Anda di halaman 1dari 17

Asuhan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Jiwa II

Dosen pengampu : Ns.Duma.L.T, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun oleh :
Sherly Agatha1810711015
Rahmawati Eka Yulistyani 1810711020
Faradilla Azzahra 1810711023
Alda Amatus Syahidah 1810711028
Cintami Nida F 1810711041
Fauziana Dzulhia Putri 1810711102

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

2020
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus


karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan
dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti
tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis.

Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat


biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa
dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan
anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan
tunaganda.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah: “Anak yang
mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”

Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward,


2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel
sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat
sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang
spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus,


seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization
(WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability yaitu
keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk
menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan atau
ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya
digunakan pada level organ. Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang
dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat
pemenuhan peran yang normal pada individu.

2. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus


Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu
kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum
kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir.
2.1 Pre-Natal

Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses kelahiran.
Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan,
atau faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami pendarahan bisa karena
terbentur kandungannya atau jatuh sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat
yang menciderai janin dan akibta janin yang kekurangan gizi.

Berikut adalah hal-hal sebelum kelahiran bayi yang dapat


menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi:

a. Infeksi Kehamilan. Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus


Liptospirosis yang berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal
rubella/morbili/campak Jerman dan virus retrolanta FibroplasiaRLF.
b. Gangguan Genetika. Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan
kromosom, transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia)
atau faktor keturunan.
c. Usia Ibu Hamil (high risk group). Usia ibu hamil yang beresiko
menyebabkan kelainan pada bayi adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-
15 tahun dan terlalu tua, yaitu di atas 40 tahun. Usia yang terlalu muda
belum memiliki organ seksual dan kandungan yang pada dasarnya sudah
matang dan siap untuk memiliki janin dan secara psikologis belum siap
terutama dari sisi perkembangan emosional sehingga mudah stres dan
depresi. Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan perkembangan
jaman dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup yang tidak sehat,
bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat dan mudah
terinfeksi penyakit.
d. Keracunan Saat Hamil. Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa
diakibatkan janin yang kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat
besi /timbal misalnya dari hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau
dan tuna instant secara berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-obatan
kontrasepsi ketika wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan
seperti percobaan abortus yang gagal, sangat memungkinkan bayi lahir
cacat.
e. Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat
terjangkit pada individu yang tertular oleh pengidap TBC lain, atau
terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan (sanitasi) yang kotor.
Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan khusus dan rutin. Pada
ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat mengganggu metabolisme
tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh tidak sempurna.
f. Infeksi karena penyakit kotor. Penyakit kotor yang dimaksud adalah
penyakit kelamin/sipilis yang bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang
terkena infeksi penyakit sipilis ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi
lemah dan mudah terkena penyakit lainnya yang dapat membahayakan
bagi janin dan ibu.
g. Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing)
trachoma dan tumor. Penyakit penyakit tersebut tergolong penyakit yang
kronis namun perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai
obat imunitas, seperti pada ibu yang sudah diketahui tubuhnya
mengandung virus toxoplasma, maka sebelum kehamilan dapat
diimunisasi agar virus tersebut tidak membahayakan janin kelak.
h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi.
Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika
berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit virus
yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan
otak janin terganggu.
i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu. Pengalaman traumatic ini
bisa berupa shock akibat ketegangan saat melahirkan pada kehamilan
sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi yang pernah dialami ibu
akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan pada kandungan saat
kehamilan.
j. Penggunaan sinar X. Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau
rontgent, atau terkena sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan
pada bayi karena merusak sel kromosom janin.

2.2 Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran
dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya kelahiran yang
sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan, lahir prematur,
berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis. Berikut adalah
halhal yang dapat mengakibatkan kecacatan bayi saat kelahiran:
a. Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia).
Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan atau
lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi karena
cairan ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat yang
membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih cepat dari usia
kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan. Apalagi ketika bayi
mengalami kekurangan berat badan ketika kelahiran. Bayi lahir di usia
matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika memang sudah sempurna
pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum tumbuh
sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi ketika lahir. Bayi yang
ketika lahir tidak langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena
terendam ketuban, cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi
jalan pernafasan, atau akibat proses kelahiran yang tidak sempurna
sehingga kepala bayi terlalu lama dalam kandungan sementara tubuhnya
sudah keluar dan bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa
tertunda dan bayi kekurangan oksigen.
b. Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun tidak
seluruhnya, dapat menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury),
misalnya menggunakan vacum, tang verlossing.
c. Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu
jalan keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin
semakin membesar, maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi
pada plasenta yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika
bayi dipaksa lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa
terjadi karena ibu terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista).
d. Kelahiran sungsang. Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar
terlebih dahulu. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan
tangan yang keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang
tanpa bantuan alat apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat
karena kepala yang lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat
kematian bayi dan ibu. Ketika posisi bayi sungsang, biasanya dokter
menganjurkan untuk melakukan operasi caesar agar terhindar dari resiko
kecacatan dan kematian bayi.
e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik). Ibu yang
memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik, dapat
menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari dengan
melakukan operasi caesar saat melahirkan.

