Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENGERTIAN KORUPSI, CIRI DAN JENIS SERTA KORUPSI

DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF

MATA KULIAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

Disusun oleh:

Kelompok 1 (Kelas IIIB)

1. Anggita Maulida P3.73.24.2.19.042


2. Frizka Ainun Zaria P3.73.24.2.19.058
3. Hilma Amalia Pratiwi P3.73.24.2.19.060
4. Meisya monica P3.73.24.2.19.064

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
daninayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
”Pengertian, Ciri,Jenis, Korupsi dalam Berbagai Perspektif di Pendidikan Budaya Anti Korupsi”

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari beberapa pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, tidak lupa kami ucapkan
terimakasih untuk beberapa pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Harapan kami dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca
tentang teori konsep pancasila. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 10 Januari 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3

A. Pengertian Korupsi ............................................................................................................ 3

B. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi ............................................................................................... 4

C. Korupsi Dalam Berbagai Perspektif .............................................................................. 18

1. Korupsi dalam perspektif budaya .......................................................................... 18

2. Korupsi dalam perspektif agama ........................................................................... 19

3. Korupsi dalam perspektif hukum........................................................................... 24

PENUTUP.................................................................................................................................... 28

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 28

B. Saran ................................................................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat
diberantas oleh manusia secara maksimal. Korupsi tumbuh seiring dengan berkembangnya
peradaban manusia. Tidak hanya di negeri kita tercinta, korupsi juga tumbuh subur di
belahan dunia yang lain, bahkan di Negara yang dikatakan paling maju sekalipun. Di mata
Internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, citra buruk akibat
korupsi menimbulkan kerugian. Kesan buruk ini menyebabkan rasa rendah diri saat
berhadapan dengan negara lain dan kehilangan kepercayaan pihak lain. Ketidakpercayaan
pelaku bisnis dunia pada birokrasi mengakibatkan investor luar negeri berpihak ke negara-
negara tetangga yang dianggap memiliki iklim yang lebih baik. Kondisi seperti ini
merugikan perekonomian dengan segala aspeknya di negara ini.

Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi dengan


berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang secara khusus menangani tindak
korupsi, menjadi upaya pencegahan dan penindakan tindak pidana. Korupsi dipandang
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya
luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua
bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika
hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh
karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari
masyarakat yang merupakan pewaris masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari korupsi?
2. Jelaskan bagaimana ciri-ciri dan jenis korupsi?
3. Bagaimana korupsi dalam berbagai perspektif?
C. Tujuan
1. Memahami apa pengertian dari korupsi
2. Memahami bagaimana ciri-ciri dan jenis korupsi
3. Memahami bagaimana korupsi dalam berbagai perspektif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah atau mencuri (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok,
mencuri, maling) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri,
serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.[1]
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:
1. perbuatan melawan hukum,
2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, tetapi bukan semuanya, adalah :


1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
2. penggelapan dalam jabatan,
3. pemerasan dalam jabatan,
4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
5. menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi
dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

3
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak
terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan. Tergantung dari
negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga
yang tidak legal di tempat lain.

B. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi


1. Ciri-ciri korupsi
Syed Hussein Alatas, seorang sosiolog asal Malaysia, mengemukakan ciri-ciri
korupsi sebagai berikut.
a. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
Seseorang yang diberikan amanah seperti seorang pemimpin yang
menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau
kelompoknya.
b. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat
umumnya.
Usaha untuk memperoleh keuntungan dengan mengatasnamakan suatu
lembaga tertentu seperti penipuan memperoleh hadiah undian dari suatu
perusahaan, padahal perusahaan yang sesungguhnya tidak menyelenggarakan
undian.
c. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
Contohnya, mengalihkan anggaran keuangan yang semestinya untuk
kegiatan sosial ternyata digunakan untuk kegiatan kampanye partai politik.
d. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang
yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu.
Korupsi biasanya dilakukan secara tersembunyi untuk menghilangkan jejak
penyimpangan yang dilakukannya.

