Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

 MURNI JAYA 1901414043


 ANNISA 1901414092
 SAWAL 1901414240
 AMALIA PUTRI MUKHTAR 1901414283

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam
tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan dan
kebenaran di dunia ini dan di akhirat kepada umat manusia.

Makalah yang berjudul “Faktor Penyebab Korupsi ” ini diharapkan agar pembaca dapat
memahaminya. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas terstruktur dari mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentulah tidak sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik dan saran dari semua pihak yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah
Pendidikan Anti Korupsi yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua agar kita semua dapat
mengetahui dan memahami tentang Faktor Penyebab Korupsi. Atas segala kekurangannya kami
mohon maaf dan mengucapkan Terima kasih.

Palopo, 16 September 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….iii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………….……1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………..….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..…1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………..…..1

BAB ll PEMBAHASAN………………………………………………………………..……….2

A. Pengertian Korupsi……………………………………………………………….……...2
B. Faktor-faktor penyebab korupsi…………………………………………………………2
1. Faktor politik…………………………………………………………………………….3
2. Faktor hukum………………………………………………………………….................4
3. Faktor ekonomi………………………………………………………………………….6
4. Faktor organisasi………………………………………………………………….…’….7
C. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi………………………………….……9
D. Cara atau upaya untuk memberantas korupsi……………………………………….….11

BAB lll PENUTUP………………………………………………………………………..........14

A. Kesimpulan………………………………………………………………………..........14
B. Saran………………………………………………………………………………...….14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak
akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang di ungkap oleh media seolah-olah
mempresentasikan jati diri baangsa yang dapat di lihat dari budaya korupsi yang telah
menjadi hal biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah higga kaum elite.
Korupsi sebagai “masalah keserakahan elite” yang telah mencoreng citra bangsa di
mata internasional. Sangatlah wajar apabila kampanye anti kserakahan di jadikan salah satu
upaya memberantas korupsi. Banyak factor penyebab terjadinya korupsi, namun factor
tersebut berpusat pada satu hal yakn “toleransi terhadap korupsi”. Kita lebih banyak wicara
dan upacara ketimbang aksi.
Mencermati factor penyebab korupsi sangat tepat sebagai langkah awal bergerak
menuju pemberantasan korupsi yang riil. Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram”
tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun di haramkan oleh aturan hukum yang berlaku
dalam tiap orde yang datang silih berganti. Hampir setiap segi kehidupan terjangkit
korupsi. Apabila disederhanakan, penyebab korupsi meliputi dua factor yaitu factor
internal dan factor eksternal. Factor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari
diri pribadi sedang factor eksternal adalah factor penyebab terjadinya korupsi karena
sebab-sebab dari luar.
Factor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran,
rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek social seperti
keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup. Factor eksternal bias
di lacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan,
aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan, aspek menagemen & organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparansi,
aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya
penegakkan hukum serta aspek social yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang
mendukung perilaku anti korupsi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian korupsi ?
2. Apakah faktor penyebab korupsi ?
3. Bagaimana cara atau upaya untuk memberantas korupsi
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui fakta korupsi yang terjadi di masyarakat.
3. Untuk mengetahui factor penyebab korupsi.

1
BAB ll

PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan
pejabat public, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan public
yang di kuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Banyak para ahli mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono ( 1983 ) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan Negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus
dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan
Negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi di sebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiah dalam bentuk balas jasa jugatermasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang
pejabat untuk diteruskan kepada kelurganya atau partainya/kelompoknya atau orang-orang
yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga di anggap sebagai korupsi. Dalam
keadaan yang demikian, jelas bahwa ciir yang paling meninjol di dalam korupsi adalah
tingkah laku pejabat yang melanggar asas pemisahan antara kpentingan pribadi dengan
kepentingan masyrakat, pemisahan keuangan pribadi dengan masyarakat.

B. Faktor-faktor penyebab korupsi


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri
pelaku atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yammah bahwa ketika perilaku
materialistik dan konsumtif masyarakat serta system politik yang masih “mendewakan”
materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yammah :
2009). “Dengan kondisi itu hamper dapat di pastikan seluruh pejabat kemudian terpaksa
korupsi kalau sudah menjabat”.
Nur syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan
korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu

2
ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses
kea rah kekayaan bias diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan
melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi
seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan.
Adapun penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah di rumuskan sesuai dengan pengertian korupsi
yaitu, bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi/kelompok/keluarga/golongannya
sendiri. Namun secara umum, faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik,
hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlmen dalam Membasmi
korupsi (ICW : 2000) yang mengidentifiksikan empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor
politik, faktor hukum, faktor ekonomi, dan birokrasi serta faktor transnasional.

