Anda di halaman 1dari 19

Pendidikan Anti Korupsi

Suap Menyuap

Kelompok 2
1. Lutfatun Khusnul Nadila

2. Gitta Widya Sari

3. Ira Mayasari Dwi Puspita

4. Nur Zahratunufus Fitriana

IV-B Keuangan dan Perbankan

(S1 TERAPAN KEUANGAN PERBANKAN KELAS 4B)

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA


2019

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Pendidikan Anti Korupsi dengan
topik mengenai "Suap Menyuap" tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan


berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
merampungkan makalah ini. 

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. 

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah selanjutnya. 

Samarinda, April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................3

1. Pengertian Suap Menyuap...................................................................3


2. Faktor atau Penyebab Terjadinya Tindak Penyuapan..........................4
3. Peraturan perundang-undangan mengenai kasus penyuapan...............5
4. Sanksi atau hukuman bagi pelaku suap-menyuap...............................6
5. Dampak yang ditimbulkan dari suap-menyuap...................................7
6. Cara mengatasi tindak pidana suap-menyuap......................................8
7. Contoh kasus suap dalam lingkup sederhana.......................................9
8. Contoh kasus suap dalam lingkup jabatan pemerintahan....................9

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................13

C. Kesimpulan........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna


busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi  maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:

 perbuatan melawan hukum,

 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

 memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),

 penggelapan dalam jabatan,

 pemerasan dalam jabatan,

 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan

 menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

1
Berdasarkan jenis tindak pidana korupsi yang ada kali ini kami akan membahas mengenai
penyuapan atau suap-menyuap. Pada makalah ini kami akan memberikan penjelasan serinci
mungkin mengenai tindak pidana suap-menyuap yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian Suap Menyuap?

2. Apa saja Faktor atau Penyebab Terjadinya Tindak Penyuapan?

3. Apa saja peraturan perundang-undangan mengenai kasus penyuapan?

4. Apa saja sanksi atau hukuman bagi pelaku suap-menyuap?

5. Dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari suap-menyuap?

6. Bagaimana cara mengatasi tindak pidana suap-menyuap?

7. Apa saja contoh kasus suap dalam lingkup sederhana?

8. Apa saja contoh kasus suap dalam lingkup jabatan pemerintahan?

2
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Suap Mneyuap

Penyuapan (atau suap saja) adalah tindakan memberikan uang, barang atau bentuk lain dari
pembalasan dari para pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap
penerima atas kepentingan kepentingan/minat si pember, walaupun sikap tersebut berlawanan
dengan penerima. Dalam kamus hukum Balck’s Law Dictionary, penyuapan diartikan sebagai
tindakan menawarkan, memberikan, menerima, atau meminta nilai dari suatu barang untuk
mempengaruhi tindakan pegawai lembaga atau sejenisnya yang bertanggung jawab atas
kebijakan umum atau peraturan hukum.

Penyuapan juga didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 sebagai tindakan
“memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya
orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.”

3
Suap sendiri dalam Islam disebut dengan Risywah yang berarti pemberian sesuatu dengan tujuan
membatalkan suatu yang haq atau untuk membenarkan suatu yang batil. (Al-Mausu’ah Al-
Fiqhiyyah II/7819).

Suap juga dapat kita simpulkan sebagai harta yang diperoleh karena terselesaikannya suatu
kepentingan manusia (baik untuk memperoleh keunutngan maupun menghindari kerugian atau
bahaya) yang semestinya harus diselesaikan tanpa imbalan.

2. Faktor atau Penyebab Terjadinya Tindak Penyuapan

Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya tindak penyuapan ada bermacam-macam :

a. Rasa memiliki kekuasaan. Orang yang memiliki uang banyak akan merasa
memiliki kekuasaan. Tidak heran apabila tersangka kasus suap hampir
keseluruhan merupakan tokoh yang berpangkat tinggi dan yang memiliki
kekayaan.

b. Rasa tidak sabaran. Manusia pasti pernah merasa tidak sabaran dalam melakukan
suatu hal sehingga ingin semua yang instan-instan saja, ini bisa menjadi faktor
terjadinya kasus suap karena ingin suatu hal yang instan maka menghalalkan
segala cara yang jelas melanggar hukum yang berlaku.

c. Lemah iman. Penyuapan sendiri atau kasus suap ini telah dijelaskan dalam Islam
dan perbuatan suap ini jelas haram dan tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu
seseorang dengan iman yang kuat jelas tidak akan melakukan tindakan ini.
Namun orang dengan iman yang lemah maka ia akan mudah tergiur dengan uang