4
e. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
Beberapa jenis korupsi melibatkan adanya pemberi dan penerima.
f. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang
lain.
Pemberi dan penerima suap pada dasarnya bertujuan mengambil
keuntungan bersama.
g. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan
yang pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya.
Pemberian suap pada kasus yang melibatkan petinggi Makamah Konstitusi
bertujuan memengaruhi keputusannya.
h. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan
hukum.
Adanya upaya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi melalui
produk hukum yang dihasilkan suatu negara atas inisiatif oknum-oknum tertentu
di pemerintahan.
2. Jenis korupsi
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Penyuapan (bribery)
Mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang
maupun barang.
b. Embezzlement
Merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana
publik atau sumber daya alam tertentu.
c. Fraud
Merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery
or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi
dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.

5
d. Extortion
Tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai
dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan.
Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
e. Favouritism,
Merupakan mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada
tindakan privatisasi sumber daya.

Adapun Korupsi menurut para ahli seperti Syed Hussein Alatas yang
mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya korupsi dikelompokkan menjadi tujuh
jenis korupsi sebagai berikut :
a. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Yaitu menunjukkan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak
pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan
aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.
b. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna
mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-
orang dan hal-hal yang dihargainya.
c. Korupsi investif (investive corruption)
Adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dari
keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa
yang akan datang.
d. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)
Adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk
memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan
perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain,
kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
e. Korupsi defensif (defensive corruption)
Adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan, korupsinya adalah
dalam rangka mempertahankan diri.

6
f. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh seseorang seorang diri.
g. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan
langsung dalam bentuk lain.

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan


Pidana Korupsi yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
menetapkan 7 (tujuh) jenis Tindak Pidana Korupsi yaitu:
a. Korupsi terkait kerugian keuangan negara
Perlu diketahui lebih dulu apa yang dimaksud keuangan negara. Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyatakan
bahwa “Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam
bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di
dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena:
1). Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
2). Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan
perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.”

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, mengemukakan keuangan negara


meliputi:
1). Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang;
2). Segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban;
3). Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah.

7
Tindak pidana korupsi terkait kerugian negara dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang- Undang Nomor
20 Tahun 2001 yaitu terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3 yang menyebutkan bahwa
setiap orang yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) atau dapat dihukum pidana mati.
Perbuatan korupsinya berupa secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.

b. Korupsi terkait dengan suap menyuap


Korupsi terkait dengan suap-menyuap didefinisikan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada tujuh jenis bentuk tindakan pindana suap,
yaitu:
1) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud
menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya;
2) Memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya;
3) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud
untuk memengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili;
4) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau advisor untuk menghadiri
sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk memengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili;

8
5) Menerima hadiah atau janji (seorang pejabat), padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduganya bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan
dengan jabatannya;
6) Menerima hadiah atau janji (pegawai negeri), padahal diketahuinya bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
7) Menerima hadiah bagi pegawai negeri yang mengetahui bahwa hadiah itu
diberikan sebagai akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.

Korupsi terkait dengan suap-menyuap terdapat dalam Undang-undang


Nomor 20 Tahun 2001 diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal
13.
1) Pasal 5
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) setiap orang yang:
a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

9
2) Pasal 6
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili; atau
b) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

3) Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan
atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
dengan jabatannya.

10
4) Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
b) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
c) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan,
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut untuk memengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.

5) Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999


Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri
dengan mengingat kekuasan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah).

11
c. Korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan
Bentuk korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan diantaranya yaitu:
1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan
tersebut;
2) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus
untuk pemeriksaan adminstrasi;
3) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jaba-
tannya;
4) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan, menghancur-
kan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau
daftar tersebut;
5) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan, menghancur-
kan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau
daftar tersebut;

12
Kejahatan korupsi ini diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001.
1) Pasal 8
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan
oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

2) Pasal 9
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau
untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftardaftar
yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

13
3) Pasal 10
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima
puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau
untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a) Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang
dikuasai karena jabatannya; atau
b) Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut;
atau
c) Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

d. Tindak pidana korupsi pemerasan


Tindak pidana korupsi pemerasan yaitu usaha pemaksaan dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan sehingga orang itu menyerahkan sesuatu atau
mengadakan utang atau menghapus piutang, sedangkan pada delik penipuan,
korban tergerak untuk menyerahkan sesuatu dan seterusnya, rayuan memakai
nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kata-kata bohong.