1. Faktor Politik

Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika
terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika
meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang
merupakan fenomena yang sering terjadi. Terkait dengan hal itu Terrence Gomes (2000)
memberikan gambaran bahwa politik uang (money politik) sebagai use of money and
material benefits in the pursuit of political influence.

Adapun faktor-faktor penyebab korupsi, antara lain :

 Politik uang (money politics) pada pemilihan umum


 Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan
 Kelemahan system pengangkatan pejabat partai politik dan pejabat pemerintahan
 Kelemahan pengkaderan partai dan pencalonan pimpinan partai atau yang akan menjadi
pejabat public, legislatif atau pengawas pejabat public yang tidak transparan dan berbiaya
tinggi memicu terjadi korupsi sebagai tindakan untuk mencapai timbal balik modal saat
biaya mahal yang telah dikeluarkan saat menjdi pejabat partai dan pejabat public.

3
 Pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha

Menurut susanto korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan,
pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang public untuk
kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang di sebabkan oleh konstelasi poliitk
(susanto:2002). Sementara menurut De asis, korupsi politik misalnya perilaku curang
(politik uang) pada pemilihan anggota legislatif maupun pejabat-pejabat eksekutif, dana
illegal untuk pembiyaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara
illegal dan teknik lobi yang menyimpang (De asis : 2000).

Penelitian james scott (Mochtar Mas’oed: 1994) mendekskripsikan bahwa dalam


masyarakat dengan ciir pelembagaan politik eksklusif dimana kompetensi politik dibatasi
pada lapisan tipis elit dan perbedaan anta relit lebih didasarkan pada klik pribadi dan bukan
pada isu kebijakan, yang terjadi pada umumnya desakan kultural dan structural untuk
korupsi itu betul-betul terwujud dalam tindakan korupsi para pejabatnya. Robert Klitgaard
(2005) menjelaskan bahwa proses terjadinya korupsi dengan formulasi M+D-A=C. symbol
M adalah monopoly, D adalah discretionary (kewenangan), A adalah accountability
(pertanggungjawaban). Penjelasan atas simbol tersebut dapat dikatan bahwa korupsi adalah
hasil dari adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar
tanpa keterbukaan dan pertanggungjawaban.

2. Faktor Hukum

faktor hukum bias dilihat dari dua sisi,di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi
lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya subtansi hukum, mudah ditemukan dalam
aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil; rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex
certa) sehingga multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang
sederajat maupun yang lebih tunggi). Sanksi yang tidak equifalen dengan perbuatan yang
dilarang sehingga tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat,
penggunaan konsep yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu
memungkinkan suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak
fungsional atau tidak produktif dan mnglami resistensi. Penyebab keadaan ini sangat
beragam, namum yang dominan adalah tawar menawar dan pertarungan kepentingan
antara kelompok dan golongan di parlemen, sehingga memunculkan aturan yang biasa dan

4
diskriminatif. Praktek politik uang dalam pembuatan hukum berupa suap menyuap
(political bribery), utamanya menyangkut perundang-undangan di bidang ekonomi dan
bisnis. Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multi tafsir serta tumpang-tindih
dengan aturan lain sehingga mudah dimanfaatkan untuk menyelematkan pihak-pihak
pemesan. Sering pula ancaman sanksinya dirumuskan begitu ringan sehingga tidak
memberatkan pihak yang berkepentingan.
Selaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah:2004) menyebutkan tindakan korupsi
mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan , yang
mencakup :
1. Adanya peraturan perundang-undangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak
tertentu,.
2. Kualitas perundang-undangan kurang memadai.
3. Peraturan kurang di sosialisasikan.
4. Sanksi yang terlalu ringan.
5. Penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu.
6. Lemahnya bidang evauasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Kenyataan bahwa berbagai produk hukum di masa orde baru sangat di tentukan oleh
konstelasi politik untuk melanggengkan kekuasaan, diera reformasi pun ternyata masih
saja terjadi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi berbagai
kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan mengakumulasi
kekuasaan, mantan ketua KPK, bibit samad riyanto (2009), mengatakan lima hal yang
dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan korupsi, yaitu :
a) System politik yang ditandai dengan munculnya aturan perundang-undangan, seperti
perda, dan peraturan lain.
b) Insentitas moral seseorang atau kelompok
c) Remunerasi atau pendapatan (penghasilan) yang inim.
d) Pengawasan baik bersifat internal-eksternal.
e) Budaya taat aturan.
Dari beberapa hal yang disampaikan, yang paling penting adalah budaya sadar akan
aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti konsekuensi dari
apa yang ia lakukan. Sementara itu rahman saleh merinci ada 4 faktor dominan
penyebab merajalelanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum, mental
aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan rendahnya political will
(rahman saleh:2006).

