Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN PANCASILA


“TINDAK PIDANA KORUPSI DIINDONESIA”

Dosen Pengampu:
Dwi Nurma Heltasari, SH., MH

Di susun oleh:
Sri Eka Suriani (201420011)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
(PEM AKAMIGAS)

Cepu, September 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pancasila” yang membahas mengenai “Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia”.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Saya sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.

Cepu, 24 September 2022

Sri Eka Suriani


DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................................

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................1

1.2 TUJUAN..........................................................................................................................2

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN........................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................................4

2.1 PENGERTIAN KORUPSI...............................................................................................4

2.2 KLASIFIKASI TINDAK PEDANA KORUPSI DI INDONESIA..................................8

2.3 TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA PRESPEKTIF NORMATIF..........................8

BAB III ANALISIS ..........................................................................................................15

BAB IV PENUTUP............................................................................................................33

4.1 ABSTRAK.....................................................................................................................33

4.2 SARAN..........................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kualitas dan kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kemampuannya dalam
melaksanakan pembangunan yang dapat menunjang perkembangan sumber daya manusia
dengan melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Keberhasilan dan efektifitas suatu
pembangunan dapat ditentukan oleh dua factor yaitu, sumber daya manusia dan pembiayaan,
diantara kedua faktor tersebut yang paling mendominan adalah faktor sumber daya
manusianya yang berperan aktif sejak perencanaan hingga pada pelaksanaannya. Pada
dasarnya Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di asia hal ini dapat dibuktikan
dengan kekayaan sumer daya alam yang sangat melimpah mulai dari rempah-rempah, pulau,
suku, agama, dan bahasa. Akan tetapi ironisnya negara Indonesia dibandingkan negara lain di
asia Indonesia bukanlah negara terkaya malah menjadi negara miskin mengapa demikian
karena hal ini diebabkan oleh rendahnya sumber daya manusia yang bermoral dan jujur pada
individu sehingga mendorong terjadinya korupsi. Kualitas tersebut bukan hanya dilihat dari
segi pengetahuan dan intelektualnya akan tetapi juga dilihat dari segi moral dan akhlaknya.
Hancurnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran pada individu aparat negara yang
meyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia merupakan suatu perilaku penyakit
yang menyimpang pada diri individu karena korupsi merupakan perbuatan mencuri yang
dapat merugikan secara material keuangan negara yang sangat besar dan juga semua aspek
kehidupan berbangsa dan negara. Hal tersebut terjadi sebagai cerminan kurangnya moralitas
dan rasa malu serta kurangnya kejujuran pada diri individu sehingga perilaku yang
dimunculkan hanya kerakusan dan kekuasaan. Yang menjadi persoalan adalah apakah
korupsi dapat diberantas?, satu satunya jawaban adalah jika ingin maju korupsi harus dapat
diberantas, jika korupsi tidak dapat diberantas minimal dapat mengurangi tindak korupsi dari
titik yang paling kecil, dan apabila kropsi tidak dapat diberantas jangan harap negara ini akan
dapat mengejar ketertinggalan dari negara maju ainnya serta korupsi dapat membawah
dampak neatif yang dapat membawah negara kejurang kehancuran.

1.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian korupsi
2. Dapat menetahui penyebab dan latar belakang terjadinya korupsi
3. Dapat mengetahui macam macam korupsi
4. Dapat mengetahui kalsifikasi tindak pidana korupsi di Indonesia
5. Dapat mengetahui hukuman tindak pidana korupsi di Indonesia
6. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan adanya korupsi
7. Dapat mengetahui cara memberantas korupsi

1.3 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 TUJUAN
1.3 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN KORUPSI SECARA TEORITIS
2.2 KALASIFIKASI TINDAK PIDANA DI INDONESIA
2.3 TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA PRESPEKTIF NORMATIF
BAB III ANALISIS
BAB IV PENUTUP
3.1 KESIMPULAN/ABSTRAK
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Korupsi Secara Teoritis


