Anda di halaman 1dari 23

FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:

Anti Korupsi

Dosen pangampu:

Bapak. Hevy Henrizan, M.Si

Disusun oleh:

AJUM (206110119)

PROGRAM STUDI ( S1) JURUSAN PKN


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP ARRAHMANIYAH DEPOK
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Penulis mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Faktor Penyebab Korupsi”
dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Anti
Korupsi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut serta
membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Bapak Hevy Henrizan, M.Si, selaku dosen pengampu Anti Korupsi.
2. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu baik secara lansung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
membutuhkan kritik serta saran yang membangun. Semoga apa yang telah penulis
sajikan dapat bermanfaat bagi diri penulis secara khusus dan bagi para pembaca pada
umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Sepatan, 24 Desember 2022

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 1
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi ............................................................................... 3
B. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi ......................................................... 3
1. Faktor Politik ..................................................................................... 4
2. Faktor Hukum ....................................................................................5
3. Faktor Ekonomi ................................................................................. 7
4. Faktor Organisasi ............................................................................. 8
C. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi ..........................................10
D. Cara atau Upaya Untuk Memberantas Korupsi ..................................13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..........................................................................................18
B. Saran ...................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang
tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh
media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya
korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah
hingga kaum elite.
Korupsi sebagai “masalah keserakahan elite” yang telah mencoreng citra
Bangsa di mata internasional. Sangatlah wajar apabila kampanye anti keserakahan
dijadikan sebagai salah satu upaya memberantas korupsi. Banyak faktor penyebab
terjadinya korupsi, namun faktor tersebut berpusat pada satu hal yakni “toleransi
terhadap korupsi”. Kita lebih banyak wicara dan upacara ketimbang aksi.
Mencermati faktor penyebab korupsi sangat tepat sebagai langkah awal
bergerak menuju pemberantasan korupsi yang riil. Korupsi di tanah negeri, ibarat
“warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan
hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi
kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan,  penyebab korupsi meliputi dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab
korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab
terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.
Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran,
rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial
seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk  berperilaku korup. Faktor
eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak
mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis,
meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu
ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud
perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu
lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung  perilaku anti korupsi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian korupsi?


2. Apakah faktor penyebab korupsi ?
3. Bagaimana cara atau upaya untuk memberantas korupsi?

B. Tujuan Penulisan
1
1. Untuk mengetahui Pengertian Korupsi
2. Untuk mengetahui Fakta korupsi yang terjadi di masyarakat
3. Untuk megetahui faktor penyebab korupsi
4. Untuk mengetahui solusi Pemberantasan korupsi

C. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai solusi  pemecahan
masalah dalam pemberantasan korupsi yang semakin mengakar di indoesia ini.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan
publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatan – kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan
kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang


dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam
Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan
korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari
pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan
yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah
laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

B. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam
diri pelaku atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika
perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih
“mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi
(Ansari Yamamah : 2009). “Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat
kemudian terpaksa korupsi kalau sudah menjabat”.
 Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan

3
yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu
ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi,
maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan
sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu  penyebab korupsi
adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang
salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Adapun Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan
beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
/kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Namun, secara umum faktor penyebab
korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam
buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi (ICW : 2000) yang
mengidentifikasikan empat faktor  penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum,
faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.

1. Faktor Politik

Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat
dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang
kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup
seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Terkait
dengan hal itu Terrence Gomes (2000) memberikan gambaran bahwa politik uang
(money politik) sebagai use of money and material benefits in the pursuit of  political
influence.
Adapun factor-faktor penyebab korupsi, diantaranya yaitu:
 Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umum
 Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila
tidak menggunakan kesempatan
 Kelemahan Sistem pengangkatan pejabat partai politik dan pejabat
pemerintahan

4
 Kelemahan pengkaderan partai dan pencalonan pemimpin partai atau yang
akan menjadi pejabat publik, legislatif atau pengawas pejabat publik yang tidak
transparan dan berbiaya tinggi memicu terjadi korupsi sebagai tindakan untuk
mencapai balik modal saat biaya mahal yang telah dikeluarkan saat menjadi
pejabat partai dan pejabat public
 pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha

Menurut Susanto korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi


penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian
barang- barang publik untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang
disebabkan oleh konstelasi politik (Susanto: 2002). Sementara menurut De Asis,
korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang) pada pemilihan anggota
legislatif ataupun  pejabat-pejabat eksekutif, dana ilegal untuk pembia-yaan
kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara ilegal dan teknik lobi
yang menyimpang (De Asis : 2000).