14
Tindak pidana korupsi pemerasan diatur dalam Pasal 12 poin e, f, g Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”:
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-
olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
3) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;

15
e. Tindak pidana korupsi perbuatan curang
Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 12 huruf h Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001.
1) Pasal 7
a) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
• Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan,
atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang;
• Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
• Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
• Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

b) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c,

16
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).

2) Pasal 12 huruf h
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat
hak pakai, seolaholah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah
merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

f. Tindak pidana korupsi terkait benturan kepentingan dalam pengadaan


Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf f Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang berbunyi :
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.”

g. Tindak pidana korupsi terkait gratifikasi


Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999
juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 bahwa “Yang dimaksud dengan ‘gratifikasi’
dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.”

Pada dasarnya pemberian gratifikasi mempunyai nilai netral, artinya tidak


semua bentuk gratifikasi bersifat tercela atau negatif. Gratifikasi dapat
dikategorikan sebagai tindakan korupsi apabila setiap gratifikasi diberikan kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap memberi suap apabila
berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

17
Penyelenggara negara atau PNS meliputi semua pejabat dan pegawai lembaga
tinggi dari pusat sampai daerah termasuk DPR/DPRD, hakim, jaksa, polisi, rektor
perguruan tinggi negeri, BUMN/BUMD, pimpinan proyek, dan lainnya wajib
melaporkan gratifikasi.

Gratifikasi diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1999 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang
berbunyi “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.”

C. Korupsi Dalam Berbagai Perspektif


1. Korupsi dalam perspektif budaya
Selama ini tindak koruptif lebih banyak dilihat dalam perspektif hukum yang
mendaulat kejahatan korupsi sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa), atau
ada juga yang menggunakan logika ekonomi dengan asumsi bahwa manusia adalah
mahluk yang memiliki hasrat atau keinginan tak terbatas sehingga ingin menguasai
akses-akses sumberdaya demi memuaskan hasratnya. Perspektif di atas menawarkan
jalan analisis yang cukup baik untuk memahami tindak korupsi. Korupsi dan anti-
korupsi itu sendiri merupakan sebuah fenomena yang kompleks, bisa dilihat dari
berbagai perspektif yang pada hakikatnya saling melengkapi.

Dalam prespektif budaya memandang bahwa korupsi adalah juga terkait erat
dengan konstruksi nilai-nilai budaya yang dianut suatu masyarakat dan bentuk-bentuk
institusi politik-ekonomi yang dianut oleh suatu negara. Korupsi terjadi di semua sektor
dan dilakukan oleh sebagian besar lapisan masyarakat. Hal ini menyebabkan mengapa
tingkat korupsi berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di
negera bertetangga seperti Korea Selatan dan Korea Utara mengalamai perbedaan
Indeks Persepsi Korupsi yang cukup tajam.

Tentunya untuk menjawab pertanyaan itu dibutuhkan perspektif lain yang tidak
hanya berfokus pada persoalan legal sanction (sanksi hukum) maupun pada pendekatan

18
teologi dan ekonomi semata. Perspektif dimaksud adalah perspektif kebudayaan dan
institusi politik ekonomi, sebab tindak koruptif juga terkait erat dengan konstruksi nilai-
nilai budaya yang dianut suatu masyarakat dan bentuk-bentuk institusi politik-ekonomi
yang dianut oleh suatu negara. Oleh sebab itu, tingkat korupsi antara satu negara
dengan negara lainnya berbeda-beda. Tulisan ini menawarkan tiga perspektif
kebudayaan yang sangat relevan untuk memahami tindak koruptif, yakni: perspektif
skema cara-tujuan yang diperkenalkan oleh Robert K. Merton, perspektif moral
ekonomi korupsi yang diperkenalkan oleh Amich Alhumami (antropolog jebolan
University of Sussex, Inggris), dan perspektif “familisme yang tak bermoral” yang
diperkenalkan oleh Edward Banfield. Sedangkan perspektif institusi politik-ekonomi
mengacu pada penjelasan Daron Acemoglu dan James A. Robinson.

