PENDIDIKAN INKLUSI
Tentang
“ANAK TUNA GANDA”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : 11
SISRA ERIANTI (960823009)
ZAIZATUL RAHMI (960822006)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jenis gangguan atau ketunaan yang ada pada anak berkebutuhan khusus
diantaranya adalah gangguan fisik (tunadaksa), gangguan emosional atau
perilaku, gangguan penglihatan (tunanetra), gangguan komunikasi
(tunawicara), gangguan pendengaran (tunarungu), kesulitan belajar (tunalaras),
dan keterbelakangan mental (tunagrahita). Selain itu, terdapat beberapa anak
yang mengalami lebih dari satu gangguan atau ketunaan. Mereka dikenal
sebagai anak tunaganda.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
fisik, dalam kemampuan bersosialisasinya, dan juga dalam hal mental ataupun
intelektualnya. Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anak
tunaganda adalah anak yang menyandang kombinasi atau gabungan dari dua
atau lebih kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial
sehingga mengalami masalah-masalah jasmani, mental, atau emosional yang
sangat berat. Oleh karena itu membutuhkan pelayanan pendidikan, psikologik,
medik, sosial, vokasional melebihi pelayanan yang sudah tersedia bagi anak
berkelainan tunggal agar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri,
mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin untuk dapat
berpartisipasi dan berguna dalam masyarakat (Rudiyati, sari, dkk : 2015)
5
program pendidikan khusus (DNIKS dan BP3K, Depdikbud: 1987;
dalam Mangunsong, dkk., 1998)
6
cukup mampu melakukan hal-hal tersebut, tetap saja perkembangannya
tidak dapat disamakan dengan anak normal.
3. Ciri-ciri Sosial
Pada umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan
keseharian, juga rasa rendah diri, isolatif, kurang percaya diri, hambatan
dalam keterampilan kerja, self-help yang rendah, dan hambatan dalam
melakukan interaksi sosial. Sebagian dari mereka masih dapat bergaul
dengan lingkungan sosialnya, akan tetapi bagi penyandang ketunaan yang
sangat berat, kemampuan bergaul dan berkomunikasi dengan lingkungan
sosialnya bisa jadi amat sangat minim, bahkan untuk sekedar bersalaman
saja menjadi hal yang sulit (Rahayu Ginintasasi, 2009)
4. Ciri Kemampuan Berbahasa
Perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat
lambat. Pada umumnya mereka hanya mampu berbicara beberapa kata
ataupun frase. Selain itu mereka juga sulit berbicara dengan jelas, bahkan
mereka seperti meracau dan berbicara tentang hal-hal yang tidak
berhubungan dengan konteks. Oleh karena kemampuan berbicara dan
berbahasa mereka sangat terbatas, sering kali mereka kurang bisa
mengungkapkan apa yang diinginkan, hingga akhirnya mereka menangis,
bertindak agresif, bahkan tantrum atau perpaduan dari beberapa tindakan
destruktif (pembahasan tentang tantrum akan dijelaskan kemudian).
3. Anak tunaganda ketika baru dilahirkan ada yang dengan cepat dapat
dikenali kondisi ketunaannya, namun ada juga yang pada awalnya
terlihat sama seperti bayi-bayi pada umumnya akan tetapi gejala
ketunaannya baru muncul di beberapa tahun setelah dilahirkan.
Dengan demikian intervensi awal bertujuan sebagai pemberian
penanganan dini begitu bayi dilahirkan ataupun sebagai penanganan
awal begitu kondisi ketunaan anak muncul.
9
E. Dampak Anak Tuna Ganda
Banyak aspek-aspek perkembangan yang terpengaruh akibat
kehilangan penglihatan dan atau hambatan lain. Bagi anak yang
kehilangan penglihatan sekaligus pengengaran dapat mengakibatkan
minimnya stimulus dari luar yang diterima anak. Mereka tidak belajar
dari interaksi dengan lingkungannya yang seperti anak lainnya.
