Anda di halaman 1dari 31

BUKU AJAR PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

( Dampak Korupsi Pada Kerusakan Lingkungan dan


Birokrasi )

Tim Penyusun

Krisdiyanti Rukmana

P1337424122237

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 2


PRAKATA

Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena dengan
berkah dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan buku ajar Pendidikan Budaya Anti
Korupsi mengenai Dampak Korupsi pada Kerusakan Lingkungan dan Birokrasi. Penulis
berharap dengan adanya Buku ajar PBAK dapat dijadikan sebagai panduan yang dapat
membantu dan mempermudah mahasiswa maupun pengajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan khususnya mempermudah dalam penyampaian materi saat
Proses Belajar Mengajar.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan buku ajar ini masih banyak sekali
kekurangan dan kelemahan, khususnya dalam pencantuman sumber pustaka yang penulis
gunakan sebagai referensi dalam pembuatan buku ajar. Untuk itu, jika ada yang kurang
dalam penulisan sumber referensi, penulis mengucapkan permohonan maaf, karena pada
dasarnya bukan suatu kesengajaan yang penulis lakukan. Untuk adanya kesempurnaan isi
buku ajar ini, penulis sangat berharap adanya kritik dan saran yang dapat disampaiakan
demi kesempurnaan buku ajar Pendidikan Budaya Anti Korupsi ini.

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 3


DAFTAR ISI

PRAKATA ………………………………………………………………………………3

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….4

BAB I. Dampak Korupsi pada Kerusakan Lingkungan……………………………..5

A. Definisi, Ciri dan Jenis Korupsi …………………..………………..………..6

B. Definisi Korupsi pada Kerusakan Lingkungan ……………………………...7

C. Dampak Korupsi pada Kerusakan Lingkungan ……………………………..9

D. Upaya Pencegahan Korupsi pada Kerusakan Lingkungan…………………..12

Rangkuman ………………………………………………………………………….…..15

Latihan …………………………………………………………………………..............15

BAB II. Dampak Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan ...………………………....17

A. Definisi Birokrasi Pemerintahan ……………………………………….……17

B. Jenis Korupsi Birokrasi Pemerintahan ………………………………………17

C. Pencegahan Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan………………………….18

D. Dampak Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan ……………………………..20

E. Kerugian Keuangan Negara dengan Hukuman Finansial Koruptor ………...23

Rangkuman ……………………………………………………………………...27

Latihan …………………………………………………………………………..28

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...29

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 4


BAB 1

A. DAMPAK KORUPSI PADA KERUSAKAN LINGKUNGAN

Setelah anda mempelajari dan mendapatkan pengalaman belajar dengan


membaca materi dan latihan pada bab ini, pada akhirnya diharapkan Anda dapat :
Mengetahui Apa Itu Korupsi
Memahami Jenis Korupsi pada Kerusakan Lingkungan

Memahami Upaya Pencegahan Korupsi pada Kerusakan Lingkungan


Memahami Dampak Korupsi pada Kerusakan Lingkungan

Pada bab I ini kita akan membicarakan tentang Dampak Korupsi


pada Kerusakan Lingkungan.

Apa Itu Korupsi ?

A. Definisi Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal
dari kata corrumpere, suatu kata dari bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin tersebut
kemudian muncul istilah corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis) dan
corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi (Indonesia).

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,


ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Sukiyat, 2020:
1). Menurut (Dikti, 2011), korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat, dan merusakkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih spesifik
lagi yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi,
Yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia,
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 5
adalah kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran
(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya, perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya (WJS
Poerwadarminta: 1976). Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali: 1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut. perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat
amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut
faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan
di bawah kekuasaan jabatan.

B. Ciri-Ciri Korupsi

Ciri-ciri korupsi sebagai berikut:


1. Korupsi selalu melibatkan beberapa orang (lebih dari satu);
2. Pelaku yang terlibat dalam korupsi pada umumnya mempunyai wewenang atau
kekuasaan yang turut memberi pengaruh pada suatu keputusan;
3. Korupsi bersifat tertutup, rahasia, khususnya yang berkaitan dengan motif terjadinya
korupsi;
4. Korupsi melibatkan keuntungan timbal balik atau elemen kewajiban yang tidak selalu
berwujud uang;
5. Korupsi berupaya untuk berlindung dibalik kebenaran hukum;
6. Korupsi merupakan pelanggaran norma tugas dan pertanggungjawaban masyarakat;
7. Semua bentuk korupsi merupakan bentuk pengkhianatan dari nilai kepercayaan;
8. Tiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda kontra fiktif dari pelaku korupsi itu
sendiri;
9. Tindakan korupsi memiliki unsur penipuan, baik pada badan publik maupun
masyarakat secara umum;
10. Korupsi berlandaskan pada niat kesengajaan dengan tujuan menempatkan kepentingan
pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum

(Nugraheni, 2017: 49-50).


Buku Ajar untuk Mahasiswa - 6
C. Jenis-Jenis Korupsi

Pada hakikatnya korupsi berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh
setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas
tertentu ataupun yang lain dan pada akhimya kebiasaan tersebut akan menjadi bibit korupsi
yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara (Karyanti T, 2019).

Jenis korupsi yang lebih operasional diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.


Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
1. Korupsi ekstortif, yaitu berupa sogokan atau suap yang dilakukan oleh pengusaha
kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi
kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan
bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan
dan sebagainya.
4. Korupsi subversive, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-
wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.