2. Korupsi dalam perspektif agama


Tindak pidana korupsi merupakan suatu masalah sangat serius dan perlu
diperhatikan, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan
keamanan negara dan masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta
moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana korupsi. Tak
ada satu pun agama di Indonesia yang membolehkan praktik korupsi. Sungguh sangat
menyedihkan bahwa bangsa Indonesia mayoritas beragama namun sampai dengan saat
ini, Indonesia masih menyandang jawara dalam hal korupsi. Berikut pandangan-
pandangan mengenai korupsi menurut perspektif Agama :
a. Agama Islam
Korupsi dalam syariat Islam diatur dalam fiqh Jinayah. Fiqh adalah
ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis dan merupakan hasil
analisis seorang mujtahid terhadap dalil-dalil yang terinci, baik yang terdapat
dalam Al-quran maupun hadist. Secara terminologis, jinayah didefinisikan
dengan semua perbuatan yang dilarang dan mengandung kemudaratan
terhadap jiwa atau selain jiwa. Jinayah adalah sebuah tindakan atau perbuatan
seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia serta
berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan
manusia sehingga tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk

19
dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai sanksi hukum, baik diberikan di
dunia maupun hukuman Allah kelak di akhirat.

Jenis Tindak Pidana Korupsi Dalam Fiqh Jinayah Beberapa jenis


tindak pidana (jarimah) dalam fiqh jinayah dari unsur-unsur dan definisi yang
mendekati pengertian korupsi di masa sekarang adalah:
1) Ghulul (Penggelapan)
2) Risywah (Penyuapan)
3) Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain)
4) Khianat
5) Sariqah (Pencurian)
6) Hirabah (Perampokan)
7) Al-Maks (Pungutan Liar), Al-Ikhtilas (Pencopetan), dan Al-Ihtihab
(Perampasan)
8) Al-Ghulul (Penggelapan)
9) Menggelapkan uang dari kas Negara (baitul maal)
10) Menggelapkan zakat
11) Hadiah untuk para pejabat

Menggelapkan uang Negara dalam Syari’at Islam disebut Alghulul,


yakni mencuri ghanimah (harta rampasan perang) atau menyembunyikan
sebagiannya (untuk dimiliki). Berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah
maka yang termasuk Al-ghulul, adapun dasar hukum dari Al-ghulul, adalah
dalil-dalil baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadits sebagai berikut:
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan
perang). Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang) maka
pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu;
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.(QS. Ali-
Imran ayat 161)

b. Agama Buddha

20
Dalam agama Buddha dasar seseorang melakukan korupsi adalah
keserakahan (lobha) dan berakar pada kebodohan-batin (moha). Jika seseorang
memiliki pandangan yang benar, niscaya ia tidak akan bertindak bodoh. Ia akan
menyadari bahwa segala sesuatu itu, baik itu materi maupun non-materi adalah
tidak kekal atau selalu berubah-ubah (anicca). Walaupun bersumber pada diri
sendiri, lingkungan juga mempunyai andil yang sangat besar dalam pembentukan
karakteristik seorang manusia. Lingkungan yang buruk banyaknya korupsi akan
menarik jatuh seseorang ke jurang kejahatan jikalau ia tidak memiliki
kebijaksanaan (panna atau prajna). Lingkungan buruk yang dimaksudkan di sini
terutama ditekankan pada pergaulan dengan teman-teman yang kurang baik dalam
hal ini korupsi yang mungkin saja bisa memengaruhi seseorang menjadi buruk juga,
walaupun pada akhirnya kembali kepada dirinya sendiri.
Sang Buddha menjelaskan dalam Majjhima Nikaya 117, bahwa mata
pencaharian akan menjadi tidak benar ketika mata pencahariannya dimanfaatkan
untuk:
1) Menipu (kuhana),
2) Membual (lapana),
3) Memeras (nemittakata),
4) Menggelapkan (nippesikata),
5) Merampok agar mendapat hasil yang banyak (labha).

