Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH LAPORAN OBSERVASI ANAK TUNAGRAHITA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

PGSD Masukan Sarjana Kelas D


Kelompok :

Didi Tarsidi
Kartika
Jendan Mustofa
Irma Rahmawati
Makhmudah
Siti Nurhalimah

PROGRAM STUDI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPBJJ UNIVERSITAS TERBUKA BANDUNG
TAHUN 2021.2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut Garnida (2015) merupakan salah satu program yang
diadakan oleh pemerintah. Pendidikan ditunjukan untuk mempersiapkan siswa agar
lebih siap dan mandiri dalam menghadapi perubahan zaman yang seiring berjalannya
waktu terus mengalami perubahan. Pendidikan ditunjukan untuk semua siswa, tidak
hanya siswa yang normal, tetapi juga untuk siswa yang berkebutuhan khusus. Siswa
berkebutuhan khusus merupakan siswa yang membutuhkan pelayanan pendidikan
yang berbeda atau lebih spesifik dengan siswa pada umumnya (Setianingsih,
Suhartono, & susiani, 2022). Pendidikan yang melayani siswa normal belajar bersama
siswa berkebutuhan khusus yaitu pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi ini telah
tercantum dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang
disabilita.
Berdasarkan pernyataan diatas, salah satu kelompok siswa berkebutuhan
khusus ialah tunagrahita. Dimana pemahaman yang jelas siapa anak tunagrahita
merupakan dasar yang penting untuk dapat menyelenggarakan layanan pendidikan
dan pengajaran yang tepat bagi mereka. Anak penyandang tunagrahita ini dapat
dijumpai dalam skala luas dalam lingkup keluarga, lingkup keluarga kaya dan miskin,
anak yang tinggal di kota ataupun di desa. Dimana menurut Grossman (1983) yang
secara resmi digunakan AAMD (american assosiation on mental deficiency) bahwa
tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual umum yang nyata berada dibawah rata-
rata (normal) bersamaan dengan kekurangan tingkah laku penyesuaian dan
berlangsung dalam masa perkembangannya (Wardani & dkk, 2021)
Untuk menentukan seseorang termasuk kategori tunagrahita selain
kecerdasannya yang berada dibawah normal perlu pula diperhatikan kemampuan
penyesuaian terhadap lingkungan sosial dimana ia berada dan perlu pula diperhatikan
tentang waktu terjadinya tunagrahita. Bila ketunagrahitaan itu terjadi setelah masa
perkembangan (setelah usia 28 tahun) maka itu tidak tergolong tunagrahita.
B. Tujuan Penelitian
Dalam pembuatan laporan ini penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Mengetahui penyimpangan anak tunagrahita dan karakteristiknya
2. Mengetahui strategi pembelajaran program khusus bina diri bagi anak tunagrahita
3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
C. Metode penelitian
Dalam pengumpulan data penulis menerapkan beberapa metode diantaranya, yaitu:
1. Wawancara langsung guru kelas
2. Pendekatan langsung terhadap siswa yang dijadikan objek
3. Wawancara terhadap Kepala Sekolah
D. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian.
Observasi dilakukan selama dua hari yaitu hari senin dan selasa pada tanggal 28-29
November 2022 bertempat di SDN Sumber Kulon II Kec. Jatitujuh Kab. Majalengka.
Dari ke 15 siswa kelas 4, Penulis mengambil satu sampel untuk dijadikan objek
penelitian penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Tunagrahita
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang
kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang
pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi
mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Moh. Amin (1995) dalam
Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah mental retardation, mental deficiency,
mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality. Istilah lain yang banyak
digunakan adalah intellectually handicapped dan intellectually disabled. Untuk lebih
jelasnya mengenai peristilahan tersebut, bacalah dengan cermat pada uraian beriku:
a. Mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia sebagai terbelakang mental.
b. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
c. Mental subnormality digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental
retardation.
d. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat
penyakit yang menyerang organ tubuh.
e. Mentally handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat
mental.
f. Intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New
Zealand.
g. Intellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual,
dan bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai
penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, seperti berikut.
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang Mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Beragamnya istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang


keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian,
semua istilah tersebut tertuju pada pengertian yang sama, yaitu menggambarkan
kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian
rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan
keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa
perkembangan.
Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam
tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya. Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita diperhatikan
adalah berikut ini.
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata, maksudnya
bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang
bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak
normal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak
tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya
bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan
pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda
darinya.
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah
ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga
usia 18 tahun.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai


penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila
seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka yang bersangkutan
belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.