Salah satu teori korupsi menurut Jack Bologne Gone, Korupsi adalah adanya
keserakahan, kesempatan (yaitu kedudukan atau kekuasaan), kebutuhan, dan pengungkapan.
Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dengan individu pelaku korupsi. Teori Gone
mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas
dan tidak pernah ada rasa cukup pada diri seorang koruptor yang serakah, dimana
keserakahan diikuti dengan kesempatan, sehingga akan menjadi katalisator terjadinya tindak
pidana korupsi. Setelah adanya perilaku serakah dan kesempatan maka timbul juga gaya
hidup yang berlebihan yang berisiko untuk melakukan korupsi serta adanya pengungkapan
atau penindakan atas perilaku yang tidak mampu menimbulkan efek jerah pada koruptor.
Korupsi terjadi karena adanya penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang mengatas
namakan keperluan negara padahal hanya untuk keperluan probadi dan keluarganya hal ini
terjadi karena adanya sifat serakah, dan gaya hidp yang berlebihan. Hal tersebut akan masuk
kepembahasan saya mengenai tindak pidana diidonesia dan juga faktor korupsi serta tindak
pidana secara atau dalam prespektif normatife.

2.2 Penyebab Terjadinya Korupsi


Penyebab terjadinya korupsi dapat dilihat dari dua faktor yaitu faktor internal dan
eksternal, dapat dilihat sebagai berikut:
1. Faktor penyebab Internal
a. Sifat Serakah/tamak/rakus
Keserakahan dan tamak dapat membuat seorang individu yang tidak merasa puas
dan cukup padahal sudah hidup bercukupan “kaya” bahkan memiliki jabatan tinggi,
akan tetapi karena perilatersebut membuat dirinya selalu tidak merasa cukup
sehingga mendorongnya untuk melakukan korupsi.
b. Gaya hidup konsumtif
Dengan adanya sifat serakah yang telah dimiliki seorang individu ditambah lagi
dengan gaya hidup yang tinggi karena keperluan sosial yang mendorong dirinya
untuk melakukan korupsi misalnya seorang individual ingin memiliki gaya hidup
yang glamour akan tetapi tidak sepadan dengan pendapatan (gaji).
c. Moral yang Lemah
Moral yang lemah dapat ditandai dengan lemahnya keimana, kejujuran, dan rasa
malu, serta rasa tanggung jawab, shingga dengan hal tersebut godaan untuk berbuat
jahat atau dalam hal ini adalah tindakan korupsi akan sulit untuk dihindari.
2. Faktor penyebab Eksternal
a. Aspek sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi
bahkan dari keluarganya sendiri, dan juga budaya masyarakat yang mendorong
terjadinya korupsi contohnya masyarakat hanya akan menghargai seseorang dari
kekayaannya yang dimilikinya.
b. Aspek Politik
Adalah suatu keyakinan bahwa jalur politik dapat memperoleh keuntungan yang
besar dan kekayaan diri sendiridimana didalam politik sendiri akan muncul yang
namanya money politics yang digunakan untuk keuntungan sendiri tanpa
memikirkan nasib masyarakat yang digunakan untuk membeli suara rakyat agar
memperoleh kemenangan.
c. Aspek Hukum
Jika dilihat dari segi aspek hukum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perrundan
undangan atau penegakan hukum yang lemah sehingga pelaku korupsi mencari celah
untuk melakukan aksinya, kemudian sisi kedua adalah penegakkan hukum yang
tidak menimbulkan rasa jerah kepada pelaku, atau bahkan human yang diberikan
tidak setimpal dan adil.
d. Aspek Ekonomi
Dimana tingkat pendapatan gaji dtidak cukup dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
yang tinggi, hal ini dikarenakan gaya hidup keluarganya yang sangat glamour serta
kebutuhan hidup keluarganya sangat tinggi. walaupun begitu fakta yang
menunjukkan bahwa pelaku korupsi kebanyakan bukan yang memiliki gaji pas
pasan tapi mereka yang memiliki kedudukan atau jabatan tinggi seperti anggota
DPR, Bupati, Gubernur, atau bahkan mentri. Hal tersebut bisa terjadi karena
rusaknya moral.
e. Aspek Organisasi
Biasanya organisasi memberi andil terjadinya korupsi, karena tak jarang dari
organisasi tersebut mendukung adanya korupsi yang bertujuan agar dapat
membiayai kegiatan keorganisasiannya.
