Shirley H. Engle dan Anna S. Ochoa (1988) dari Indiana University dalam bukunya yang berjudul
Education for Democratic Citizenship dalam Al-Muchtar (2001) mengemukakan pengembangan
kurikulum dalam pembelajaran mengunggulkan keterampilan pengambilan keputusan. (decision
making process) sebagai arah pengembangan pembelajaran. Oleh karena content harus merupakan
problem demokrasi yang aktual. Sedangkan transformasinya dengan menekankan kepada terciptanya
proses pembelajaran untuk mengembangkan potensi bersikap dan berperilaku demokrasi. Untuk itu
mereka mengembangkan intellectual dimensions of reflective and democratic decision making.

Sekolah sebagai Laboratorium Demokrasi

Kegiatan Belajar 1 dan 2 Anda telah mempelajari tentang konsep dan Ppendidikan demokrasi. Untuk
menciptakan warga negara yang demokratis tidak cukup dengan mempelajari dua hal tersebut di
atas, harus dijadikan sebagai laboratorium demokrasi Dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar
kelas dalam lingkungan sekolah harus menggambarkan suasana demokratis Dengan cara ini, siswa
akan terbiasa dengan kehidupan demokrasi Sekolah merupakan sebuah komunitas sebagai bagian
integral dari masyarakat. Sekolah dalam Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 disebut “satuan
pendidikan” Sekolah Dasar (SD) sebagai satuan pendidikan merupakan suatu entity (satuan utuh)
wahana pendidikan nasional yang berfungsi mewujudkan proses pendidikan secara utuh dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional Untuk itu maka proses pendidikan di sekolah perlu
diwujudkan dalam dan oleh satuan pendidikan dalam bentuk proses pembelajaran yang
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik dalam lingkungan belajar yang
demokratis Lingkungan belajar yang demokratis perlu diwujudkan dalam satuan pendidikan secara
utuh dalam kerangka peningkatan mute pendidikan berbasis sekolah Untuk membangun lingkungan
belajar yang demokratis perlu dibangun sinergi sosio-edukatif internal atau kerja sama yang bersifat
kemasyarakatan yang mendidik dari satuan pendidikan. Melalui pemberian rujukan operasional,
advokasi-pembinaan kinerja profesional atau bantuan pendampingan yang bersifat membina kinerja
guru dan tenaga kependidikan, pembinaan jaringan kinerja profesional guru, dan pengembangan
jaringan kemitraan antarsatuan pendidikan dan antara satuan pendidikan dan masyarakat. Dalam
konteks itulah maka perlu dilakukan upaya sistimatis dan sistemik untuk menjadikan sekolah, sebagai
wahana pengembangan warga negara yang demokratis melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3 menekankan bahwa Pendidikan
nasional bertujuan untuk menjadikan warga negara yang demokratis dan Pasal 4 Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis

Dalam konteks pendidikan formal, khususnya pada jenjang pendidikan dasar, sekolah seyogianya
dikembangkan sebagai pranata atau tatanan sosial-pedagogis yang kondusif atau memberi suasana
bagi tumbuh-kembangnya berbagai kualitas pribadi. Peserta didik. Oleh karena itu sekolah sebagai
bagian integral dari masyarakat perlu dikembangkan sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sepanjang hayat yang mampu memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan

kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran demokratis. Dengan demikia secara bertahap
sekolah akan menjadi komunitas yang memiliki budaya yang beriman pengakuan dan penghormatan
terhadap hak dan kewajiban serta keharmonisan dala menjalani kehidupan bermasyarakat yang
tertib, adil, dan berkeadaban

Paradigma pendidikan demokrasi yang perlu dikembangkan dalam lingkung sekolah adalah
pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional atau benu jamak. Sifat
multidimensionalitasnya itu, antara lain terletak pada berikut ini Pandangannya yang pluralistik-
uniter (bermacam-macam, tetapi menyatu dalam pengertian Bhinneka Tunggal Ika

2.

Sikapnya dalam menempatkan individu, negara, dan masyarakat global secar

harmonis

3. Tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, 4 emosional, dan
sosial Konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka fleksibel atau luwes,
dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya.