2.3 Pasca-Natal

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia


perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena
kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah
hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi:

a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes


melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga
(otitis media), malaria tropicana. Penyakit-penyakit tersebut adalah
penyakit-penyakit kronis yang bisa disembuhkan dengan pengobatan yang
intensif, namun jika terkena pada bayi maka dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak, karena terkait
dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama kehidupan (golden age).
b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang sempurna
sangat dibutuhkan bayi setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh
dari ASI di 6 bulan pertama, dan makanan penunjang dengan gizi
seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi atau malnutrisi,
maka perkembangan otaknya akan terhambat dan bayi dapat mengalami
kecacatan mental.
c. Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat
mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ
utama kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka dapat merusak
pula sistem/fungsi tubuh lainnya.
d. Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan
minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka
dapat meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang
kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun
yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan
kecacatan pada bayi.

3. Tipe-tipe Anak Berkebutuhan Khusus

Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus. Antara lain sebagai
berikut :

1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan


Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa
kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan
alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan khusus.
2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal
dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap
memerlukan pelayanan khusus.
3) Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada
alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan
khusus
4)  Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi),
kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-
anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi
prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus.
5) Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan
dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian
rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.
6) Lamban belajar (slow learner)
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual
sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal
mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan
adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita,
lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama
dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non
akademik.
7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus , terutama dalam hal kemampuan
membaca, menulis dan berhitung atau matematika. Permasalahan tersebut diduga
disebabkan karena faktor disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor
inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal). Anak
berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia),
kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami
kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang
mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi
bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang
mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor
ketunarunguan.
9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan
kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya
maupun orang lain.
10) ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)
ADHD/GPPH adalah sebuah gangguan yang muncul pada anak dan dapat berlanjut
hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan pemusatan perhatian dan kesulitan
untuk fokus, kesulitan mengontrol perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala
tersebut harus tampak sebelum usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan.
11) Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan
komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum
anak berusia tiga tahun, bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya
sudah muncul sejak lahir.

KASUS ABK

Seorang anak usia 7 tahun duduk di bangku kelas 2 SD sekolah umum. Keluarga
mengatakan sejak usia 3 tahun, anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik,
bahasa serta kendala dalam penyesuaian perilaku maupun intelegensi. Orang tua baru
mengetahui masalah anaknya ketika masuk sekolah, ternyata tidak dapat mengikuti
pelajaran dan pada akhirnya tidak naik kelas. Anak tidak dapat membaca dan berhitung,
padahal orangtua sudah berusaha melatih anak dalam belajar berhitung dan membaca
namun tidak paham juga. Setelah dilakukan tes, diperoleh hasil tingkat intelengensia
51. Keluarga bingung, sedih dan menyalahkan diri sendiri, terutama ibu klien,
beranggapan ia lalai menjaga proses kehamilan sehingga anak tidak tumbuh dengan
baik. Hasil pengkajian selama wawancara dengan anak, anak sulit mengingat nama
orang yang baru dikenal, suara pelan, mengatakan malu kalau bermain dengan teman
yang lain.

PENGKAJIAN :

1. FAKTOR PREDISPOSISI
 Psikologis : keluarga mengatakan sejak usia 3 tahun anak mengalami
keterlanbatan perkembangan motorik bahasa serta kendala dalam penyesuaian
perilaku maupun intelegensi.
2. FAKTOR PRESIPITASI
 Keluarga mengatakan anaknya tidak dapat mengikuti pelajaran sehingga tidak
naik kelas.
3. PENILAIAN STRESSOR
 Respon kognitif : keluarga mengatakan bingung, anak sulit mengingat nama
orang yang baru dikenal.
 Respon Afektif : Keluarga mengatakan sedih, ibu klien menyalahkan diri
sendiri dan beranggapan ia lalai menjaga proses kehamilan
 Respon Fisiologis : Tidak ada
 Respon Perilaku : anak mengatakan malu kalau bermain dengan eman yang
lain, keluarga mengatakan anak mengalami kendala dalam penyesuaian
perilaku.
 Respon Sosial : Tidak ada
4. SUMBER KOPING
1. Tidak Ada
5. MEKANISME KOPING
2. Mal adaptif : ibu klien menyalahkan diri sendiri dan beranggapan ia lalai
menjaga proses kehamilan sehingga anak tidak tumbuh dengan baik.
6. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH KEPERAWATAN