B. Karakteristik Anak Tunagrahita


Dengan memahami karakteristik anak tunagrahita tentu akan sangat membantu
kita dalam memberi layanan pendidikan kepada mereka yang tidak mustahil hadir di
kelas dan belajar bersama-sama anak normal. Karakteristik anak Tunagrahita terbagi
menjadi karakteristik umum dan khusus. Berikut ini akan dikemukakan karakteristik
anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi dari James dalam Suhaeri HN
(1979) sebagai berikut.

1. Karakteristik Umum
a. Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya
mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote
learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan
yang sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka
mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka
juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya
pendek. Karakteristik tersebut dapat Anda kaji lebih cermat dalam contoh berikut ini.
1) Apabila mereka diberikan pelajaran Berhitung hanya berkisar beberapa menit
mereka langsung mengatakan bosan, susah, mengantuk. Tetapi bila diberikan
pelajaran Kesenian, olahraga atau keterampilan mereka menunjukkan minat
belajar yang baik dan perhatian berlangsung dalam waktu yang lama. Mereka
meminta ingin belajar lagi.
2) Apabila anak normal mendapatkan mainan baru ia langsung memainkannya
dengan memeriksa mainan itu. Tetapi sebaliknya, tidak jarang anak tunagrahita
hanya diam saja menatap mainan itu tanpa mencoba menggerakkannya.
b. Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan
memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena mereka mudah
terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau
bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya. Kehidupan penghayatannya
terbatas. Mereka juga tidak mampu menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka
mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan
tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga
tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti
mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.
Namun, dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang
baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan yang
kondusif. Untuk lebih meyakinkan Anda bahwa mereka memiliki keunggulan
bacalah uraian berikut ini.
1) Menurut pernyataan beberapa orang tua, pada saat orang tuanya sakit, anaknya
yang tunagrahitalah yang selalu berada di sampingnya menunggu dengan setia.
Sementara anak-anaknya yang normal pergi meninggalkannya karena urusannya
sendiri-sendiri. Anaknya itu rupanya memperhatikan perawat yang melayani
ibunya, kemudian ia berusaha menggantikan peran perawat. Ia mengelap keringat
ibunya, kemudian memijit-mijit tangan atau kaki ibunya.
2) Contoh lainnya, apabila ada gurunya yang sakit, tidak jarang murid-murid
tunagrahita langsung mendekati, kemudian memijit-mijitnya, mengambilkan air
minum atau ia memberi tahu guru lain. Kedua contoh ini menandakan bahwa
mereka memiliki rasa empati yang cukup baik.
3) Penyandang tunagrahita tidak jarang menunjukkan ketekunan yang baik pada saat
bekerja. Contohnya, pada minggu pertama pekerja tunagrahita bekerja bersama-
sama dengan orang berbakat dalam membuat dus. Hasilnya penyandang
tunagrahita tidak menghasilkan apa pun, malahan bahan banyak yang rusak;
sebaliknya anak berbakat langsung menghasilkan dus yang bagus. Minggu
berikutnya penyandang tunagrahita hanya berhasil membuat 2 buah dus dengan
masih membutuhkan perhatian dari instruktur, sedangkan yang berbakat langsung
menghasilkan puluhan dus. Pada minggu ketiga penyandang tunagrahita telah
dapat membuat 5 dus tanpa bantuan, sedangkan pekerja yang berbakat (gifted)
mulai menurun semangat kerja, yang pada akhirnya tidak mau melakukan
pekerjaan seperti itu lagi.
c. Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari
anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua
dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan diantaranya banyak
yang mengalami cacat bicara. Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang
sempurna. Kelainan ini bukan pada organ tetapi pada pusat pengolahan di otak
sehingga mereka melihat, tetapi tidak memahami apa yang dilihatnya, mendengar,
tetapi tidak memahami apa yang didengarnya. Bagi anak tunagrahita yang berat dan
sangat berat kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar,
tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia
muda. Mereka mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam memelihara
diri, serta tidak memahami cara hidup seha
2. Karakteristik Khusus
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita khusus menurut
tingkat ketunagrahitaannya.
a. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka
masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16
tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama
dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada
umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga per empat
kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Perbendaharaan katanya
terbatas, tetapi penguasaan bahasanya memadai dalam situasi tertentu. Mereka
dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled.
Sesudah dewasa banyak di antara mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia
dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
b. Karakteristik Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran
akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita
ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan
menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain.
Mereka mengenal angka-angka tanpa pengertian. Namun demikian, mereka masih
memiliki potensi untuk mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk
mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan
menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu
membutuhkan pengawasan, pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka
dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan mereka
tidak lebih dari anak normal usia 6 tahun. Mereka dapat mengerjakan sesuatu
dengan pengawasan.
c. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu
tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat
memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu).
Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia juga tidak dapat
bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana
saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak normal
usia paling tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka
perlu diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan
benda, mengisi karung dengan beras sampai penuh