Stimulus dari luar yang sangat berperan dalam memotivasi
perkembangan gerak atau motor dan menjadi dasar dalam
perkembangan gerak atau motor dan menjadi dasar dalam
perkembangan kognitif sangat terbatas karena terhambatnya saluran
atau akses. Akses atau indera yang ada terbatas pada
sentuhan/perabaan, pengecap, dan penciuman namun sayangnya
kemungkinan bahwa indera-indera ini pun masih terpengaruh karena
kelainan lain yang ada seperti misalnya intelektual.
Ketika dua saluran utama dalam menerima informasi terhambat atau
tidak berfungsi, ini akan berdampak pada perkembangan anak di beberapa area
utama, yaitu:
1. Perkembangan komunikasi.
2. Perkembangan gerak, perkembangan kognitif.
3. Perkembangan sosial emosi.
4. Perkembangan konsep dan citra diri
10
pendidikan dini bagi individu dengan hambatan majemuk tidak
hanya dapat dilakukan oleh orangtua dan atau keluarga mereka,
akan tetapi pihak-pihak lain seperti tenaga ahli dan atau
profesional, masyarakat sekitar dan para pemeduli pendidikan
dapat ikut terlibat. Jadi pihak-pihak diluar orangtua dan atau
keluarga dalam layanan pendidikan individu dengan hambatan
majemuk tersebut bersifat intervensi atau campur tangan terhadap
orangtua dan atau keluarga bersangkutan.
Tujuan program intervensi dini adalah memungkinkan
individu dengan hambatan majemuk dilayani secara tepat dan
selekas mungkin oleh orang tua dan atau keluarganya sendiri
dengan campur-tangan pihak-pihak lain. Dengan demikian orang
tua atau keluarga dapat mempunyai pengetahuan dan keterampilan
untuk memberikan layanan pendidikan bagi individu atau keluarga
yang mengalami hambatan majemuk secara tepat.
Program-program intervensi dini yang dapat dilaksanakan
antara lain, konseling, keluarga, konsultasi dan demonstrasi,
pertemuan orangtua dan atau keluarga, workshop tentang layanan
pendidikan atau intervensi dengan hambatan majemuk, kampanye
kesadaran masyarakat tentang intervensi dini bagi individu dengan
hambatan majemuk (Sari Rudiyati, dkk, 2015)
2. Sekolah Khusus
Sekolah khusus atau yang disebut dengan sekolah Luar
Biasa adalah sekolah yang khusus diperuntukkan bagi individu
yang mengalami hambatan, termasuk individu yang mengalami
hambatan majemuk. Dalam sekolah khusus bagi individu dengan
11
hambatan majemuk ada berbagai bentuk layanan pendidikan yaitu
antara lain :
3. Sekolah Rumah Sakit “ Hospital school ”
Sekolah Rumah Sakit “Hospital School”, adalah bentuk
layanan pendidikan yang dilaksanakan di sebuah rumah saki.
Layanan semacam ini dibutuhkan jika terdapat siswa dengan
hambatan majemuk yang ternyata menyandang penyakit menahun
atau yang bersangkutan memerlukan perawatan secara intensif di
rumah sakit untuk jangka waktu yang cukup lama. Dengan
demikian tujuan sekolah Rumah Sakit “Hospital School” adalah
agar layanan pendidikan siswa dengan hambatan majemuk tidak
terputus, karena yang bersangkutan tetap dapat menempuh
pendidikannya di dalam sebuah rumah sakit. (Turner dan Noh,
1988)
Pihak rumah sakit menyediakan dokter dan guru khusus
untuk bekerja sama memberikan layanan pendidikan bagi siswa
dengan hambatan majemuk tersebut, yang pelaksanaannya
merupakan kerjasama antara sekolah dengan rumah sakit tersebut.
Di Indonesia sekolah ini masih jarang dilaksanakan.
4. Sekolah Khusus Berasrama “ Resident School “
Sekolah khusus berasrama“resident school”, adalah persekolahan
khusus bagi individu dengan hambatan majemuk yang disertai
dengan penyelenggaraan asrama bagi mereka. Siswa dengan
hambatan majemuk hanya berkesempatan pulang ke rumah masing-
masing pada waktu liburan saja. Tujuan dari sekolah khusus
berasrama “residential school”, adalah agar individu dengan
12
hambatan majemuk selain memperoleh pendidikan di sekolah
khusus, juga secara lebih intensif masih memperoleh bimbingan
dari ibu asrama atau pembimbing yang bertugas memberi
bimbingan kepada individu dengan hambatan majemuk setelah jam
sekolah selesai.