Penelitian James Scott (Mochtar Mas’oed: 1994) mendiskripsikan bahwa


dalam masyarakat dengan ciri pelembagaan politik eksklusif dimana kompetisi
politik dibatasi pada lapisan tipis elit dan perbedaan antar elit lebih didasarkan
pada klik pribadi dan bukan pada isu kebijakan, yang terjadi pada umumnya
desakan kultural dan struktural untuk korupsi itu betul-betul terwujud dalam
tindakan korupsi para pejabatnya. Robert Klitgaard (2005) menjelaskan bahwa
proses terjadinya korupsi dengan formulasi M+D–A=C. Simbol M adalah monopoly,
D adalah discretionary (kewenangan), A adalah accountability
(pertanggungjawaban). Penjelasan atas simbul tersebut dapat dikatakan bahwa
korupsi adalah hasil dari adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan
kewenangan yang begitu besar tanpa keterbukaan dan pertanggungjawaban.

2. Faktor Hukum

Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi

5
hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil;
rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir; kontradiksi dan
overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi).
Sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang dilarang sehingga tidak tepat
sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan konsep yang
berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan suatu peraturan
tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak fungsional atau tidak
produktif dan mengalami resistensi. Penyebab keadaan ini sangat beragam, namun
yang dominan adalah: Pertama, tawar menawar dan pertarungan kepentingan
antara kelompok dan golongan di parlemen, sehingga memunculkan aturan yang
bias dan diskriminatif. Kedua, praktek politik uang dalam pembuatan hukum berupa
suap menyuap (political bribery), utamanya menyangkut perundang-undangan di
bidang ekonomi dan bisnis. Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multi tafsir
serta tumpang-tindih dengan aturan lain sehingga mudah dimanfaatkan untuk
menyelamatkan pihak-pihak pemesan. Sering pula ancaman sanksinya dirumuskan
begitu ringan sehingga tidak memberatkan pihak yang  berkepentingan.

Selaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah:2004) menyebutkan tindakan korupsi
mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan,
yang mencakup:
1. Adanya peraturan perundang-undangan yang  bermuatan kepentingan pihak-
pihak tertentu,
2. Kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai,
3. Peraturan kurang disosialisasikan,
4. Sanksi yang terlalu ringan,
5. Penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
6. Lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan.

Kenyataan bahwa berbagai produk hukum di masa Orde Baru sangat ditentukan
oleh konstelasi politik untuk melanggengkan kekuasaan, di era reformasi pun
ternyata masih saja terjadi. Banyak produk hukum menjadi ajang  perebutan
legitimasi bagi berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan
mempertahankan dan mengakumulasi kekuasaan. Mantan Ketua Ketua KPK, Bibit
Samad Riyanto (2009), mengatakan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi
penyebab tindakan korupsi, yaitu:

a. Sistem politik, yang ditandai dengan munculnya aturan perundang-undangan,


seperti Perda, dan peraturan lain.
b. Intensitas moral seseorang atau kelompok.
c. Remunerasi atau pendapatan (penghasilan) yang minim.
d. Pengawasan baik bersifat internal-eksternal.
e. Budaya taat aturan.

Dari beberapa hal yang disampaikan, yang paling penting adalah budaya sadar
akan aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti

6
konskuensi dari apa yang ia lakukan. Sementara itu Rahman Saleh merinci ada
empat faktor dominan penyebab merajalelanya korupsi di Indonesia, yakni faktor
penegakan hukum, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah,
dan rendahnya ‘political will’ (Rahman Saleh:2006).