Di dalam sutta (ucapan Sang Buddha) tersebut Sang Buddha menjelaskan


bahwasanya cara-cara kita dalam mencari kekayaan tidak boleh seperti itu. Korupsi
bisa dikatakan telah memenuhi kelima hal tersebut di atas, sehingga perbuatan yang
dilakukannya tersebut bisa jadi akan mencemarkan profesi yang ditekuninya dan
mungkin berakibat ketidakpercayaan orang-orang terhadap profesi tersebut. Dari
pembahasan tentang korupsi diatas kami dapat mengambil kesimpulan bahwa
korupsi merupakan perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk
memperkaya diri dan mengesampingkan kepentingan umum. Serta dalam
pandangan agama Buddha korupsi tidak diperbolehkan karena korupsi
berlandaskan dari keserakahan (lobha) dan berakar pada kebodohan-batin (moha).
Jika seseorang memiliki pandangan yang benar, niscaya ia tidak akan bertindak

21
bodoh. Ia akan menyadari bahwa segala sesuatu itu, baik itu materi maupun non-
materi adalah tidak kekal atau selalu berubah-ubah (anicca).

c. Agama Hindu
Dalam kitab suci hindu zaman ini disebut dengan Kali Yuga atau zaman
kegelapan spiritual yang merupakan zaman terakhir dari zaman-zaman sebelumnya
yaitu Dvaparayuga, Tretayuga dan Kertayuga. Kaliyuga suatu zaman yang ditandai
dengan prilaku adharma yaitu merosotnya kualitas moral disemua aspek kehidupan,
tandatanda zaman itu sangat jelas kita saksikan disekitar kita seperti anak sudah
berani melawan orang tua, umur manusia semakin pendek, kejahatan merajalela,
sifat-sifat mementingkan diri sendiri, korupsi justru dilakukan oleh orang-orang
yang sudah berkecukupan secara materi, kecendrungan merusak alam dan
seterusnya. Semua tanda-tanda ini kalau dibiarkan tanpa upaya pembenahan jelas
akan berpotensi menghancurkan seluruh kehidupan beserta tatanannya.
Korupsi dalam pandangan hindu atau veda secara umum telah disabdakan
Tuhan dalam kitab suci Veda sebagai berikut:
1) satyam brhad rtam ugra diksa
2) apo brahma yajnah
3) prtivim dharayanti
4) sa no bhutasya bhavyasya patrani
5) urum lokam prtivi nah krnoti
6) AtharvavedaXII.1.1
Agama Hindu mengajarkan agar manusia mengamalkan asih, puniya, dan bhakti di
dalam semesta ciptaan-Nya. Konsep dasar ini menjadi petunjuk bagi pemeluknya
dalam menjalani empat jenjang kehidupan (Catur Asrama) dengan baik untuk
mencapai moksa, atau lepas dari ikatan duniawi. Akan tetapi, sebagai manusia
pastinya tetap membutuhkan materi (arta) dan mempunyai keinginan (kama) untuk
menopang kehidupannya. Untuk memenuhi kedua aspek tersebut, segala perbuatan
harus berdasarkan pada darma atau ajaran tentang kebenaran, pandangan dan
tuntunan hidup. Memperoleh arta dan kama dari perbuatan yang menyimpang
dari darma maka tidak ada manfaatnya bagi kehidupan, hanya akan membawa
pelakunya pada penderitaan.

