Penyakit Kardiovaskuler
Dosen Pengampu:
Sri Setiasih
Disusun Oleh:
KELAS B
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEMARANG KAMPUS KENDAL JURUSAN
KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
yang sangat besar sehingga kami pada akhirnya bisa menyelesaikan makalah mata kuliah
promosi kesehatan “Penyakit Kardiovaskuler”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan materi maupun pikirannya. Semoga makalah yang
telah kami susun ini turut memperkaya ilmu serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman
para pembaca.
Selaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami juga
menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian demi penyusunan makalah ini
lebih baik lagi.
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Hipertensi........................................................................ 3
B. Dekompensasi Kordis………………….……………….……………….. 4
A. Kesimpulan……………………………………………………………... 16
B. Saran……………………………………………………………………. 16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
17
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular penyebab kematian maternal.
Seorang dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah
sistolik merupakan pengukur utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015). Hipertensi atau penyakit darah
tinggi sebenarnya adalah suatu gangguanpada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena
termasuk pernyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejalalebih dahulu (Sustrani dan
Alam, 2004).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu
terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui
(hipertensi essentia). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut
jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume
aliran darah (Kurniawan, 2002).
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu
keadaan di mana tekanan darah menjadi naik yaitu tekanan darah sistolik 2 140mmHg dan atau
tekanan darah diastolik 90 mmHg karèna gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya.
17
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi
kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai pre-eklampsia, dan hipertensi gestational.
Pre-eklampsia adalah sindrom pada kehamilan (>20 minggu), hipertensi (≥140/90 mmHg)
dan proteinuria (>0,3 g/hari). Terjadi pada 2-5% kehamilan dan angka kematian ibu 12-15%.
Pre-eklampsia juga dapat disertai gejala sakit kepala, perubahan visual, nyeri epigastrium, dan
dyspnoea.
Beberapa faktor telah diidentifikasi terkait dengan peningkatan risiko pre-eklampsia seperti
usia, paritas, pre-eklampsia sebelumnya, riwayat keluarga, kehamilan ganda, kondisi medis yang
sudah ada sebelumnya (diabetes mellitus tipe I), obesitas dan resistensi insulin, hipertensi kronis,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, sindrom anti-fosfolipid, penyakit rematik), merokok,
peningkatan indeks massa tubuh (BMI), peningkatan tekanan darah, dan proteinuria. Selain itu,
beberapa faktor yang terkait termasuk keterpaparan sperma yang terbatas, primipaternitas,
kehamilan setelah inseminasi donor / sumbangan oosit / embrio telah ditemukan memainkan
peran penting pada kejadian pre-eklampsia/eklampsia.
Eklamsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia yang tidak terkontrol atau tidak tertangani
dengan baik. Eklamsia merupakan jenis hipertensi dalam kehamilan yang paling parah. Selain
tekanan darah tinggi, ibu hamil dengan kondisi ini juga mengalami kejang, bahkan bisa sampai
17
koma. Eklampsia juga diartikan sebagai terjadinya kejang pada wanita dengan pre-eklampsia
yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lainnya. Eklampsia keadaan darurat yang dapat
mengancam jiwa, terjadi pada sebelum, saat, dan setelah persalinan (antepartum, intrapartum,
postpartum). Eklampsia didahului dengan sakit kepala dan perubahan penglihatan, kemudian
kejang selama 60-90 detik.
Sampai saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum diketahui secara pasti.
Akan tetapi, kondisi ini diduga disebabkan oleh kelainan bentuk dan fungsi plasenta. Meski
penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu preeklamsia dan
eklamsia, yaitu:
Hipertensi kronis merupakan tekanan darah tinggi yang sudah terjadi sebelum hamil atau
sebelum usia kehamilan 20 minggu. Kondisi ini sering kali tidak bergejala, sehingga banyak ibu
17
hamil yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi kronis. Hipertensi kronis pada
ibu hamil sering kali baru terdeteksi ketika ibu hamil menjalani pemeriksaan kandungan.
Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg, terjadi sebelum
kehamilan atau ditemukan sebelum 20 minggu kehamilan. Seringkali merupakan hipertensi
esensial / primer, dan didapatkan pada 3,6-9% kehamilan 7. Hipertensi kronis pada kehamilan
adalah hipertensi (≥ 140/90 mmHg) yang telah ada sebelum kehamilan. Dapat juga didiagnosis
sebelum minggu ke-20 kehamilan. Ataupun yang terdiagnosis untuk pertama kalinya selama
kehamilan dan berlanjut ke periode post-partum. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi
kronis terjadi sebelum minggu ke-20 kehamilan, dapat bertahan lama sampai lebih dari 12
minggu pasca persalinan. Wanita hipertensi kronis setelah persalinan memiliki kemungkinan
terkena komplikasi edema pulmonari, hipertensi enselopati dan gagal ginjal. Sehingga perlu
dilakukan terapi anti hipertensi yang baik untuk mengontrol tekanan darah.
Hipertensi, obesitas dan usia merupakan faktor risiko hipertensi kronis. Hipertensi kronis
pada kehamilan meningkatkan risiko pre-eklampsia, pertumbuhan janin, persalinan dini, dan
kelahiran dengan ceasar. Wanita hipertensi yang hamil memiliki kecenderungan mengalami pre-
eklampsia, eklampsia, sindroma HELLP, detachment plasenta, gagal hati, gagal ginjal dan sesak
nafas karena cairan pada paru. Hipertensi kronis pada kehamilan umumnya berasal dari
hipertensi essensial terlihat dari riwayat keluarganya. Tetapi bisa juga berasal dari kelainan ginjal
parenkim, hiperplasia fibromuskular atau hiperaldosteronisme.
17
Waktu persalinan untuk hipertensi kronik
a. Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak
diperbolehkan melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan.
b. Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi setelah 37
minggu melakukan konsultasi mengenai hari persalinan.
c. Persalinan dapat dilakukan setelah kartikosteroids selesai.
4. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah ini umumnya tidak disertai dengan adanya
protein dalam urine atau kerusakan organ tubuh. Pada ibu hamil yang mengalami kondisi ini,
tekanan darah biasanya dapat kembali normal setelah merlahirkan.
17
Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan tekanan darah > 160/110 mmHg.
Tekanan darah baru menjadi normal pada post partum, biasanya dapat berjalan normal walaupun
tekanan darahnya tinggi. Penyebabnya belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya
hipertensi kronis di masa depan sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan.
17
A. Pengertian Penyakit Gagal Jantung (Dekompensasio Cordis
Gagal jantung (decompensatio cordis) merupakan keadaan patofisiologik yang
sangat bervariasi dan kompleks, karena banyak penyakit yang dapat
menimbulkannya, seperti hipertensi, diabetes mellitus, sebagainya. Gagal
jantung dan respon kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada tiga
penentu utama dari fungsi miokardium, yaitu beban awal (preload), kontraktilitas
dan beban akhir (afterload). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang
mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah definisi gagal
relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh sedangkan penekanan arti gagal
ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Gagal jantung
kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal
jantung mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan
dengan istilah gagal sirkulasi, yang menunjukkan ketidakmampuan dari sistem
kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai.
B. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongenital.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta
dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir. Kontraktilitas miokardium dapat miokardium dan
kardiomiopati.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat juga
mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat
mengganggu pengisian ventrikel, dan tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi
ventrikel, sehingga menyebabkan gagal jantung.
Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau
fungi dari protein kontraktil merupakan penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat
mengakibatkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak
dapat berupa:
1. Aritmia, akan mengganggu fungi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai
respon mekanis.
2. Respon mekanis yang tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tapa adanya rime jantung yang stabil.
3. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru. Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.
4. Emboli paru-paru, secara mendadak meningkackan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu
teriadinya gagal jantung kanan. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan
dan penanganan tidak saja ternadap fisiologis dan penyakit mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor
yang memicu terjadinya gagal jantung.
C. Faktor Resiko
1. Faktor Presinitasi
Misalnya infark miokard, kelainan katup jantung, infeksi (terutama infeksi saluran pernapasan), infark paru,
aritmia (misalnya fibrilasi atrium), terhentinya pengobatan penyakit jantung, kelelahan, makan garam yang
berlebihan, anemia.
2. Faktor diluar jantung (ekstra kardial)
Misalnya anemia, hipertensi, trotoksikosis, miksedema,fistulabarteriovenousa polisitemia vera dan penyakit
paget juga pengobatan endokarditis
D. Pathogenesa
Gangguan kontraktiltas miokardium ventrikel kiri yang
17
menurun pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume
residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri
tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left
Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel.
Ole karena selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan
meningkatkan LAP (Left Atrium Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan
meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan
teriadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebui merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema
paru-paru.
BAB IIIp
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17