Kemampuan lobi kelompok kepentingan dan pengusaha terhadap


pejabat  publik dengan menggunakan uang sogokan, hadiah, hibah dan berbagai
bentuk  pemberian yang mempunyai motif koruptif, masyarakat hanya menikmati
sisa-sisa hasil pembangunan.Fakta ini memperlihatkan bahwa terjadinya korupsi
sangat mungkin karena aspek peraturan perundang-undangan yang lemah atau
hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Hal senada juga dikemukakan oleh
Basyaib, dkk (Basyaib : 2002) yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan
perundang-undangan memberikan  peluang untuk melakukan tindak pidana
korupsi. Disamping tidak bagusnya produk hukum yang dapat menjadi penyebab
terjadinya korupsi, praktik penegakan hukum juga masih dililit berbagai
permasalahan yang menjauhkan hukum dari tujuannya. Secara kasat mata, publik
dapat melihat banyak kasus yang menunjukan adanya diskriminasi dalam proses
penegakan hukum termasuk putusan-putusan pengadilan.

3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi.


Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow,
sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh
orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya
hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang  bertahan hidup.
Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan  berpendidikan tinggi

7
(Sulistyantoro : 2004). Pendapat lain menyatakan bahwa kurangnya gaji dan
pendapatan pegawai negeri memang merupakan faktor yang paling menonjol
dalam arti menyebabkan merata dan meluasnya korupsi di Indonesia dikemukakan
pula oleh Guy J. Pauker (1979) yang menyatakat sebagai berikut: Although
corruption is widespread in Indonesia as means of  supplementing excessively low
governmental salaries, the resources of the nation are not being used primarily for
the accumulation of vast  private fortunes, but for economic development and some
silent, for welfare (Meskipun korupsi tersebar luas di Indonesia sebagai sarana
penambah gaji pegawai pemerintah yang terlalu rendah, sumber daya bangsa tidak
digunakan terutama untuk mengumpulkan kekayaan  pribadi yang luas, tetapi untuk
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan pribadi) (Guy J. Pauker : 1979).
Pendapat ini diperkuat oleh Schoorl yang menyatakan bahwa di
Indonesia dibagian pertama tahun enampuluhan, situasinya begitu merosot,
sehingga untuk golongan terbesar dari pegawai gaji sebulan hanya sekedar cukup
untuk makan dua minggu. Dapat dipahami, bahwa dengan situasi demikian para
pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan dan bahwa banyak diantara
mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra (Hamzah: 1995). Hal
demikian diungkapkan pula oleh KPK dalam buku Tambahan Penghasilan Bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah (KPK : 2006), bahwa sistem  penggajian kepegawaian
sangat terkait degan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi
standar hidup minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan
penyelesaiannya. Aparatur pemerintah yang merasa  penghasilan yang diterimanya
tidak sesuai dengan kontribusi yang diberkannya dalam menjalankan tugas
pokoknya tidak akan dapat secara optimal melaksanakan tugas pokoknya.
Selain rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi
penyebab terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang
dibarengi dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi
kekayaan mereka dan kroninya. Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi,
banyak pendapat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah
korupsi. Pernyataan demikian tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang
dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak tergolong orang miskin.
Dengan demikian korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru
sebaliknya, kemiskinan disebabkan oleh korupsi (Pope : 2003). Menurut Henry
Kissinger korupsi politisi membuat sepuluh persen lainnya terlihat buruk. Dari
keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil, untuk ketidakpercayaan dalam
sistem peradilan, untuk ketidakstabilan lengkap dalam identitas bangsa, ada
banyak faktor motivasi orang kekuasaan, anggota parlemen termasuk warga biasa,
untuk terlibat dalam perilaku korup.