4
yang ditawarkan dan menghalalkan segalanya padahal sudah jelas di agama
manapun perbuatan suap ini dilarang.

d. Haus Jabatan. Banyak pejabat melakukan hal semacam ini karena mereka merasa
haus akan jabatan misalnya saja jika pada saat Pilkada ada saja calon kepala
daerah yang memberikan uang sogokan kepada msyarakat luar agar memilih dia
padahal sudah jelas ini merupkan perbuatan curang dan tidak terpuji.

e. Ada rasa Venalitas. Dalam KBBI, Venalitas adalah sebuah kata benda yang
berarti kemauan untuk disuap. Tindak suap menyuap sebenarnya dapat kita tolak
kehadirannya, namun ada saja oknum yang merasa ini bukanlah hal yang serius
yang harus ditolak sehingga munculah rasa ingin disuap atau yang disebut sebaga
rasa Venalitas.

f. Hukum yang bisa dibeli. Bagi kita oknum yang melakukan suap jelas harus
diadili, namun seperti yang kita tahu bahwa hukum di Indonesia adalah hukum
yang bisa dibeli dengan uang. Bukan berarti hukumnya yang salah, tapi oknum-
oknum penegaknya yang membuat hukum jadi tak mempan bagi orang-orang
yang berduit.

3. Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Suap Menyuap

Peraturan Perundang-undangan yang mengatur atau yang membahas mengenai suap menyuap
antara lain adalah :

 Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1980 yang bunyinya adalah “Seseorang dikatakan menerima
suap jika ia menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat
menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu
dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum.”

 Sup diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht,
Staatsblad 1915 No 73)

5
 UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap

 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

 UU No. 31 Tahun 1999 Tentqang Pembernatsan Tindak Pidana Korupsi

 Serta diatur pula pada UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(UU Pemberantasan Tipikor).

 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana suap diatur dalam
Pasal 209 Ayat (1) yang berbunyi “Penyuapan merupakan tindak pidana yang kerap
terjadi dan bersinggungan dengan pejabat pemerintahan yang dilakukan oleh
pengusaha/swasta. Bentuk suap antara lain dapat berupa pemberian barang, uang sogok,
dan sebagainya. Tujuan suap biasanya adalah untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat yang disuap.”

4. Sanksi atau Hukuman Bagi Pelaku Suap

Ancaman terhadap tindak pidana suap tidak main-main. Pelaku bisa dijerat dengan pasal 11 UU
Tipikor dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 50 Juta dan paling banyak Rp. 250 Juta. Namun terjadi
pro kontra mengenai sanksi untuk tindak pidana kasus suap ini banyak yang berpendapat ada
ketidakadilan dalam penerapan delik suap. Pasal-pasal yang diterapkan untuk menjerat pemberi
dan penerima suap seringkali tidak sinkron.

“Kejaksaan dan Kepolisian cenderung menggunakan Pasal 5 UU Tipikor dengan ancaman


maksimal 5 tahun, sedangkan KPK menggunakan Pasal 12A dengan ancaman maksimal seumur
hidup.” Tegas Andi Hamzah.

6
Secara kasat mata, KPK kelihatan ingin memberikan efek penjeraan secara maksimal kepada
penerima suap. Tapi dalam praktiknya, KPK cenderung tidak konsisten. Kepada pemberi suap,
KPK menerapkan pasal yang ringan, sedangkan penerimanya diganjar pasal berat. Semestinya,
sambung Andi Hamzah, dalam penegakan hukum ada konsistensi. Misalnya kalau Pasal 5 Ayat 1
untuk menjerat pemberi suap, pasangannya, penerima suap, harusnya dijerat Pasal 5 Ayat 2.

Untuk kasus suap dalam lingkup Pegawai Negeri pada Ketentuan pasal 418 hanya menyebutkan
seorang pegawai negeri yang menerima suatu pemberian atau janji, sedang diketahuinya atau
patut harus menduga bahwa hal itu diberikan ditujukan kepada kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau menurut maksud si pemberi ada hubungannya dengan
jabatan tersebut, maka akan diancam dengan pidana penjara maksimum 6 bulan atau denda
maksimum Rp. 300 Juta Rupiah.

Sedangkan, penyuapan yang dikenal pada Paasal 12A UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pmeberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikatakan
sebagai “pemberian suap”. Pasal 12 A itu penerima suap bisa pidana penjara seumur hidup atau 4
hingga 20 tahun penjara dan denda seniali Rp. 200 Juta hingga Rp. 1 miliar.