3. Faktor Ekonomi

5
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dijlaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendpatan ini
tidak mutlak karena dalam teori kebutuhan maslow, sebagaimana ini dikutip oleh
Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya di lakukan oleh orang yang memenuhi dua
kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas
masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun saat ini korupsi dilakukan oleh
orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro:2004). Pendapat lain menyatakan
bahwa kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang merupakan faktor yang
paling menonjol dalam arti menyebabkan merata dan meluasnya korupsi di Indonesia
dikemukakan pula oleh Guy J. Pauker (1979) yang menyatakan sebagai berikut: Although
corruption is widespread in Indonesia as means of supplementing excessively low
governmental salaries, the resources of the nation are not being used primarily for the
accumulation of vast private fortunes, but for economic development and some silent, for
welfare (meskipun korupsi tersebar luas di Indonesia sebagai sarana penambah gaji
pegawai pemerintah yang terlalu rendah, sumber daya bangsa tidak di gunakan terutama
untuk mengumpulkan kekayaan pribadi yang luas, tetapi untuk pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan pribadi) (Guy J. Pauker : 1979).
Pendapat ini di perkuat oleh Schrool yang menyatakan bahwa di Indonesia dibagian
pertama tahun enam puluhan, situasinya begitu merosot, sehingga untuk golongan terbesar
dari pegawai gaji sebulan hanya sekedar cukup untuk makan dua minggu. Dapat dipahami,
bahwa dengan situasi demikian para pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan dan
bahwa banyak diantara mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra (Hamzah:
1995). Hal demikian diungkap pula oleh KPK dalam buku tambahan Penghasilan bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah (KPK:2006), bahwa system penggajian kepegawaian sangat
terkait dengan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar
hidup minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya.
Aparatur pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan

6
kontribusi yang diberikannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat secara
optimal melaksanakan tugas pokoknya.
Selain rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab
terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan fakto
kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninnya.
4. Faktor organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti luas, termasuk system
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau di
mana korupsi terjadi biasanya memberi andil trjadinya korupsi karena membuka peluang
atau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal 2000). Bilamana organisasi tersebut
tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi
tidak akan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini
meliputi :
a) Kurang adanya teladan dari pimpinan
b) Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c) System akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
d) Menajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
Terkait itu Lyman W. Porter (1984) ,menyebut lima fungsi penting dalam tujuan organisasi
(organizational goals) :
1) Focus attention (perhatian yang focus)
2) Provide a source of legitimacy (menyediakan sumber legitimasi)
3) Affect the structure of the organization (mempengaruhi struktur orgnisasi)
4) Serves as a standard (pelayanan standar)
5) Provide clues about the organization (memberikan petunjuk tentang organisasi)
Focus attention, dapat dijadikan oleh para anggota sebagai semacam guideline untuk
memusatkan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan anggota-anggota dan organisasi sebagai
kesatuan. Melalui tujuan organisasi, para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang
segala kegiatan dan tentang apa yang tidak, serta apa yang harus dikerjakan dalam
kerangka organisasi. Tindak tandus atas kegiatan dalam organisasi, oleh karenanya
senantiasa beriorentasi kepada tujuan organisasi, baik disadari maupun tidak. Dalam