8
4. Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban
korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi
karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal
2000). Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikitpun bagi
seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini
meliputi:
a. Kurang adanya teladan dari pimpinan,
b. Tidak adanya kultur organisasi yang  benar,
c. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
d. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
Terkait dengan itu Lyman W. Porter (1984) menyebut lima fungsi penting dalam
Tujuan Organisasi (organizational goals):
(1) Focus attention (perhatian yang focus);
(2) Provide a source of legitimacy (menyediakan sumber legitimasi);
(3) Affect the  structure of the organization (mempengaruhi struktur
organisasi);
(4) Serve as a  standard (pelayanan standar);
(5) Provide clues about the organization (memberikan petunjuk tentang
organisasi).  
Focus attention, dapat dijadikan oleh para anggota sebagai semacam guideline
untuk memusatkan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan anggota-anggota dan
organisasi sebagai kesatuan. Melalui tujuan organisasi, para panggota dapat
memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan tetang apa yang tidak, serta
apa yang harus dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tindak tanduk atas kegiatan
dalam organisasi, oleh karenanya senantiasa berorientasi kepada tujuan
organisasi, baik disadari maupun tidak. Dalam fungsinya sebagai dasar legitimasi
atau pembenaran tujuan organisasi dapat dijadikan oleh para anggota sebagai
dasar keabsahan dan kebenaran tindak-tindakan dan keputusan-keputusannya.
Tujuan oraganisasi juga  berfungsi menyediakan pedoman-pedoman (praktis) bagi
para anggotanya. Dalam fungsinya yang demikian tujuan organisasi
9
menghubungkan para anggotanya dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Ia
berfungsi untuk membantu para anggotanya menentukan cara terbaik dalam
melaksanakan tugas dan melakukan suatu tindakan.

Standar tindakan itulah yang akan menjadi tolok ukur dalam menilai
bobot suatu tindakan. Mengapa? Karena sebuah organisasi dapat berfungsi
dengan baik, hanya bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah
sebuah pola tingkah laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan bahwa
kehidupan bersama hanya mungkin apabila anggota-anggota bersedia mematuhi
dan mengikuti “aturan permainan” yang telah ditentukan. Di sinilah letaknya bila
kurang ada teladan dari pimpinan bisa memicu perilaku korup. Fenomena korupsi di
atas menurut Baswir (Baswir:1996) pada dasarnya  berakar pada bertahannya jenis
birokrasi patrimonial. Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh para birokrat
memang sulit dihindari. Sebab kendali  politik terhadap kekuasaan dan birokrasi
memang sangat terbatas.Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh
integralisme di dalam filsafat kenegaraan  bangsa ini, sehingga cenderung masih
mentabukan sikap oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi
patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi
pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu. Banyak kejadian justru para
pengawas tersebut terlibat dalam praktik korupsi, belum lagi berkaitan dengan
pengawasan ekternal yang dilakukan masyarakat dan media juga lemah, dengan
demikian menambah deretan citra  buruk pengawasan yang sarat dengan korupsi.
Baswir (Baswir: 1996) yang mengemukakan bahwa negara kita yang merupakan
birokrasi patrimonial dan negara hegemonik menyebabkan lemahnya fungsi
pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.

Di banyak negara berkembang muncul pandangan bahwa korupsi


merupakan akibat dari perilaku-perilaku yang membudaya. Anggapan ini lama-
kelamaan akan berubah jika uang pelicin yang diminta semakin besar, atau
konsumen tahu bahwa kelangkaan yang melandasi uang semir sengaja diciptakan
atau justru prosedur dan proses yang lebih baik bisa diciptakan.

C. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi


Dari beberapa uraian di atas, tindak korupsi pada dasarnya bukanlah
peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang  bersifat
kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi
bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk
melakukan korupsi. Dengan demikian secara garis besar  penyebab korupsi dapat
dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi:

a. Aspek Perilaku Individu


 

10
 Sifat tamak/rakus manusia.
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan.
Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri.
Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri
sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi,
wajib hukumnya.
 
 Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

 Gaya hidup yang konsumtif 


Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong
konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan  pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.

b. Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris
mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat  baik seseorang yang
sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan
dorongan dan bukan memberikan hukuman  pada orang ketika ia
menyalahgunakan kekuasaannya.

2. Faktor Eksternal
Pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku, dapat dirinci
menjadi:

a. Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang


dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini
pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena
itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi
karena:

 nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi  bisa


ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
11
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah
masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa
korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara
merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses
anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan
korupsi.
 Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap  perbuatan
korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh
masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada
kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak
disadari. 
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan
diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa
masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat
kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat
ikut melakukannya.

b. Aspek Ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada
kemung-kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan  pintas
diantaranya dengan melakukan korupsi.

c. Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan
menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan
negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui
lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik,
kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat  potensi
menyebabkan perilaku korupsi.

d. Aspek Organisasi  

 Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan


Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai
pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak  bisa memberi
keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi,
maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang
sama dengan atasannya.
 
