Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Singapura nama resminya Republik Singapura, adalah sebuah negara pulau


di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mil) di utara
khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di
utara, dan dari Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan.
Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan sebuah kota dunia
kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan
internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di
dunia.

Economist Intelligence Unit dalam "Indeks Kualitas Hidup" menempatkan


Singapura pada peringkat satu kualitas hidup terbaik di Asia dan kesebelas di dunia.
Singapura memiliki cadangan devisa terbesar kesembilan di dunia. Negara ini juga
memiliki angkatan bersenjata yang maju.

Meskipun Singapura tergolong Negara yang maju, berdasarkan


Transparency International dari laporan Corruption Perception Index 2012 Singapura
berada di urutan ke lima Negara-negara terbersih di dunia, tetap saja pemerintah
Singapura menciptakan badan anti korupsi. Badan anti korupsi milik Singapura ini
namanya adalah Corrupt Practices Investigation Bureau atau disingkat dengan CPIB.
Sejarah berdirinya lembaga ini tak lepas dari adanya tokoh sentral yang dikenal
tegas dalam pemberantasan korupsi Singapura adalah Lee Kwan Yew. Ia memimpin
gerakan pemberantasan korupsi saat berkuasa mulai 1959. Bahkan dengan
menguatnya gerakan People's Action Party ia mengibarkan panji-panji perang
melawan korupsi sembari mengatakan, “no one, not even top government officials
are immuned from investigation and punishment for corruption”. Langkahnya
didukung publik, serta adanya serangkaian undang-undang antikorupsi, seperti
Undang-undang Pencegahan Korupsi (The Prevention of Corruption Act/ PCA) yang
diperbaharui pada tahun 1989 dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit)
Act, inilah kemudian yang melandasi lahirnya lembaga CPIB yang independen.
Badan ini bertugas menindak segala praktek korupsi baik di sector publik yang
melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara pemerintahan dan juga praktek
korupsi di sector privat/swasta hal ini karena pemerintah Singapura sangat
mendukung iklim bisnis yang ramah bagi investor.
1.2. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Meskipun termasuk Negara dengan tingkat korupsi yang rendah seperti yang
kita ketahui, Singapura tetap memiliki sebuah badan pemberantasan korupsi seperti
yang telah dideskripsikan di atas yang disingkat dengan CPIB, sebagai pebandingan
dengan yang terjadi di Negara Indonesia penting bagi kita untuk mengetahui
bagaimana penanganan tindakan korupsi yang ada di Negara Singapura. Oleh
karena itu penulis akan mencoba mengupas bagaimana peran dan fungsi lembaga
pemberantasan korupsi di Negara Singapura dan tinjauan tentang instrument hukum
atau Undang-Undang yang pakai dalam rangka pemberantasan korupsi di Singapura
serta apa saja faktor yang mempengaruhi keefektifan kinerja lembaga tersebut.
Mengingat wewenang lembaga CPIB ini tak hanya pada sector public tapi juga pada
sector privat/swasta penulis hanya akan membatasi pembahasan mengenai
penindakan terhadap korupsi pada sector public di Singapura

1.3. Tujuan

1. Mengetahui peran dan fungsi lembaga pemebrantasan korupsi (CPIB) di


Negara Singapura
2. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi keefektifan kinerja lembaga
pemberantasan korupsi (CPIB) di Negara Singapura.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Metode

Metode yang digunakan adalah pendekatan Kepustakaan. Dalam makalah ini


penulis menggunakan data dan literature yang tersedia, data yang digunakan adalah
data sekunder yang berupa literature terkait untuk menampilkan simpulan.

2.2. Landasan Teori

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea : 1951)
atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda).

Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa


Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan
dan ketidakjujuran”(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya,
“perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu
yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Ada beberapa macam bentuk korupsi berdasarkan buku saku yang dikeluarkan
oleh KPK (KPK : 2006) yaitu di antaranya:

1. Dapat menyebabkan kerugian Negara bentuknya dapat berupa


Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;

Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.
2. Suap menyuap dapat berupa:
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya
Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ....
karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya;
Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut;
Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian
atau janji;
Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubung-an
dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara;
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada advokat untuk menghadiri sidang
pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan, berhubung dengan perkara;
Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memepengaruhi putusan
perkara.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada advokat untuk menghadiri sidang
pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan, berhubung dengan perkara;
Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memepengaruhi putusan
perkara.
3. Penggelapan dalam jabatan bentuknya:
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil
atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan
tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang
dikuasai karena jabatannya;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar tersebut;
4. Pemerasan bentuknya:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas
umum, seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
5. Perbuatan curang :
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI atau
Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI
atau Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan :
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7. Gratifikasi :
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Sejarah Pemberantasan Korupsi di Singapura