1. DS : Ketidakefektifan Koping
1. Keluarga mengatakan sejak usia 3 Individu
tahun anak mengalami (domain 9, kls 2 kode 00069, hal
keterlambatan motorik, bahasa, 327)
kendala penyesuaian perilaku dan
intelegensi
2. Keluarga mengatakan mengetahu
masalah anaknyaketika anaknya
masuk sekolah dan tidak dapat
mengikuti pelajaran
3. Keluarga mengatakan sudah
melatih anak membaca tetapi anak
tidak paham juga.
DO:
1. Keluarga bingung, sedih dan
menyalahkan diri sendiri
2. Ibu klien beranggapan ia lalai
menjaga proses kehamilan sehingga
anak tidak tumbuh dengan baik
3. Anak sult mengingat nama orang
yang baru dikenal
4. Suara anak pelan
5. Anak mengatakan malu kalau
bermain dengan teman yang lain
2. DS: Harga Diri rendah situasional
1. Keluarga mengatakan sejak usia 3 (domain 6, kelas 2, kode 00120,
tahun anak mengalami hal 272)
keterlambatan motorik, bahasa,
kendala penyesuaian perilaku dan
intelegensi
2. Keluarga mengatakan mengetahu
masalah anaknyaketika anaknya
masuk sekolah dan tidak dapat
mengikuti pelajarandan tidak naik
kelas

DO:
1. Anak berusia 7 tahun, duduk di kelas
2 SD
2. Hasil tingkat intelegensia 51
3. Keluarga bingung, sedih dan
menyalahkan diri sendiri
4. Anak sulit mengingat nama orang
yang baru dikenal
5. Suara anak pelan
6. Anak mengatakan malu kalau
bermain dengan teman yang lain
7. AKAR POHON MASALAH

Harga Diri Rendah Situasional


Efek

Ketidakefektifan Koping Individu

Core

Hambatan Komunikasi Verbal

Anak mengalami keterlambatan motorik,


Causa bahasa, perilaku dan intelegensi

8. DIAGNOSA

NO Diagnosa Keperawatan Tganggal Tanggal


Ditemukan Teratasi
1 Ketidakefektifan Koping Individu b.d persepsi control
yang yang tidak adekuat (domain 9, kls 2 kode 00069, hal
327)
2 Harga Diri rendah situasional b.d harapan diri tidak
realistis (domain 6, kelas 2, kode 00120, hal 272)

9. INTERVENSI

Diagnosa Rencana Tindakan Rasional


Kriteria hasil Intervensi
Ketidakefektifa Setelah dilakukan 1. Peningkatan Harga 1. a. agar pasien
n koping tindakan keperawatan Diri (NIC, 5400) dapat memilih
individu diharapkan masalah a. Tentukan hal-hal yang
keperawatan kepercayaan diri dapat
Ketidakefektifan koping pasien meningkatkan
individu dapat teratasi b. Bantu pasien kepercayaan diri
dengan kriteria hasil: untuk pasien
menemukan b. pasien bisa
Harga diri (NOC, 1205) penerimaan diri menerima dan
- Klien mampu c. Bantu pasien mengerti
menerima dirinya untuk kondisinnya saat
sendiri mengidentifikasi ini
- Klien mampu respon positif c. agar pasien
menerima dari orang lain menyadari adanya
keterbatasan dukungan dari
dirinya 2. Konseling (NIC, orang sekitar
- Tingkat 5240)
kepercayaan diri a. Bangun 2. a. kejujuran,
klien meningkat hubungan kesediaan, dan
- Klien terapeutik yang penerimaan akan

berkeinginan didasarkan meningkatkan

untuk bertatap pada rasa saling hubungan antara

muka dengan percaya dan perawat dan klien

orang lain saling b. agar pasien


menghormati merasa nyaman

Ketrampilan interaksi b. Tunjukan dengan

sosial (NOC, 1502) empati, lingkungannya

- Klien menunjukan kehangatan dan c. agar pasien

penerimaan thd ketulusan dapat mengerti

dirinya c. Sediakan dengan jelas

- Klien mampu informasi informasi yang

terbuka dengan faktual yang diberikan

orang lain tepat dan sesuai

- Klien menunjukan kebutuhan

kepercayaan
dirinya

10. STRATEGI PELAKSANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Klien Pasien Keluarga


Berkebutuha SP I P SP I k
n khusus 1. Mengidentifikasi penyebab 1. Mendiskusikan masalah
Autis AKB yang dirasakan keluarga
2. Mengidentifikasi tanda dan dalam merawat pasien
gejala AKB 2. Menjelaskan pengertian
3. Mengidentifikasi prilaku AKB, tanda dan gejala
AKB 3. Menjelaskan cara merawat
4. Melatih focus AKB cara 1 pasien AKB
5. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan
harian