 Tidak adanya kultur organisasi yang benar

12
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya.
Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan
berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi
demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
 
 Kurang memadainya sistem akuntabilitas
Institusi pemerintahan umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan
jelas visi dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan
sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal
tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian
apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat
lebih lanjut adalah kurangnya perhatian  pada efisiensi penggunaan sumber
daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang
kondusif untuk praktik korupsi.

 Kelemahan sistim pengendalian manajemen


Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak
pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah
pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.  

 Lemahnya pengawasan
Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal
(pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh  pimpinan) dan
pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat).
Pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya
adanya tumpang tindih  pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya
profesional  pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum
maupun  pemerintahan oleh pengawas sendiri.

D. Cara atau Upaya Untuk Memberantas Korupsi

United Nations mengembangkan berbagai upaya atau strategi untuk


memberantas korupsi yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan
dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkits (UNODC, 2004):

1. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi

a. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi. Di Hongkong


bernama Independent Commission Against Corruption (ICAC), di Malaysia the
Anti-Corruption Agency (ACA), dan di Indonesia: KPK

13
b. Memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, dan Lembaga Permasyarakatan. Pengadilan adalah jantung
penegakan hukum yang harus bersikat imparsial (tidak memihak), jujur, dan adil.
Banyak kasus korupsi tidak terjerat hukum karena kinerja lembaga peradilan
yang sangat buruk. Bila kinerja buruk karena tidak mampu (unable) mungkin
masih bisa dimaklumi karena berarti pengetahuan dan keterampilannya perlu
ditingkatkan. Bagaimana bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak punya
keinginan kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi? Dimana lagi kita
akan mencari keadilan?
c. Di tingkat departemen kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat
Jenderal harus ditingkatkan. Ada kesan lembaga ini sama sekali tidak punya
‘gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi
d. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus
suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan terjadinya korupsi
e. Hal lain yang krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan
memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi
Daerah diberlakukan umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat.
Pada waktu itu korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota Negara.
Dengan otonomi, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara tapi
berkembanga ke berbagai daerah
f. Dalam berbagai pemberitaan di media-media, ternyata korupsi juga banyak
dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD).
Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota
parlemen justru melakukan korupsi yang “dibungkus” rapi.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

a. Salah satu cara mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik
melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan
sesudah menjabat. Masyarakat ikut memantau tingkat kewajaran peningkatan
jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan
yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya ke orang
lain.

14
b. Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah
maupun militer sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka.
Masyarakat diberi akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil pelelangan
tersebut.
c. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota TNI-
Polri baru. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sering terjadi dalam proses rekrutmen
tersebut. Sebuat sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekrutan
perlu dikembangkan.
d. Sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitik-beratkan pada proses
(process oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan.
Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerjanya, bagi pegawai negeri
yang berprestasi perlu diber insentif.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi. Perlu dibangun
sistem dimana masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala
informasi sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
hajat hidup orang banyak.
b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian publik terhadap
bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bagian
penting upaya pemberantasan korupsi. Salah satu cara meningkatkan public
awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang bahaya korupsi.
c. Menyediakan sarana untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya melalui telepon,
surat, faksimili (fax), atau internet.
d. Di beberapa negara pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran nama baik’ tidak
dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi, dengan
pemikiran bahwa bahaya korupsi lebih besar daripada kepentingan individu.
e. Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi. Semakin banyak informasi
yang diterima masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi
f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat lokal maupun
internasional juga memiliki peran penting untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Sejak era Reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti Korupsi
banyak bermunculan. LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas

15
perilaku pejabat publik. Contoh LSM lokal adal ICS (Indonesian Corruption
Watch).
g. Cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menggunakan perangkat electronic surveillance. Alat ini digunakan untuk
mengetahui dan mengumpulkan data dengan menggunakan peralatan elektronik
yang dipasang di tempat-tempat tertentu. Misalnya kamera video (CCTV).
h. Melakukan tekanan sosial dengan menayangkan foto dan menyebarkan data
para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan
hukum tetap.

D. Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011) menjelaskan
bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan terdapat
empat hal bisa dijadikan bahan renungan dan pemikiran:
1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan korupsi
2. Revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang
menangani perkara korupsi
3. Reformulasi fungsi lembaga legislatif
4. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal
yang kecil dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas dari korupsi (Miranis,
2012).

4. Pengembangan dan Pembuatan Berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung


Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Dukungan terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup
hanya mengandalkan satu instrumen hukum yaitu Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan atau instrumen
hukum lain perlu dikembangkan. Perlu peraturan perundang-undangan yang
mendukung pemberantasan korupsi yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Money
Laundering atau pencucian uang. Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana
korupsi, perlu instrumen hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Saksi dan
Korban. Untuk memberdayakan pers, perlu UU yang mengatur pers yang bebas.
Perlu mekanisme untuk mengatur masyarakat yang akan melaporkan tindak pidana
korupsi dan penggunaan elektronic surveillance agar tidak melanggar privacy
seseorang. Hak warganegara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya juga

16
perlu diatur. Selain itu, untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrumen
kode etik yang ditujukan kepada semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif,
legislatif, maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian,
kejaksaan, dan peradilan).

5. Pemantauan dan Evaluasi

Perlu pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau


kegiatan pemberantasan korupsi agar diketahui capaian yang telah dilakukan.
Melalui pemantauan dan evaluasi dapat dilihat strategi atau program yang sukses
dan gagal. Program yang sukses sebaiknya silanjutkan, sementara yang gagal dicari
penyebabnya.
Pengalaman di negara lain yang sukses maupun gagal dapat dijadikan
bahan pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya, maupun program
permberantasan korupsi di negara tertentu.

6. Kerjasama Internasional
Upaya lain yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah
melakukan kerjasama internasional baik dengan negara lain maupun dengan
International NGOs. Sebagai contoh di tingkat internasional, Transparency
International (TI) membuat program National Integrity Sistem. OECD (Organization
for Economic Co-operation and Development) yang didukung oleh PBB untuk
mengambil langkah baru dalam memerangi korupsi di tingkat internasional membuat
program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A Framework
for Integrity. 

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah kejahatan atau penyimpangan berupa pelanggaran hukum yang
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya demi
kepentingan pribadi, di mana tindakan tersebut menimbulkan kerugian yang besar bagi
negara dan masyarakat. Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang beriri sendiri . perilaku
korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Adapun faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal perilaku-perilaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari
situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,
kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.

B. Saran
Semua faktor-faktor itu sangat mempengaruhi diri individu untuk melakukan
kejahatan korupsi. Hal ini disebabkan kurangnya rasa kesadaran akan pentingnya
tanggung jawab moral bagi mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan. Oleh karena
itu, meskipun terkesan sebagai mimpi dan harapan yang muluk, memperbaiki
kesadaran seseorang dan mengembalikan rasa tanggung jawab moralnya adalah
salah satu cara yang paling ampuh untuk mencegah dan menghentikan korupsi di
negeri ini.

 Pendidikan agama dan aksi memperkuat iman adalah metode yang mesti
ditingkatkan demi mendapatkan orang-orang yang memiliki hati nurani bersih dan mau
bekerja demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Adapun sikap untuk
menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi
dapat dimulai dari hal yang kecil.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, Ahmad. (2013), “Makalah PPKN Korupsi”


https://hidayatullahahmad.wordpress.com/2013/06/24/makalah-ppkn-korupsi.html
(diunduh 26 Oktober 2015)
Rahmat, Sammy. (2014), “Pendidikan Karakter Dan Anti Korupsi”
http://sammylaramma.blogspot.co.id/2014/06/pendidikan-karakter-dan-anti-korupsi-
2.html (diunduh 27 Oktober 2015)
Siska, Jejjy. (2013), “Pencegahan Dan Upaya Pemberantasan”
http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/pencegahan-dan-upaya-pemberantasan.html
(diunduh 27 Oktober 2015)
Sulthony, Ezra. (2014), “BAB_I_PENDAHULUAN_A._Latar_Belakang”
http://www.academia.edu/9378386/BAB_I_PENDAHULUAN_A._Latar_Belakang
(diunduh 26 Oktober 2015)

20

Anda mungkin juga menyukai