2.3 Klasifikasi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Tindak pidana korpsi di Indonesia diatur berdasrkan Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 mengenai
perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
pasal 2 ayat (1) di sebutkan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara”.
Adapun klasifkasi tindak pidana korupsi di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 7
klasifikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara, dimana dalam hal ini adalah suatu perbuatan melawan
hukum yang dilakukan untuk memperkaya dan menguntungkan diri sendiri contohnya
seorang pegawai atau aparatur negara melakukan mark up anggaran agar
mendapatkan keuntungan selisih harga tersebut sehingga dapat merugikan keuangan
negara karena anggaran dapat membengkak dari yang seharusnya.
2. Suap menyuap, adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan diri
sendiri yang biasa terjadi antar sesame aparatur negara dan diluar apatur negara,
contohnya suap menyuap yang terjadi diantara sesame aparatur negara yang bertujuan
untuk mempermudah kenaikan jabatan, kemudian untuk diluar aparatur negara
biasanya dilakukan agar memproleh kemenangan suatu proyek atau tender.
3. Penggelapan dalam jabatan, adalah Tindakan yang dilakukan untuk melakukan
pemalsuan data atau buku-buku khusus untuk pemeriksaan data, contohnya penegak
hukum yang menghilangkan barang bukti suap yang bertujuan untuk melindungi
pemberi suap.
4. Pemerasan, adalah tindakan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau
menyalagunakan wewenang dengan meminta tarif sebuah dokumen dengan harga
yang lebih tinggi dari yang sebenarnya.
5. Perbuatan curang, adalah tindangkan yang dilakukan untuk menguntungkan diri
sendiri dan merugikan orang lain contohnya pada seorang pemborong yang sedang
memgan pembangunan lalu curang pada saat pembelian barang yang dibawah standar
dari harga yang telah ditentukan sehingga pemborong tersebut dapat untung banyak
akan tetapi dapat merugikan dan membahayakan orang lain.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, adalah tindakan seorang aparatur negara
yang langsung maupun tidak langsung terlibat pada suatu pemborongan yang mana
tugas awalnya adalah hanya untuk mengawasi dan mengurusnya, contohnya seorang
aparatur negara yang mengikut sertakan perusahaan keluarganya agar menang tender
tersebut.
7. Gratifikasi, adalah suatu Tindakan aparatur negara yang menerima suap yang telah
berlawanan dengan kewajiban tugasnya, contohnya seorang pengusaha memberikan
suatu hadiah yang mahal kepada seorang aparatur negara yang bertujuan agar
dimenangkan tender dan mendaptkan suatu proyek dari pemerintahan.

2.4 Tindak Pidana Korupsi secara Deskriptif Normatif


Berdasarkan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001, maka tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi
Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut:

1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999).
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
3. Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999).
4. Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara
dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor
20 tahun 2001).
6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20
Tagun 2001).
7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat
(1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
2.4 Hukum Tindak Pidana Koruptor
1. Pidana Mati
Pidana Mati adalah hukuman penjara yang diberikan kepada pelaku korupsi (Koruptor),
dimana Hukuman mati telah diatur pada pasal 2 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Ayat (2) menyatakan bahwa "Dalam hal tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
dijatuhkan." Pasal ini menyebutkan “keadaan tertentu”, keadaan yang dimaksud adalah
ketika bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana hukuman mati. 