C. Hasil Observasi
Setelah melakukan observasi, penulis memperoleh data dari berbagai sumber yang
keabsahannya hampir 100% data yang diperoleh antara lain adalah biodata siswa dan
wawancara.
1. Biodata siswa
Nama : Darpan
Nama Panggilan : Darpan
No Absen :3
TTL : Majalengka, 26-04-2013
Anak ke :3
Agama : Islam
Tanggal mulai masuk : 17-07-2017
Alamat : Sumber Kulon
Orang tua Nama : Kardi
Agama : Islam
Pekerjaan : BuruhTani
Alamat : Sumber Kulon
Status : Anak kandung
2. Hasil Wawancara
a. Wawancara dengan Wali Kelas
Darpan berusia 9 tahun, secara fisik tidak jauh berbeda dengan anak normal
seusianya. Ia juga tidak dijauhi oleh teman seusianya. Namun, Darpan memiliki
hambatan dalam pelajaran akademik. Terutama dalam membaca dan berhitung.
Sedangkan dalam menulis darpan sudah mampu menulis dengan benar, namun
lambat. Dalam proses pembelajaran anak kapasitas belajarnya sangat terbatas
terutama untuk hal-hal yang abstrak. Fokus anak dalam belajar sangat singkat,
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari materi bahkan
dibutuhkan pengulangan. Anak lebih banyak melamun, serta mengalami kesulitan
dalam sosialisasi, agresif, cepat tersinggung, sering mengganggu anak lain yang
sedang bekerja dalam kelas bahkan diluar kelas.
Pada saat Darpan kelas 1 di tahun 2017 anak ini tidak naik kelas karena
nilainya kurang, dikarenakan anak malas belajar, tidak bisa menerima pelajaran
secara maksimal yang diperparah Darpan sering tidak datang ke sekolah.
Keterlambatan ini juga disebabkan karena faktor Genetik, dimana orangtuanya
memiliki fungsi intektual dibawah rata-rata. Dimana ibu dan bapaknya buta huruf,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan terkait data kependudukan membutuhkan
bantuan oranglain. Sehingga dalam pola asuhnya dukungan orang tua kurang
mendukung. Orangtua menggunakan pola asuh permisif yaitu jenis mengasuh
anak yang cuek terhadap anak jadi apapun yang mau dilakukan anak
diperbolehkan seperti tidak sekolah sekolah bandel, sehingga anak tidak memiliki
batasan perbuatannya, dan sebagainya.
Sehingga dari hasil observasi menunjukkan bahwa Darpan memiliki tingkat
ketunagrahitaan berada pada tingkat yang ringan. Dimana mereka dapat
melakukan aktivitas secara mandiri dalam setiap kegiatan yang dilakukannya,
tetapi dalam belajar darpan mengalami kesulitan menyesuaikan proses belajar
dengan anak normal karena belum bisa membaca, mudah lupa sehingga memiliki
daya ingat yang rendah, memiliki tingkah laku agresif, cepat tersinggung dan
mengganggu anak lainnya. Sehingga membutuhkan perhatian tambahan dari
gurunya.
Dalam usaha memberikan pemahaman Bapak Guru memberikan waktu
Ekstra, namun tidak ada perkembangan yang signifikan. Darpan hanya mampu
mengeja suku kata. Sehingga tidak ada perubahan pada nilai akademiknya.
D. Penanganan Anak Tunagrahita
1. Penyebab Ketunagrahitaan
Pada kasus ini, dimana Darpan dikategorikan tunagrahita karena memiliki faktor
genetik dimana orangtuanya memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata yaitu
buta warna dan buta huruf.
2. Usaha Pencegahan Ketunagrahitaan
1) Peran lingkungan keluarga
Lingkungan memiliki peranan penting dalam mewujudkan kepribadian
seseorang, baik lingkungan, pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran.
Lingkungan awal yang terbentuk pada kehidupan anak adalah lingkungan
keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap
manusia yang mengajarkan nilai-nilai religius, norma, budaya, emosional.
Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian
sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan
perlakukan kedua orangtua dan lingkungannya.
2) Peran Guru
Peranan Guru adalah sebagai fasilitator dimana mempersiapkan lingkungan
harmonis sehingga pembelajaran dapat menyenangkan, mampu mengobservasi
anak, memanfaatkan benda/materi yang ada di lingkungan.
Selain itu dalam penanganannya guru dapat mengacu pada dampak
ketunagrahitaan yang dialami oleh Darpan. Dimana Darpan dalam segi akademik
dan sosialisasi dengan lingkungan sekolah dimana ia tidak mampu berpikir
abstrak sehingga tertinggal dalam kemampuan membaca dan menghitung
matematisnya maka dalam belajarnya membutuhkan alat bantu berupa stik kayu
dan kartu angka serta kartu baca. Kemudian kesulitan bersosialisasi yaitu dengan
sering mengarahkan pada kegiatan kerjasama dan pengenalan lingkungan.
BAB III
KESIMPULAN

