Anda di halaman 1dari 16

ARTIKEL

PENDIDIKAN INKLUSI
(AKDK 6501)

ANAK TUNALARAS

Disusun Oleh:
Kelompok XB
Ekawati (1810119120016)
Hamidah (1810119120026)
Khusnul Khatimah (1810119320015)
Muhammad Rio Fadil (1810119121002)
Novita Anggriani Yusuf (1810119220008)
Rahmawati (1810119120009)
Rabiatul Adawiyah (1810119320019)
Rusminah (1810119120024)

Dosen Pengampu:
Agus Pratomo Andi Widodo, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
DESEMBER
2020
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui karaktersitik anak pengidap tunalaras
2. Untuk mengetahui penyebab anak mengalami tunalaras
3. Untuk mengetahui klasifikasi anak tunalaras
4. Untuk mengetahui ciri-ciri anak pengidap tunalaras
5. Untuk mengetahui kebutuhan pendidikan dan layanan bimbingan bagi anak
tunalaras
6. Untuk mengetahui media pembelajaran yang cocok untuk pengidap tunalaras

A. LATAR BELAKANG
ANAK TUNALARAS
“Anak tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan emosi dan
tingkah laku, sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan
mengganggu situasi belajarnya”. Walaupun kondisi demikian, anak tunalaras
merupakan peserta didik dan bagian dari pemajuan pendidikan nasional. Oleh
karena itu, perlu diadakannya konsep pendidikan yang tepat bagi mereka,
sebagaimana hak mereka dalam memperoleh pendidikan yang layak. Persoalan
emosi dan perilaku pada peserta didik menjadi hal yang lazim dalam suatu
pelaksanaan pendidikan di sekolah. Gangguan emosi dan perilaku ini sendiri
mengacu pada karakteristik anak tunalaras, dan hal seperti ini seringkali menjadi
tersamar sebagai suatu kewajaran mengingat peserta didik merupakan individu
yang masih berkembang dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Maka sepatutnya, saat ini mulai dicermati dari sisi identifikasi hingga
bagaimana metode pendidikan yang searah dengan treatmen perilaku yang tepat
bagi mereka. Semua itu diperlukan mengingat gangguan tingkah laku tunalaras
dalam berbagai karakteristiknya adalah gangguan perilaku yang mengganggu
lingkungan sekitar, bahkan tipe agresif dan perilaku melawan dapat
membahayakan bagi siswa lain. Kesalahan dalam memberi treatmen pendidikan

1
dan bina perilaku, selain berdampak pada siswa lain juga utamanya berdampak
terhadap siswa tunalaras sendiri. Pendidikan merupakan usaha sadar yang
dilakukan oleh manusia, untuk mengubah atau memperbaiki kehidupannya.
Pendidikan merupakan hak bagi setiap orang, tak terkecuali bagi anak yang
berkebutuhan khusus terutama anak tunalaras. Anak Berkebutuhan Khusus
merupakan bagian dari dunia pendidikan yang tidak bisa diabaikan, karena
mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Pendidikan inklusi adalah salah satu model pendidikan yang disarankan
untuk berbagai tipe anak berkebutuhan khusus tidak terkecuali anak tunalaras.
Pendidikan inklusi memiliki konsep keterbukaan terhadap perbedaan karakter
peserta didik dan berusaha mengakomodasi agar perbedaan karakter tersebut
tidak mengganggu pelaksanaan pendidikan baik itu bagi anak tunalaras maupun
peserta didik lain. Adanya usaha saling memahami perbedaan antar peserta didik
dan upaya untuk memperlakukan perbedaan antar peserta didik secara semestinya
memberi nilai plus bagi pendidikan inklusi.
Selanjutnya, pendidikan inklusi didasari oleh beberapa landasan, seperti
landasan filosofis dan landasan yuridis. Landasan filosofis adalah landasan yang
didasarkan pada keyakinan dari nilai-nilai filosofis yang dipegang oleh
masyarakat. Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia
adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas
fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut “Bhineka Tunggal Ika” yang
artinya meskipun berbeda-beda ras, agama, suku bangsa, tradisi dan budaya,
tetapi bangsa Indonesia tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

A. Pengertian Anak Tunalaras


Daniel P. Hallahan, dkk (2009: 266), mengemukakan bahwa anak
tunalaras adalah “they who has behavior that goes to an extreme, a problem that
is chronic, and the behavior that is unacceptable because of social or cultural

