DISUSUN OLEH :
DEDE HARDIAN
202263201020
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUSAMUS
KATA PENGGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tema dari makalah ini “PENDIDIKAN ANTI KORUPSI”.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Teori Politik yang telah memberikan tugas. Saya jauh
dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari study yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan saya, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa saya harapkan semoga makalah ini
dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkentingan pada
umumya.
DEDE HARDIAN
NPM.202263201020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat
parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan
praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari
kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam
seluruh aspek masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di
Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan
bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang
melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat,
tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi penting dan sangat
diperlukan untuk menghindari praktek-praktek korupsi yang tidak saja
melibatkan pejabat bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya,
yang apabila dibiarkan, maka rakyat Indonesia akan berada dalam posisi
yang sangat dirugikan. Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya menyebutkan
bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara
negara, antar penyelenggara negara, melainkan juga penyelenggara negara
dengan pihak lain
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk Bentuk Korupsi
1. Kerugian Keuangan Negara
Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya,
seorang pegawai pemerintah melakukan mark up anggaran agar mendapatkan
keuntungan dari selisih harga tersebut. Tindakan ini merugikan keuangan negara
karena anggaran bisa membengkak dari yang seharusnya.
2. Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara, penyelenggara
negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai
maupun pegawai dengan pihak luar. Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk
memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar
misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar
dimenangkan dalam proses tender.
4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Misalnya,
seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah
Rp50 ribu, padahal seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu
memaksa masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman
dokumen mereka tidak diurus.
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat
membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat bangunan
atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang membahayakan
keamanan orang atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang
TNI dan Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan keselamatan negara saat
berperang.
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban tugasnya. Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah
mahal kepada pejabat dengan harapan mendapatkan proyek dari instansi
pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini akan
dianggap suap.
1. Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi,
terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga
malah justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka.
Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung
korupsi. Misalnya, masyarakat hanya menghargai seseorang karena kekayaan
yang dimilikinya atau terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat.
Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan oleh Edward Banfeld.
Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan tekanan
keluarga. Sikap partikularisme merupakan perasaan kewajiban untuk membantu
dan membagi sumber pendapatan kepada pribadi yang dekat dengan seseorang,
seperti keluarga, sahabat, kerabat atau kelompoknya. Akhirnya terjadilah
nepotisme yang bisa berujung pada korupsi.
2. Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi
faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada
akhirnya menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa
memenangkan kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau
anggota-anggota partai politiknya.
Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta,
menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui
perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib
rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana ongkos
politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.
Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga
mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang mengharuskan
imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih
membayar upeti ke partai dalam jumlah besar, memaksa korupsi.
3.Aspek Hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-
undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di
perundang-undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum
yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan membuat koruptor semakin berani
dan korupsi terus terjadi.
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak
jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat
untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap
pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku
korupsi tidak segan-segan menilap uang negara.
4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya
tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta
juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-
pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan
berpendidikan tinggi.
Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena
korupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah
dan moral yang buruk.
5.Aspek Organisasi
Teori lainnya soal penyebab korupsi disampaikan oleh peneliti Donald R Cressey
yang dikenal sebagai Teori Fraud Tiangle (TFT). Teori ini muncul setelah Cressey
mewawancarai 250 orang terpidana kasus korupsi dalam waktu 5 bulan.
Dalam teori tersebut, ada tiga tahapan penting yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan korupsi, yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan),
dan rationalization (rasionalisasi).
Kedua adalah kesempatan. Contoh yang paling mudah ditemui adalah lemahnya
sistem pengawasan sehingga memunculkan kesempatan untuk korupsi. Menurut
Cressey, jika dia tidak melihat adanya kesempatan maka korupsi tidak bisa
dilakukan.