Laporan ini memuat tentang anak tunagrahita di SDN Sumber Kulon II yang duduk
di bangku kelas 4 dimana penyimpangan anak tunagrahita tersebut adalah memiliki hambatan
dalam pelajaran akademik terutama dalam membaca dan berhitung sedangkan karakteristik
anak tersebut adalah memiliki daya ingat rendah, memiliki tingkah laku agresif, cepat
tersinggung dan mengganggu anak lainnya.
Strategi pembelajaran yang dilakukan untuk menangangi anak tunagrahita di
Sekolah Dasar adalah dengan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana mereka
belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan materi,
pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda di sesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap peserta didik. Namun demikian dapat pula menggunakan strategi lainnya
seperti strategi kooperatif, dan strategi modifikasi tingkah laku. Metode mengajar hendaknya
harus dipilih agar anak belajar dengan melakukan karena dengan praktek rangsangan yang di
peroleh melalui motorik akan cepat di pusat berpikir dan tidak mudah di lupakan. Dimana
pada saat pembelajaran anak tersebut diberikan alat bantu berupa stik kayu dan kartu angka
serta kartu baca. Untuk kesulitan bersosialisasi, anak tersebut dapat diarahkan pada kegiatan
kerjasama dan pengenalan lingkungan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Moh. Amin. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suhaeri H.N. (1979). Penyelidikan tentang Persepsi Visual Anak Terbelakang. Bandung:
PLB FIP IKIP.

Anda mungkin juga menyukai