7
fungsinya sebagai dasar legitimasi atau pembenaran tujuan organisasi dapat dijadikan oleh
para anggota sebagai dasar keabsahan dan kebenaran tindakan-tindakan dan keputus-
putusannya. Tujuan organisasi juga berfungsi menyediakan pedoman-pedoman praktis
bagi para anggotanya. Dalam fungsinya yang demikian tujuan organisasi menghubungkan
para anggotanya dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Ia berfungsi untuk membantu
para anggoranya menentukan cara terbaik dalam melaksanakan tugas dan melakukan suatu
tindakan.
Standar tindakan itulah yang akan menjadi tolak ukur dalam menilai bobot suatu
tindakan. Mengapa? Karena sebuah organisasi dapat berfungsi dengan baik, hanya bila
anggotanya bersedia mengintegrasikan diri dibawah sebuah pola tingkah laku (yang
normatif), sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan bersama hanya mungkin apabila
anggota-anggota bersedia mematuhi dan mengikuti “aturan permainan” yang telah
ditentukan. Disinilah letaknya bila kurang ada teladan dari pimpinan bisa memicu perilaku
korup. Fenomena korupsi diatas menurut Baswir (Baswir:1996) pada dasarnya berakar
bertahannya jenis biroktasi patrimonial. Dalam biokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh
para birokrat memang sulit di hindari. Sebab kendali poliitk terhadap kekuasaan dan
birokrasi memang sangat terbatas. Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh
integralisme didalam filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih
mentabukan sikap oposisi. Karakteristik Negara kita yang merupakan birokrasi
patriomonial dan Negara hegemonic tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasa,
sehingga merebaklah budaya korupsi itu. Banyak kejadian justru para pegawai tersebut
terlibat dalam praktik korupsi, belum lagi berkaitan dengan pengawasan eksternal yang
dialkukan masyarakat dan media juga lemah, dengan demikian menambah deretan citra
buruk pengawasan yang sarat dengan korupsi. Baswir (Baswir:1996) yang mengemukakan
bahwa Negara kita yang merupakan birokrasi patriomonial dan Negara hegomonik
menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.
Dibanyak Negara berkembang muncul pandangan bahwa korupsi merupakan akibat
dari perilaku-perilaku yang membudaya. Anggapan ini lama kelamaan akan berubah jika
uang pelican yang diminta semakin besar, atau konsumen tahu bahwa kelangkaan yang
melandasi uang semir sengaja diciptakan atau justru prosedur dan proses yang lebih baik
bisa diciptakan.

C. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi


Secara garis besar, penyebab korupsi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu,
faktor internal dan faktor ekternal.

8
1. Faktor Internal
Merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi :
a. Aspek perilaku individu
 Sifat tamak/ rakus manusia
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan. Korupsi
adalah kejahatan orang professional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah.
Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku
semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
 Moral yang kurang kuat
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
 Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseorang konsumtif.
Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan utuk memenuhi
hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
b. Aspek social
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan
bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk
korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya.
2. Faktor Eksternal
Pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor diluar diri perilaku, dapat dirinci
menjadi :
a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Pada umumnya jajaran menejemen selalu menutupi tindakan korupsi yang dilakukn
oleh segilintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi
justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sifat masyarakat yang
berpotensi menyuburkan tindakan korupsi terjadi karena :
 Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan
oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena
kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini sering sekali membuat masyarakat tidak kritis
pada kondisi, misalnya darimana kekayaan itu didapatkan.
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat
sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling
dirugikan adalah Negara. Padahal bila Negara merugi, esensinya yang paling rugi
adalah masyarakat juga, karena proses anggran pembngunan bisa berkurang sebagai
akibat dari perbuatan korupsi.
 Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan korupsi
pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan

9
serigkali masyrakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan
cara-cara terbuka namun tidak disadari.
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa di cegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya
masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah
semata.
b. Aspek Ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan
seseorang mengalami situasi tersedak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka
ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan
korupsi.
c. Aspek politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa control social adalah suatu proses yang dilakukan
untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan
masyarakat. Kontrol social tersebut dijalankan dengan menggerakan berbagai aktivitas
yang melibatkan penggunaan kekuasaan Negara sebagai suatu lembaga yang
diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan
demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
d. Aspek Organisasi
 Kurang adanya sikap teladanan pemimpin
Posisi pemimpin dalam suatu lembagaformal maupun informal mempunyai
pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi
keteladanan yang baik dihadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama dengan
atasannya.
 Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila
kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi
tidak konsudif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan
negative, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
 Kurang memadainya akuntabilitas
Instusi pemerintahan umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan jlas visi
dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya
terhadapinstansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut
berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya
perhatian pada efesiensi pengangguran sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini
memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
 Kelemahan sistim pengendalian menejemen

10
Pengendalian menejemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran
korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian
menejemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi
anggota atau pegawai didalamnya.
 Lemahnya pengawasan
Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua. Yaitu pengawasan internal
(pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) dan
pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat).

