KEWARGANEGARAAN
PRODI HUKUM
2022
I
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan atas berkat rahmat yang diberikan Allah
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik tanpa ada
halangan yang berarti.
Proposal ini di susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kewarganegaraan. Terciptanya proposal ini tidak hanya hasil dari kerja keras kami,
melaingankan banyak pihak-pihak yang memberikan dorongan-dorongan motivasi. Sekali
lagi kami mengucapkan terima kasih atas terselesainya proposal ini.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesan
sempurna. Untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki proposal
ini diwaktu mendatang.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
III
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Korupsi yang ada di Indonesia sudah merajalela dan mengalami perkembangan dari masa
kemasa. Bicara tentang korupsi seakan tiada habisnya, bagai jamur yang tumbuh dimusim
hujan. Itu terjadi karena adanya wewenang dan kekuasaan yang besar tanpa pertanggung
jawaban yang jelas. Untuk mendapatkan kekuasaan, para pejabat atau calon-calon pejabat
banyak yang melakukan korupsi dan berlomba-lomba menikmati harta Negara dengan
semaunya sendiri. Entah dari skala yang terkecil sampai skala yang terbesar.
Lemahnya hukum di Indonesia yang kurang tegas menyebabkan para koruptor tiada henti
melakukan tindakan korupsi. Demi mendapatkan kekuasaan yang di inginkan para pejabat itu
rela menyuap. Belum tuntas kasus A, bermunculan kasus B, kasus C dan sebagainya.
Penyesuaian kasus yang lama dapat menyita waktu, tenaga dan biaya. Korupsi seperti parasit
dalam pemerintahan yang merusak moral para pejabat.
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat
ini masih terus bergulir, walaupun berbagai strategi telah dilakukan, upaya perbuatan korupsi
masih tetap saja merebak di berbagai sektor kehidupan. Beberapa kalangan berpendapat
bahwa terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu
penyebabnya adalah korupsi yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang diibaratkan
seperti jamur dimusim penghujan, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan tetapi juga sudah
merambah ke korporasi termasuk BUMN.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Anti Korupsi?
2. Apa faktor-faktor penyebab Korupsi?
3. Bagaimana upaya penanggulangan Korupsi?
4. Apa nilai-nilai Anti Korupsi?
5. Bagaimana peran serta masyarakat dan pemerintah dalam menanggulangi Korupsi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Anti Korupsi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Korupsi.
3. Untuk mengetahui upaya penanggulangan Korupsi.
4. Untuk mengetahui nilai-nilai Anti Korupsi.
5. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dan pemerintah dalam menanggulangi
Korupsi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi (Maheka, t.th: 31). Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana
meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana
menyelamatkan uang dan aset negara. Menurut Maheka (t.th: 31), peluang bagi
berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan cara melakukan perbaikan sistem (Hukum
dan kelembagaan) dan perbaikan manusianya. Dalam hal perbaikan sistem, langkah-langkah
antikorupsi mencakupi:
3
3. Meningkatkan kesadaran hukum individu dan masyarakat melalui sosialisasi dan
pendidikan antikorupsi;
4. Mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan;
5. Memilih pemimpin (Semua level) yang bersih, jujur, antikorupsi, peduli, cepat
tanggap (Responsif) dan dapat menjadi teladan bagi yang dipimpin.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri
pelaku atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku
materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih “Mendewasakan”
materi maka dapat “Memaksa” terjadi permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah:2009).
Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan
ekonomi, dan birokrasi serta transnasional sebagaimana dalam buku berjudul peran parlemen
dalam membasmi korupsi (ICW:2000) yang mengidentifikasikan 4 faktor penyebab korupsi
yaitu Faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika
terjadi instabilitas politik, kepentingan politis, para pemegang kekuasaan, bahkan ketika
meraih dan mempertahankan kekuasaan.