Alatas (dalam Chaerudin, dkk. 2008:3) membagi jenis korupsi menjadi tujuh yaitu,
korupsi transaktif, korupsi ekstortif, korupsi nepotistik, korupsi investif, korupsi otogenik,
korupsi supportif dan korupsi defensif. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1. Korupsi transaktif

Korupsi transaktif adalah korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara dua
pihak dalam bentuk suap, dimana keduanya sama-sama mendapat keuntungan.
Korupsi jenis ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah, atau antara
masyarakat dan pemerintah. Contoh korupsi semacam ini yaitu, kerjasama yang
dilakukan antara pengusaha dengan pihak pemerintah dalam menentukan pemenang
tender proyek pembangunan. Kebanyakan para pengusaha yang berjiwa korup dan
mau segala sesuatu yang serba praktis untuk bisa memenangkan suatu tender, mereka
cenderung melakukan cara-cara yang tidak baik yaitu dengan memberikan uang suap
kepada sejumlah pejabat yang bertanggung jawab.
2. Korupsi eksortif

Korupsi ekstorif merupakan jenis korupsi yang melibatkan penekanan untuk


menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan
pelaku korupsi. Misalnya, seorang pengusaha yang melakukan korupsi dan sedang
dalam keadaan takut korupsinya akan terungkap, maka ia melakukan penekanan

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 7


kepada seseorang yang baru berkecimpung dalam dunia bisnis agar mau berpatner
dengan perusahannya. Hal tersebut dilakukannya dengan sangat rapih.
3. Korupsi Nepotistik

Korupsi nepotistik adalah korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik
dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga
dekat. Keluarga di sini tidak hanya terbatas pada ayah, ibu dan anak, namun bisa juga
saudara maupun kerabat dekat. Contohnya, seseorang pemimpin perusahaan yang
mengangkat keluarga (anak, saudara atau teman dekat) sebagai pegawai tanpa melalui
tes dan tanpa mengetahui kemampuannya pada bidang dimana ia ditempatkan.
Korupsi jenis ini sering sekali dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kedudukan/kekuasaan. Mereka sengaja memanfaatkan kedudukannya untuk
melakukan hal-hal yang kurang baik dan tidak pantas dilakukan oleh seorang
pemimpin.
4. Korupsi intensif

Korupsi investif merupakan suatu jenis korupsi yang berawal dari tawaran yang
merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan di masa mendatang.
Contohnya, seorang pejabat meminta pengusaha untuk menyisihkan uangnya dalam
pembangunan suatu proyek, dengan tawaran dikemudian hari akan memperoleh
keuntungan yang besar, namun pejabat tersebut sengaja mengurangi kualitas proyek.
Hal tersebut dilakukannya untuk memperoleh keuntungan pribadi.
5. Korupsi otonegik

Korupsi otogenik merupakan jenis korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat
mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders
information) dengan sengaja memberikan segala informasi pada pihak luar tentang
berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan. Misalnya seorang pejabat
dengan sengaja memberikan berbagai informasi penting yang menyangkut rahasia
perusahaan atau pemerintah kepada pihak luar untuk memperoleh keuntungan pribadi.
la dengan sengaja berhianat dan bermain licik namun tetap rapih. Sehingga tidak ada
satupun pihak lain yang mengetahui bahwa ia telah berhasil membocorkan rahasia
perusahaan.
6. Korupsi supportif

Korupsi supportif adalah korupsi yang dilakukan secara berkelompok dengan


tujuan sebagai perlindungan atau penguatan tindak korupsi yang mereka lakukan
secara kolektif. Korupsi semacam ini dianggap lebih sulit untuk diungkap, karena
pelakunya tidak sendiri melainkan berkelompok sehingga merekapun lebih mudah
dalam melakukan tindak korupsi. Contohnya, dalam suatu perusahaan, terdapat
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 8
seseorang yang berani melakukan perbuatan korupsi, kemudian untuk melindungi
tindakan korupsinya, ia sengaja mengajak teman-teman satu divisi untuk melakukan
korupsi secara bersama-sama. Hal demikian dianggap lebih aman dan efektif.
7. Korupsi defensif

Korupsi defensif adalah korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan


diri dari pemerasan. Contoh korupsi semacam ini yaitu, seorang pejabat korup yang
tindakan korupsinya tiba-tiba diketahui oleh orang lain, dan orang tersebut kemudian
memanfaatkan kondisi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dengan
cara meminta uang dengan jumlah besar kepada pejabat tersebut. jika tidak diberi
maka ia mengancam akan melaporkan korupsinya pada pihak yang berwajib.

D. Definisi Korupsi Pada Kerusakan Lingkungan

Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dan menjadi modal untuk menghadapi
perubahan iklim, semakin terancam keberadaannya karena keserakahan manusia. Pasalnya
sektor SDA-LH (Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup) merupakan sektor yang
sangat rentan terhadap praktek korupsi.

Korupsi bisa dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan


keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang tertentu dengan merugikan orang lain melalui
penyalahgunaan wewenang. Korupsi juga muncul karena seseorang ingin memiliki apa
yang bukan menjadi haknya dengan menyalahgunakan wewenang karena kerakusan.

Kerusakan lingkungan yang telah meluas menggambarkan bahwa bangsa Indonesia


tidak mengenal rasa syukur. Selain itu juga sangat jauh dari citra "bebas korupsi, rukun dan
mandiri". Dengan memperhatikan terjadinya kerusakan lingkungan secara masif di
berbagai tempat, maka dapat dikatakan bahwa kerusakan budaya bangsa Indonesia saat ini
telah mencapai tingkat yang gawat. Hak-hak istimewa kaum elit yang tidak terkendali
dalam memanfaatkan kekayaan bersama, membuat kerusakan lingkungan dari waktu ke
waktu terus meningkat. Pendekatan pembangunan yang mengesampingkan aspek keadilan
dan penguatan sosio-budaya bangsa tampaknya telah membawa dampak yang sangat serius
terhadap perusakan lingkungan secara multi dimensional.

E. Dampak Korupsi Pada Kerusakan Lingkungan

Dampak kerusakan lingkungan akibat perbuatan korupsi, bukan saja lingkungan


fisik, melainkan juga lingkungan sosial budaya. Terhadap lingkungan fisik seperti
penyimpangan terhadap anggaran pembangunan sarana-prasarana dapat memperlambat
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 9
laju pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada kemiskinan rakyat. Begitu pun
penyalahgunaan pengelolaan hutan lindung yang membuat ekosistem terganggu,
menimbulkan banjir, longsor, berdampak kerugian materi dan jiwa pada masyarakat.