Pada awalnya pemberantasaan korupsi di Singapura dilakukan di lingkaran


birokrasi. Para pejabat hingga pegawai rendahan tak asing dengan praktik-praktik
korupsi dalam segala bentuknya, termasuk suap-menyuap. Pemerintah Singapura
pun membentuk badan khusus pemberantasan korupsi yang diambil dari institusi
kepolisian. Namun, badan khusus di lembaga ini pun tidak mampu mengatasi
korupsi yang merajalela. Tertangkapnya pejabat senior di kepolisian, lantaran
terbukti menerima suap dari pedagang opium, menjadi bukti bahwa intitusi dipercaya
tidak mampu memberantas korupsi, dari sini kemudian muncul ide untuk mendirikan
lembaga pemberantasan korupsi yang independen. The Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB) tadinya merupakan bagian dari kepolisian, namun
kemudian menjadi lembaga sendiri yang independen, khusus menangani korupsi.

Tokoh sentral yang dikenal tegas dalam pemberantasan korupsi Singapura


adalah Lee Kwan Yew. Ia memimpin gerakan pemberantasan korupsi saat berkuasa
mulai 1959. Bahkan dengan menguatnya gerakan People's Action Party ia
mengibarkan panji-panji perang melawan korupsi sembari mengatakan, “no one, not
even top government officials are immuned from investigation and punishment for
corruption” (Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari
penyelidikan dan hukuman dari tindak korupsi). Lee tak hanya retorika belaka dalam
memberantas korupsi. Langkahnya didukung publik, serta serangkaian undang-
undang antikorupsi, seperti Undang-undang Pencegahan Korupsi (The Prevention of
Corruption Act/ PCA) yang diperbaharui pada tahun 1989 dengan nama The
Corruption (Confiscation of Benefit) Act. Ini pula yang melandasi lahirnya lembaga
antirasuah negeri Singa yang independen yaitu yang diberi nama The Corrupt
Practices Investigation Bureau atau CPIB.

3.2. Instrumen Utama Perundangan Terkait Pemberantasan Korupsi Singapura

Dua intrumen utama perundangan diSingapura terkait pemberantasan


korupsi yaitu The Prevention of Corruption Act / PCA dan Corruption, Drugs
Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act. Perangkat
perundangan anti korupsi ini selalu dikembangkan dan disesuaikan dengan dinamika
lingkungan internal dan eksternal.

PCA diundangkan pada tanggal 17 Juni 1960, amandemen dianggap perlu


untuk mengantisipasi masalah secara kontekstual, amandemen ini dilakukan bukan
untuk merubah isi, namun justru untuk memperluas daya jangkau perundangan
dalam rangka efektivitas pemberantasan korupsi. Terminologi korupsi, misalnya,
dalam perundangan Singapura (Prevention of Corruption Act) adalah ”The asking,
receiving or agreeing to receive, giving, promising or offering of any gratification as
an inducement or reward to a person to do or not to do any act, with a corrupt
intention”. Jadi korupsi diartikan sebagai upaya meminta, menerima atau menyetujui
untuk meminta, memberi, menjanjikan atau menawarkan gratifikasi untuk mendorong
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal, dengan sebuah
maksud yang korup.

selain untuk memberdayakan CPIB, PCA memiliki unsur-unsur penting yaitu:

1. Undang-undang ini memungkinkan lembaga CPIB untuk dapat


menginvestigasi baik sector public maupun sector swasta, dan dapat
melakukan penindakan baik pemberi maupun penerima suap
2. Korupsi secara jelas didefinisikan dalam berbagai bentuk gratifikasi dalam
section 2 yang juga mendefinisikan untuk pertama kali CPIB dan Direkturnya,
3. Jika sesorang diketahui dan terbukti telah menerima suap, si penerima tetap
dianggap bersalah meskipun si penerima suap tidak melakukan sesuai
permintaan si pemberi suap, dan dapat dihukum.
4. Bahkan dalam Undang-Undang tersebut melarang pemberian/menerima
hadiah bingkisan oleh pejabat publik pada saat-saat tertentu seperti misalnya
pada Tahun Baru China.
5. Hukuman untuk pelaku korupsi ditingkatkan menjadi hukuman penjara 5
tahun dan/atau denda S$ 10,000 dalam section 5. Hukuman ini ditingkatkan
menjadi S$ 100,000 sejak tahun 1989.
6. Bagi yang terbukti menerima gratifikasi secara ilegal harus membayar
kembali suap yang diterimanya sebesar jumlah yang dia terima sebagai
tambahan atas hukuman yang dikenakan di pengadilan.
7. Ketidaksesuaian antara kekayaan dan pendapatan dapat dijadikan bukti di
pengadilan
8. Memberikan kewenangan yang lebih luas bagi CPIB seperti memberikan
kewenangan untuk melakukan penangkapan dan menyelidiki orang yang
ditahan kepada personil (section 15), memberikan keweangan kepada
penuntut umum untuk mengijinkan direktur dan personil senior CPIB
menyelidiki rekening bank orang yang dicurigai melanggar PCA (section 17)
dan memberikan wewenang kepada personil CPIB untuk memeriksa rekening
pejabat publik termasuk milik isteri, anak atau agennya jika diperlukan.
9. Pernyataan di bawah sumpah atas kekayaan yang dimiliki oleh seseorang
(khususnya pejabat public), pasangan, maupun anak-anaknya

Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits)


Act yang disahkan pada tahun 1999, untuk menggantikan Corruption (Confiscation
of Benefits) Act tahun 1989, UU ini kemudian diamandemen untuk terakhir kalinya
pada tahun 2001. Hasil amandemen terakhir ini memberikan kewenangan kepada
pengadilan untuk membekukan dan mengambil alih property dan aset hasil korupsi,
dan perdagangan obat terlarang dan kejahatan berat lainnya yang berkaitan,
termasuk kejahatan pencucian uang. Dalam UU ini diatur mengenai hukuman denda
maksimal S$ 200,000 dan/atau hukuman penjara maksimal 7 tahun untuk mereka
yang menyembunyikan atau mentransfer hasil korupsi, perdagangan obat terlarang
dan kejahatan berat lainnya, termasuk pencucian uang.

3.3. Lembaga Pemberantas Korupsi di Singapura

Memiliki hukum atau Undang-Undang yang ketat bukan menjadi jaminan


keberhasilan pemberantasan korupsi di Singapura namun juga harus disertai dengan
adanya penyelenggaraan Undang-Undang yang efektif. Oleh karena itu penting
untuk menekankan prioritas dan perhatian untuk menciptakan agen penyelenggara
Undang-Undang yang efektif.
CPIB adalah satu-satunya lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan
investigasi terkait adanya tindakan korupsi. Setiap lembaga lain yang menemukan
atau mendapat laporan akan adanya tindakan korupsi akan melimpahkan wewenang
penanganan kasus tersebut kepada lembaga CPIB ini. CPIB diberikan kewenangan
seluas-luasnya untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi,
dan diukung public.

CPIB didirikan pada tahun 1952 sebagai sebuah organisasi yang terpisah
dari polisi, bertugas untuk menginvestigasi seluruh kasus korupsi sebagai sebuah
lembaga yang independen. Lembaga ini beranggotakan investigator sipil dan
anggota polisi senior. CPIB bergerak berdasarkan Prevention of Corruption Act
(PCA). CPIB sebagai organisasi pemerintah juga melakukan kegiatannya di sektor
privat. Biro ini diketuai oleh seorang direktur yang bertanggung jawab langsung pada
perdana mentri.

3.4. Pengangkatan Pejabat CPIB Singapura

Berdasarkan PCA, presiden memiliki wewenang untuk menunjuk direktur


atau pemimpin tertinggi dari CPIB. Selain itu presiden juga berhak menunjuk deputi
direktur serta asisten direktur dan investigator istimewa yang menurut presiden layak
untuk menempati jabatan tersebut. Namun presiden tidak mempunyai hak untuk ikut
campur dalam hal pemberantasan korupsi. Dalam hal pemberantasan korupsi, tidak
ada seorang atau satu badanpun yang berhak mengendalikan biro ini. Kendali
presiden hanya terbatas pada penunjukan orang-orang yang menempati jabatan di
yang telah disebutkan di atas.

