KELOMPOK 9
i
KATA PENGANTAR
Alhamulillah segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas
berkah rahmat yangdiberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik tanpa ada
halangan yang berarti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah "BELA
NEGARA"
Terciptanya makalah ini tidak hanya hasil dari kerja keras kami, melainkan
banyak pihak yang
memberikan dorongan dan motivasi.
Sebagai penyusun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesan sempurna.
Untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah
ini diwaktu yang
mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia salah satu Negara ASEAN dengan jumlah penduduk yang
banyak, luas wilayah terbesar dengan berbagai kekayaan sumber daya
alam yang melimpah baik didarat maupun dilaut .
Akan tetapi pada kenyataannya Negara Indonesia termasuk dari
salah satu Negara termiskin di dunia. Sumber daya alam banyak dikuasai
oleh pihak asing serta golongan-golongan tertentu. Negara yang
seharusnya mengelola sumber daya alam tersebut untuk kepentingan dan
mesejahteraan rakyat pada kenyataaanya kalah dengan kepentingan
segelintir orang dan kelompok. Para penyelenggara Negara seakan-akan
sudah tidak berorientasi lagi untuk memajukan bangsa ini, mereka lebih
mengutamakan kepentingan kelompok mereka.
Tingginya angka korupsi di negeri ini menjadi masalah yang
mendasar yang sudah sangat mengkhawatirkan. Korupsi sudah mendarah
daging di negeri ini, semua aspek kehidupan di berbagai bidang apabila
dicermati secara detail tidak akan terlepas oleh tindakan korupsi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut ;
1. Apa pengertian dari korupsi
2. Apa saja faktor penyebab dari korupsi
3. Bagaimana Tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan di
indomesia.
4. Bagaiman peran mahasiswa dalam tindakan anti korupsi.
5. Seberapa pentingnya pendidikan anti korupsi
1
BAB II
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
2
Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat
menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah korupsi. Namun,
kenyataannya korupsi juga dilakukan oleh orang yang sudah kaya. Ini
membuat korupsi sebenarnya bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi
justru sebaliknya, kemiskinan disebabkan oleh korupsi.
2. Faktor organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas,
termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi
yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya
memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau
kesempatan untuk terjadinya korupsi.
4. Aspek Sosial
Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum
behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat
memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat
baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam
hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman
pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
3
faktor penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi. Faktor ini terdiri dua
aspek perilaku, yaitu individu dan sosial. Faktor penyebab korupsi internal di
antaranya adalah:
1. Sifat tamak/rakus manusia
Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya
diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam
diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
4
b. Aspek ekonomi
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami
situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang
bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan
melakukan korupsi.
c. Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses
yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku
sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan
dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan
kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara
politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian
instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
d. Aspek Organisasi
Aspek organisasi yang menjadi faktor penyebab korupsi di
antaranya adalah:
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kurang meadainya sistem akuntabilitas yang benar
Kelemahan sistem pengendalian manajemen
Lemahnya pengawasan.
5
diundangkan dalam Staatblad 1915 Nomor 752 berdasarkan KB 15
Oktober 1915. Sebagai hasil saduran dari Wetboek van Strafrecht
Nederland 1881, berarti 34 tahun lamanya baru terjelma unifikasi berdasar
asas konkordansi ini. Dengan demikian, KUHP itu pada waktu dilahirkan
bukan barang baru. Dalam pelaksanaannya, diperlukan banyak
penyesuaian untuk memberlakukan KUHP di Indonesia mengingat sebagai
warisan Belanda terdapat banyak ketentuan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan hukum masyarakat Indonesia.
6
berlandaskan Undangundang Keadaan Bahaya. Dalam keadaan normal ia
memerlukan penyesuaian. Atas dasar pertimbangan penyesuaian keadaan
itulah lahir kemudian Undang-undang Nomor 24 (Prp) tahun 1960 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada mulanya berbentuk
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
7
6. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 mempunyai judul yang sama
dengan TAP MPR No. XI/MPR/1998 yaitu tentang Penyelenggara negara
yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Lahirnya undang-
undang ini memperkenalkan suatu terminologi tindak pidana baru atau
kriminalisasi atas pengertian Kolusi dan Nepotisme. Dalam undang-
undang ini diatur pengertian kolusi sebagai tindak pidana, yaitu adalah
permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara
negara, atau antara penyelenggara negara dan pihak lain, yang merugikan
orang lain, masyarakat, dan atau Negara. Sedangkan tindak pidana
nepotisme didefinisikan sebagai adalah setiap perbuatan penyelenggara
negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan
keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa,
dan Negara. Dalam perjalanannya, undang-undang ini tidak banyak
digunakan.
