Oleh:
Decequen Putri Setiadi
Kelas
PEMERINTAH PROVINSI
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI
2018
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi................................................................................ 2
B. Ciri-ciri dan Jenis-jenis Korupsi............................................................ 3
C. Bahaya Korupsi..................................................................................... 7
D. Dampak Korupsi.................................................................................... 8
E. Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi.................................... 9
F. Cara Mengatasi Korupsi........................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 13
B. Saran...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan ancaman global di dunia dikarenakan adanya
penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk
kepentingan pribadi yang sangat merugikan. Indonesia merupakan negara
yang identik dengan tindakan korupsi, hal ini disebabkan karena buruknya
moral para pemimpin bangsa yang melakukan penyimpangan terhadap
kepercayaan masyarakat. Tindakan korupsi dirasakan semakin buruk di negara
kita ini, maka dari itu banyak dilakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi
tetapi faktanya masih banyak ditemukan para pejabat yang melakukan
tindakan tersebut.
Kelompok kami memilih tema korupsi karena saat ini sedang hangat-
hangatnya tentang permasalahan korupsi E-KTP, oleh karena itu kami ingin
memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada para pembaca untuk
menjauhi tindakan korupsi dan mencegah tindakan korupsi agar tidak
dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena korupsi itu
merugikan untuk pribadi maupun bagi negara dan korupsi merupakan
fenomena sosial yang hingga saat ini belum dapat diberantas oleh manusia
secara maksimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tentang korupsi?
2. Apa saja ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi?
3. Apa bahaya korupsi?
4. Bagaimana dampak dari korupsi?
5. Apa kondisi yang mendukung munculnya korupsi?
6. Bagaimana cara mengatasi korupsi?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa
Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptive/korruptie” (Belanda).
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah
“Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa
Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral,
kebejatan dan ketidakjujuran” (S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978).
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali: 1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
2
3
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatan.
Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers,
menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi
yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the
economy are often labeled corrupt” (Evi Hartanti: 2008).
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
C. Bahaya Korupsi
Korupsi merupakan salah satu isu yang paling rumit dalam sejarah
kehidupan manusia. Ia memberikan implikasi negatif dan buruk terhadap
kehidupan manusia secara khusus dan terhadap keberlangsungan suatu
wilayah. Ia dapat dikategorikan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia,
sebab mempengaruhi aspek kehidupan ekonomi, politik, ketahanan, sosial-
budaya, dan agama. Secara eksplisit bahaya tersebut yakni:
Terhadap bidang ekonomi, korupsi merusak perkembangan ekonomi
suatu negara. Jika suatu aktivitas ekonomi dijalankan dengan unsur-unsur
korupsi, maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan tercapai.
Berefek pada berkurangnya investasi dan kepercayaan. Hal ini dikarenakan
para investor menjadi ragu dan takut untuk mempercayakan modalnya untuk
dikelola di daerah yang korup. Tentunya, dengan tidak adanya investor maka
perputaran ekonomi di suatu daerah menjadi lambat atau bahkan berhenti.
Terhadap bidang politik, kekuasaan yang dicapai dengan korupsi akan
menghasilkan pemerintahan yang tidak sehat. Pemerintah yang berkuasa
cenderung menjadikan alat kuasanya sebagai bentuk meraup keuntungan
sebesar-besarnya dari apa yang bisa didapatkannya dari tampuk kekuasaan.
Akibatnya proses pemerintahan bersifat transaksional yang mementingkan
pihak-pihak yang berkuasa. Pada posisi ini, rakyat tak lagi menjadi bagian
yang mendapatkan perhatian.
Terhadap bidang keamanan, ketahanan, dan keadilan sosial, korupsi
menyebabkan tidak efisiennya ketiga bidang tersebut pada suatu wilayah.
Dengan berorientasi pada keuntungan terhadap kelompok tertentu di tampuk
kekuasaan, menjadikan keamanan dan ketahanan tak lagi diperhatikan.
Akibatnya, mereka yang tidak memiliki kecukupan penghasilan menjadi kelas
bawah yang dikangkangi mereka yang berharta dan memiliki akses kekuasaan.
