DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6:
1. KAHANNY ARDIFA LUBIS (22510029)
2. DARNIWATI LASE (22510023)
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat danhidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul: “Faktor-faktor Penyebab tindak pidana
korupsi”Makalah ini disusun untuk memenuhi atau melengkapi nilai tugas Pendidikan Anti Korupsi
Universitas Murni Teguh. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Debora S.
Hutagalung selaku dosen pengampu dimata kuliah pengantar Anti Korupsi ini dan semua teman-teman
yang telah membantu. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Semoga semua bantuan yang diberikan pada penulis mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik yang
konstruktif dari semua pihak agar karya tulis ini menjadi lebih sempurna, di akhir kata kami
mengucapkan terimakasih.
Penyusun.
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………………………
…………………..1
Kata
pengantar………………………………………………………………………………………
………….2
Daftar
Isi………………………………………………………………………………………………
…………..3
BAB I
Pendahuluan…………………………………………………………………………………
………….4
A. Latar
Belakang………………………………………………………………………………
…………4
B. Rumusan
masalah…………………………………………………………………………………
…5
C. Tujuan…………………………………………………………………………………
…………………..5
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………
………….6
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………………………
…………13
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………
………………13
B. Saran……………………………………………………………………………………
……………….13
C. Daftar
pustaka…………………………………………………………………………………
…….19
BAB II PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya,
kemasyarakatan, kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah secara kritis oleh banyak ilmuwan filosof.
Aristoteles misalnya, yang diikuti oleh Machiavelli, sejak awal telah merumuskan sesuatu yang
disebutnya sebagai korupsi moral (moral corruption). Korupsi moral merujuk pada berbagai
bentuk konstitusi yang sudah melenceng, hingga para penguasa rezim termasuk dalam sistem
demokrasi, tidak lagi dipimpin oleh hukum, tetapi tidak lebih hanya melayani dirinya sendiri.
Kata korupsi sudah menjadi konsumsi umum. Asumsi besar yang dapat dibangun bahwa praktik
korupsi adalah masalah terumit yang dihadapi oleh setiap pola kenegaraan di dunia. Kwik Kian
Gie mungkin hanyalah satu diantara banyak tokoh yang meletakan kekesalannya pada kata
tersebut. Lebih lanjut, hal ini segera mengingatkan orang pada ungkapan Lord Action, “power
tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”. Artinya korupsi muncul bila mana terjadi
penyalahgunaan kekuasaan, terlebih apabila kekuasaan bersifat absolut atau mutlak, maka
korupsi semakin menjadi-jadi. Bukan hanya dalam bentuk uang pelicin terjadi dikalangan
birokrat kecil, tetapi sudah menjadi usaha mengakumulasi modal,antara pejabat tinggi dan
pengusaha besar.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan dan jelaskan teori teori faktor penyebab korupsi?
2. Apakah faktor internal dan eksternal penyebab korupsi?
3. Apakah penyebab factor korupsi di indonesia?
C. Tujuan
1. Memahami teori penyebab korupsi
2. Mengetahui faktor penyebab korupsi di bagian internal dan eksternal
3. Mengetahui penyebab factor korupsi di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. FAKTOR INTERNAL
merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi:
a. Aspek Perilaku Individu
b. Aspek Sosial
Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris
mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi
seseorang untuk melakukan korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah
menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan
memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
2.FAKTOR EKSTERNAL
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi
menyuburkan tindak korupsi terjadi karena:
B Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan
untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan
masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai
aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu Lembaga yang
diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan
demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi
C.Aspek Organisasi
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan, Posisi pemimpi dalam suatu lembaga
formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila
pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya
berbuat korupsi,maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang
sama dengan atasannya.
Tidak adanya kultur organisasi yang benar, Kultur organisasi biasanya punya pengaruh
kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan
menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi Pada
posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
Kurang memadainya sistem akuntabilitas, Institusi pemerintahan umumnya pada satu
sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan belum
dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna
mencapai hal tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan
penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih
lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang
kondusif untuk praktik korupsi.
Kelemahan sistim pengendalian manajemen, Pengendalian manajemen merupakan
salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
2. Faktor keluarga
Masalah korupsi biasanya dari keluarga. Biasanya itu terjadi karena tuntutan isteri atau
memang keinginan pribadi yang berlebihan. Hal yang menjadikan posisi dia duduk sebagai
ladang untuk memuaskan kepentingan pribadi keluarganya. Keluarga harus menjadi benteng
tindakan korupsi, tetapi kadang-kadang penyebab korupsi sebenarnya berasal dari keluarga.