Penyalahgunaan wewenang yang berdampak terhadap lingkungan kelautan juga


terjadi, sebagai contoh adanya penyalahgunaan perizinan pengelolaan potensi kelautan.
Kerusakan lingkungan akan menciptakan bencana yang sebenarnya dibuat oleh manusia.
Dampak kerusakan lingkungan sosial dalam masyarakat juga semakin memperlebar tata
sosial di masyarakat, yang kaya semakin kaya, yang miskin makin sulit memperoleh
kehidupan yang layak, bahkan kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok karena harganya
yang mahal. Biaya pendidikan yang mahal, akibatnya masyarakat dapat melakukan
tindakan-tindakan yang anarkis kurang menghargai hak-hak asasi manusia.
1. Menurunnya Kualitas Lingkungan

Kerusakan lingkungan hidup ini dipicu oleh berbagai sebab, seperti kepentingan
ekonomi, di mana hasil hutan yang ada di eksploitasi besar-besaran untuk
mendapatkan keuntungan. Eksploitasi ini dianggap paling mudah dan murah untuk
mendapatkan keuntungan, namun di lain sisi eksploitasi yang dilakukan tidak
dibarengi dengan upaya penanaman kembali (reboisasi) yang baik dan terencana,
sehingga hasil eksploitasi hutan ini meninggalkan kerusakan yang parah bagi
lingkungan.

Kerusakan ini juga diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum. Penegakan


hukum hanya menjangkau pelaku yang terlibat di lapangan saja, tapi belum bisa
menjangkau aktori di balik perusakan tersebut yang disinyalir melibatkan pejabat
tinggi, penegak hukum dan pengusaha besar nasional.

Di sisi lain kerusakan lingkungan ini akan menciptakan bencana yang sebenarnya
dibuat oleh manusia, seperti banjir, banjir bandang, kerusakan tanah, kekeringan,
kelangkaan air dan menurunnya kualitas air, tingginya pencemaran di perairan sungai
dan laut sehingga sangat beracun, dan sebagainya.
a) Kasus Ilegal loging

Kasus ilegal loging memberikan kerugian negara yang terjadi sampai 30 -


42 Triliyun rupiah per tahun. Akibat perusakan alam inilah yang menyebabkan
kualitas lingkungan menurun dan melahirkan masalah lingkungan lainnya.

Essensi yang penting dalam praktek penebangan liar (illegal logging) ini
adalah perusakan hutan yang akan berdampak pada kerugian baik dari aspek
ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya dan lingkungan. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 10
ekosistem yang di dalamnya mengandung tiga fungsi dasar, yaitu fungsi produksi
(ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi) serta fungsi sosial. Dampak kerusakan
ekologis (lingkungan) akibat penebangan liar (illegal logging) menurut berbagai
penelitian yang dilakukan oleh para pakar pemerhati lingkungan dan kehutanan
bahwa berbagai bencana alam yang terjadi, diduga sebagai akibat dari kerusakan
hutan sebagai dampak dari penebangan liar (illegal logging).
b) Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca (greenhouse effect) misalnya. Hutan merupakan paru-paru


bumi yang mempunyai fungsi menyerap gas CO2. Efek rumah kaca menimbulkan
kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya (global warming).
c) Penggunaan Bahan Kimia

Penggunaan bahan kimia seperti freon untuk pendingin ruangan dan hasil
pembakaran yang dilakukan oleh berbagai industri secara masif akan merusak
lapisan ozon (O3) yang selanjutnya akan mengakibatkan berbagai penyakit.
d) Korupsi Pengadaan Gedung Kelapa Sawit

Korupsi pengadaan lahan kebun kelapa sawit jutaan hektar di Kalimantan


Timur menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 346,823 Miliyar. Suwarna Abdul
Fatah, Gubernur Kalimantan Timur, merupakan salah satu dari lima tersangka
korupsi yang telah menyalahgunakan wewenangnya. Tersangka memberikan
rekomendasi izin pembangunan kebun kelapa sawit kepada Surya Dumai Group
yang dikendalikan oleh Martias alias Pung Kian Hwa. Pemberian izin tersebut
dibantu oleh Irjen Pengusaha Hutan Produksi (PHP) Departemen Kehutaan dan
Perkebunan yang juga tersangka dalam kasus ini.

2. Menurunnya Kualitas Hidup

Lingkungan hidup yang telah rusak akan bukan saja akan menurunkan kualitas
lingkungan itu sendiri, namun lebih jauh akan berdampak terhadap menurunnya
kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya, serta kualitas hidup global. Contohnya:
a) Kerusakan hutan hujan tropis yang akut akan mengurangi persediaan oksigen
bukan hanya untuk wilayah tersebut, namun juga oksigen untuk bumi secara
keseluruhan.
b) Berkurangnya kualitas udara tentunya juga akan berakibat pada menurunnya
kualitas kesehatan manusia yang menghirupnya.

Kerusakan juga disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum. Penegakan hukum


Buku Ajar untuk Mahasiswa - 11
hanya melihat pelaku yang terlibat dilingkungan saja, tanpa melihat pelaku dibalik
perusakan tersebut yang merupakan pejabat tinggi, penegak hukum bahkan pengusaha
besar nasional.

F. Upaya Pencegahan Korupsi Pada Kerusakan Lingkungan

Upaya dalam menyelamatkan lingkungan hidup tergantung pada kesadaran hukum,


yakni pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat setempat dan pihak pencemar
dengan bersama-sama menjaga lingkungan dan kepatuhan hukum.

Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan penuh


terhadap peraturan dan persyaratan ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan
individual melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) dari sanksi administrasi,
keperdataan dan keperdanaan yang dapat dikenakan terhadap para pelanggarnya dalam
upaya mencapai harmonisasi lingkungan yang diciptakan. Penegakan hukum lingkungan
ini justru sangat dibutuhkan bagi negara-negara berkembang, karena kesadaran hukum
masyarakat masih lemah untuk dapat melestarikan lingkungan hidup. Pencemaran dan
perusakan lingkungan menyebabkan kerugian besar secara materil dan imateril, terutama
kesulitan dalam memulihkan kembali lingkungan yang rusak.

Sesuai dengan sifat dan efektivitas masalah lingkungan, maka upaya penegakan
hukum lingkungan terhadap perbuatan yang mencemarkan dan atau merusak lingkungan
dalam dua bentuk sebagai berikut.
1. Penegakan hukum lingkungan preventif.

Penegakan hukum ini berarti pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada
peraturan lingkungan tanpa kejadian langsung yang menyangkut pada peristiwa
konkrit yang menimbulkan dugaan dan sangkaan bahwa suatu peraturan hukum telah
dilanggar oleh pencemar. Instrumen dalam penegakan hukum lingkungan preventif
adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya
pengawasan melalui pengambilan sampel, penghentian mesin-mesin pabrik dan
sebagainya. Pihak penegakan hukum yang utama adalah pejabat atau aparatur
pemerintah yang berwenang dalam memberi perizinan dan mampu mencegah
terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan.
2. Penegakan hukum lingkungan represif.