5. Sekolah Khusus Harian “ Day School “
Sekolah khusus hari “Day school” adalah sekolah khusus bagi
individu dengan hambatan majemuk, di mana individu dengan
hambatan majemuk tersebut setiap hari pergi ke sekolah dan pulang ke
rumah masing-masing setelah pelajaran selesai. Tujuan sekolah khusus
harian “Day School” antara lain agar selain memperoleh pendidikan di
sekolah khusus, individu dengan hambatan majemuk masih tetap
mendapat pendidikan dari orangtua mereka dan dapat berintegrasi
dengan masyarakat lingkungan rumahnya. Sebagian besar sekolah
khusus yang dilaksanakan di Indonesia adalah sekolah khusus
berasrama dan sekolah khusus harian. Sekolah khusus untuk individu
dengan hambatan majemuk sering disebut dengan sekolah Luar Biasa
Bagian G atau SLB/G. Dalam keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia nomor: 0491/U/1992 tentang
pendidikan luar biasa, telah ditetapkan bentuk satuan persekolahan
khusus meliputi : Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Pertama Luar Biasa
(SLTPLB) dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB).
6. Kelas Mandiri “ Self Contain Classes “
Kelas Mandiri atau Self Contain Classes adalah program
pendidikan bagi individu dengan hambatan tuna majemuk, di mana
13
sehalaman dengan sekolah umum dibangun kelas-kelas khusus
untuk siswa yang mengalami hambatan majemuk meskipun
demikian segi- segi pendidikan dan persekolahan antara siswa yang
mengalami hambatan majemuk dan siswa-siswa lain tetap terpisah.
Organisasi dan administrasi sekolah, kurikulum, dan tenaga
kependidikan dan lain-lain tetap terpisah (Vermeulen, 2012) Tujuan
dari program ini adalah agar siswa yang mengalami hambatan
majemuk dengan siswa yang tidak mengalami hambatan dapat
berintegrasi dan dapat saling bekerja sama, serta dapat saling
belajar, namun kenyataannya mereka tetap mengelompok dalam
kelompoknya sendiri.
7. Kelas Khusus atau “ Special Clases “
Kelas khusus atau “special classes” adalah program kelas khusus
bagi siswa yang mengalami hambatan majemuk yang ada di dalam
sebuah sekolah umum. Berbeda dengan program kelas mandiri,
organisasi, administrasi dan pengelolaan kelas khusus menjadi
bagian dari sekolah umum bersangkutan. Tujuan dari program ini
adalah agar siswa yang mengalami hambatan majemuk dengan
siswa yang tidak mengalami hambatan dapat berintegrasi. Namun
demikian maksud mengintergrasikan siswa yang mengalami
hambatan majemuk dengan siswa yang tidak mengalami kegagalan
seperti pada program kelas mandiri
G. Metode Pengajaran Untuk Anak Tuna ganda
Untuk anak tunaganda metode pengajaran yang cocok yaitu
communication, task analysis, direct instruction, prompts dan
cooperative learning. Tergantung tunaganda yang seperti apa dan
14
problematika yang bagaimana. Karena tunaganda memiliki jenis yang
berbeda-beda. Pendidik hendaknya juga menciptakan suasana belajar
yang menarik dan kondusif (Dinie Ratri Desiningrum, 2016)
15
DAFTAR PUSTAKA
Mangunsong, F., dkk. (1998). Psikologi dan pendidikan anak luar biasa.
Depok: LPSP3 UI.
Turner, R. J., & Noh, S.( 1988). Physical Disability and Depression: A
Longitudinal Analysis. Journal of Health and Social Behavior, 29 (1),
23-27.
16
Vermeulen, A Jorine. Denessen, Eddie. Knoors, Harry. (2012). Mainstream
teachers about including deaf or hard of hearing students. Journal of
Teaching and Teacher Education. 28.174-181
17