22
d. Agama Kristen
Korupsi merupakan tindakan yang buruk, bahwa tindakan korupsi tersebut
adalah tindakan yang tidak baik , baik secara hukum maupun sosial telah dijelaskan
pula sebab dan akibat yang ditimbulkan korupsi bahwa akibat yang ditimbulkan
dari korupsi tidak penah berdampak positif melainkan berdampak negatif . Pada
sudut pandang iman kristen jelas bahwa korupsi merupakan tindakan yang salah
karena pada Keluaran 20 : 15 pada Kesepuluh Firman dimana menjelasakan
“Jangan mencuri”[7] mengapa tindakan korupsi ini berhubungan dengan firman
Allah “jangan mencuri”, karena korupsi termasuk mencuri yaitu mencuri uang
rakyat .
Hak seorang pejabat pemerintah telah ada yaitu menerima pendapatan
sesuai yang ditentukan oleh negara , mendapat fasilitas dari negara , namun masih
saja kurang dan korupsi maka pejabat tersebut mencuri uang rakyat yang dimana
seharusnya uuang rakyat itu di seharusnya untuk membantu rakyat-rakyat yang
miskin . Mengapa terjadi nya korupsi? karena iman yang dianut tidak teguh.
Seharusnya perlu direnungkan atau dimaknai pada Matius 4: 4 tertulis bahwa
“manusia hidup bukan dari roti saja , tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut
Allah” [8]artinya bahwa manusia hidup bukan untuk makan , mengumpulkan harta
tetapi memaknai firman Allah yaitu menjalan kan perintahnya. Namun pada
modern ini manusia lebih mementing kepentingan individualisme nya.

23
e. Agama Katolik
Dalam Kitab Amos 1-6 diceritakan Amos yang tampil di Israel saat Israel
mencapai puncak kemakmuran sekitar tahun 750 SM. Ia diutus mengingatkan
bangsa Israel akan kelakuan mereka yang tidak berkenan kepada Allah, untuk
menegakkan keadilan. Situasi masyarakat/bangsa Israel pada zaman Nabi Amos
tampil : 1. Kekayaan dikuasai oleh sekelompok kecil orang yang merusak hidup
mereka sendiri. 2. Penguasa dan orang kaya menipu dan memeras orangorang kecil
3. Upacara keagamaan yang meriah menjadi kedok untuk menutupi kejahatan.
Menjadi ibadat yang dibenci Tuhan. Nabi Amos juga memberi jalan keluar yang
harus ditempuh untuk menghindari hukuman dari Allah, yaitu: pertobatan mendasar
(Am 5:4-6). Pada akhir masa baktinya nabi Amos menjanjikan keselamatan dari
Allah bagi sisa-sisa Israel. (Am 9:11- 15)
Dalam mencapai kebenaran manusia menyadari baik batasbatasnya maupun
kemampuan-kemampuannya untuk mengatasinya. Orang yang tidak memiliki
kebenaran secara sempurna dan utuh, tetapi dapat bersama orang-orang lain menuju
kebenaran tadi. Peneguhan timbal balik, saling mengoreksi dan hubungan
persahabatan akan membawa rekan dialog menjadi makin matang, yang pada
akhimya akan menghasilkan persatuan antara pribadi. Dialog kehidupan mencakup
perhatian, penghormatan dan sikap ramah kepada orang lain mengenal, identitas
pribadinya, caranya mengungkapkan, nilai-nilai miliknya.

3. Korupsi dalam perspektif hukum


Korupsi harus dipahami sebagai tindakan melawan hukum dan pandangan
sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang
selama ini terjadi secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi telah
melanggar hak-hak sosial ekonomi masyarakat secara luas. Dengan demikian tindak
pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan
secara luar biasa.

24
Korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi.
Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kerugian keuangan negara
b. Suap-menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi

Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada
UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
a. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
b. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
c. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
d. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
f. Saksi yang membuka identitas pelapor

Dalam konteks dunia Kesehatan, Saat ini di Indonesia sudah terbit Permenkes No.
36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar
hukum pengembangan sistem anti Fraud layanan kesehatan di Indonesia. Dalam
peraturan menteri ini, sudah mencakup kegiatan-kegiatan seperti membangun
kesadaran, pelaporan, deteksi, investigasi, dan pemberian sanksi. Kegiatan-kegiatan ini
sesuai dengan rekomendasi European Comission tahun 2013 sebagai berikut:

25
1. Pembangunan Kesadaran
Pembangunan kesadaran merupakan kunci untuk mencegah terjadinya atau
meluasnya Fraud layanan kesehatan (Bulletin WHO, 2011). Membangun kesadaran
tentang potensi Fraud dan bahayanya di rumah sakit merupakan salah satu upaya
pencegahan terjadi atau berkembangnya Fraud. Dalam Permenkes No. 36/ 2015,
pembangunan kesadaran dapat dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota
dengan pembinaan dan pengawasan dengan melalui program-program edukasi dan
sosialisasi.