Penegakan hukum ini dilakukan dalam hal setiap perbuatan yang diduga telah melanggar
peraturan/undang-undang dan bertujuan untuk mengakhiri secara langsung
perbuatan terlarang tersebut. Penindakan secara sanksi secara umumnya selalu
menyusul pada bentuk pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 12
atau memulihkan kembali akibat pelanggaran tersebut. Pihak penegakan hukum
lingkungan yang utama adalah kepolisian, jaksa, hakim dan penasehat hukum. Untuk
menghindari penegakan hukum pidana secara berulang ulang maka para pelaku
(pencemar) sendiri yang seharusnya menghentikan keadaan itu kesadaraan hukum
dari para pencemar sebenarnya yang dituntut untuk terciptan lingkungan hidup yang
sehat, asri dan nyaman bagi semua pihak. (Ibid., h. 163)

1) Tindak Pidana Terkait Kerusakan Lingkungan

Sanksi pidana di dalam hukum lingkungan mencakup dua macam kegiatan yakni:
perbuatan mencemari lingkungan dan perbuatan merusak lingkungan. Dalam hal
tindak pidana kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan korporasi dalam
Pasal 88 UUPPLH sudah mengatur secara tegas mengenai strict liability. Pasal 88
menyebutkan “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya
menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau 80 UU RI
No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 yang menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian
yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.

Pasal 88 UUPPLH mengandung beberapa unsur penting, yaitu:


1) Setiap orang (perseorangan atau badan usaha);
2) Suatu tindakan, usaha atau kegiatan;
3) Menggunakan B3;
4) Menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3;
5) Menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup;
6) Tanggungjawab timbul secara mutlak atas kerugian yang terjadi;
7) Tanggungjawab tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban


membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan
dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
1) Adanya bencana alam atau peperangan; atau
2) Adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
3) Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Tindak pidana pencemaran lingkungan pada umumnya terdapat dalam peraturan

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 13


perundang - undangan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Secara spesifik ketentuan pidana mengenai pencemaran lingkungan
hidup tedapat dalam ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Mengenai sanksi tindak pidana pencemaran lingkungan hidup dalam pasal 97 sampai
dengan pasal 120. Adapun beberapa ketentuan pidana yang diatur dalam UU dalam
pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 158
• Setiap orang;
• Yang melakukan usaha pertambangan;
• Tanpa IUP , IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40
ayat (3), Pasal 48, pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5);
• Dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 159
• Pemegang IUP, IPR atau IUPK;
• Yang dengan sengaja;
• Menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal
70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau pasal 111
ayat (1);
• Dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu;
• Dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 160 ayat (1)


• Setiap orang;
• Yang melakukan eksplorasi;
• Tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau
pasal 74 ayat (1);
• Dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 14


A. RANGKUMAN
Korupsi dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
bagi dirinya sendiri atau orang tertentu dengan merugikan orang lain melalaui
penyalagunaan wewenang. Dampak kerusakan lingkungan akibat perbuatan korupsi, bukan
saja lingkungan fisik, melainkan juga lingkungan sosial budaya. Terhadap lingkungan fisik
yakni penyimpangan terhadap anggaran pembangunan sarana-prasarana dapat
memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada kemiskinan rakyat. Ketika
korupsi menyebabkan hilangnya sumber daya dan habitat, serta ekosistem yang dihuni baik
masyarakat dan lingkungan menderita.

B. LATIHAN SOAL
1. Kerusakan hutan tropis yang akut akan mengurangi persediaan oksigen untu bumi
secara keseluruhan merupakan dampak korupsi terhadap…
A. Ekonomi
B. Sosial
C. Kerusakan ligkungan
D. Politik dan demokrasi
E. Penegakan hukum
Jawaban : C
2. Belakangan ini sering terjadinya alih fungsi hutan lindung di beberapa daerah di
Sumatera yang telah menjebloskan sejumlah anggota DPR adalah salah satu contoh
nyata dari persengkongkolan antara kelompok elite dalam melakukan kegiatan
korupsi. Demikian pula, masuknya limbah berbahaya dari negara tetangga yang
mengancam kesehatan rakyat Indonesia, yang terjadi karena adanya jalinan kerja
korupisi yang melibatkan banyak pihak. Kasus tersebut apabila dikaitkan dengan
dampak yang terjadi masuk kedalam kategori dampak terhadap…
A. Kerusakan hutan
B. Kerusakan lingkungan
C. Kesehatan dan keamanan
D. Kerusakan pada pemikiran
E. Pertahanan dan keamanan
Jawaban : B
3. Yang tidak termasuk kedalam contoh nyata kerusakan lingkungan akibat korupsi
adalah…
A. Eksplorasi dan eksploitasi pertambangan tanpa izin
B. Jual beli batu bara secara illegal
C. Aktivitas perkebunan illegal
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 15
D. Illegal loging
E. Reboisasi
Jawaban : E
4. Dampak dari kerusakan lingkungan adalah…
A. Menurunnya kualitas air
B. Menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi
C. Tingginya angka kriminalitas
D. Meningkatkan hutang negara
E. Meningkatnya kemiskinan
Jawaban : E
5. Yang tidak termasuk kedalam pihak penegakan hukum lingkungan yang paling utama
adalah…
A. Kepolisian
B. Jaksa
C. Hakim
D. Penasehat hukum
E. Masyarakat

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 16


BAB II

B. . DAMPAK KORUPSI PADA BIROKRASI

Setelah anda mempelajari dan mendapatkan pengalaman belajar dengan


membaca materi dan latihan pada bab ini, pada akhirnya diharapkan Anda dapat :
A. Memahami Apa itu Birokrasi
B. Memahami Jenis Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan
C. Memahami Upaya Pencegahan Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan
D. Memahami Dampak Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan

Pada bab I ini kita akan membicarakan tentang Dampak Korupsi pada Birokrasi
Pemerintahan

Apa Itu Birokrasi?