Investigator yang ditunjuk oleh presiden ini memiliki “sertifikat penunjukan” atau
semacam kartu garansi yang digunakan oleh penegak hukum lokal untuk melakukan
tugasnya. Kartu garansi ini berupa kekuasaan untuk melakukan investigasi berupa:

1. Kekuasaan untuk menahan seseorang yang dicurigai sebagai koruptor tanpa


membawa surat perintah penahanan (berdasarkan pasal 15 PCA)
2. Kekuasaan melakukan penyidikan (berdasarkan pasal 17 PCA)
3. Kekuasaan untuk mencari, yaitu kekuasaan untuk memasuki segala tempat
dengan kekerasan apabila dibutuhkan untuk mencari tersangka pelaku
korupsi.

Dari sisi struktur kelembagaan, CPIB berada di bawah Kantor Perdana Menteri
(Prime Minister’s Office). CPIB dipimpin oleh Direktur (Director) yang membawahi 2
(dua) divisi yaitu Divisi Operasi (Operation Division) dan Divisi Administrasi &
Dukungan Spesialis (Admin & Specialist Support Division). Pemisahan fungsi
penanganan korupsi di Singapura yang semula berada di bawah institusi kepolisian
menjadi suatu badan tersendiri memerlukan struktur kelembagaan yang ramping,
fleksibel namun efektif dan efisien dalam mengantisipasi tantangan perkembangan
modus-modus korupsi yang semakin dinamis

3.5. Wewenang dan Struktur Organisasi CPIB

Sebelum adanya CPIB, lembaga pemberantas korupsi Singapura yang lama


berupa unit kecil dalam Singapore Police Force yang disebut dengan Anti-Corruption
Branch, kelemahan lembaga ini adalah lembaga ini memiliki kewenangan yang
terbatas serta diperparah dengan dengan adanya konflik kepentingan yang terjadi
karena para penyidik terlihat segan untuk memeriksa rekan-rekan mereka yang juga
dari kepolisian, sehingga unit tersebut kurang berjalan dengan efektif terutama bila
yang ditangani adalah kasus korupsi dari kepolisisan sendiri.

Memperhatikan hal ini, pada tahun 1952 Pemerintah Singapura dibawah PM Lee
Kuan Yew membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau
(CPIB) sebagai sebuah lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian untuk
melakukan penyelidikan semua kasus-kasus korupsi, dan CPIB ini memiliki
kewenangan yang luar biasa dan memberlakukan beberapa Undang-Undang
pemberantasan korupsi yang keras misalnya :

1. memberi kekuasaan penuntut umum untuk memerintahkan penyidikan oleh


perwira-perwira senior terhadap setiap bank, saham, pembelian, rekening
pengeluaran, deposito dan menuntut orang untuk memberitahukan atau
menunjuk dokumen yang diminta
2. memberi wewenang penuntut umum yang sama untuk memeriksa catatan
semacam itu milik istri dan anak-anak pejabat atau siapa saja yang diyakini
menjadi wali atau agen, dan untuk menyalin catatan tadi
3. memperluas kekuasaan tersebut hingga dapat meminta orang-orang untuk
memberikan pernyataan dengan sumpah tentang harta benda dan uang yang
dikirim keluar Singapura
4. CPIB berhak memeriksa segala catatan yang berhubungan dengan kekayaan
dan asset masyarakatnya (msalnya pemilikan rumah, mobil, dan barang
modal lainnya)

Sesuai dengan Bab 241 Undang-Undang CPA, CPIB memiliki kewenangan yang
memadai untuk memberantas korupsi, CPIB memiliki fungsi yaitu :

1. Menyelidiki kasus korupsi / berindikasi korupsi


2. Mencegah terjadinya korupsi
3. Kombinasi antara menyelidiki dan mencegah terjadinya korupsi

CPIB dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi misalnya :

1. memberikan imbalan berupa uang, surat pujian dan masa depan kenaikan
pangkat yang lebih baik kepada pejabat yang menolak korupsi dan
melaporkan klien yang mencoba melakukan tindak penyuapan tersebut
2. memberikan tidak hanya hukuman pidana tapi juga hukuman administratif
bagi seseorang yang melanggar aturan yang berlaku
3. memberikan hukuman penjara dan denda bukan hanya bagi mereka yang
melakukan korupsi tapi juga bagi pengawas mereka
4. mengurangi peluang untuk melakukan korupsi di tempat kerja, misalnya
memeriksa dan mencatat uang tunai serta barang-barang pribadi yang
dibawa pegawai sebelum menjalankan tugas mereka, adanya pemeriksaan
yang mendadak dan pengawasan yang ketat
5. mencari informasi dari masyarakat dengan cara mengadakan dengar
pendapat dengan masyarakat

Dalam struktur organisasi CPIB terdapat beberapa bagian unit bagian yaitu :

Unit Administrasi Bertanggung jawab untuk menyuport proses investigasi termasuk


registry, keuangan dan masalah personal.