Apabila ditampilkan dalam wujud program pendidikan paradigma baru, salah satunya menuntut
tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan demokrasi
di negara lain sehingga mereka memiliki wawasas yang luas tentang ragam ide dan sistem demokrasi
dalam berbagai konteks. Situan sekolah dan kelas dikembangkan demikian rupa sebagai democratic
laboratory atau tab demokrasi dengan lingkungan sekolah/kampus yang diperlakukan sebagai micro
cosmos of democracy atau lingkungan kehidupan yang demokratis yang bersifat mikro dan
memperlakukan masyarakat luas sebagai open global classroom atau sebaga kelas global yang
terbuka. Dengan cara itu akan memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi yang
demokratis dan untuk tujuan melatih diri sebagai warga negara yang demokratis dan membangun
kehidupan yang lebih demokratis. Itulah makna dari konsep "learning democracy, in democracy, and
for democracy"-belajar tentang demokrasi, dalam situasi yang demokratis, dan untuk membangun
kehidupan demokratis

1. Strategi Umum Pengembangan Warga Negara yang Demokratis di Lingkungan Sekolah

Secara sederhana, strategi dapat diartikan sebagai serangkaian langkah yang dipilih untuk mencapai
tujuan atau target (a way of achieving target). Secara umum Rath dan Kirchenbaum (1972) yang
dikutip oleh Winataputra (2006), beberapa model pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab. Hal yang cukup relevan dengan pendidikan kewarganegaraan, antara lain Good News Class
Meeting (Pertemuan Kelas Berita Baru), Circle Whip (Cambuk Bersiklus). Appreciation Time (Waktu
untuk Penghargaan), Compliment Time (Waktu untuk yang Terhormat), Goal-setting Meeting
(Pertemuan Perumusan Tujuan), Rulesetting Meeting (Pertemuan Legislasi), Rule evaluating Meeting
(Pertemuan Evaluasi Aturan), Stage-selling Meeting (Pertemuan

Perumusan Langkah Kegiatan) Feedback and Evaluation (Pertemuan Evaluasi dan Balikan) Reflections
on Learnings (Pertemuan Refleksi Belajar), Student Presentation (Forum Siswa), Problem-solving
Afecting (Pertemuan Pemecahan Masalah), Academic Issues (Pertemuan Isu Akademis), Classroom-
improvement Meeting (Pertemuan Perbaikan Kelas) Follow up Meeting (Pertemuan Tindak Lanjut),
Planning Meeting (Pertemuan Perencanaan) Concept Meeting (Pertemuan Pengembangan Konsep),
Sticky Situations (Pembahasan Situasi Pelik); Suggestion Box/Class Business Bax (Kotak Saran), and
Meeting on Meeting (Pertemuan dalam Pertemuan)

Winataputra (2005) menjelaskan karakteristik pokok untuk masing-masing. Strategi tersebut secara
singkat dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertemuan Kelas Berita Baru merupakan strategi
pengembangan sikap demokratis dan bertanggung jawab melalui pertemuan kelas guna membahas
berita aktual yang ada di media massa. Seperti surat kabar, televisi, radio atau internet. Contohnya,
berita tentang demonstrasi yang berujung dengan perusakan. Dengan membahas berita aktual siswa
akan selalu punya rasa ingin tahu dan peka terhadap masalah aktual yang terjadi di lingkungannya.

Cambuk Bersiklus merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung jawab
melalui pertemuan saling bertanya dan menjawab secara bergiliran. Setiap orang harus
mendengarkan pertanyaan siswa lain dan menyiapkan pertanyaan untuk siswa lain bukan pemberi
pertanyaan sebelumnya Contohnya, Siswa A bertanya kepada siswa B Mengapa terjadi tawuran di
sekolah?” Siswa Bmenjawab pertanyaan itu, kemudian mengajukan pertanyaan lain terkait
pertanyaan pertania, “Bagaimana cara menjaga kerukunan antarsiswa dan mencegah terjadinya
tawuran lagi?. Dengan cara ini siswa akan terlatih untuk selalu peka dan tanggap terhadap orang lain

Waktu untuk Penghargaan merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan untuk memberikan penghargaan atau penghormatan terhadap orang lain,
misalnya menghadiri acara ulang tahun, acara duka cita karena ada orang yang meninggal atau kena
musibah. Dengan cara ini siswa akan terasah nuraninya untuk selalu menghormati orang lain karena
mengakui prestasi yang dicapainya atau dedikasi yang dibenkannya kepada kepentingan umum orang
lain.