1. Pengertian Birokrasi
Birokrasi adalah aktor penting dalam tata kelola pemerintahan. Birokrasi adalah
lembaga yang memiliki kuasa besar dalam stuktur pemerintahan modern. Dengan
kekuasaan yang besar itu sangat mudah untuk disalahgunakan. Salah satu
penyalahgunaan kekuasaan birokrasi melelui korupsi politik. Korupsi politik dalam
konteks ini adalah menggunakan pengaruh dan jabatannya untuk memperkaya diri.
Padahal birokrasi berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam hal penyelenggaran
pembangunan dan pelayanan politik. (Jurnal Transformatif, 2017)

2. Jenis Korupsi Pada Birokrasi Pemerintahan


Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar,
2006:18):
1) Korupsi ekstortif , yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada
penguasa.

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 17


2) Korupsi manipulatif , seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan
ekonomi kepada eksekutif atau undang-undang untuk membuat peraturan atau UU
yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3) Korupsi nepotistik , yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan,
pertemanan, dan sebagainya.
4) Korupsi subversif , yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-
wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan
gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara
sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu
kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima
upeti, hadiah, suap, memberikan fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya
kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan
keuangan negara.
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut (FHP_Edulaw,2014):
1) Penyuapan (suap) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa
uang maupun barang.
2) Penggelapan , merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik
berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3) Fraud , merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan
(trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses pengolahan atau mendistorsi
informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
4) Pemerasan , tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa
atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki
kekuatan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5) Favoritisme , adalah mekanisme merebut kekuasaan yang berimplikasi pada
tindakan privatisasi sumber daya.
6) Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7) Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

3. Upaya Pencegahan Korupsi Pada Bidang Birokrasi Pemerintahan


Sebuah strategi pemberantasan memerlukan prinsip transparan dan bebas konflik
kepentingan. Transparansi membuka akses publik terhadap sistem yang berlaku,
sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga masyarakat mempunyai hak dasar
untuk turut serta menjadi bagian dari strategi pemberantasan korupsi. Saat ini
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 18
optimalisasi penggunaan teknologi informasi di sektor pemerintah dapat membantu
untuk memfasilitasinya.
Strategi pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan maupun individu,
sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang. Semua strategi
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan objektif. Instrumen strategi
pemberantasan lain yang menjadi bagian dari elemen masyarakat adalah pers.
Transparansi dapat difasilitasi dengan baik dengan adanya dukungan media massa yang
memainkan peranannya secara kuat. Dengan adanya kebebasan pers, maka kontrol
masyarakat dapat semakin ditingkatkan lagi.
Salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral serta kesadaran
aparat dan masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi
sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan
korupsi.Memperkecil ruang gerak kebiasan dan perilaku korupsi merupakan alternatif
lainnya yang patut ditempuh oleh pemerintah. Ruang gerak tersebut dipersempit dalam
pelaksanaan pelayanan pemerintahan, sehingga kesempatan untuk berperilaku korupsi
bisa terkikis. Beberapa alternatif upaya yang dapat memperkecil ruang gerak korupsi
tersebut yaitu (Widyapraja, 2016):
1. Perlunya Pendidikan Budaya Anti Korupsi

Setiap Negara di dunia pun berusaha untuk memberantas korupsi walaupun melalui
cara dan pendekatan yang berbeda-beda seperti melalui jalur hukum, pendidikan, budaya
dan lainnya. Indonesia pun telah gencar-gencarnya melakukan berbagai cara dan
pendekatan untuk menekan tindak perilaku korupsi. Pemberantasan korupsi seharusnya
dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak dini dan menanamkan
paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah. Dalam dunia pendidikan
misalnya, Pemerintah Indonesia memasukkan materi Pendidikan Anti korupsi sebagai
mata kuliah dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi. Program ini perlu diikuti oleh lembaga
pemerintah lainnya, terutama yang bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat.
Aparat pemerintah perlu tahu prilaku mana yang sudah masuk tindakan korupsi.
Lembaga yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan aparatur di seluruh
Indonesia hendaknya memasukkan materi Pendidikan Anti Korupsi dalam setiap
kegiatan diklat, baik itu diklat jabatan maupun diklat fungsional. Materi ini untuk
diharapkan mampu mendidik aparat untuk mengetahui batas-batas mana yang termasuk
korupsi dan mana yang tidak, serta membentuk prilaku aparat untuk mengikis korupsi di
bidang pemerintahan.

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 19


Kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk mendidik aparat dan masyarakat
mengenai apa itu korupsi. Hal ini karena, kadang masyarakat tidak sadar dan tidak
mengerti bahwa telah memberikan peluang terjadinya korupsi. Contohnya, misalkan
pemberian “uang terima kasih” kepada aparat desa dalam pengurusan surat keterangan
domisili, atau aparat kepolisian di polsek dalam pembuatan surat keterangan kehilangan.
Walaupun kadang pemahaman beberapa masyarakat tersebut, bahwa pemberian itu
sebenarnya dengan niat yang ikhlas karena rasa terima kasih. Namun di sisi lain
pemberian tersebut dapat mendidik mental masyarakat lainnya untuk berbuat sama, dan
pada pihak aparat menjadi terdidik untuk terus menerima gratifikasi.
2. Standar Operaional Posedur Pelayanan Pemerintahan
Salah satu hal yang seharusnya disediakan oleh lembaga pemerintah dalam setiap
kegiatan pelayanan masyarakat ialah adanya Standar Operasional Prosedur. SOP
diperlukan sebagai pedoman bagi aparat pemerintah untuk melakukan kegiatan
pelayanan. SOP ini menggambarkan adanya transparansi dalam pelayanan pemerintahan.
Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi
dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala
bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi mengacu pada
keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan karena
kepercayaan masyarakat merupakan modal bagi pemerintah untuk melaksanakan
kegiatannya.
SOP ini memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tatacara pelaksanaan
pelayanan, dengan adanya SOP ini masyarakat menjadi tahu harus mengurus kemana,
syarat-syaratnya apa, dan berapa biaya yang mereka harus keluarkan.