2. Pidana Penjara
Pidana penjara tindak pidana korupsi sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang
dikeluarkan di masa Orde Baru pada kepemimpinan Presiden Soeharto. UU No. 3 tahun
1971 mengatur pidana penjara maksimum seumur hidup serta denda maksimal Rp 30 juta
bagi semua delik yang dikategorikan korupsi. Walaupun UU No. 3 tahun 1971 ini
dinyatakan tidak berlaku lagi setelah digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Pidana Penjara Tambahan


Pidana tambahan merupakan jenis pidana yang bersifat fakultatif yang dapat dijatuhkan
oleh hakim namun tidak wajib. Jenis pidana tambahan ini terdapat dalam ketentuan Pasal 18
ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Contoh tindak pidana penjara tambahan adalah perampasan barang bergerak
berwujud atau tidak berwujud, di denda, dan pencabutan seluruh atau Sebagian hak hak
pelaku korupsi.

2.5 Dampak Korupsi


1. Dampak Korupsi Dibidang Ekonomi
Korupsi berdampak buruk pada perekonomian sebuah negara. Salah satunya
pertumbuhan ekonomi yang lambat akibat dari multiplier effect rendahnya tingkat
investasi. Hal ini terjadi akibat investor enggan masuk ke negara dengan tingkat korupsi
yang tinggi, korupsi juga menambah beban dalan transaksi ekonomi dan menciptakan
sistem kelembagaan yang buruk. Adanya suap dan pungli dalam sebuah perekonomian
menyebabkan biaya transaksi ekonomi menjadi semakin tinggi, hal ini mengakibatkan
melambatnya perekonomian membuat kesenjangan sosial semakin lebar. Orang kaya
dengan kekuasaan, mampu melakukan suap, akan semakin kaya. Sementara orang miskin
akan semakin terpuruk dalam kemelaratan. 

2. Dampak Korupsi Dibidang Kesehatan


Dampak dari korupsi bidang kesehatan adalah secara langsung mengancam nyawa
masyarakat. ICW mencatat, pengadaan alat kesehatan dan obat merupakan dua sektor
paling rawan korupsi.  Perangkat medis yang dibeli dalam proses korupsi berkualitas
buruk, pelayanan purnajualnya juga jelek, serta tidak presisi. Begitu juga dengan obat
yang pembeliannya mengandung unsur korupsi, pasti keampuhannya dipertanyakan.

3. Dampak Korupsi Terhadap Pembangunan


Salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pembangunan dan infrastruktur.
Salah satu modus korupsi di sektor ini, menurut Studi World Bank, adalah mark up yang
sangat tinggi mencapai 40 persen. KPK mencatat, dalam sebuah kasus korupsi
infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen, ternyata nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50
persen, karena sisanya dibagi-bagi dalam proyek bancakan para koruptor, dampak dari
korupsi ini tentu saja kualitas bangunan yang buruk sehingga dapat mengancam
keselamatan publik. Proyek infrastruktur yang sarat korupsi juga tidak akan bertahan lama,
cepat rusak, sehingga harus dibuka proyek baru yang sama untuk dikorupsi lagi. 

4. Dampak Korupsi Terhadap Kemiskinan


Alur korupsi yang terus menerus akan semakin memunculkan kemiskinan masyarakat.
Korupsi akan membuat masyarakat miskin semakin menderita, dengan mahalnya harga
pelayanan publik dan kesehatan. Pendidikan yang buruk akibat korupsi juga tidak akan
mampu membawa masyarakat miskin lepas dari jerat korupsi.

