Oleh:
3F PGSD
D. Hasil Observasi
SDN Cisitu 02 merupakan sekolah yang ramah untuk anak berkebutuhan
khusus. Karena sekolah ini menyelenggarakan pendidikan dimana anak normal
dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama-sama dalam satu
tempat yang sama. Penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah ini sudah
lama diterapkan. Hampir setiap tahunnya sekolah ini menerima anak yang
berkebutuhan khusus. Jenis anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SD
ini bermacam-macam, ada yang hyperaktif, ada juga yang autis. Namun, lima
tahun yang lalu ada anak yang tunadaksa (cacat fisik) yang bersekolah di SD
ini. Tetapi tidak bertahan lama, ia hanya bersekolah selama satu (1) tahun saja.
Dikarenakan adanya kendala dari fasilitas dan sarana yang ada di sekolah ini.
Di sekolah ini, tidak ada guru khusus ataupun guru bimbingan konseling
yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus. Rata-rata anak
berkebutuhan khusus juga tidak mempunyai guru pendamping atau helper yang
membantu wali kelas dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga ketika anak
berkebutuhan khusus butuh penanganan, hanya ditangani oleh guru wali kelas
saja. Itupun jika wali kelas itu masih sanggup untuk menanganinya, jika ia
sudah tidak sanggup untuk mengani lagi wali kelas hanya mendiamkan anak
tersebut atau mengancamnya dengan melaporkan kepada orang tuanya atau
orang yang ditakuti olehnya sampai stabil kembali.
Dalam hal penggunaan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus,
menggunakan kurikulum reguler atau kurikulum yang sama dengan anak
normal. Hanya saja dalam standar penilaian untuk anak berkebutuhan khusus
dibedakan menjadi lebih rendah. Dalam kegiatan belajar, anak berkebutuhan
khusus di SDN Cisitu 02 mengikuti semua kegiatan belajar di kelas bersama
anak normal secara penuh. Tidak ada kelas khusus atau pelajaran khusus yang
disediakan oleh pihak sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Jadi sistem
kelas yang dipakai di SD ini, adalah kelas reguler penuh.
Guru-guru di Sekolah ini sebagian telah mengikuti seminar dan pelatihan
tentang pendidikan inklusif. Tidak semua guru yang mengikuti pelatihan
tersebut. Dikarenakan waktu pelaksanaan pelatihan dan seminar ini bersamaan
dengan waktu kegiatan belajar mengajar. Sehingga sekolah tidak bisa
mengikutsertakan semua guru untuk mengikuti pelatihan dan seminar tersebut.
inisiatif kepala sekolah, agar semua guru mempunyai wawasan tentang
pendidikan inklusif yaitu dengan sharing (berbagi pengalaman) dari guru yang
mengikuti pelatihan dan seminar tentang pendidikan inklusi kepada guru-guru
yang tidak mengikuti kegiatan tersebut.
Guru-guru di Sekolah ini kurang berkoordinasi dengan orang tua anak
berkebutuhan khusus. Karena rata-rata orang tua dai anak berkebutuhan khusus
tidak menerima jika anaknya adalah anak yang memiliki penanganan secara
khusus. Selain itu, belum adanya bantuan dari pemerintah terhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah ini. Narasumber kami yaitu Ibu
Rusmini, S.Pd selaku Wakasek kesiswaan memberi tanggapan dan harapan
kepada pemerintah agar menyediakan berbagai fasilitas dan sarana untuk
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Minimal disediakannya
guru bimbingan konseling atau guru pendamping khusus untuk setiap sekolah.
Rujukan :
Garnida, Dadang. 2018. Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: PT
Refika Adimata.
Andarini, Sri, Dkk. (2014). Binge Eating Dan Status Gizi Pada Anak
Penyandang Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Indonesian
Journal of Human Nutrition Volume 1 edisi 1 : 1-13. Diakses dari :
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article