D. Cara atau Upaya untuk Memberantas Korupsi


United Nations mengembangkan berbagai upaya atau strategi untuk memberantaskan
korupsi yang dinamakan The Global Program Againts Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkits (UNODC,2004) :
1. Pembetukan Lembaga Anti Korupsi
a. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi.
b. Memperbaiki kinerja lembaga peradian baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, dan lembaga permasyarakatan.
c. Ditingkat departemen kinerja lembaga-lembaga audit seperti inspektorat jendral
harus ditingkatkan.
d. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan public adalah salah satu cara
mencegah korupsi.
e. Hal lain yang krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki
dan memantau kinerja pemerintah Daerah.
f. Dalam berbagai penderitaan dimedia-media, ternayata korupsi juga banyak
dilakukan oleh anggota parlemen baik dipusat (DPR) maupun didaerah (DPRD).
2. Pencegahan korupsi di sector publik
a. Salah satu cara mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat public
melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan
sesudah menjabat.
b. Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah
maupun militer sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka.
c. Korupsi juga banyak trjadi dalam perekrutan pegwai negeri dan anggota TNI-polri
baru.
d. System penilaian kinerja pegawai negeri yang meniti beratkan pada proses (proses
Oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented).

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada masyarakat
untuk mendapatkan akses informasi.

11
b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian public terhadap bahaya
korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat merupakan slah satu bagian penting upaya
pemberantasan korupsi.
c. Menyediakan sarana untuk melapurkan kasus korupsi.
d. Di beberapa Negara pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran nama baik’ tidak dapat
diberlakukan untuk mereka yang melapurkan kasus korupsi, dengan pemikiran bahwa
bahaya korupsi lebi besar daripada kepentingan individu.
e. Pers yang bebas adalh salah satu pilar organisasi.
f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOS baik tingkat local maupun internasonal
juga memiliki peran yng sangat penting untuk mencegah dan memberantas korupsi.
g. Cara lain untuk memberantas korupsi adalah dengan menggunakan perangkat electronic
surveillance.
h. Melakukan tekanan social dengan menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan
tindakan pidna korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.

D.Andi Nirwanto, jaksa agung muda tindak pidana khusus (2011) menjelaskan bahwa
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi kedepan terdapat 4 hal bisa dijadikan
bahan renungan dan pemikiran:

1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan


korupsi.
2. Revitalisasi dan reaktulisasi oeran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani
perkara korupsi.
3. Reformulasi fungsi lembaga legislatif
4. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal yang
kecil .

4. Pengembangan dan pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung


Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Dukungan terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya


mengandalkan satu instrument hukum yaitu undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Berbagai peraturan prundang-undangan atau instrument hukum lain perlu
dikembangkan. Perlu peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberantasan
korupsi yaitu undang-undang tindak pidana Money Laundering atau pencucian uang. Untuk
melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi, perlu instrument hukum berupa
perundang-udangan pelindungan saksi dan korban. Untuk memberdayakan pers, perlu UU
yang mengatur pers yang bebas. Perlu mekanisme untuk mengatur masyarakat yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan electronic surveillance agar tidak
melanggar privacy seseorang. Hak warga Negara untuk secara bebas mengatakan pendapatnya
perlu diatur. Selain itu, untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrument kode

12
etikyang ditujukan kepada semua pejabat public, baik pejabat eksekutif,legislatif,maupun
code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian,kejaksaan,dan peradilan).

5. Pemantauan dan evaluasi


Perlu pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan pemberantasan
korupsi agar diketahui capaian yang telah dilakukan. Melalui pemantauan dan evaluasi dapat
dilihat strategi atau program yang sukses dan gagal. Program yang sukses sebaiknya
dilanjutkan, sementara yang gagal dicari penyebabnya.

6. Kerja sama Instrusional

Upaya lain yang dapat dilkukan dalam memberantas korupsiadalah melakukan kerjasama
internasional baik dengan Negara lain maupun dengan internasional NGOs. Sebagai contoh
ditingkat internasional,transparency International (TI) membuat program national integrity
system. OECD (organization for economic co-operation and Development) yang di dukung
oleh PBB untuk mengambil langkah baru dalam memerangi korupsi ditingkat internasional
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A Framework
for Integrity.

13
BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah kejahatan atau penyimpangan berupa pelanggaran hukum yang
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya demi
kepentingan pribadi, dimana tindakan tersebut menimbulakn kerugian yang besar bagi
Negara dan masyarakat. Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku
korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Adapun faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal perilku-perilaku korupsi, tetapi juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan
pengajar dan etika, koloanalisme,penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak
adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi,
rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya masih terdapat banyak
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan makalah ke depannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kartono ( 1983 ) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu.

Baswir (Baswir:1996) pada dasarnya berakar bertahannya jenis biroktasi patrimonial.

The Global Program Againts Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption
Toolkits (UNODC,2004).

Menurut Rahardjo (1983) tingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat.

(Tunggal 2000)Organisasi yang menjadi korban korupsi karena membuka peluang terjadinya
korupsi

15

Anda mungkin juga menyukai