SP II P SP II k
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih focus AKB cara II merawat pasien dengan
3. Menganjurkan pasien AKB
memasukkan dalam jadwal 2. Melatih keluarga
kegiatan harian melakukan cara merawat
langsung kepada pasien
AKB

SP III P SP III k
1. Mengevaluasi jadwal Membantu keluarga membuat
kegiatan harian pasien jadual aktivitas di rumah termasuk
2. Melatih focus AKB cara III latihan focus klien
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP IV P
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih focus AKB cara IV
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP V P
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih focus AKB cara V
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

JURNAL HASIL PENELITIAN TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


(ABK)

Judul : karakteristik anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar negeri


(inklusi) di kota palangka raya

Oleh : Agung Riadin, Misyanto, & Dwi Sari Usop (Universitas


Muhammadiyah Palangkaraya)

Tanggal Publikasi : Desember 2017

I. PENDAHULUAN
Utina (2014), mengemukakan definisi anak berkebutuhan khusus, yaitu anak yang
mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi, dan emosi sehingga membutuhkan
pembelajaran secara khusus. Hal senada dikemukakan oleh Heward dan Orlansky
(dalam Handayani, 2013), bahwa anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang
dalam prose pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau
penyimpangan (fisik, mental, intelektual, social, emosional) sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
DIES (dalam Thompson, 2012), menyatakan bahwa anak-anak dikatakan
berkebutuhan khusus jika mereka memiliki kesulitan belajar sehingga menuntut
dibuatnya ketentuan pendidikan khusus bagi mereka.
Adapun pendidikan anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus
yang bernaung pada siistem pendidikan inklusif. Di dalam pendidikan khusus,
anak-anak berkebutuhan tingkat ringan, sedang, maupunberat ditempatkan pada
kelas regular (Karya, 2016).
II. METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan di dalam penelitian yang akan dilakukan
ini adalah pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan ini, peneliti akan dapat
menggambarkan secara detail mengenai karakteristik anak berkebutuhan khusus
di sekolah dasar negeri yang ada di kota Palangka Raya. Adapun metode
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dapat menggambarkan secara
detail mengenai karakteristik anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar negeri
inklusi.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Negeri Inklusi di Kota
Palangka RayaSejalan dengan diri individu yang sejatinya memiliki perbedaan
antara satu dengan lainnya, anak-anak yang bersekolah di SDN Inklusi di Kota
Palangka Raya juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun jenis
kebutuhan khusus yang dimiliki ada yang sama. Secara umum, anak-anak
berkebutuhan khusus di SDN Inklusi Kota Palangka Raya sama-sama memiliki
kesulitan di dalam proses penyerapan materi pelajaran yang diberikan guru.
Kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi kejiwaan anak-anak yang yang
mendukung, seperti tidak tenang, tidak fokus, tidak mau diatur atau senang
berbuat sesuka hatinya. Hal ini mengakibatkan anak kurang mendapatkan
perhatian. Adapun sebagian orang tua tidak memahami dalam mendidik anak.

IV. KESIMPULAN
Pola pengajaran anak berkebutuhan khusus di samakan dengan peserta didik
lainya. Tidak ada peserta didik anak berkebutuhan khusus yang berprestasi. Nilai
ditingkatkan sehingga memenuhi KKM sebab mengikuti peraturan setiap peserta
didik harus naik kelas. Dalam pengerjaan tugas untuk Anak berkebutuhan khusus,
diberikan jumlah soal yang lebih sedikit daripada teman-temannya.Teman teman
mendukung dan membantu anak berkebutuhan khusus, tidak ada yang
mengucilkan anak berkebutuhan khusus.Memiliki prestasi yang biasa-biasa saja,
artinya tidak mengikuti perlombaan-perlombaan.Dari sisi akademik mengalami
kesulitan dalam memahami proses pembelajaran. Dari segi kepribadian memiliki
kemampuan untuk mentaati peraturan.

DAFTAR PUSTAKA

Desiningrum.D.R. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta.

Modul Pembelajaran Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Kelompok Rentan UPNVJ.

Anda mungkin juga menyukai