Waktu untuk yang Terhormat merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui acara yang secara khusus diadakan atas inisiatif siswa untuk memberikan penghargaan
kepada orang yang sangat dihormati. Misalnya, Acara yang diadakan pada saat ada seorang guru
senior atau kepala sekolah akan memasuki purna tugas atau pensiun. Dengan cara ini, siswa akan
selalu memiliki empati sebagai bagian dari tanggung jawab sosial

Pertemuan Perumusan Tujuan, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan


bertanggung jawab melalui pertemuan yang sengaja diadakan atas inisiatif guru dan/atau siswa
untuk merumuskan visi atau tujuan sekolah. Misalnya, simulasi rapat sekolah untuk merumuskan
rencana pemugaran sekolah. Dengan cara itu, siswa akan memiliki rasa memiliki sekolahnya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan kecintaan dan tanggung jawab terhadap sekolahnya tanpa harus
diminta.

Pertemuan Legislasi, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung jawab
melalui pertemuan untuk merumuskan atau menyusun norma atau aturan yang akan berlaku di
sekolah. Misalnya, kapan siswa boleh tidak memaka pakaian seragam sekolah satu hari dalam
seminggu kemudian menuangkannya secara konsensus menjadi salah satu butir aturan dalam tata
tertib sekolah. Dengan cara in siswa akan mampu berpikir normatif.

Pertemuan Evaluasi Aturan, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan untuk mengevaluasi pelaksanaan norma atau aturan yang telah disepakati
dan berlaku di sekolah. Misalnya, simulasi rapat tentang peraturan tentang hari bebas berpakaian
satu hari dalam seminggu kemudian secara konsensus menyempurnakan bulit aturan dalam tata
tertih sekolah itu agar lebih adil. Dengan cara ini, siswa akan mampu berpikir normatif-evaluatif

Pertemuan Perumusan langkah Kegiatan merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan
bertanggung jawab melalui pertemuan untuk menetapkan prioritas atau tahapan kegiatan yang akan
dilakukan oleh siswa di bawah supervisi sekolah Misalnya, simulasi rapat penentuan prioritas
kegiatan kesiswaan untuk satu tahun mendatang. Dengan cara itu, siswa akan mengerti dan terbiasa
menentukan priontas dikaitkan dengan ketersediaan waktu atau dana

Pertemuan Evaluasi dan Balikan merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan
bertanggung jawab melalui pertemuan untuk memberikan masukan terhadap pelaksanaan kebijakan
sekolah atas dasar hasil monitoring kelompok siswa dan/atau guru yang sengaja ditugasi untuk itu
Contohnya, simulasi dengar pendapat sekolah untuk mendapatkan masukan pelaksanaan kebijakan
larangan merokok di sekolah Dengan cara ini siswa akan selalu berpikir reflektif dan evaluatif

Pertemuan Refleksi Belajar merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan pengendapan dan evaluasi terhadap proses dan/atau hasil belajar setelah
selesai satu atau beberapa pertemuan. Contohnya, pertemuan untuk meminta siswa menilai
kemajuan belajarnya dalam satu semester. Dan pertemuan ini guru akan memperoleh masukan dari
siswa tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran, dan siswa akan mendapatkan
masukan tentang pencapaian kompetensi yang dipersyaratkan dan tindak lanjut peningkatan
intensitas belajar lebih lanjut. Forum Siswa, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan
bertanggung jawab melalui pertemuan untuk memberi kesempatan siswa secara individual atau
kelompok menyajikan pendapatnya hasil pemahaman terhadap sumber informasi atau proyek
belajar yang dilakukan atas tugas guru atau atas inisiatif sendiri Misalnya, curah pendapat
(brainstorming) tentang pelanggaran tata tertib lalu lintas Dengan cara ini, siswa akan terbiasa
bertanggung jawab atas pendapatnya dan mau mendengarkan pendapat orang lain jika ternyata
salah mau mengakui kekurangannya itu
Pertemuan Pemecahan Masalah merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan
bertanggung jawab melalui pertemuan terencana untuk memecahkan masalah yang ada di
lingkungan sekitar atau lingkungan daerah atau nasional yang