8
D. Dampak Korupsi
Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan. Di
dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas
dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikkan
jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit
legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa
9
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek
perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak
baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang
diskriminatif dan tidak adil; rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa)
sehingga multi-tafsir; kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain
(baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi).
Selaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah: 2004) menyebutkan
tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan
perundang-undangan, yang mencakup: (a) adanya peraturan perundang-
undangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak tertentu (b) kualitas
peraturan perundang-undangan kurang memadai, (c) peraturan kurang
disosialisasikan, (d) sanksi yang terlalu ringan, (e) penerapan sanksi yang
tidak konsisten dan pandang bulu, (f) lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan perundang-undangan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya
korupsi. Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak
mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori
kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi
seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan
yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas
masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun saat ini korupsi
dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004).
Pendapat lain menyatakan bahwa kurangnya gaji dan pendapatan
pegawai negeri memang merupakan faktor yang paling menonjol dalam
arti menyebabkan merata dan meluasnya korupsi di Indonesia
dikemukakan pula oleh Guy J. Pauker (1979) yang menyatakan sebagai
berikut:
“Although corruption is widespread in Indonesia as means of
supplementing excessively low governmental salaries, the resources of the
nation are not being used primarily for the accumulation of vast private
11
fortunes, but for economic development and some silent, for welfare” (Guy
J. Pauker: 1979).
4. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas,
termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi
yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya
memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau
kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal 2000). Bilamana organisasi
tersebut tidak membuka peluang sedikit pun bagi seseorang untuk
melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi. Aspek-aspek
penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: (a)
kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur organisasi
yang benar, (c) sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang
memadai, (d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam
organisasinya. Terkait dengan itu Lyman W. Porter (1984) menyebut lima
fungsi penting dalam organizational goals: (1) focus attention; (2) provide
a source of legitimacy (3) affect the structure of the organization (4) serve
as a standard (5) provide clues about the organization.
Fenomena korupsi di atas menurut Baswir (Baswir: 1996) pada dasarnya
berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial. Dalam birokrasi ini,
dilakukannya korupsi oleh para birokrat memang sulit dihindari. Sebab
kendali politik terhadap kekuasaan dan birokrasi memang sangat terbatas.
Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam
filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih menabukan sikap
oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan
negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan,
sehingga merebaklah budaya korupsi itu.
Banyak kejadian justru para pengawas tersebut terlibat dalam praktik
korupsi, belum lagi berkaitan dengan pengawasan eksternal yang dilakukan
masyarakat dan media juga lemah, dengan demikian menambah deretan citra
buruk pengawasan yang sarat dengan korupsi.
12
A. Kesimpulan
Korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan
kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat
amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga
atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi menurut KPK adalah kerugian keuangan
negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan
curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Korupsi
sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, sebab mempengaruhi aspek
kehidupan ekonomi, politik, ketahanan, sosial-budaya, dan agama. Korupsi
mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur,
penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikkan jabatan bukan
karena prestasi. Empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor
hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas diharapkan kepada seluruh masyarakat
Indonesia untuk bisa menjauhi dan mencegah tindak pidana korupsi agar bisa
mengurangi kerugian bagi negara bila korupsi itu berhubungan dengan
keuangan negara. Dan agar kita tidak terjerat hukuman sampai harus dihukum
mati. Jika kita tidak melakukan korupsi maka hidup kita akan selalu tenang
dan tenteram tanpa terbebani oleh dosa karena korupsi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Guy, J. Pauker (1980). Indonesia 1979: The Record of Three Decades (Asia
Survay Vol XX No. 2)
Mauro, Paolo (1995). Current Account Surpluses and the Interest Rate Island in
Switzerland. IMF Working Paper
Mauro, Paolo (2002). The Persistence of Corruption and Slow Economic Growth.
IMF Working Paper
Tanzi, Vito (1998). Corruption around the world: Causes. Consequences. Scope.
and Cures. International Monetary Fund Working Paper
Tanzi, Vito and Hamid Davoodi (1997). Corruption. Public Investment and
Growth1. International Monetary Fund Working Paper