2
expectations”. Dari definisi menurut Daniel P. Hallahan dkk tersebut diartikan
bahwa anak tunalaras adalah anak yang memiliki masalah dalam berprilaku,
tidak hanya perilaku yang berbeda dengan kondisi normal tetapi secara kronis
dan mencolok yang mana ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
budayanya tidak dapat diterima.
Anak tunalaras sering disebut juga dengan anak tuna sosial karena
tingkah laku anak tunalaras menunjukkan penentangan yang terus-menerus
terhadap norma-norma masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu
dan menyakiti orang lain (Somantri, 2006). Definisi anak tunalaras
atau emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah berdasarkan
definisi dari Eli M Bower (1981) yang menyatakan bahwa anak dengan
hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila menujukkan adanya satu
atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak mampu belajar bukan
disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan; tidak mampu untuk
melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru; bertingkah laku
atau berperasaan tidak pada tempatnya; secara umum mereka selalu dalam
keadaan tidak gembira atau depresi; dan bertendensi ke arah simptom fisik
seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau
permasalahan di sekolah (Delphie, 2006). Dari banyak pendapat menurut para
ahli, maka dapat disimpulkan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami
hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal
ini akan mengganggu situasi belajarnya. Situasi belajar yang mereka hadapi
secara monoton akan mengubah perilaku bermasalahnya menjadi semakin berat
(Somantri, 2006).
Anak tunalaras secara umum dikatakan sebagai anak yang mengalami
gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku. Menurut pendapat Yulia Putri
(2010) anak tunalaras adalah anak yang mempunyai tingkah laku berlainan, tidak

3
memiliki sikap yang dewasa, melakukan pelanggaran norma-norma sosial
dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi kepada
orang lain/kelompok, serta 10 mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga
menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri serta orang lain.
Menurut Tamsik Udin dan Tejaningsih (1998: 111) anak yang mengalami
hambatan dalam perkembangan sosial atau emosinya sehingga dimanifastikan
lewat tingkah laku norma hukum, sosial, agama yang berlaku di lingkungannya
dengan frekuensi yang cukup tinggi. Akibat perbuatannya dapat merugikan diri
sendiri dan lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka memerlukan layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin dan
dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dengan baik.
Sutjihati Somantri (2007: 139) menjelaskan bahwa anak tunalaras adalah
anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah
laku, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak tunalaras kadang-kadang tingkah laku
tidak mencerminkan kedewasaan dan suka menarik diri dari lingkungan,
sehingga merugikan dirinya sendiri dan orang lain dan bahkan kadang merugikan
di segi pendidikannya. Anak tunalaras juga sering disebut anak tunasosial karena
tingkah laku anak tunalaras menunjukkan penentangan terhadap norma-norma
sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, menganggu dan menyakiti
orang lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa anak
tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan 11 penyimpangan
tingkah laku serta kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Anak tunalaras juga
mempunyai kebiasaan melanggar norma dan nilai kesusilaan maupun sopan
santun yang berlaku dalam kehidupan seharihari, termasuk sopan santun dalam
berbicara maupun bersosialisasi dengan orang lain.

4
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunalaras yang
dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan atau kesulitan untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari
norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak
nakal sehingga dapat meresahkan atau  mengganggu lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.

B. Karakteristik Anak Tunarungu


Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (1986), berdasarkan
dimensi tingkah laku anak tunalaras adalah sebagai berikut :
1. Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku, memperlihatkan ciri-ciri: suka
berkelahi, memukul, menyerang; mengamuk; membangkang, menantang;
merusak milik sendiri atau milik orang lain; kurang ajar, lancang, melawan;
tidak mau bekerja sama, tidak mau memperhatikan, memecah belah, ribut;
tidak bisa diam, menolak arahan; cepat marah, menganggap enteng, sok aksi,
ingin menguasai orang lain; mengancam, pembohong, tidak dapat dipercaya,
suka berbicara kotor; cemburu, suka bersoal jawab, tak sanggup berdikari,
mencuri, mengejek; menyangkal berbuat salah, egois; dan mudah terpengaruh
untuk berbuat salah.
2. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir,
cemas, ketakutan, kaku; pemalu, segan; menarik diri, terasing, tak berteman,
rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, dingin, malu, kurang percaya diri,
mudah bimbang, sering menangis, pendiam, suka berahasia.
3. Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri, yaitu pelamun, kaku, berangan-
angan; pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan, dan kotor.
4. Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai komplotan
jahat, mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap teman nakal,

5
berkelompok dengan geng, suka di luar rumah sampai larut malam, bolos
sekolah, dan minggat dari rumah.

Berikut ini akan dikemukakan karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik,
sosial/emosional, fisik/kesehatan anak tunalaras.
1. Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan sekolah
yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk tersebut maka dalam belajarnya
memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata.
b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk
tindakan discipliner.
c. Sering kali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya.
d. Sering kali membolos sekolah.
e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu
istirahat.
f. Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan
dari petugas kesehatan atau bagian absensi.
g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi.
h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwewenang.
i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda-tanda
lalu lintas.
j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.