2. Pelaporan
Pihak yang mengetahui ada kejadian Fraud hendaknya dapat membuat pelaporan.
Permenkes No. 36 tahun 2015 mengamanatkan bahwa pelaporan dugaan Fraud
minimalnya mencakup identitas pelapor, nama dan alamat instansi yang diduga
melakukan tindakan kecurangan JKN, serta alasan pelaporan. Laporan disampaikan
kepada kepala fasilitas kesehatan maupun dinas kesehatan kabupaten/ kota.

3. Deteksi
Dalam Permenkes No 36 Tahun 2015 deteksi potensi Fraud dapat dilakukan dengan
analisa data klaim yang dilakukan dengan pendekatan: mencari anomali data,
predictive modeling, dan penemuan kasus. Analisis data klaim dapat dilakukan
secara manual dan/atau dengan memanfaatkan aplikasi verifikasi klinis yang
terintegrasi dengan aplikasi INA-CBGs. Dalam melakukan analisis data klaim tim
pencegahan kecurangan JKN dapat berkoordinasi dengan verifikator BPJS
Kesehatan atau pihak lain yang diperlukan.

4. Investigasi
Dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 disebutkan bahwa investigasi dilakukan oleh
tim investigasi yang ditunjuk oleh oleh Tim Pencegahan Kecurangan JKN dengan
melibatkan unsur pakar, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan
organisasi profesi. Investigasi dilakukan untuk memastikan adanya dugaan
kecurangan JKN, penjelasan mengenai kejadiannya, dan latar belakang atau
alasannya.

26
Pelaporan hasil deteksi dan investigasi dilakukan oleh Tim Pencegahan Kecurangan
JKN dan paling sedikit memuat: ada atau tidaknya kejadian Kecurangan JKN yang
ditemukan; rekomendasi pencegahan berulangnya kejadian serupa di kemudian hari;
dan rekomendasi sanksi administratif bagi pelaku Kecurangan JKN.

5. Pemberian Sanksi atau Penindakan


Pemberian sanksi dilakukan untuk menindak pelaku Fraud. Berdasar Permenkes 36
tahun 2015, pihak yang berhak memberikan sanksi adalah Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Sanksi yang
direkomendasikan dalam Permenkes adalah sanksi administrasi dalam bentuk:
teguran lisan; teguran tertulis; dan atau perintah pengembalian kerugian akibat
Kecurangan JKN kepada pihak yang dirugikan.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan
sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. Korupsi Dalam prespektif
budaya memandang bahwa korupsi adalah juga terkait erat dengan konstruksi nilai-nilai
budaya yang dianut suatu masyarakat dan bentuk-bentuk institusi politik-ekonomi yang
dianut oleh suatu negara. Korupsi terjadi di semua sektor dan dilakukan oleh sebagian besar
lapisan masyarakat. Hal ini menyebabkan mengapa tingkat korupsi berbeda-beda antara
satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di negera bertetangga seperti Korea Selatan
dan Korea Utara mengalamai perbedaan Indeks Persepsi Korupsi yang cukup tajam.
Korupsi dalam perspektif agama Tak ada satu pun agama di Indonesia yang membolehkan
praktik korupsi. Sungguh sangat menyedihkan bahwa bangsa Indonesia mayoritas
beragama namun sampai dengan saat ini, Indonesia masih menyandang jawara dalam hal
korupsi.

B. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Dan seharusnya pemerintah lebih
tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan
Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).

Azhar, Muhammad, 2003, Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis
Antarumat Beragama untuk Antikorupsi.

Fawa’id, Ahmad,dkk, 2006, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim Kerja
Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Muhammad, Nurlin. 2018. “Praktik Korupsi dalam Perspektif Budaya dan Institusi Politik-
Ekonomi”. Jakarta.

Nasir, Ridwan, 2006, Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. buku ajar pendidikan dan budaya
antikorupsi.

Anda mungkin juga menyukai