2. Faktor Hukum
Faktor hukum menjadi penyebab korupsi, dikarenakan banyak produk hukum yang
tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecendrungan aturan hukum
dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu meskipun orang awam tidak bisa
melihatnya. Demikian pula, sanksi yang tidak ekuivalen dengan perbuatan yang dilarang,
sehingga tidak tepat sasaran dan dirasa terlalu ringan atau terlalu berat. Selaras dengan
hal ini, Susila (Dalam Hamzah, 2004), menyatakan bahwa tindakan korupsi mudah
4
timbul, karena ada kelemahan dalam perundang-undangan yang mencakupi: (1) Adanya
peraturan perundang-undangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak tertentu, (2)
Kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, (3) Peraturan kurang
disosialisasikan, (4) Sanksi terlalu ringan, (5) Penerapan sanksi yang tidak konsisten dan
pandang bulu, dan (6) Lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-
undangan. Lemahnya penegakan hukum, rendahnya mental aparatur, rendahnya
kesadaran masyarakat, serta kurangnya political will pemerintah, menurut Saleh (2006)
juga menjadi pemicu terjadinya korupsi.
Dari aspek hukum, penelitian Ezung (2012) juga memberikan kesimpulan yang tidak
jauh berbeda, bahwa terjadinya korupsi disebabkan oleh lemahnya peraturan yang dibuat
dan lemahnya peegakan hukum.
3. Faktor Ekonomi
Kenyataan juga menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya dilakukan oleh orang yang
ekonominya pas-pasan untuk bertahan hidup, tetapi saat ini korupsi juga dilakukan oleh
orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro, 2004). Rendahnya pendapatan
dan gaji tidak serta merta mendorong orang untuk melakukan korupsi. Banyaknya
pemimpin nasional dan daerah, serta para anggota legislatif di tingkat nasional dan di
level daerah yang dipidana, karena telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana
korupsi. Mereka korupsi tidak karena kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan yang
kurang (By need). Mereka melakukan korupsi karena mental buruk, tidak bermoral,
sehingga berjiwa serakah (By greed) untuk mengambil harta negara guna menambah
pundi-pundi kekayaannya.
5
4. Faktor Transnasional
Faktor transnasional amat terkait dengan perkembangan hubungan ekonomi lintas negara
yang tidak jarang menambah lahan sumber bagi tumbuhnya korupsi di kalangan birokrasi
pemerintahan. Korupsi mudah terjadi, karena perusahaan-perusahaan asing
(Transnasional) dapat beroperasi di suatu negara tanpa harus masuk ke lini birokrasi
pusat. Mereka bisa masuk ke lini birokrasi pemerintah daerah dengan cara memberi uang
pelicin agar dapat berinvestasi di daerah. Korupsi berlangsung bagai simbiosis
mutualisme, dimana pengusaha asing memiliki uang yang dapat digunakan untuk
menyogok pejabat agar memperoleh izin untuk melakukan usaha di daerah, sedangkan
elit daerah mempunyai otoritas untuk memutuskan.
Perbuatan korupsi tidak bisa dibiarkan berjalan begitu saja dan seakan menjadi sebuah
fenomena di negeri ini, kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan
secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan seakan-akan perbuatan
korupsi itu sah-sah saja dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari
jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk
itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Disini ada beberapa upaya atau jalan untuk penanggulangan Korupsi yang ditawarkan
para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (Dalam
Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah dalam menanggulangi korupsi adalah sebagai
berikut:
6
e. Korupsi adalah masalah nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi
dibatasi, tetapi memang harus ditekan sekecil mungkin, agar beban korupsi
organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu
pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan
dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Upaya untuk melawan atau memberantas korupsi tidak cukup dengan menangkap dan
menjebloskan koruptor ke penjara, sebab peluang untuk berbuat korupsi terhampar luas
dihadapan para calon koruptor, terlebih lagi banyak tersedia arena bagi koruptor-koruptor
baru untuk melampiaskan hasrat korupsinya. Itulah sebabnya diperlukan penanaman nilai-
nilai antikorupsi sebagai upaya pencegahan kepada generasi muda. Mengapa nilai-nilai
antikorupsi perlu disemaikan ke dalam jiwa dan roh generasi muda? Ada keyakinan bahwa
generasi sekarang ini adalah generasi yang lahir, tumbuh, dan berkembang di dalam sistem
dan budaya yang korup. Hal ini berakibat pada sikap permisif generasi sekarang terhadap
perbuatan korupsi. Secara lahiriah mereka mengukut dan mencela perbuatan korupsi, tetapi
hati mereka tidak tega terhadap para koruptor, sehingga mereka cendrung membiarkan dam
memaafkan para koruptor. Jika demikian halnya, selamanya korupsi tidak akan dapat
diberantas. Untuk itulah, generasi yang akan datang atau yang saat ini disebut generasi muda
harus didorong untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk korupsi.
Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima korupsi ke sikap tegas menolak
korupsi tidak akan pernah terwujud jika generasi sekarang yang masih memiliki hati nurani
tidak mau dan mampun membina generasi muda untuk mengevaluasi dan memperbarui nilai-
nilai yang diwarisi dari generasi terdahulu dan sekarang sesuai dengan tuntutan,
perkembangan dan kebutuhan bangsa. Nilai yang dimaksudkan di sini adalah sesuatu yang
menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai atau sesuatu
yang baik (Bertens, 2001:139). Nilai-nilai anti korupsi yang perlu disampaikan kepada
generasi muda, terutama mereka yang masih duduk dibangku TK, SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi, antara lain:
1. Kejujuran
Kejujuran adalah sifat (Keadaan) jujur, ketulusan hati, dan kelurusan hati (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2002:479). Kejujuran adalah mengungkapkan sesuatu sesuai
dengan kenyataan yang dilakukan, dialami dan dirasakan (Sutrisno dan Sasongko,
7
t.th.:40). Kejujuran merupakan dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara
moral (Suseno, 1987: 142). Tanpa kejujuran, manusia tidak dapat maju selangkah
pun, karena ia tidak berani menjadi diri sendiri. Tanpa kejujuran, keutamaan-
keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilainya. Bersikap baik kepada orang lain,
tetapi tidak dilandasi kejujuran adalah kemunafikan dan racun bagi diri sendiri. Tidak
jujur berarti tidak seiya-sekata dan itu berarti orang yang tidak jujur belum sanggup
mengambil sikap yang lurus.
2. Tanggung Jawab
Kaa tanggung jawab berasal dari kata tanggung dan kata jawab. Kata tanggung
bermakna beres, tidak perlu khawatir (Pusat Bahasa Depdiknas, 2022: 1138).
Tanggung Jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atu fungsi
menerima pembebanan sebagai akibat sikap pihak sendiri atatu orang lain (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2022: 1139). Tanggung jawab adalah melaksankan tugas dengan
sungguh-sungguh dan orang lain atau diri sendiri hingga selesai atau sanggup
menangung resiko dari apa yang telah dikerjakan atau diperbuat (Surono (ed), t.th:
16).
3. Keberanian
Keberanian berasal dari kata berani, yang artinya mempunyai hati yang mantap dan
rasa percya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2022: 138). Keberanian adalah tindakan untuk
memperjuangkan sesuatu yang diyakini kebenarannya (Sutrisno dan Sasongko (ed),
t.th.: 30). Orang yang berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah
adalah salah, merupakan agen penting dalam mengembangkan nilai-nilai antikorupsi.
4. Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil, artinya sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak; berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran; sepatutnya, tidak
sewenang-wenangnya (Pusat Bahasa Depdiknas, 2022:8). Kata keadilan juga
memiliki makna yang beragam. Cephalus, seorang wartawan terkemuka Athena,
memaknai keadilan sebagai bersikap fair dan jujur dalam membuat kesepakatan
(Rasuanto, 2005: 8).