Menyangkut kehidupan siswa, seperti pemecahan masalah penyalahgunaan narkoba di kalangan


siswa Dengan cara ini siswa akan terlatih memecahkan masalah melalui langkah berpikir kritis dan
kreatif

Pertemuan Isu Akademis, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan terencana untuk membahas masalah akademis Misalnya, pembahasan
tentang isu tentang Bus, cara hidup sehat, perubahan cuaca, dan korupsi yang terkait lingkungan
daerah atau nasional yang tidak secara langsung menyangkut kehidupan siswa, seperti pemecahan
masalah busung lapar. Nu burung, pemogokan buruh Dengan cara ini siswa akan terlatih
memecahkan masalah akademis secara populer melalui langkah berpikir ilmiah secara kritis dan
kreatif

Pertemuan Perbaikan Kelas merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan kelas untuk membahas atau memecahkan masalah yang menyangkut
kehidupan siswa di kelasnya atau di lingkungan sekolahnya, seperti pemecahan masalah bolos, tata
tertib sekolah Contohnya, diskusi tentang upaya memperbaiki situasi sekolah Dengan cara ini, siswa
akan terlatih memecahkan masalah yang ada di kelasnya melalui langkah yang demokratis

Pertemuan Tindak Lanjut merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan terencana untuk membahas tindak lanjut dari suatu kegiatan berseri di
lingkungan sekolah Misalnya, simulasi rapat penyusunan laporan kegiatan sekolah Dengan cara ini,
siswa akan terlatih menindaklanjuti suatu kegiatan dengan langkah berpikir kritis, kreatif dan
prospekni

Pertemuan Perencanaan merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung


jawab melalui pertemuan terencana untuk menyusun rencana bersama Misalnya, merencanakan
piknik akhir tahun. Pentas seni tahunan, pemilihan pengurus kelas atau OSIS Dengan cara ini, siswa
akan terlatih menyusun rencana yang layak melalui kesepakatan

Pertemuan Pengembangan Konsep, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan


bertanggung jawab melalui pertemuan terencana untuk menyusun suatu gagasan baru yang
dimaksudkan untuk mendapatkan bantuan, atau menyarankan pemecahan atas masalah yang cukup
pelik Contohnya, diskust kelompok untuk menyusun gagasan Desa Sejahtera, Sekolah Teladan,
Sekolah Unggulan. Dengan cara int, siswa akan terlatih membangun kerangka konseptual dan
mengajukan pemecahan secara konseptual untuk memecahkan masalah

Pembahasan Situasi Pelik, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung
jawab melalui pertemuan untuk memecahkan masalah yang terkait pada keadaan yang pelik atau
dilematik Seperti, penetapan pilihan membolehkan atau melarang siswa untuk melakukan pendakian
gunung atau kegiatan yang mengandung risiko. Dengan cara ini, siswa akan terlatih
mempertimbangkan risiko dari setiap keputusan melalui langkah berpikir kritis dan antisipatif.

Kotak Saran, merupakan strategi pengembangan sikap demokratis dan bertanggung jawab melalui
pengumpulan pendapat secara bebas dan rahasia untuk memecahkan masalah yang ada di
lingkungan sekolah atau lingkungan sekitar

kegiatan sekoklah kita Dengan cara ini, siswa akan terlatih menyampaikan pendap Misalnya, masukan
ke dalam kotak ini pendapat Anda tentang cara dan menghormati privacy atau hak pribadi orang lain.
Pertemuan dalam Pertemuan merupakan strategi pengembangan meningkatka

demokratis dan bertanggung jawab melalui pertemuan kelompok kecil dalam konteks pertemuan
klasikal atau pertemuan besar Dengan cara ini, siswa akan terlatih dan selalu berusaha untuk
memelihara situasi harmonis antarkelompok dengan tetap akuntabilitas kelompoknya menjaga

Secara umum pengembangan warga negara yang demokratis dan bertanggu jawab melalui
pendidikan kewarganegaraan dapat digambarkan sebagai berikut

KEGIATAN KUKURIKULER

KEGIATAN

INTRAKURIKULER

KONTEKS SOSIAL KULTURAL

WARGANEGARA YANG

DEMOKRATIS BERTANGGUNG JAWADA

a Strategi dasar yang digunakan untuk mengembangkan warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab adalah kegiatan Intrakurikuler dan kegiatan Kokurikuler melalui pengembangan
muatan b