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 20


3. E-service
E-service merupakan salah satu cara untuk membatasi ruang gerak korupsi. Melalui
e-service, peluang aparat pelaksana pelayanan semakin kecil untuk bertemu langsung
dengan masyarakat. Masyarakat dapat menikmati layanan dengan tenang tanpa harus
antri atau menunggu tanda tangan lurah atau camat atau pejabat berwenangan lainnya.
bila ada biaya atas pelayanan tersebut pun, masyarakat bisa langsung ke loket yang
disediakan atau langsung melalui bank. Biayanya pun langsung masuk ke kas/bank tanpa
melalui calo atau aparat pelayanan.
Mungkin banyak yang pesimis hal ini bisa dilakukan di luar wilayah perkotaan, tetapi
kita harus optimis bahwa pelayanan melalui komputer atau melalui jalur internet sudah
bisa dilakukan di ibukota kabupaten maupun kecamatan. Warung internet ataupun
handphone yang menggunakan internet sudah banyak digunakan masyarakat hingga di
desa-desa.
Pelayanan yang terkomputerisasi ataupun yang melalui elektronik akan
memudahkan sistem pelaporan dan evaluasi pekerjaan pelayanan. E-service menyajikan
data pelayanan yang akurat dan menghindarkan ruang gerak prilaku korupsi. Data yang
terkomputerisasi tersaji secara jelas, berapa orang yang melakukan pengurusan surat
kartu keluarga, berapa orang yang membuat surat keterangan domisili sementara, apakah
ada atau tidak alamat yang sama atau dipalsukan, berapa biaya ijin mendirikan bangunan
yang masuk dan berbagai data lainnya.
4. Adanya Partisipasi Masyarakat
Masyarakat sipil mendapatkan keabsahannya dari kegiatan yang dilakukan untuk
memajukan kepentingan publik di bidang hak asasi manusia, lingkungan hidup,
kesehatan, pendidikan dan pemberantasan korupsi. Masyarakat sipil dengan keahlian dan
jaringan kerja yang dimiliki dapat menghadapi persoalan bersama, termasuk korupsi.
Sebagian besar korupsi dilakukan oleh pejabat pemerintah dan sektor swasta, dan
masyarakat sipil adalah kelompok sosial yang harus menanggung kerugian. Karenanya
masyarakat sipil seharusnya menjadi bagian dari pemecahan masalah korupsi.
Untuk itulah pemerintah harus memberikan akses layanan pengaduan hingga ke
tingkat kecamatan terhadap penyelewengan dan pelanggaran korupsi yang dilakukan
oleh aparatnya. Dengan adanya layanan pengaduan tersebut masyarakat merasa
terlindungi dari perilaku korupsi aparat, selain itu masyarakat akan merasa memiliki dan
mempunyai akses terhadap perbaikan pelayanan pemerintahan.

4. Dampak Korupsi Pada Bidang Birokrasi

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 21


Negara kita sering disebut bureaucratic polity. Birokrasi pemerintah merupakan
sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda
depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Namun di sisi
lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan
terhadap jerat korupsi. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi
pameo "Jika bisa dibuat sulit, mengapa harus dipermudah". Semakin tidak efisien
birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini. Sikap
masa bodoh birokrat pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung
banyaknya. Singkatnya, korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di
dalam birokrasi.
Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu sistem
politik atau pemerintahan. Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang
berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam
manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan
juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja. Pada tataran
tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat
samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.
Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga
terkait dengan tindak korupsi. Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang
terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa
lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest).Sering
terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional
seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan
kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik
dunia di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik
yang memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Dalam kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum
yang kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah,
sebagai pengampu kebijakan negara, diantaranya (Fakultas Hukum Universitas
Palangkaraya, 2011):
1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,

2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,


Buku Ajar untuk Mahasiswa - 22
3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan
politik.

Contoh dampak korupsi di bidang otoritas pemerintahan:


1) Matinya Etika Sosial Politik

Korupsi bukan suatu tindak pidana biasa karena ia merusak sendi-sendi


kehidupan yang paling dasar yaitu etika sosial bahkan kemanusiaan. Kejujuran
sudah tidak ditegakkan lagi. Kejujuran yang dihadapi dengan kekuatan politik
adalah sesuatu yang tidak mendidik dan justru bertentangan dengan etika dan
moralitas. Melindungi seorang koruptor dengan kekuatan politik adalah salah satu
indikasi besar runtuhnya etika sosial poltik.
2) Tidak efektifnya peraturan dan perundang-undangan
Dewasa ini banyak sekali seseorang yang memiliki perkara atau
permasalahan ingin diposisikan sebagai pihak yang benar. Oleh sebab itu banyak
upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam memenangkan perkaranya seperti
menyuap hakim memberikan iming-iming, gratifikasi bahkan sampai kepada
ancaman nyawa. Di sisi aparat hukum, semestinya menyelesaikan masalah
dengan fair dan tanpa adanya unsur pemihakan seringkali harus mengalahkan
integritasnya dengan menerima suap, iming-iming, gratifikasi atau apapun untuk
memberikan kemenangan Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
menjadi mandul karena setiap perkara selalu diselesaikan dengn korupsi.
3) Birokrasi Tidak Efisisen
Menurut Survei Oleh PERC menunjukkan bahwa indonesia menempati
peringkat kedua dengan birokrasi terburuk di Asia. Banyak investor yang tertarik
menanamkan modalnya di Indonesia, namun untuk mendapatkan perizinan usaha
dan investasi harus melalui birokrasi yang berbelit-belit. Pada akhirnya suap
adalah jalan yang banyak ditempuh oleh para pengusaha untuk memudahkan izin
usaha mereka. Maka sebaiknya birokrasi di Indonesia harus dibenahi.