Jadi, keluarga sebenarnya bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang dilakukan oleh suami
atau kepala rumah tangga. Karena itu, keluarga sebenarnya ada di dua sisi, yaitu sisi negatif
dan sisi positif. Jika keluarga adalah pendorong korupsi, keluarga berada di sisi negatif,
sedangkan jika keluarga menjadi benteng tindakan korupsi, keluarga berada di sisi positif dan
ini merupakan faktor yang sangat penting dalam mencegah korupsi.
3. Pendidikan
Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat rata- rata yang
terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang berpendidikan tinggi, pendidikan tinggi
seharusnya membuat mereka tidak melakukan korupsi, seperti yang dikatakan Kats dan Hans
bahwa peran akademisi tampaknya masih paradoks. Memang pada kenyataannya para pelaku
tindak pidana korupsi adalah para intelektual yang sebelum melakukan tindakannya telah
melakukan persiapan dan perhitungan yang cermat sehingga mereka dapat memani- pulasi
hukum sehingga kejahatan tersebut tidak terdeteksi. Meskipun dalam konteks universal,
pendidikan bertujuan untuk meningkatkan martabat manusia. Oleh karena itu, rendahnya
tingkat pemahaman tentang pendidikan sebagai langkah untuk memanusiakan manusia, pada
kenyataan- nya lebih jauh melahirkan para kerdil yang berpikiran kecil dan mereka sibuk
mencari keuntungan sendiri dan mengabaikan kepentingan bangsa. Karena alasan ini,
pendidikan moral sangat dibutuhkan sejak dini untuk meningkatkan moral generasi bangsa ini.
4. Sikap kerja
Tindakan korupsi juga bisa datang dari sikap bekerja dengan pandangan bahwa segala
sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan uang. Biasanya yang ada dalam pikiran mereka
sebelum melakukan pekerjaan adalah apakah mereka akan mendapat untung atau tidak, untung
atau rugi dan sebagainya. Dalam konteks birokrasi, pejabat yang menggunakan perhitungan
ekonomi semacam itu pasti tidak akan menyatukan manfaat. Sebenar- nya yang terjadi adalah
bagaimana masing- masing pekerjaan bertujuan menghasilkan keuntungan sendiri.
6. Faktor pengawasan
Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal yang dilakukan langsung
oleh pimpinan dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh instansi terkait, publik dan media.
Pengawasan oleh lembaga terkait bisa kurang efektif karena ada beberapa faktor, termasuk
pengawas yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang tindih di berbagai lembaga,
kurangnya koordinasi antara pengawas, pengawas yang tidak patuh pada etika hukum atau etika
pemerintah. Hal ini menyebabkan pengawas sering terlibat dalam praktik korupsi. Padahal penga-
wasan eksternal oleh masyarakat dan media juga masih lemah. Untuk alasan ini, diperlukan
reformasi hukum dan peradilan serta dorongan dari masyarakat untuk memberantas korupsi dari
pemerintah. Semakin efektif sistem pengawasan, semakin kecil kemungkinan korupsi akan
terjadi. Sebaliknya, jika korupsi ben ar-benar meningkat, itu berarti ada sesuatu yang salah dengan
sistem pemantauan.
7. Faktor politik
Praktik korupsi di Indonesia dilakukan di semua bidang, tetapi yang paling umum adalah
korupsi di bidang politik dan pemerintahan. Menurut Daniel S. Lev, politik tidak berjalan sesuai
dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan
kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor yang tidak berfungsi dari
aturan hukum, permainan politik, dan tekanan dari kelompok korupsi yang dominan.
Penyalahgunaan kekuasaan publik juga tidak selalu untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk
kepentingan kelas, etnis, teman, dan sebagainya. Bahkan, di banyak negara beberapa hasil korupsi
digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik. Praktik politik kotor tentu menghasilkan
banyak masalah baru bagi kegagalan memberantas korupsi. Karena politik yang kotor ini adalah
penyebab tindak korupsi baik yang rendah, sedang maupun besar. Tentu saja, bagaimana hal itu
akan melahirkan negara yang beradab, sementara praktik politik yang kotor telah menyebar di
mana-mana, baik di atas maupun di bawah telah memberikan kontribusi buruk bagi bangsa-
bangsa.
Korupsi adalah kejahatan atau penyimpangan berupa pelanggaran hukum yang dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan pribadi,
dimana tindakan tersebut menimbulkan kerugian yang besar bagi negara dan masyarakat.
Tindakkorupsi bukanlah peristiwa yang beriri sendiri . perilaku korupsi menyangkut berbagai hal
yangsifatnya kompleks. Adapun faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal perilaku-
perilakukorupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang
untuk melakukan korupsi.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,
kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan,
tidak adanyahukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi,
rendahnyasumber daya manusia, serta struktur ekonomi.