Kegiatan intrakurikuler dilakukan


kewarganegaraan dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan mats

pelajaran lain yang termasuk kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan

kepribadian secara holistik

Pengembangan muatan kewarganegaraan dilakukan dengan menggunakan model-model


pengembangan sikap demokratis dan tanggung jawab sebagaimana dikemukakan di atas. Kegiatan
kokurikuler dilakukan melalui kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan
budaya, dan pendidikan jasmani

d. Kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan
jasmani dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan: berbentuk peringatan hari-hari besar agama,
memberi santunan ke anak yatim piatu; melaksanakan upacara bendera dan peringatan hari besar
nasional, lomba pembacaan puist perjuangan, pentas seni tradisional Bhinneka Tunggal Ika,
turnamen olahraga antarsekolah dalam rangka membina persahabatan

Oleh karena siswa merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat maka secara
keseluruhan kegiatan intra dan kokurikuler perlu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat sosial-
kultural. Siswa harus dikondisikan untuk menjadi warga masyarakat sekolah dan sebagai warga
masyarakat sekitar yang cerdas

Dan baik Misalnya, dengan cara menugasi siswa untuk menghimpun dana untuk sumbangan bencana
alam

Fungsi dan Peran Sekolah dalam Mengembangkan Warga Negara yang

Demokratis

2.

Sekolah selsagai organisasi mempunyai struktur dan kultur. Sebagai bagian dari struktur birokrasi
pendidikan SD merupakan satuan pendidikan dalam lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
yang pembinaannya langsung di bawah Dinas Pendidikan. Oleh karena sekolah merupakan satuan
pendidikan maka di dalam sekolah terdapat komunitas yang terdiri atas pendidik, peserta didik, dan
tenaga kependidikan. Komunitas ini merupakan komunitas kolektif yang menjalankan sistem
pendidikan nasional pada tingkat lokal kabupaten/kota. Secara sosial-kultural sekolah merupakan
komunitas yang memiliki budaya, yakni budaya sekolah atau school culture. Budaya sekolah, seperti
juga entitas kebudayaan yang lain memiliki sejumlah sistem antara lain sistem manajemen, sistem
kurikulum, sistem teknologi, sistem kepercayaan, bahasa, dan kesenian.

Sistem manajemen yang kini dianut, walaupun masih dalam tahap rintisan, adalah manajemen
berbasis sekolah (MBS). Sistem kurikulum yang kini mulai diperkenalkan adalah otonomi kurikulum
atau curriculum autonomy Otonomi kurikulum merupakan imperatif sebagaimana hal itu digariskan
dalam Pasal 38 ayat (2) UU RI No, 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa
“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah madrasah di bawah koordinasi dan supervise
dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan
provinsi untuk pendidikan menengah “Sistem teknologi yang secara sempit diartikan sistem sarana
prasarana ditetapkan secara nasional dengan standar pelayanan minimal dalam konteks manajemen
berbasis sekolah, sebagaimana hal itu dinyatakan dalam Pasal 51 ayat (1) yang menyatakan bahwa “
Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah/madrasah

Sementara itu, sistem kepercayaan tumbuh secara virtual dan sosial-kultural dalam label sekolah
favorit, sekolah unggulan nasional, sekolah teladan, sekolah induk dan sejenisnya. Kini sistem
kepercayaan itu dapat kita baca dalam rumusan visi sekolah yang antara lain menggariskan Visi
“Unggul dalam mutu dan berakhlak mulia” Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan
(3) dinyatakan: pada ayat (1) bahwa “Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional”, pada ayat (2) bahwa “Bahasa daerah dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu”, dan ayat (3) bahwa “ Bahasa asing dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan
berbahasa asing peserta didik” Ayat (3). Secara utuh dapat dikatakan bahwa satuan pendidikan
memiliki prinsip multilingual Unsur kesenian, kecuali di

Sekolah-sekolah di provinsi Bali, pada umumnya sekolah-sekolah belum memiliki v pengembangan


kesenian. Prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaannya selain menganut prinsip un

Manajemen, yakni planning organizing, actuating dan controlling (POAC), y paling menonjol adalah
selain unsur organisasional satuan pendidikan juga terdapa unsur pemangku kepentingan yang
diwadahi dalam komite sekolah/madrasah Olch karena itu, dalam pengembangan kesisteman
sekolah diperlukan mekanisme dan kerja sama internal dalamı organisasi sekolah, yaitu kepala
sekolah, dewan guru, peserta didik pegawai tata usaha, sarana dan prasarana, fasilitas, lingkungan,
organisasi kesiswaan dan antara organisasi sekolah dengan komite sekolah. Yang

3.