A. KerugianKeuangan Negara Dengan Hukuman Finansial Koruptor


Pengertian Keuangan Negara menurut Pasal 2, Keuangan Negara sebgaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1, meliputi:
a) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan, dan mengedarkan uang dan
melakukan pinjaman;

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 23


b) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara
dan membayar tagihan pihak ketiga;
c) Penerimaan negara dan pengeluaran negara;
d) Penerimaan daerah dan pengeluaran daerah;
e) Kekayaan negeri atau kekayaan wilayah yang diatur sendiri ataupun oleh pihak lain
berbentuk duit, pesan bernilai, piutang, benda, dan hak- hak lain yang bisa
f) ditaksir dengan duit, tercantum kekayaan yang dipisahkan pada industri negeri atau
industri wilayah;
g) Kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka penyelenggaran tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
h) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Salah satu faktor dalam perbuatan penggelapan yakni terdapatnya kehilangan
finansial negeri. kepada kehilangan finansial negeri ini, Penguasa membuat Undang-
Undang Penggelapan, bagus yang lama ialah Hukum No 3 Tahun 1971 ataupun yang terkini
ialah Hukum No 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001, memutuskan
kebijaksanaan kalau kehilangan finansial negeri itu wajib dikembalikan ataupun ditukar
oleh pelakon penggelapan. Hukum No 31 Tahun 1999 mengenai Peberantasan Perbuatan.
Kejahatan Penggelapan berikan batas kalau yang diartikan dengan penggelapan
merupakan” tiap orang yang dengan cara melawan hukum melaksanakan aksi memperkaya
diri sendiri ataupun orang lain ataupun sesuatu korporasi yang bisa mudarat finansial Negeri
ataupun perekonomian Negeri”. Bagi Undang-Undang Korupsi itu, pengembalian
kehilangan finansial negeri bisa dicoba lewat dua instrumen hukum, ialah instrument
kejahatan serta instrumen awas. Instrumen kejahatan dicoba oleh interogator dengan
mengambil harta barang kepunyaan pelakon serta selanjutnya oleh Penggugat Biasa dituntut
supaya dirampas oleh Juri. Instrumen awas di jalani oleh Beskal Pengacara Negeri (JPN)
ataupun lembaga yang dibebani kepada pelakon penggelapan (terdakwa, tersangka, tahanan
ataupun pakar warisnya apabila tahanan tewas bumi).
Dalam perihal menjatuhkan kejahatan kompensasi dalam kondisi perbuatan
kejahatan penggelapan butuh rasanya mengenali cara pembuktian yang dilewati dalam
sebagian jenjang ialah, awal terdapat ataupun tidaknya informasi dari warga; kedua pihak
yang diserahkan wewenang buat memeriksa membuat regu spesial berkolaborasi dengan
Tubuh Interogator Finansial Republik Indonesia (BPK RI) ataupun Tubuh Interogator
Finansial Provinsi( BPKP); ketiga hasil audit BPK RI bisa dijadikan perlengkapan fakta dari
kehilangan negeri; keempat dengan cara pembuktian itu pelakon perbuatan kejahatan
penggelapan bisa dijatuhi kejahatan kompensasi dengan bersumber pada jumlah kehilangan
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 24
negeri yang ditukar setelah itu terkini kejahatan kompensasi bisa didetetapkan bersumber
pada UU PTPK bila pelakon tidak sanggup melunasi kompensasi hingga bisa ditukar dengan
kejahatan kurungan. Setelah itu bawah hukum yang bisa dijadikan alibi memilah
pemidanaan untuk tahanan masalah perbuatan kejahatan penggelapan yakni kalau didalam
UU PTPK tidak dengan cara nyata menata pengganti kejahatan kompensasi, oleh sebab itu
bawah hukum yang hingga dikala ini sedang diatur determinasi pengganti kejahatan
kompensasi yakni dalam Buku Hukum Hukum Kejahatan( KUHP) Pasal 30 serta 31, yang
bersuara selaku selanjutnya:
Pasal 30 KUHP:
1. Kejahatan kompensasi sangat sedikit rupiah 7 puluh 5 sen.
2. Bila kejahatan kompensasi tidak dibayar, beliau ditukar dengan kejahatan kurungan.
3. Lamanya kejahatan kurungan pengganti sangat sedikit satu hari serta sangat lama 6
bulan.
4. Dalam tetapan juri, lamanya kejahatan kurungan pengganti diresmikan begitu: bila
kejahatan dendanya 7 rupiah 5 puluh sen ataupun kurang, dihitung satu hari; bila lebih
dari 7 rupiah 5 puluh sen, setiap 7 rupiah 5 puluh sen dihitung sangat banyak satu hari
begitu pula lebihnya yang tidak lumayan 7 rupiah 5 puluh sen.
5. Bila terdapat pemberatan kejahatan kompensasi diakibatkan sebab perbarengan
ataupun klise, ataupun sebab determinasi Artikel 52 serta 52a, hingga kejahatan
kurungan pengganti sangat lama 8 bulan.
6. Kejahatan kurungan pengganti sekali- kali tidak bisa lebih dari 8 bulan.
Pasal 31 KUHP:
1) Tahanan bisa menempuh kejahatan kurungan pengganti tanpa menunggu batasan
durasi pembayaran kompensasi.
2) Beliau senantiasa berhak melepaskan dirinya serta kejahatan kurungan pengganti
dengan melunasi dendanya.
3) Pembayaran beberapa dari kejahatan kompensasi, bagus saat sebelum ataupun
sesudah mulai menempuh kejahatan kurungan pengganti, melepaskan tahanan dari
beberapa kejahatan kurungan yang balance dengan bagian yang dibayarnya.
Perumusan Pasal 30 KUHP diatas kalau tidak dipaparkan usaha lain yang dicoba
penegak hukum dalam melaksanakan pembayaran kejahatan kompensasi, terlebih dalam
menjamin tahanan buat membayarkan dendanya, berlainan dengan kejahatan bonus duit
pengganti yang usaha paksanya merupakan dengan mengambil harta barang oleh Beskal
Pelaksana buat menutupi duit pengganti. Oleh sebab seperti itu bagi KUHP pengganti yang
bisa dicoba bila tahanan tidak mau melunasi kompensasi ditukar dengan kejahatan
kurungan.
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 25
Dalam perihal pembayaran kejahatan kompensasi Beskal berlaku seperti pelaksana yang
tercatat dalam P- 48 ialah pesan perintah penerapan tetapan majelis hukum dengan bertanya
pada tahanan hendak melaksanakan pembayaran kejahatan kompensasi ataupun menempuh
subsidair kurungan, sehabis bertanya serta bila tahanan membayarkan kejahatan kompensasi
hingga diserahkan ciri dapat serta duit hasil pembayaran kejahatan kompensasi itu
dimasukkan kedalam tipe kas negeri bukan pajak yang dalam perihal ini merujuk Pasal 1
ayat( 1) Peraturan Penguasa No 39 Tahun 2016 mengenai Tipe Serta Bayaran Atas
Pendapatan Negeri Bukan Pajak yang Legal Pada Kejaksaan Republik Indonesia.
Batasan durasi tahanan dalam membayarkan kejahatan kompensasi merupakan hingga
dengan era kejahatan pokoknya selesai. Setelah itu dalam penerapan kejahatan subsidair
kurungan merupakan sehabis tahanan menempuh ganjaran utama yang telah diputuskan
oleh badan hakim dengan status inkract ataupun tetapan yang sudah berkemampuan hukum
senantiasa (Jurnal Rectum, 2021).