6
2. Karakteristik Sosial/Emosional
Karakteristik sosial/emosional anak tunalaras dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Karakteristik sosial
1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri-ciri:
perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar
norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan
rumah tangga.
2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak
mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap
membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.
3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.

b. Karakteristik emosional
1) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti
tekanan batin dan rasa cemas.
2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan
sangat sensitif atau perasa.
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai dengan adanya
gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik). Sering kali
anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah
mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa
seolah-olah sakit. Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik, seperti
gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok.

C. Penyebab Terjadinya Anak Tunalaras

7
D. Ciri-Ciri Anak Pengidap Tunalaras
Penggolongan anak tunalaras secara umum dapat ditinjau dari segi
gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan
penjelasan Sebagai berikut :
1. Menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan
emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat
cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan
sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.
Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya.
Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
 Gentar yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari,
misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
 Takut yaitu reaksi kurang senang terhadap macam benda, mahluk,
keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut
terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
 Gugup nervous yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-
perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan
menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil
hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar
jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari.
Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti
atau mencakar rambut. Demikian pula gerakan-gerakan seperti
menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan
muka, dan sebagainya.
 Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain
memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.

8
 Perusak yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi
hancur dan tidak berfungsi.
 Malu yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan
kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
 Rendah diri yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya
melanggar hukum karena perasaan tertekan.
b. Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang
menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan
tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap
bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras
kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik
orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat
mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan
sosial antara lain adalah:
 Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering
kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
 Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
 Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan
pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada
keluarga.
 Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti
kemajuan pelajaran sekolah.
 Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam
masyarakat.
 Dari keluarga miskin.

9
 Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang
dan batin umumnya bersifat perkara.

Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi.


Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak
tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan
kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat.
Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri,
menipu, menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap
ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.

E. Pencegahan Terjadinya Anak Tunalaras

F. Klasifikasi Anak Tunalaras


Dilihat dari gejala gangguan tingkah laku anak tunalaras dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian (Rusli Ibrahim, 2005: 48), yaitu:
a. Socially Maladjusted Children
Yaitu anak-anak yang terganggu aspek sosialnya. Kelompok ini menunjukkan
tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik menurut ukuran
norma-norma masyarakat dan kebudayaan setempat, baik di rumah, di sekolah
atau di masyarakat luas. Kelompok ini dapat diklasifikasikan menurut berat
ringannya kelainanan perilaku menjadi tiga kelompok, yaitu :
1) Semi Socialized Children, yaitu kelompok anak yang masih dapat
melakukan hubungan sosial yang terbatas pada kelompok tertentu.
2) Socialized Primitive Children, yaitu anak yang dalam perkembangan sikap-
sikap sosialnya sangat rendah yang disebabkan tidak adanya bimbingan
dari kedua orang tua pada masa kecil.

10
3) Unsocialized Children, yaitu kelompok anak-anak yang mengalami
hambatan dalam perkembangan dan penyesuaian sosial yang sangat berat.
b. Emotionally Disturbed Children
Yaitu kelompok anak-anak yang terganggu perkembangan emosinya.
Kelompok ini menunjukkan adanya ketegangan batin, menunjukkan
kecemasan, penderita neorotis atau bertingkah laku psikotis. Menurut berat
ringannya gangguan perilakunya, kelompok ini dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu :
1) Gangguan jiwa psikotik, yaitu tipe yang terberat yang sakit jiwanya.
2) Gangguan psikoneurotik, yaitu kelompok yang terganggu jiwanya, jadi
lebih ringan dari psikotik.
3) Gangguan psikosomatis, yaitu kelompok anak-anak yang terganggu emosi
sebagai akibat adanya tekanan mental, gangguan fungsi reinforcement dan
faktor-faktor lain.
Pengklasifikasian anak tunalaras menurut Rosembera (Silvia Frans,
2011) dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan
rendah, yang berisiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang,
delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial, sedangkan yang
berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia.

G. Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Bimbingan Bagi Anak Tunalaras

H. Media Pembelajaran dan Metode Pendekatan Bagi Anak Tunalaras


Media pembelajaran merupakan perantara komunikasi antara guru dan
murid yang disesuaikan dengan kebutuhan artinya bahwa proses belajar
mengajar di SLB, penggunaan media sangat penting sekali terhadap
keberhasilan belajar anak tunalaras. Anak tunalaras merupakan anak yang
mengalami gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku. Anak