5. Dampak Korupsi Terhadap Budaya


Korupsi juga berdampak buruk terhadap budaya dan norma masyarakat. Ketika korupsi
telah menjadi kebiasaan, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai hal lumrah dan
bukan sesuatu yang berbahaya. Hal ini akan membuat korupsi mengakar di tengah
masyarakat sehingga menjadi norma dan budaya, berdasarkan hasil penelitian Barr dan
Serra (2010) menunjukkan bahwa data di Inggris memberikan hasil serupa yaitu adanya
hubungan positif antara tingkat korupsi di negara asal dengan kecenderungan para imigran
melakukan penyogokan. Ketika masyarakat permisif terhadap korupsi, maka semakin
banyak individu yang melanggar norma antikorupsi atau melakukan korupsi dan semakin
rendah rasa bersalah. 

2.6 Cara Memberantas Korupsi


Korupsi harus dapat diberantas agar pelaku korupsi tidak semakin bertambah karena
tindakan korupsi akan mengakibatkan beberapa masalah yang dapat mengakibatkan
kesenjangan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun cara memberantas
Korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Secara Represif
Merupakan strategi atau cara KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) dalam menjerat
koruptor ke meja hijau, dengan membacakan tuntutan dan menghadirkan saksi-saksi serta
alat bukti yang menguatkan agar para koruptor dapat diberikan hukuman yang setimpal,
adapun tahapan secara represif adalah penanganan laporan pengaduan masyarakat,
penyelidikan, penyidikan, selanjutnya dilakukan penuntutan, kemudian dilakukan putusan
pengadilan oleh jaksa dan hakim kepada pelaku korupsi (koruptor).
2. Perbaikan Sistem
Dimana Indonesia sendiri masih banyak Sistem yang justru menyisakan celah terjadinya
praktik korupsi contohnya, prosedur kepegawaian menjadi lebih rumit yang menimbulkan
suap, perizinan, pembelian barang dan jasa dan lain lain sebagainya. Tentu saja perlu
perbaikan terhadap system karena semakin baik system akan dapat meminimalisir
terjadinya korupsi contohnya melalui layanan public online dizaman Sekaran yang serba
digital, serta pemantauan terintegrasi, dll.

3. Edukasi dan Kampanye


Dengan cara ini dapat menimbulkan kesamaan pemahaman terhadap tindak pidana
korupsi, karena dengan adanya kesamaan pemahaman pemberantasan korupsi dapat
dilakukan secara tepat dan terarah.

4. Strategi Proventif
Adalah cara atau upaya dalam pencegahan korupsi dengan mengurangi penyebab dan
peluang seseorang dalam melakukan korupsi adapun upayanya adalah dengan menguatkan
DPR, MA, mengembangkan kode etik pada sektor publik, organisasi profesi, dan asosiasi
bisnis, meningkatkan pengolahan SDM dan kesejahteraan PNS, meningkatkan kualitas
penerapan sistem pengadilan manajemen, dan juga meningkatkan kualitas pelayanan
masyarakat, serta melakukan kampanye dalam menciptakan nilai atau value dalam skala
nasional.

5. Strategi Detektif
Adalah suatu cara atau upaya dalam mendeteksi terjadinya kasus korupsi secara cepat,
tepat dan biaya rendah, adapun upaya detektif adalah memperbaiki system dengan
memantau pengaduan masyarakat, pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan
tertentu,pelaporan harta pribadi terhadap pemegang kekuasan dan fungus publik,
partisipasi Indonesia pada Gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di kancah
internasional, serta peningkatan kemempuan aparat pengawasan fungsional pemerintah
atas APFP dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

5.4 Cara Mencegah Korupsi


1. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi
Salah satu cara untuk mencegah atau memberantas korupsi adalah dengan cara
mendirikan organisasi independent yang didedikasikan untuk pemberantasan korupsi,
contohnya organisasi Ombudsman organisasi yang pertama kali didirikan oleh negara
swedia yang berfungsi dalam memberikan Pendidikan kepada pemerintah dan masyarakat
serta mengembangkan standar perilaku dan kode etik bagi organisasi pemerintah dan
hukum yang membutuhkan.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik


Merupakan salah satu cara untuk mencegah korupsi dengan mewajibkan pejabat public
untuk menyatakan dan mengungkapkan jumlah kekayaan mereka sebelum dan sesudah
menjabat agar masyarakat dapat memantau peningkatan kekayaan pejabat public.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Adalah dengan memberikan hak akses informasi kepada masyarakat, dimana harus ada
system agar public (termasuk media) yang berhak meminta semua informasi mengenai
kebijakan pemerintah yang berdampak pada kehidupan banyak orang. Sehingga hal ini
dapat meningkatkan kemauan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan dan
mengimplementasikannya secara transparan.
BAB III
PEMBAHASAN

Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang


belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentuknya
dirasakan masih tetap merajalela. Istilah korupsi sebagai istilah hukum pengertian korupsi
adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah
atau badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran yang lain dari
masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara
memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu
perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan
keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu
digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
            Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
-          Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi (Preventif)
-          Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi (Deduktif)
-          Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi (Represif)
Dalam tulisan Marx, German Ideology, beliau merumuskan suatu premis dasar bahwa
bidang ekonomi menentukan pemikiran manusia, Mengapa ekonomi? Karena Marx hendak
konsisten dengan dalilnya mengenau dialektika materi. Baginya materi ini dapat diidentikan
sebagai ekonomi. Kondisi ekonomi seseorang yang kemudian membentuk kesadaran
seseorang tersebut. Sehingga pandangan seseorang mengenai dunia ditentukan oleh posisi
ekonominya (Marx: posisi kelasnya). Seseorang yang berada pada kelas yang terhormat tentu
memiliki pandangan dan wawasan yan berbeda dengan orang yang berada pada kelas bawah.
Perbedaan inilah yang kemudian menimbulkan konflik seperti halnya tindak Korupsi yag
dilakukan oleh kalangan yang berada pada kelas atas sehingga menimbulkan perselisihan
mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang mengenai status,kekuasaan, dan sumber-
sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi sehingga tindak korupsipun akan
terjadi, karena kepentingan dari pihak yang berkuasa pasti berbeda dengan kepentingan dari
pihak lemah sehingga ada celah-celah kesempatan untuk bisa melakukan tindak korupsi tanpa
memikirkan kaum yang berada di bawah (kaum lemah). Hal penting dalam Teori Konflik
yang pertama adalah Kekuasaan, di mana setiap kemampuan untuk memenangkan kemauan
sendiri, juga kalau kemauan itu sendiri harus bertentangan dengan kemauan orang lain,
seperti halnya korupsi yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa itu muncul berawal dari konsep
dan minusnya kekuasaan yang selalu hadir dalam suatu relasi. Yang kedua adalah
Kepentingan, masyarakat terdiri dari kelas-kelas. Kelas yang tentu mempunyai perbedaan
kepentingan dengan kelas yang lain. Pihak penguasa memiliki kepentingan untuk
mempertahankan apa yang dimilikinya, sedangkan pihak bawah akan cenderung mengadakan
suatu perubahan. Bisa saja orang yang melakukan tindak korupsi yang berada pada kelas atas
mempertahankan jabatan dan wewenang yang dimilikinya sedangkan pihak yang berada pada
kelas bawah ingin melakukan perubahan atas tindakan pihak kelas atas yang dianggap
menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang untuk kepentingan pribadi, sehingga pihak
bawah merasa keadilan Negara terhadap rakyat kelas bawah kurang, serta tindakan tersebut
dianggap merugikan mereka karena hak keungan Negara yang harusnya digunakan untuk
mensejahterakan mereka digelapkan oleh pihak kelas atas ang tidak bertanggung jawab.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Setelah penyusunun makalah ini maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan
adalah sebagai berikut:

1.
4.2.
DAFTAR PUSTAKA

1.

Anda mungkin juga menyukai