Unit Pencegahan dan Review Bertugas menganalisis prosedur kerja dari lembaga
pemerintah untuk engidentifikasi kelemahan administrative yang bisa menimbulkan
korupsi.

Unit Sistem Informasi dan Komputerisasi Bertugas menganalisis prosedur kerja


dari lembaga pemerintah untuk pengidentifikasi kelemahan administrative yang bisa
menimbulkan korupsi

Unit Proyek dan Perencanaan Membawahi segala staf yang bekrja untuk membuat
perencanaan proyek, operasi dan kebijakan

3.6. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberantasan Korupsi di


Singapura

Keberhasilan pemberantasan korupsi di Singapura selain didukung dengan


Undang-Undang anti korupsi yang ketat dan adanya struktur organisasi lembaga anti
korupsi yang bagus juga didukung oleh beberapa faktor seperti :

1. Adanya political will yang tinggi dari pemerintah untuk memberantas korupsi
di Singapura

Hal ini disertai dengan adanya dukungan masyarakat, dan orang kuat nomor satu di
negara tersebut. Lee Kwan Yew dikenal sebagai sosok bersih, berkarakter kuat,
memiliki kekuasaan yang besar. Baginya, Singapura tidak pernah akan jaya dan
disegani di seluruh dunia jika negara ini masih diliputi korupsi, Tanpa ada political will
yang kuat dari Lee, bisa jadi, lembaga antirasuah CPIB tidak berdiri. Atau, lembaga
ini berdiri namun hanya sekedar simbol, dan tidak memiliki “taji” untuk memberantas
korupsi. Di masa awal pembentukannya, CPIB menghadapi tantangan yang sangat
berat. Saat itu, undang-undang anti korupsi sangat tidak memadai sehingga
menghambat pengumpulan bukti-bukti dalam kasus korupsi. Di sisi lain, persoalan
yang muncul adalah lemahnya dukungan publik terhadap CPIB. Masyarakat tidak
mau bekerja sama dengan CPIB karena mereka ragu akan efektivitas lembaga ini,
dan mereka juga takut dijatuhi hukuman pidana yang disebabkan kasus korupsi

Situasi ini mulai berubah ketika People’s Action Party memperoleh kekuasaan di
tahun 1959. Tindakan yang tegas mulai diambil terhadap pegawai-pegawai negeri
yang korup. Sebagian dari mereka dipecat dari pemerintahan, sedangkan yang lain
memilih keluar secara sukarela untuk menghindari penyelidikan. Kepercayaan public
terhadap CPIB terus meningkat ketika masyarakat menyadari bahwa pemerintah
bersungguh-sungguh dalam memberantas korupsi.

2. Kuatnya hukum terutama peraturan mengenai anti korupsi

Diterapkannya peraturan yang mengatur di antaranya mengenai : memperkuat fungsi


pengadilan, memberikan wewenang yang luar biasa besar kepada investigator untuk
mendukung pelaksanaan tugasnya, memberi kekuasaan yang besar kepada
investigator untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak, Undang-Undang anti
korupsi Singapura sendiri yang berisi aturan-aturan yang ketat seolah-olah sulit
mencari celah untuk melakukan tindak korupsi bagi koruptor, serta memberi
pengertian pada masyarakat mengenai tugas dan fungsi CPIB sehingga masyarakat
dapat memberi dukungan terhadap tugas dan fungsi dari lembaga ini.
3. Lembaga CPIB merupakan lembaga anti korupsi yang independen.
4. Adanya hukuman yang berat bagi pelaku tindak pidana korupsi

Seseorang yang terbukti melakukan korupsi dapat dikenai hukuman hingga


$100,000 atau hukuman penjara selama 5 tahun. Apabila koruptor tersebut berasal
dari sector publik yang artinya ia akan merugikan Negara dengan korupsinya maka
hukuman bisa dinaikkan hingga 7 tahun

5. Adanya pendidikan anti korupsi

Pemerintah Singapura menyadari bahwa sikap anti-korupsi harus ditanamkan


semenjak dini. Oleh sebab itu CPIB sebagai lembaga pemberantas korupsi
melakukan Learning Journey Briefing bagi siswa-siswi sekolah menengah pertama di
Singapura.