11
tunalaras ini mempunyai tingkah laku berlainan, tidak memiliki sikap yang
dewasa, melakukan pelanggaran norma-norma sosial dengan frekuensi
yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi kepada orang
lain/kelompok, mudah terpengaruh terhadap suasana, sehingga
menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri serta orang lain khususnya
dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, pemanfaatan alat
bantu/media dalam pembelajaran bisa membantu anak berkebutuhan
khusus terutama untuk anak tunalaras dalam mengoptimalkan
kemampuannya. (Rabbiatul, 2017).
1. Alat atau media pembelajaran
Alat dan media pembelajaran yang dapat kita gunakan untuk anak tunalaras
adalah:
1) Alat Assesmen
a. Adaptive Behavior Inventroy Child
b. AAMD Adaptive Behaveor Scale
2) Alat terapi perilaku
a.Puzzle bertujuan agar dapat melatih anak tunalaras untuk
memecahkan masalah
b. Sarung tinju untuk menyalurkan rasa emosi tunalaras
c. Samsak
d. hoopla
e. Matching game bertujuan untuk melatih mencocokkan
f. Musik instrumental digunakan untuk melatih kepekaan, kesenian,
dan mengekspresikan musik (Asrorul, 2016).
2. Prinsip, Pendekatan dan Metode
Prinsip terapi permainan bagi anak tunalaras pada umumnya, diperlukan
prinsip sebagai berikut :

12
a. Prinsip kasih sayang, Anak tunalaras mempunyai karakteristik sosial
emosional dengan gangguan kepribadian, perlu pendekatan secara psikis
dengan kasih sayang dari semua pihak baik keluaga, dekolah ataupun
masyarakat.
b. Prinsip individual, Peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-
beda, maka untuk anak tunlaras perlu diperlihatkan sikap prilakunya
secara individual untuk menentukan program yang akan dirancang agar
perilaku yang menyimpang dapat diterapi dengan kegiatan terapi
bermain.
c. Prinsip motivasi belajar, Motivasi belajar bagi anak tunalaras bertujuan
untuk memupuk daya akan kekuatandari dalam diri anak, agar mereka
bergerak dalam melakukan kegiatan-kegiatan dalam melakukan terapi
bermain. Untuk membangkitkan notif-motif belajar, dengan cara
memberikan materi yang menarik, media yang sesuai, metoda tepat dan
cara menyampaikan pelajaran yang komunikatif.
d. Prinsip belajar kelompok, Anak tunalaras yang mengalami gangguan
sosial emosional perlu pendekatan dengan cara belajar dalam kelompok
untuk mengembangkan rasa kebersamaan, menghargai pendapat orang
lain, tenggang rasa, dan bekerja secara gotong royong.
Bila anak tunalaras sulit beradaptasi, diperlukan tindakan
modifikasi tingkah laku secara khusus dan terus menerus sampai dia dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pendekatan yang dapat digunakan,
adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan terapi bermain bagi anak tunalaras
b. Pendekatan psikoanalisis, Pembelajaran dengan pensekatan psikoanalisi,
membantu mengungkapkan hal-hal yang mendasari patologi mental
dalam usaha untuk meningkatkan fungsi kejiwaan yang tercermin dalam
tingkah laku dan prestasi.

13
c. Pendekatan psikologi pendidikan, anak tunalaras dengan gangguan
psikiatrik ada penyimpangan perilaku yang menyebabkan rendahnya
prestasi belajar. Dengan terapi permainan dapat dikembangkan
kreatifitas anak.
d. Pendekatan humanistic, Program pendidikan bagi anak tunalaras
diarahkan pada peningkatan pengarahan diri. Kegiatan pembelajaran
dalam situasi demokrasi, terbuka dan menyenangkan.
e. Pendekatan ekologi, Anak tunalaras dianggap sebagai anak bermasalah,
dengan terapi permainan, suatu kegiatan yang bertujuan untuk merubah
tingkah laku yang tidak diharapkan.
f. Pendekatan prilaku, Anak tunalaras dengan perilaku yang menyimpang,
perilaku yang nampak diananlisi untuk dimodifikasi dengan perilaku
yang diharapkan.
Metode yang digunakan untuk anak tunalaras adalah metoda yang
dapat memotivasi belajar, menarik dan tidak membosankan. Metode yang
sesuai dalam proses terapi permainan antara lain, metoda brain stroming
( curah gagasan), netoda diskusi, metoda problem solving, metoda inquiry,
metoda kerja kelompok, metoda karya wisata, metoda eksprimen, metoda
latihan, metoda penugasan dan lain sebagainya (Rabbiatul, 2017).

DAFTAR PUSTAKA
Mais, Asrorul. 2017. Media Pembelajaran Anak Kebutuhan Khusus. Diakses melalui
https://www.academia.edu. Pada Tanggal 20 Desember 2020.

Robbiatul. 2017. Media Pembelajaran, Metode, Pendekatan Anak Tunalaras.


Diakses melalui https://robbiathul.blogspot.com. Pada Tanggal 20 Desember
2020.

14
Rusli Ibrahim. 2005. Psikologi Pendidikan Jasmani Olah Raga PLB, Jakarta:
Depdiknas.

15

Anda mungkin juga menyukai