Mekanisme Kerja dalam Konteks Kesisteman Sekolah


Sebagai penyelenggara pendidikan sebagaimana tertuang dalam PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 4 ayat (3) dinyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan
sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat” Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (4) dinyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan dengan
memben keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pemberdayaan”, dan dalam Pasal 4 ayat (6) dinyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan dan
harus memberdayakan seluruh komponen komponen yang terkait dengan struktur organisasi
sekolali, yaitu sebagai berikut

Kepala Sekolah

.h

Wakil Kepala Sekolah

C Tata Usaha

Dewan Guru

Unit Laboratorium. Unit Perpustakaan. F

Osis

G h. Komite Sekolah

Semua komponen-komponen tersebut memiliki peran, antara lain berikut ini

Kepala Sekolah mewakili wewenang yang luas dan tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan
pendidikan di lingkungan sekolah, oleh karena itu kepala sekolah harus memiliki berbagai
kemampuan dalam menjalankan tugasnya. Wakil Kepala Sekolah, mempunyai kedudukan dan
peranan sebagai berikut membantu tugas-tugas kepala sekolah. B.

c. Dewan guru merupakan suatu forum di lingkungan sekolah. Sebagai tenaga profesional guru harus
selalu meningkatkan diri dan menambahkan wawasannya dalam mengikuti perkembangan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi

melalui peningkatan kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi. Guru sebagai unsur pendidikan yang
menjunjung prinsip profesionalitas perlu selalu berupaya untuk melakukan inovasi dan improvisasi
din untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Tata
Usaha, sebagai unsur tenaga kependidikan memiliki tugas antara lain

melaksanakan tugas-tugas administrasi sekolah Organisasi Siswa Intra Sekolah, setiap sekolah hanis
memiliki organisasi kesiswaan, yaitu OSIS (Organisasi Intra Sekolah) Secara organisasi OSIS adalah
satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah. Oleh karena itu, setiap sekolah wajib
membentuknya. Organisasi ini merupakan salah satu jalur pembinaan Kesiswaan di sekolah yang
diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1984 tentang
Pembinaan Kesiswaan dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226
C/KEP/O/1992 Komite Sekolah, bukanlah bagian dari struktur organisasi sekolah, tetapi merupakan
wadah resmi pemangku kepentingan pendidikan yang menjadi mitra pimpinan sekolah.

Nilai-nilai tersebut di atas harus tercermin dalam struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah,
sistem dan prosedur kerja sekolah, perilaku seluruh karyawan, kebijakan dan aturan, serta tata tertib
sekolah yang secara keseluruhan terpadu secara harmonis dalam budaya sekolah sebagai satuan
pendidikan yang merupakan wahana pengembangan kemampuan dan pembentukan watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara
psikopedagogis seluruh unsur yang ada di lingkungan sekolah, terutama guru dan kepala sekolah
harus menjadi fasilitator utama dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, termasuk di dalamnya
mengembangkan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Rangkuman

Konsep demokrasi secara etimologi berarti rakyat berkuasa atau "government rule by the people"
(Budiardjo, 1992:50). Konsep demokrasi menurut The Advanced Leaner's Dictionary of Current
English bahwa negara dengan prinsip pemerintahannya yang ditandai oleh adanya partisipasi warga
negara yang sudah dewasa ikut berpartisipas dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih;
negara dengan pemerintahannya menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat,
berserikat dan menegakkan "rule of law", masyarakat yang kelompok mayoritas menghargai
kelompok minontag dan saling memberi perlakuan yang sama. Abraham Lincoln mengatakan
demokra adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari penjelasan di atas
menunjukkan bahwa demokrasi merupakan pelembagaan (constitution), kebebasan Ureedom), dan
nilai persamaan (equal). Center for Indonesian Civic Education (CICED) bekerja sama dengan Center
for Civic Education (CCE) Calabasas USA memberikan penjelasan bahwa Demokrasi dipandang
sebagai kerangka berpikir dalam melakuka pengaturan urusan umum atas dasar prinsip dari, oleh
dan untuk rakyat diterima baik sebagai ide, norma, sistem sosial, maupun sebagai wawasan, sikap,
perilaku individual yang secara kontekstual diwujudkan, dipelihara dan dikembangkan. Winataputra
(2001) menyimpulkan bahwa "demokrasi dilihat sebagai konsep yang bersifat multidimensional
secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma, prinsip, secara sosiologis sebagai sistem sosial, dan
secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup

bermasyarakat" Konsep demokrasi menurut Winataputra (2001) "demokrasi dilihat sebagai konsep
yang bersifat multidimensional, secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma, prinsip, secara
sosiologis sebagai sistem sosial, dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu
dalam hidup bermasyarakat

Konsep demokrasi menurut Ahmad Sanusi (1998) mengidentifikasi sepuluh pilar demokrasi
konstitusional menurut UUD 1945. Konsep demokrasi menurut Torres (1998:145-146) dalam
Winataputra, 2001:54) mengemukakan bahwa demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran
politik yaitu classical Aristotelian theory, medieval theory dan contemporary theory. Namun
demikian, Toress lebih condong melihat demokrasi dalam dua aspek, yaitu aspek formal democracy
dan aspek substantive democracy, sedangkan substantive democracy menunjuk pada proses
demokrasi yang diidentifikasi dalam 4 bentuk, yaitu protective democracy, developmental
democracy, equilibrium democracy, dan participatory democracy

Rangkuman

Gandal dan Finn (1992) menegaskan bahwa demokrasi tidak bisa mengajarkannya sendiri. Kalau
kekuatan, kemanfaatan dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh
warga negara, sukar diharapkan mereka mau berjuang untuk mempertahankannya. Thomas Jefferson
menyatakan bahwa pengetahuan, skill, perilaku warga negara yang demokratis tidak akan terjadi
dengan sendirinya, tetapi harus diajarkan kepada generasi penerus. Winataputra (2001) memberikan
penjelasan babwa pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan negara dan
masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati, mengamalkan
dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status perannya dalam
masyarakat Hasil penelitian Gandal and Finn (1992) bahwa: bukan saja di negara-negara
berkembang, di negara-negara maju sekalipun, education for democracy sangat penting, namun
sering dilupakan tetapi sering dianggap enteng atau dilupakan. Oleh karena itu, pendidikan
demokrasi harus disikapi secara sadar dan sungguh-sungguh.

Gandal and Finn (1992) mengatakan pendidikan bukan hanya sekadar memberikan pengetahuan dan
praktik demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negaranya yang berpendirian teguh, mandiri,
memiliki sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan jauh ke depan. Namun, diingatkannya bahwa
pendidikan demokrasi im jangan hanya dilihat sebagai isolated subject yang diajarkan dalam waktu
terjadwal yang cenderung diabaikan lagi, tetapi, jangan hanya dilihat sebagai mata pelajaran yang
terisolasi, tetapi harus dikaitkan dengan banyak hal yang dipelajari siswa, mungkin dalam pelajaran
Sejarah, Kewarganegaraan, Etika atau Ekonomi dan lebih banyak terjadi di luar sekolah. Dengan kata
lain pendidikan demokrasi yang baik adalah bagian dari pendidikan yang baik secara umum.
Berkenaan dengan hal tersebut disarankan Gandal and Finn, (1992) perlu dikembangkannya model,
paling tidak dalam 4 bentuk altematif (1) landasan dan bentuk-bentuk demokrasi, (2) bagaimana ide
demokrasi (3) adanya kurikulum yang dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan
demokrasi, (4) tersedianya kesempatan untuk memahami kondisi demokrasi dalam berbagai konteks
serta kegiatan ekstra kurikuler yang bernuansa demokrasi dan menjadikan sekolah sebagai
lingkungan yang demokratis, dan pelibatan siswa dalam kegiatan masyarakat Sanusi (1998:3) dalam
memahami demokrasi harus memaknai aspek aspek demokrasi secara menyeluruh diperlukan
kecerdasan ruhaniyah, kecerdasan nagliyal, apnak, nafsiyah, judgment decision making, and problem
solving dan membahasakan serta mengkomunikasikannya dan pendidikan demokrasi yang bersifat
multidimensional

Rangkuman

Anda mungkin juga menyukai