8
komisi pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai suatu instrumen baru
pemberantasan korupsi. Harapan masyarakat bahwa undang-undang baru
ini akan lebih tegas dan efektif sangat besar, namun pembuat undang-
undang membuat beberapa kesalahan mendasar yang mengakibatkan
perlunya dilakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999
ini. Adapun beberapa kelemahan undang-undang ini antara lain:
a. Ditariknya pasal-pasal perbuatan tertentu dari KUHP sebagai tindak
pidana korupsi dengan cara menarik nomor pasal. Penarikan ini
menimbulkan resiko bahwa apabila KUHP diubah akan
mengakibatkan tidak sinkronnya ketentuan KUHP baru dengan
ketentuan tindak pidana korupsi yang berasal dari KUHP tersebut.
b. Adanya pengaturan mengenai alasan penjatuhan pidana mati
berdasarkan suatu keadaan tertentu yang dianggap berlebihan dan tidak
sesuai dengan semangat penegakan hukum.
c. Tidak terdapatnya aturan peralihan yang secara tegas menjadi
jembatan antara undangundang lama dengan undang-undang baru, hal
mana menyebabkan kekosongan hukum untuk suatu periode atau
keadaan tertentu.
9
keseluruhan sehingga perubahan KUHP tidak akan mengakibatkan
ketidaksinkronan.
b. Pengaturan alasan penjatuhan pidana mati didasarkan atas perbuatan
korupsi yang dilakukan atas dana-dana yang digunakan bagi
penanggulangan keadaan tertentu seperti keadaan bahaya, bencana
nasional, dan krisis moneter.
c. Dicantumkannya aturan peralihan yang secara tegas menjadi jembatan
antara undang-undang lama yang sudah tidak berlaku dengan adanya
undang-undang baru, sehingga tidak lagi menimbulkan resiko
kekosingan hukum yang dapat merugikan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
10
bentuk ketidakpercayaan masyarakat atas kinerja Kepolisian dan
Kejaksaan dalam memberantas korupsi. Kedua institusi itu terlanjur
dianggap masyarakat sebagai tempat terjadinya korupsi baru, baik dalam
penanganan perkara-perkara korupsi maupun dalam penanganan perkara-
perkara lainnya. KPK diharapkan menjadi trigger mechanism, yaitu
pemicu (terutama) bagi Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan
pemberantasan korupsi. Di antara kewenangan luar biasa yang tidak
dimiliki oleh Kepolisian dan Kejaksaan yang dimiliki KPK adalah
kewenangan melakukan penyadapan pembicaraan telepon. KPK juga
diberi kewenangan untuk menjadi supervisi bagi Kepolisian dan
Kejaksaan, selain ia juga dapat mengambil alih perkara korupsi yang
ditangani Kepolisian dan Kejaksaan apabila penanganan suatu perkara
oleh kedua institutsi itu dianggap tidak memiliki perkembangan yang
signifikan. Luasnya kewenangan KPK tidak berarti tanpa batas.
Pembatasan kewenangan KPK terutama menyangkut perkara yang dapat
ditanganinya, yaitu:
a. Yang menyangkut kerugian negara sebesar Rp. 1 miliar atau lebih.
b. Perkara yang menarik perhatian publik.
c. Perkara yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan atau khususnya
penegak hukum.
11
11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2000 merupakan
amanat Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang mengatur adanya
peran serta ma-syarakat dalam pemberantasan korupsi. Adapun latar
belakang diaturnya peran serta masyarakat dalam Undang-undang Nomor
31 tahun 1999 adalah karena korupsi menyebabkan krisis kepercayaan.
Korupsi di berbagai bidang pemerintahan menyebabkan kepercayaan dan
dukungan terhadap pemerintahan menjadi minim, padahal tanpa dukungan
rakyat program perbaikan dalam bentuk apapun tidak akan berhasil.