8
Peran serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan membrantas
korupsi merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “Martir” bagi para
pelaku tindak KKN.
Bentuk-bentuk peran serta dalam pemerantasan tindak korupsi menurut UU No. 31 tahun
1999 antara lain adalah SBB:
1. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana
korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum.
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
6. Penghargaan pemerintah kepada masyarakat.
9
BAB III
KESIMPULAN
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi (Maheka, t.th: 31). Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana
meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana
menyelamatkan uang dan aset negara.
Faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan ekonomi, dan
birokrasi serta transnasional sebagaimana dalam buku berjudul peran parlemen dalam
membasmi korupsi (ICW:2000) yang mengidentifikasikan 4 faktor penyebab korupsi yaitu
Faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
upaya atau jalan untuk penanggulangan Korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-
masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (Dalam Soerjono, 1980)
memberikan langkah-langkah dalam menanggulangi korupsi adalah sebagai berikut:
Nilai-nilai anti korupsi yang perlu disampaikan kepada generasi muda, terutama
mereka yang masih duduk dibangku TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, antara lain:
10
5. Kejujuran
Kejujuran adalah sifat (Keadaan) jujur, ketulusan hati, dan kelurusan hati (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2002:479). Kejujuran adalah mengungkapkan sesuatu sesuai
dengan kenyataan yang dilakukan, dialami dan dirasakan (Sutrisno dan Sasongko,
t.th.:40). Kejujuran merupakan dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara
moral (Suseno, 1987: 142). Tanpa kejujuran, manusia tidak dapat maju selangkah
pun, karena ia tidak berani menjadi diri sendiri. Tanpa kejujuran, keutamaan-
keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilainya. Bersikap baik kepada orang lain,
tetapi tidak dilandasi kejujuran adalah kemunafikan dan racun bagi diri sendiri. Tidak
jujur berarti tidak seiya-sekata dan itu berarti orang yang tidak jujur belum sanggup
mengambil sikap yang lurus.
6. Tanggung Jawab
Kaa tanggung jawab berasal dari kata tanggung dan kata jawab. Kata tanggung
bermakna beres, tidak perlu khawatir (Pusat Bahasa Depdiknas, 2022: 1138).
Tanggung Jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atu fungsi
menerima pembebanan sebagai akibat sikap pihak sendiri atatu orang lain (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2022: 1139). Tanggung jawab adalah melaksankan tugas dengan
sungguh-sungguh dan orang lain atau diri sendiri hingga selesai atau sanggup
menangung resiko dari apa yang telah dikerjakan atau diperbuat (Surono (ed), t.th:
16).
7. Keberanian
Keberanian berasal dari kata berani, yang artinya mempunyai hati yang mantap dan
rasa percya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2022: 138). Keberanian adalah tindakan untuk
memperjuangkan sesuatu yang diyakini kebenarannya (Sutrisno dan Sasongko (ed),
t.th.: 30). Orang yang berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah
adalah salah, merupakan agen penting dalam mengembangkan nilai-nilai antikorupsi.
8. Keadilan
11
Keadilan berasal dari kata adil, artinya sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak; berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran; sepatutnya, tidak
sewenang-wenangnya (Pusat Bahasa Depdiknas, 2022:8). Kata keadilan juga
memiliki makna yang beragam. Cephalus, seorang wartawan terkemuka Athena,
memaknai keadilan sebagai bersikap fair dan jujur dalam membuat kesepakatan
(Rasuanto, 2005: 8).
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan membrantas
korupsi merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “Martir” bagi para
pelaku tindak KKN.
12
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, Insan. 2009. “Peran Serta Penyelenggara Negara dalam Upaya pemberantasan
Korupsi”. Makalah. Disampaikan dalam workshop Forum komunikasi Wartawan Jawa
Tengah (FKWJT) di Hotel Santika Semarang pada tanggal 26 Februari 2009.
13