K orupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama sekali
mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak terlepas dari kekuasaan,
birokrasi, atapun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan
politik, perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial,
dan pembangunan nasional.
A. DEFINISI KORUPSI
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “ corruption” (Fockema Andrea : 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruption” berasal dari kata “ corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa latin tersebut kemudian dikenal dengan istilah “ corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “ corruptive/korruptie” (Belanda).
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa ( Muhammad Ali : 1998)
:
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut ; sesuatu yang
bersifat amoral, sifat, dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hokum, yang dimaksud korupsi
adalah perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan Negara (Subekti
dan Tjitrosoedibio : 1973).
B. BENTUK-BENTUK KORUPSI
Bentuk /jenis tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi
berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dapat dikelompokan :
1. Melawan hukum untuk memperkaya diri
dan dapat merugikan keuangan Negara
2. Menyalahkan kewenangan untuk
kepentingan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara
3. Menyuap Pegawai Negeri
4. Memberi hadiah kepada pegawai negeri
karena jabatannya
5. Pegawai negeri menerima suap
6. Pegawai negeri menerima hadiah yang
berhubungan dengan jabatannya
7. Menyuap hakim
8. Menyuap advokat
9. Hakim dan advokat menerima suap
10. Pegawai negeri menggelapkan uang
atau membiarkan penggelapan
11. Pegawai negeri memalsukan buku
untuk pemeriksaan administrasi
12. Pegawai negeri merusakkan bukti
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain
merusakkan bukti
14. Pegawai negeri membantu orang lain
merusakkan bukti
15. Pegawai negeri memeras
16. Pegawai negeri memeras pegawai yang
lain
17. Pemborong berbuat curang
18. Pengawas proyek membiarkan
perbuatan curang
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang
20. Pengawas rekanan TNI/Polri
membiarkan perbuatan curang
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan
perbuatan curang
22. Pegawai negeri menyerobot tanah
Negara sehingga merugikan orang lain
23. Pegawai negeri turut serta dalam
pengadaan yang diurusnya
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi
dan tidak lapor KPK
25. Merintangi proses pemeriksaan
26. Tersangka tidak memberikan
keterangan mengenai kekayaan
27. Bank yang tidak memberikan
keterangan rekening tersangka
28. Saksi atau ahli yang tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan palsu
29. Orang yang memegang rahasia jabatan
tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu
30. Saksi yang membuka identitas pelapor
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi yaitu aspek perundang-undangan dan
lemahnya penegakan hokum.aspek perundang-undangan dapat dilihat dari aturan-
aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas tegas (non lex
certa) sehingga multi tafsir, kontradiksi dengan peraturan lain, sanksi yang tidak
equivalen, hal ini menyebabakan suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas
yang ada sehingga tidak fungsional dan mengalami resistensi.
Penyebab korupsi karena kelemahan penegakan hokum mencakup adanya
peraturan perundnag-undangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak tertentu,
kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, peraturan kurang
disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan dan tidak konsisten, dan lemahnya
bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mencakup pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan,
kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor kesempatan bagi pegawai
pemerintah memenuhi kekayaan mereka dan kroninya, dan kemiskinan.
4. Faktor Organisasi
Faktor organisasi mencakup sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat.
organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya
memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan
untuk terjadinya korupsi (Tunggal : 2000). Bilamana organisasi tersebut tidak
membukapeluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka
korupsi tidak akan terjadi. Hal ini karena kurang adanya teladan dari pemimpin,
tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi
pemerintah kurang memadai, manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam
organisasinya.
Peran mahasiswa tidak terlepas dari sejarah perjalanan bangsa ini yang tidak dapat
dilepaskan dari karakteristik yang dimiliki seperti intelektualitas, jiwa muda, dan
idealism sehingga mahasiswa dapat menjadi agen perubahan (agent of change).
Dalam konteks gerakan anti korupsi, mahasiswa diharapkan menjadi motor penggerak
atau agen perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mempu mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga
Negara dan penegak hokum.
Keterlibatan mahasiswa dapat dibagi menjadi empat wilaya yaitu :
1. Di lingkungan keluarga
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam mahasiswa diawali di
lingkungan keluarga. Namun hal ini sulit dilakukan karena menyangkut nilai-nilai yang
ditanamkan orang tua misalnya seorang anak akan sulit mengur orang tuanya yang
korupsi. Namun jika pada tahap ini dapat dilewati, maka tahap selanjutnya akan
dengan mudah dapat dilewati karena nilai anti korupsi itu telah ditanamkan.
2. Di lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di kampus dapat dibagi dua yaitu
individu mahasiswa sendiri dan untuk komunitas mahasiswa. Seorang mahasiswa
diharapkan dapat mencegah dirinya agar tidak berperilaku koruptif dan juga
diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame mahasiswa dan organisasi
kemahasiswaan di kampus tidak berperilaku koruptif.
3. Di Masyarakat Sekitar
Mahasiswa dapat mengamati tindakan korupsi yang terjadi apakah di kantor-kantor
pemerintahan, kondisi pembagunan infrastruktur, pelayanan public yang tidak
memadai, akses publik yang tidak memadai, dan sebagainya. Mahasiswa dapat
melakukan hal yang sederhana sebagai gerakan anti korupsi di lingkungan masyarakat
seperti gerakan tidak menyuap.
4. Di Tingkat Lokal dan Nasional
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi yang massif di masyarakat
mencerminkan kompetensinya untuk menjadi pemimpin dalam gerakan massa anti
korupsi baik bersifat lokal maupun nasional. Berawal dari keluarga, di masyarakat, di
kampus dengan kegiatan-kegiatan yang lebih terorganisir akan meluas ke lingkup yang
lebih luas.