5. Dampak dari Tindak Suap-Menyuap

Dampak yang ditimbulkan dari tindak penyuapan antara lain adalah sebagai berikut :

 Dapat merugikan bangsa kita bangsa Indonesia. Moral rakyat Indonesia semakin
memburuk dengan melekatnya sikap yang se harusnya tidak kita terapkan. Moral rakyat
Indonesia akan menjadi terbiasa hidup berprinsip curang dan yang penting
menguntungkan diri sendiri. Karena seringnya terjadi suap, masyarakat Indonesia lebih
mengandalkan uang daripada kejujuran dan kerja keras.

 Dengan melakukan suap, kita akan semakin merasa ketergantungan dengan uang agar
masalah yang kita hadapi bisa terselesaikan dengan cepat.

7
 Perilaku suap dilihat dari sisi perkembangan ekonomi, suap dapat menurunkan kondisi
perekonomian negara. Uang yang seharusnya dialokasikan ke negara, malah masuk ke
kantong pribadi.

 Dengan maraknya perilaku suap di Indonesia, maka kita akan dipandang sebagai negarav
yang buruk etikanya. Suap menyuap merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum
dan nilai-nilai etika atau moral. Sehingga, apabila kita menerapkannya, kita akan
menodai nilai-nilai luhur dasar negara kita.

6. Cara Mengatasi atau Memberantas Tindak Pidana Suap

Kita mungkin bertanya-tanya bagaimana cara untuk mengatasi tindak pidana penyuapan.
Sebenarnya kasus seperti ini akan sulit diatasi atau diubah jika pemerintah tidak serius bersikap
tegas terhadap pelaku suap menyuap yang dilakukan oleh banyak kalangan misalnya saja
kalangan pengusaha, pejabat, menteri maupun yang lainnya.

Lalu bagaimana agar Indonesia terbebas dari kasus suap menyuap? Hal terpenting yaitu
bagaimana pemerintah memperbaiki birokrasi dalam mengatur dunia usaha. Birokrasi yang rumit

8
dan berbelit belit adalah faktor yang paling berkontribusi untuk menyuburkan praktik suap
menyuap.

Selanjutnya adalah konflik kepentingan harus diatur secara tegas dalam aturan hukum. Hal ini
untuk memutuskan rantai kolusi antara kepentingan pengusaha dan kewenangan yang melekat
pada pejabat publik.

Selain itu pada sektor penegakan hukum harus diperkuat. Akan sangat sulit memberantas kasus
ini jika penegak hukum cenderung memperlemah uapaya penegakan hukum, seperti dakwaan
dan tuntutan. Pada akhirnya berbuah vonis ringan atau bahkan bebas dari tuntutan hukum.

Kemudian peran serta masyarakat juga sangat membantu untuk memberantas kasus suap-
menyuap ini dengan cara melaporkan atau memberi tahu kepada aparat yang berwajib jika
melihat ada tindak yang menyangkut suap-menyuap.

Pada intinya adalah semua orang harus sama-sama saling membantu dalam mewujudkan
Indonesia yang bebas suap. Penerintah kedepannya harus menciptakan birokrasi yang jujur, adil
dan transparan dibantu dengan masyarakatnya yang ikut serta mengawasi dan segera melaporkan
kepada lembaga yang bersangkutan jika melihat ada tindak penyuapan.

7. Kasus Penyuapan dalam Lingkup Sederhana

Contoh kasus penyuapan dalam lingkup sederhana misalnya saja di bidang pekerjaan yang
biasanya terjadi saat penerimaan pegawai baru., pasti ada seleksi berupa serangkaian tes baik
itu tes wawancara ataupun tes tertulis. Namun ada beberapa orang yang ingin mendapatkan
pekerjaan, tetapi tidak ingin ribet maka hal yang dilakukan biasanya adalah menyuap atau
menyogok orang dalam perusahaan tersebut, maka selesailah urusan. Misalnya saja dengan
mendatangi rumah sang atasan atau orang dalam tersebut dan berkedok ingin bersilaturahmi,
kemudian barulah negosiasi dimulai.

9
8. Kasus Suap dalam Lingkup Jabatan Pemerintahan

Contoh kasus suap pertama

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif memandang kasus suap
terkait pengisian jabatan di lingkungan pemerintahan Kabupaten Klaten yang melibatkan sang
bupati, Sri Hartini, merupakan kasus jual-beli jabatan pertama yang ditangani lembaga
antirasuah.