Sebaliknya jika rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerintah
serta berperan serta dalam pemberantasan korupsi maka korupsi bisa
ditekan semaksimal mungkin. PP No. 71 tahun 2000 dibentuk untuk
mengatur lebih jauh tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sehingga
apa yang diatur di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah
tersebut pada dasarnya memberikan hak kepada masyarakat untuk
mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi
serta menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada
penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat, atau kepada KPK). Di
samping itu PP ini juga memberikan semacam penghargaan kepada
anggota masyarakat yang telah berperan serta memberantas tindak pidana
korupsi yaitu dengan cara memberikan penghargaan dan semacam premi.
Beberapa bentuk dukungan masyarakat yang diatur dalam PP ini adalah:
a. Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor.
b. Memboikot dan memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam.
c. Melakukan pengawasan lingkungan.
d. Melaporkan adanya gratifikasi.
e. Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.
f. Berani memberi kesaksian.
g. Tidak asal lapor atau fitnah.
12
Ketentuan Pasal 41-42 Undang-undang No. 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan bahwa: “Masyarakat
dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi”.
13
akahirnya dengan telah lahirnya Undang-undang Nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terbentuknya
KPK, KPKPN pun melebur dan berintegrasi dengan KPK
14
diperlukan upaya investigatif berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-
laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaan dan pengeluarannya.
Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi dapat dilakukan
melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selain itu media berupa lomba-
lomba karya ilmiah pemberantasan korupsi ataupun melalui bahasa seni baik
lukisan, drama, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan juga. Selanjutnya pada
tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar
kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus
memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi
berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui
jalan pintas.
15
“Maka, sikap itu perlu diberikan penguatan, misalnya dengan
apresiasi. Sebaliknya, berbohong artinya salah, maka perlu ditegaskan
bahwa itu tidak boleh dilakukan dan jelaskan harusnya seperti apa.
3. Untuk Remaja
Pada anak usia remaja, mereka perlahan mulai mengembangkan nilai-
nilai personal yang diyakini baik. Jika sejak dini ditanamkan nilai moral
tentang kejujuran, maka sikap tersebut lebih mungkin menjadi nilai yang
dijunjung serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
“Bagaimana kejujuran itu ditunjukkan oleh orang-orang sekitar,
terutama keluarga, juga menjadi contoh yang baik dan dipelajari oleh
anak. Maka, jadilah role model untuk anak,”
“Anak-anak remaja juga salah satunya bisa ditanamkan tentang
kejujuran dengan diarahkan mengelola uang jajan mereka, dan
mempertanggung jawabkannya kepada orang tua,”
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dengan melakukan sistematisasi dari berbagi
undang-undang tentang korupsi dengan melihat perkembang dari pengertian,
unsur-unsur dan sistem hukumnya maka diperoleh suatu kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengertian mengenai korupsi mengalami perluasan, yaitu semua bentuk
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya, masuk dalam pengertian
korupsi.
2. Peraturan Perundangan tentang korupsi pada tahun 1957-1960 kurang bisa
mengakomodasi perbuatan korupsi pada tahun tersebut karena dalam
perundang-undangan harus mensyaratkan adanya kejahatan koruptif,
kemudian dilihat dari penegakan hukumnya kurang bisa konsisten, dalam
peraturan perundang-undangan korupsi terdapat dua pertanggung jawaban
hukum, yaitu secara pidana dan perdata, dimana pertanggung jawaban
secara pidana harus didahulukan dari pertanggung jawaban perdata.
B. Saran
Setelah melihat perkembangan pengertian dan unsur-unsur korupsi
diIndonesia serta fakta implementasi dari perturan perundang-undangan
tentang korupsi, maka penulis memunculkan saran-saran sebagai berikut:
1. Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas atau
“top political will” secara konsisten dari para penyelenggara negara;
2. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada
Undangundang korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan
pertanggung jawaban pidana terlebih dahulu kemudian pertanggung
jawaban secara perdata.
17
3. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan
sanksi yang dapat menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat
dan transparan.
18
DAFTAR PUSTAKA
https://dindik.jatimprov.go.id/pak//blog/3/pendidikan-anti-korupsi-sejak-
dini#:~:text=Pendidikan%20antikorupsi%20merupakan%20tindakan
%20untuk,tegas%20terhadap%20setiap%20bentuk%20korupsi
https://id-berita-yahoo-
com.cdn.ampproject.org/v/s/id.berita.yahoo.com/amphtml/12-faktor-
penyebab-korupsi-secara-075019945.html?
amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16337401061934&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A
%2F%2Fid.berita.yahoo.com%2F12-faktor-penyebab-korupsi-secara-
075019945.html
19