6. Adanya analisis mengenai metode kerja

Sebagaimana telah disampaikan di atas, CPIB memiliki wewenang untuk


menganalisis metode kerja dan prosedur suatu lembaga untuk meminimalkan tingkat
korupsi.

7. Adanya keharusan untuk melakukan deklarasi asset dan investasi terutama


bagi pejabat public
8. Larangan menerima hadiah

Untuk setiap aparat public dilarang untuk menerima segala bentuk hadiah dari pihak
yang memiliki kepentingan terkait pekerjaan pejabat tersebut, bahkan dalam hal
hadiah yang diterima dalam rangka hari besar tertentu bisa dianggap sebagai
penyuapan.

Dalam Undang-Undang PCA chapter 241 section 2 disebutkan :

“gratification” includes-

a) money or any gift, loan, fee, reward, commission, valuable security or other
property or interest in property of any description, whether movable or
immovable;
b) any office, employment or contract;
c) any payment, release, discharge or liquidation of any loan, obligation or other
liability whatsoever, whether in whole or in part;
d) any other service, favour or advantage of any description whatsoever,
including protection from any penalty or disability incurred or apprehended or
from any action or proceedings of a disciplinary or penal nature, whether or
not already instituted, and including the exercise or the forbearance from the
exercise of any right or any official power or duty; and (e) any offer,
undertaking or promise of any gratification within the meaning of paragraphs
(a), (b), (c) and (d);
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Singapura yang telah mendapatkan rangking kelima dunia sebagai negara


yang bersih dari korupsi mempunyai lembaga anti korupsi yang bernama the corrupt
practices investigation bureau (CPIB). Ada dua instrumen utama perundangan terkait
pemberantasan korupsi di singapura yaitu the prevention of corruption act (CPA) dan
corruption, dan drug trafficking and other serious crime (confiscation of benefit) act,
amandemen undang-undang tersebut selalu dilakukan bukan untuk merubah isi tapi
untuk memperluas daya jangkau perundangan dalam rangka efektifitas
pemberantasan korupsi. Isi dari PCA selain memuat pengertian korupsi, juga
menjelaskan tentang pengangkatan pejabat CPIB, kewenangan CPIB, dan sanksi-
sanksi terkait korupsi. Sedangkan untuk corruption, drug trafficking and other serious
crime (confiscation of benefit) act memuat tentang penyitaan harta hasil korupsi,
perdagangan obat terlarang, serta kejahatan pidana pencucian uang.

CPIB merupakan organisasi yang terpisah dari kepolisian singapura, memiliki


wewenang yang sangat luas untuk menggunakan semua otoritas dalam
memberantas korupsi dan bergerak berdasarkan PCA,dapat melakukan investigasi
terkait tindakan korupsi baik di sektor publik maupun swasta, selain menyelidiki
kasus korupsi CPIB juga memiliki fungsi mencegah terjadinya korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

- Persepsi indeks korupsi 2012


http://www.transparency.org/whatwedo/pub/corruption_perceptions_index_20
12

- Prevention of Corruption Act (Chapter 241),http://statutes.agc.gov.sg.

- Koh Teck Hin, Corruption Control in Singapore,


http://www.unafei.or.jp/english/pdf/RS_No83/No83_17VE_Koh1.pdf

- Direktorat Penelitian dan Pengembangan Deputi Pencegahan Komisi


Pemberantasan Korupsi, Komisi Anti Korupsi di Luar Negeri, Jakarta:2006,
http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27925/Komisi-Anti-Korupsi-di-Luar-
Negeri.pdf

- Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional,


Jakarta: 2007, http://www.pkailan.com/pdf/Strategi%20Penanganan
%20Korupsi%20di%20Negara-negara%20Asia%20Pasifik.pdf

- Pemerintah Singapura Dukung Berantas Korupsi,


http://merdekainfo.com/kajian-utama/item/813-pemerintah-singapura-dukung-
berantas-korupsi

- Siti Maryam S.H. M.h., Komisi Pemberantasan Korupsi Singapura


(CPIB/Corrupt Practices Investigation Bureau,
http://hukum.kompasiana.com/2012/02/27/komisi-pemberantasan-korupsi-
singapura-cpibcorrupt-practices-investigation-bureau-438568.html

- Perbandingan Lembaga Pemberantasan Korupsi di Negara Singapura dan


Indonesia, http://www.scribd.com/doc/75912726/Per-Banding-An-Lembaga-
Pemberantasan-Korupsi-Di-Negara-Singapura

Anda mungkin juga menyukai