"Kasus ini agak signifikan di mata KPK, karena kasus ini adalah kasus yang pertama KPK yang
berhubungan dengan memperdagangkan jabatan," ujar Laode dalam konferensi pers di Gedung
KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12).

Laode mengungkapkan, pihaknya tak jarang mendengar kabar bahwa banyak pegawai negeri
sipil harus membayarkan sejumlah uang untuk mendapatkan posisi tertentu. Menurutnya, jika
kabar tersebut benar, maka hal ini harus menjadi perhatian KPK.

"Makanya, kami menganggap ini sebagai prioritas yang harus diperhatikan dengan baik. Ada
beberapa hal yang harus betul-betul diingatkan, karena kalau semua orang untuk mendapatkan
jabatan harus membayar, maka kita bisa bayangkan bagaimana kualitas pekerjaan orang
tersebut," tutur dia.

Laode pun berpandangan, jika seorang pemimpin daerah menunjuk bawahan berdasarkan
bayaran yang disetorkan kepadanya, maka otomatis pemimpin itu akan kehilangan otoritas moral
untuk memberikan petunjuk atau perintah kepada bawahan yang telah membayarnya itu. Hal itu,
tuturnya, sangat tidak baik dalam menciptakan tata kelola pemerintahan ke depan.

Karenanya, Laode meminta Kementerian Dalam Negeri untuk memperhatikan dan memonitor
secara langsung proses penentuan orang-orang yang akan menduduki jabatan tersebut dalam
rangka pemenuhan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

10
"Oleh karena itu, KPK meminta Kementerian Dalam Negeri untuk menurunkan tim untuk hal
ini, supaya prosesnya itu, kalau bisa, ada proses assessment dan seleksi terbuka untuk posisi-
posisi tersebut," ujarnya.

Potensi Terjadi di Daerah Lain

Menurut Laode, kasus suap terkait jual-beli jabatan berpotensi terjadi di lingkungan
pemerintahan daerah lain. Pasalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah mengharuskan pemerintah daerah melakukan promosi dan mutasi jabatan
dalam kaitan pengisian Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan Organisasi Perangkat
Daerah (OPD).

“Memang berdasarkan PP tersebut, susunan organisasi dengan tata kerja itu ada struktur baru,
sehingga memerlukan orang-orang baru. Yang paling berkuasa adalah pimpinan daerah. Oleh
karena itu, tentunya ada kemungkinan hal ini tidak hanya terjadi di Klaten," katanya.

Ia melanjutkan, "Kedua, setelah ini, KPK banyak mendapatkan informasi. Karena banyak
informasi baru, maka masih perlu diverifikasi bahwa hal-hal serupa juga terjadi di daerah-daerah
yang lain."

Laode menegaskan, nilai uang yang disetorkan penyuap kepada Sri Hartini untuk membeli
jabatan-jabatan yang diinginkan cukup bervariasi. Ia mengatakan, semakin tinggi dan strategis
jabatan yang diinginkan, maka semakin banyak uang yang harus dibayar.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah memaparkan, besaran uang yang disetorkan setiap
orang yang ingin menduduki jabatan tertentu berkisar mulai Rp50 juta hingga ratusan juta. Uang
ini, paparnya, disetorkan kepada beberapa terduga pengepul.

"Ada beberapa pihak sebagai perantara, kemudian ada beberapa pihak yang ingin jabatan di
pemerintah kabupaten. Pengisian jabatan itu turunan dari PP itu. PP itu mewajibkan bikin
peraturan daerah, di peraturan daerah itulah disebutkan jabatan-jabatannya," katanya.

11
Sebelumnya, Bupati Klaten Sri Hartini diringkus setelah tertangkap tangan tengah melakukan
transaksi jual-beli jabatan di rumah dinasnya. Selain Sri, KPK juga mengamankan tujuh orang
lainnya, yakni staf PNS Suramlan (SUL), staf PNS berinisial NP, staf PNS berinisial BT, Kabid
Mutasi berinisial SLT, staf honorer berinisial PW, serta dua orang swasta SKN dan SNS.

Di sana, diamankan pula barang bukti berupa uang sekitar Rp2 miliar dalam pecahan rupiah dan
uang valuta asing senilai US$5.700 dan S$2.035. Selain uang tersebut, tim KPK juga
mengamankan sebuah buku catatan penerimaan uang dari tangan NP.

Sri Hartini dkk yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau
huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001, juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 65 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.

Sementara Suramlan diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a,
Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001.

