AH
D
OLEH :
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya lah maka kami dapat menyelesaikan sebuah
karya tulis dengan tepat waktu.Berikut ini saya mempersembahkan sebuah
makalah dengan judul” bentuk bentuk tindakan anti korupsi”.Melalui kata
pengantar ini saya lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
apabila di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan ada tulisan yang
saya buat kurang tepat ataupun menyinggung perasaan beberapa pihak.Dengan
ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat
BAB 1
1.1 LATAR BELAKANG
Korupsi di Indonesia kini benar-benar telah menjadi sebuah masalah
yangsistemik, korupsi telah menjalar ke infra dan supra struktur politik
dalamketatanegaraan Indonesia. Korupsi tentu saja sebuah perilaku kriminal
yangsangat menarik disoroti media karena merugikan banyak pihak dan
penyelesaiannnya yang pelik. Banyak lembaga yang bertanggung
jawabmenangani kasus korupsi seperti contohnya KPK, Polisi maupun
kejaksaan,namun pada kenyataannya korupsi bukanlah hal yang mudah untuk
diungkap,dibongkar, diusut dan pelakunya diadili sesuai ketentuan hukum yang
ada.Korupsi, menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh
pemerintahanIndonesia saat ini. Kerugian yang dialami oleh negara dan
masyarakat bukansedikit, namun melebihi batas normal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
saya menyusun sebagian permasalahan yang akan saya bahas dalam makalah
ini yaitu :
1.Apa saja bentuk bentuk korupsi contohnya
2 Mengenali contoh contoh tindak korupsi
PEMBAHASAN
Kita semua sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang mesti
diberantas. Tapi apakah kita sudah mengenal jenis-jenis atau bentuk bentuk
korupsi? Jangan-jangan ada korupsi terjadi di sekitar kita, tapi kita tidak
mengetahuinya. Undang-undang telah mengidentifikasi’ada
Dikutip dari buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, definisi korupsi
telah gamblang dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ke-30 jenis korupsi ini sangat
beragam, mulai dari korupsi kecil atau petty corruption sampai korupsi kelas
kakap atau grand corruption. Berikut adalah daftar 30 jenis tindak pidana korupsi
tersebut:
1. Menyuap pegawai negeri;
2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
3. Pegawai negeri menerima suap;
4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
5. Menyuap hakim;
6. Menyuap advokat;
7. Hakim dan advokat menerima suap;
8. Hakim menerima suap;
9. Advokat menerima suap;
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
12. Pegawai negeri merusakan bukti;
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
15. Pegawai negeri memeras;
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
17. Pemborong membuat curang;
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK;
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan
palsu;
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan palsu;
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.
Bentuk/jenis tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan
korupsi berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dapat dikelompokkan Dari ke-30
jenis korupsi tersebut, diklasifikasikan lagi menjadi tujuh kelompok tindak pidana
korupsi, yaitu:
2. Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara, penyelenggara
negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai
maupun pegawai dengan pihak luar. Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk
memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar
misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar
dimenangkan dalam proses tender.
3. Penggelapan dalam Jabatan
Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau
melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi. Contoh penggelapan dalam jabatan, penegak hukum
merobek dan menghancurkan barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap.
4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri. Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan
dokumen adalah Rp50 ribu, padahal seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah
gratis. Pegawai itu memaksa masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi
dengan ancaman dokumen mereka tidak diurus.
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang
dapat membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat
bangunan atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang
membahayakan keamanan orang atau barang. Contoh lain, kecurangan pada
pengadaan barang TNI dan Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan
keselamatan negara saat berperang.
1. Pengertian Gratifikasi
2. Bentuk Gratifikasi
a. Gratifikasi positif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan niat yang tulus
dari seseorang kepada orang lain tanpa pamrih artinya pemberian dalam bentuk
“tanda kasih” tanpa mengharapkan balasan apapun.
Dengan demikian gratifikasi tidak selalu mempunyai arti jelek, namun harus
dilihat dari kepentingan gratifikasi. Akan tetapi dalam praktiknya seseorang
memberikan sesuatu tidak mungkin dapat dihindari tanpa adanya pamrih.
a. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu;
b. Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya; c. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai
negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; d.
Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan; e. Pemberian biaya atau ongkos naik
haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri; f. Pemberian hadiah ulang
tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; g. Pemberian hadiah
atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja; h.
Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari
raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya; i. Pembiayaan kunjungan
kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan
implementasinya oleh eksekutif; j. Cinderamata bagi guru (PNS) setelah
pembagian rapor/kelulusan; k. Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai
tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi
dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah),
LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan
agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas
terhadap pelaku; l. Penyediaan biaya tambahan (fee) persen dari nilai proyek.
M. Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh
Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah;
N. Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat;
O. Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan;
P. Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah
tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut
harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana
dapat menggunakan kotak amal); Q. Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS
yang melewati batas kewajaran; R. Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang
“dipercepat” dengan uang tambahan; S. Mensponsori konferensi internasional
tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya
penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal; T. Pengurusan izin yang
dipersulit. Dengan demikian pemberian yang dapat dikategorikan sebagai
gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan
hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena keterkaitan
dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan si pemberi.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam ulasan di atas saya telah membuat dan memaparkan akan pentingnya
reformasi birokrasi di Indonesia. Saya berharap untuk kedepan nya kita semua
bisa menjadi orang orang yang berkarakter baik,mempunyai tangung jawab,
kedisiplinan untuk bernegara agar Negara kita busa maju dan berkembang
dengan baik tanpa adanya kata dan tindakan korupsi.
kunci yang paling utama untuk perlu kita ingat yaitu seberapa berat dan
seberapa kuat pun undang undang yang berlaku jika kita tidak bisa merubah diri
sendiri untuk lebih baik maka semuanya akan sia sia.
Referensi:
1. Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Tim Editor: Nanang T. Puspito,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Jakarta, Dokumen Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Jangka Panjang ( ) dan Jangka Menengah ( ), Jakarta, Buku Saku KPK
“Memahami Untuk Membasmi”, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Buku
Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK), Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, Jaakrta, 2014.