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 26


A. RANGKUMAN
Birokrasi adalah lembaga yang memiliki kuasa besar dalam stuktur pemerintahan
modern. Dengan kekuasaan yang besar itu sangat mudah untuk disalahgunakan.
Setiap Negara di dunia pun berusaha untuk memberantas korupsi walaupun melalui cara dan
pendekatan yang berbeda-beda seperti melalui jalur hukum, pendidikan, budaya dan
lainnya. Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan
masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang
salah. Program ini perlu diikuti oleh lembaga pemerintah lainnya, terutama yang bersentuhan
langsung dengan pelayanan masyarakat. Aparat pemerintah perlu tahu perilaku mana yang
sudah masuk tindakan korupsi. Lembaga yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan
aparatur di seluruh Indonesia hendaknya memasukkan materi Pendidikan Anti Korupsi dalam
setiap kegiatan diklat, baik itu diklat jabatan maupun diklat fungsional. Materi ini untuk
diharapkan mampu mendidik aparat untuk mengetahui batas-batas mana yang termasuk korupsi
dan mana yang tidak, serta membentuk prilaku aparat untuk mengikis korupsi di bidang
pemerintahan. Walaupun kadang pemahaman beberapa masyarakat tersebut, bahwa pemberian
itu sebenarnya dengan niat yang ikhlas karena rasa terima kasih
Salah satu hal yang seharusnya disediakan oleh lembaga pemerintah dalam setiap kegiatan
pelayanan masyarakat ialah adanya Standar Operasional Prosedur. SOP ini memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai tatacara pelaksanaan pelayanan, dengan adanya SOP
ini masyarakat menjadi tahu harus mengurus kemana, syarat-syaratnya apa, dan berapa biaya
yang mereka harus keluarkan.

B. LATIHAN SOAL

Dibawah ini terdapat soal-soal latihan yang dapat Anda kerjakan untuk mengukur
tingkat pemahaman Anda mengenai materi pada bab ini.
1. Di bawah ini yang bukan Jenis korupsi pada birokrasi pemerintah menurut M.Amien Rais
yaitu...
A. Korupsi Ekstortif
B. Korupsi Manipulatif
C. Korupsi nepotistik
D. Korupsi Birokrasi
E. Korupsi Subversif
Jawaban : D
2. Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dibentuk
atas perintah ...
A. UU tentang tidan pidana pencucian uang
B. UU pemberantasan tindak pidana korupsi
Buku Ajar untuk Mahasiswa - 27
C. UU tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN
D. UU tentang pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003
E. UU tentang pemberantasan korupsi
Jawaban : B
3. Mahasiswa dapat berperan dalam suatu program yang merupakan salah satu strategi
pemberantasan korupsi yang sifatnya representatif. Program itu disebut....
A. Sosialisasi
B. Penanaman nilai Pancasila
C. Ajakan kepada masyarakat
D. Demo rusuh dan penyuluhan
E. Edukasi dan kampanye
Jawaban : E
4. Undang-undang Tindak Pidana Korupsi adalah ...
A. UU No. 31 Tahun 1999
B. UU No. 28 Tahun 1999
C. UU No. 15 Tahun 2002
D. UU No. 30 Tahun 2002
E. UU No. 27 Tahun 2017
Jawaban : A
5. Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud menolong diri sendiri, orang
lain, atau korporasi yang berakibat merugikan negara keuangan atau perekonomian negara.
Pengertian korupsi diatas menurut UU...
A. UU No. 20 Tahun 2001
B. UU No. 21 Tahun 2001
C. UU No. 39 Tahun 1999
D. UU No. 31 Tahun 1999
E. UU No. 28 Tahun 1999
Jawaban : A

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 28


DAFTAR PUSTAKA

Adwirman, dkk. (2014). Buku Ajar Pendidikan Dan Budaya Antikorupsi. Jakarta: Pusdiknakes.

Junneli. (2019). Korupsi Merupakan Perlawanan Terhadap Sila Kelima Pancasila. Diakses pada 4
Februari 2023 melalui https://osf.io/yt765/

Mursidi, A., dkk. (2020). Pendidikan Anti Korupsi. Klaten: Penerbit Lakeisha.

Parawansa, S.S.R., dkk. (2019). Hukuman Pidana Akibat Kerusakan Lingkungan Yang Dilakukan
oleh Korporasi pada Industri Tambang, vol 6, no 2.

Perdana, D.R., Adha, M.M., Ardiansyah, N. (2021). Model Dan Strategi Penanaman Nilai-Nilai
Antikorupsi Di Sekolah Dasar. Jurnal Bhinneka Tunggal Ika, (8):21-31.

Pranadji, Tri. (2005). Keserakan, Kemiskinan Dan Kerusakan Lingkungan. Jurnal Analisis
Kebijakan Pertanian, (3):313-325.

Simarmata, H.M.P., dkk. (2020). Pengantar Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta: Yayasan Kita
Menulis.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Wibowo, A., dkk. (2022). Pengetahuan Dasar Antikorupsi Dan Integritas. Bandung: Media Sains
Indonesia.

Drs. Alwi, M.Si. Strategi Pemberantasan Korupsi Birokrasi Melalui Sistem Jaringan
Antar Organisasi Di INDONESIA
Nabila,. d.k.k. (2016). Dampak terhadap Birokrasi Pemeritahan Politik dan Demokrasi,
Denpasar.
Arwadi Victor, R. (2021). Aspek Kerugian Keuangan Negara Dalam Hubungannya
Dengan Pidana Denda Pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Fhp Edulaw,. (2014). Korupsi dan Berbagai Bentuknya. Jakarta Selatan.

Buku Ajar untuk Mahasiswa - 29


Buku Ajar untuk Mahasiswa - 30

Anda mungkin juga menyukai