Contoh kasus suap kedua

Kasus suap daging sapi impor adalah kasus suap di Indonesia yang terjadi pada awal 2013
terkait pengaturan kuota sapi impor menjadi 8000 ton. Tercatat uang sebesar 1,3 miliar
digunakan untuk penyuapan yang akhirnya berujung pada hukuman penjara. Kasus ini
melibatkan saksi yang berasal dari individu, pihak swasta dan pemerintah, mulai dari Elda
Devianne Adiningrat, Thomas Sembiring, menteri pertanian Suswono bahkan hingga artis Ayu
Azhari dan model Vitalia Shesya. Atas kasus tersebut KPK melakukan penyitaan sejumlah
barang terkait kasus suap daging sapi impor.

Setelah melalui berbagai rangkaian proses penyidikan, KPK kemudian menetapkan 5 orang
sebagai tersangka. Mereka adalah Luthfi Hasan Ishaaq yang saat itu menjabat sebagai
presiden Partai Keadilan Sejahtera dan anggota DPR periode 2009-2014, Ahmad Fathanah serta

12
pihak Indoguna Utama yang terdiri dari Arya Abdi Effendi, Juard Effendi serta Maria Elizabeth
Liman. Latar belakang sebagai presiden PKS dan perannya untuk mempengaruhi menteri
pertanian Suswono plus kasus pencucian uang menjadikan Luthfi sebagai aktor utama dari kasus
ini. Pun dengan Fathanah yang tersandung kasus pencucian uang. Alhasil keduanya menerima
hukuman paling berat di antara semua tersangka, yakni hukuman penjara selama 16 tahun.

Contoh kasus suap ketiga

Kasus suap Gubernur Senior Bank Indonesia

Kasus korupsi ini terjadi dalam pemilihan gubernur senior Bank Indonesia (BI). Terjadi pada
tahun 2011 lalu, kasus ini melibatkan nama pejabat senior dan eks Deputi Gubernur BI yakni
Miranda Goeltom. Diperkirakan kasus suap ini melibatkan uang sebesar 20 miliar rupiah.
Kasus suap ini pun cukup heboh saat proses penyelidikan dan persidangan

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai penutup tentunya harus disadari bersama bahwa masalah suap-menyuap maupun
korupsi itu sendiri bukanlah hal hitam dan putih semata tetapi ada korelasi antara satu dengan
yang lain. Persoalan ini menjadi persoalan negara karena melibatkan tidak hanya unsur

13
eksekutif tetapi juga legislatif dan yudikatif. Perbaikan moral dan etika dari para aparat
penegak hukum, keutuhan substansi dan struktur hukum haruslah dibarengi pula dengan kinerja
Sistem Peradilan Pidana yang benar-benar terpadu. Perhatian kebijakan hanya kepada
lembaga-lembaga penegak hukum yang khusus (ad hoc) saja, tetapi juga pada lembaga penegak
hukum terutama yang berada di daerah khusunya daerah terpencil dan rawan konflik serta
adanya perlindungan dan keamanan pada aparat penegak hukum. Akhirnya strategi
pemberantasan korupsi maupun suap yang efektif harus mengakui hubungan antara korupsi,
etika, pemerintahan yang baik dan pembangunan yang berkesimabungan. Masyarakat pun
dirasa penting untuk saling bahu-membahu bersama membantu pemerintah untuk memberantas
korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penyuapan
https://abufawaz.wordpress.com/2012/10/05/suap-menyuap-yang-halal-dan-yang-haram-dalam-
agama-islam/
https://m.kumparan.com/manik-sukoco/suap-dan-gratifikasi
www.gresnews.com/berita/tips/82051-aturan-hukum-penyuapan-pejabat-dan-swasta/

14
https://www.lensaindonesia.com/2013/03/27/pasal-yang-menjerat-pemberi-dan-penerima-suap-
sering-tidak-sinkron.html
https://www.kompasiana.com/wibowoanggoro1/5743e5e5d49373fd04e38a01/penyuapan-dan-
gratifikasi
https://m.bernas.id/61522-dengan-ini-yakinlah-tali-suap-menyuap-akan-terputus.html
milatul-khusnaini-fib16.web.unair.ac.id/artikel_detail-169372-Milatul%20Khusnaini-Budaya%20Suap
%20di%20Indonesia.html
https://www.boombastis.com/budaya-suap/44425

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20161231173037-12-183370/kpk-suap-bupati-klaten-kasus-jual-
beli-jabatan-pertama

https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_suap_daging_sapi_impor

https://www.infoakurat.com/2016/08/kasus-korupsi-paling-menghebohkan.html

15

Anda mungkin juga menyukai