Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi


Dosen pengampu: Dra. Nenden Ineu Herawati, M.Pd

Oleh:

Hari Hermawan 1805976


Ismi Luthfi A 1800620
Nadiyah Sabilul H 1800897
Wildi Akhriani 1801436

3F PGSD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS CIBIRU
2019
A. Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi lahir sebagai bentuk ketidakpuasan penyelenggaraaan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan sistem
segresi. Sistem segresi adalah sistem penyelenggaraan sekolah yang
diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki kelainan atau anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Sistem ini dipandang bertentangan dengan tujuan
pendidikan bagi anak-anak khusus. Dimana tujuan penyelenggaraan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah untuk mempersiapkan
mereka agar dapat berinteraksi sosial secara mandiri di lingkungan
masyarakatnya.
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak-anak lainnya yang
disatukan dengan tanpa mempertimbangkan keterbatasan masing-masing.
Menurut Direktorat Pembinaan SLB (2007), pendidikan inklusif adalah sistem
layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak belajar
bersama-sama di sekolah umum dengan memerhatikan keragaman dan
kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal.
Semangat pendidikan inklusi adalah memberikan akses yang seluas-luasnya
kepada semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan memberikan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhannya.
Ada empat (4) karakteristik makna dalam pendidikan inklusif, yaitu :
1. Pendidikan inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya
menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak.
2. Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi
hambatan-hambatan anak dalam belajar,
3. Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan
untuk hadir (di sekolah), berpartisispasi, dan mendapatkan hasil belajar yang
bermakna dalam hidupnya.
4. Pendidikan inklusif diperuntukan bagi anak-anak yang tergolong marginal,
ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Pendidkan inklusif merupakan sistem pendidikan yang menghargai bahwa
manusia (1) diciptakan sebagai makhluk yang berbeda-beda (unik); (2)
menghargai dan menghormati bahwa semua orang merupakan bagian dari
masyarakat; (3) diciptakan untuk membangun sebuah masyarakat, sehingga
sebagai masyarakat normal ditandai dengan adanya keberagaman dari setiap
anggota masyarakat.
Tujuan diselenggarakannya pendidikan inklusi diantaranya adalah :
1. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak
berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidika dasar.
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
5. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 32 ayat 1
yang berbunyi, “ setiap warga negara berhak mendapatkan pndidikan”, dan
ayar 2 yang berbunyi “ setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. UU no.20 tahun 2003 tentang
SPN, khususnya psal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, khususnya pasal 51 yang
berbunyi “anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan
biasa dan pendidikan luar biasa.”

B. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus (dulu disebut sebagai anak luar biasa)
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna
(Hallahan dan Kauffman, 1986). Anak luar biasa disebut sebagai anak yang
berkebutuhan khusus karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial,
layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang
bersifat khusus.
Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa merupakan julukan atau sebutan
bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan
penyimpangan yang tidak dialami oleh orang normal pada umumnya. Kelainan
atau kekurangan yang dimiliki oleh mereka yang disebut luar biasa dapat
berupa kelainan dalam segi fisik, psikis, sosial, dan moral. Kelainan dari segi
fisik dapat berupa kecacatan fisik, misalnya orang tidak memiliki kaki sebelah
kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya. Kelainan dari segi psikis atau aspek
kejiwaan (psikologis), misalnya orang yang menderita keterbelakangan mental
akibat dari inteligensi yang dimiliki di bawah normal. Kelainan dari segi sosial,
misalnya orang yang tidak dapat melakukan interaksi dan komunikasi sosial,
sehingga mereka tidak dapat diterima secara sosial oleh masyarakat sekitarnya
yang menyebABKan mereka kurang pergaulan dan merasa rendah diri yang
berlebihan, dan kelainan dari segi moral dapat berupa ketidakmampuan emosi
dan hati nuraninya sehingga orang tersebut berbuat amoral di tengah
masyarakatnya. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus diantaranya adalah:
1. Anak Retardasi Mental
Kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental atau disebut
juga retardasi mental didefinisikan sebagai kelompok anak yang memiliki
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata secara signifikan yang berkaitan
dengan gangguan dalam penyesuaian perilaku yang terwujud atau terjadi
selama periode perkembangan (Grossman, in press, 1987). Fungsi
intelektual umum yang dimiliki oleh anak yang mengalami retardasi mental
dapat diukur dari rata-rata tes inteligensi yang diadministrasi secara
individual. Pedoman dar American Association Mental Deficiency
(AAMID) dapat digunakan sebagai garis pedoman bagi posisi sescorang
yang tidak termasuk retardasi mental, kecuali jika seorang anak memiliki
skor tes inteligensi sebesar 70 atau di bawah 70 baru dianggap sebagai
retardasi mental.
Kelompok anak yang retardasi mental terbagi atas empat klasifikasi
menurut AAMD, yaitu retardasi ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Pengelompokkan ini didasarkan atas yang dimiliki oleh anak dan tingkat
keterbelakangan mental yang dialami oleh anak tingkat inteligensi yang
dimiliki oleh anak dan tingkat keterbelakangan mental yang dialami oleh
anak. Keterbelakangan mental yang dialami oleh seorang anak disebABKan
oleh beberapa faktor, diantaranya faktor latar belakang sosial ekonomi
orangtua yang rendah, faktor genetik, dan lingkungan sosial (Heber, 1959).
Selain itu, keterbelakangan mental juga disebABKan karena kerusakan fisik
otak, karena down's sindrom, pheaylketunuria, dan penyakit Tay-Sachs
(Macmillan, 1982). Down's sindrom disebABKan oleh kelainan kromosom
yang dialami oleh anak, yaitu hanya terdapat 21 pasang kromosom yang
seharusnya berjumlah 23 pasang kromosom. Selain faktor kromosom yang
menyebABKan lahirnya anak yang Down's sindrom, juga disebABKan
karena faktor usia ibu yang hamil, pengaruh radiasi, dan karena infeksi virus
(Macmillan, 1982).
Salah satu karakteristik intelektual umum dari anak yang mengalami
keterbelakangan mental ialah anak memiliki kesulitan dalam semua aspek
fungsi intelektual-belajar, konsep, memori, perhatian, dan bahasa. Anak
yang retardasi mental lambat dalam belajar konsep, memiliki kesulitan
dalam mengingat sesuatu, menunjukkan masalah perhatian, dan mengalami
defisiensi bahasa dan percakapan.
Selain anak terbelakang mental memiliki karakteristik juga memiliki
karakteristik kepribadian. Karakteristik kepribadian anak yang terbelakang
mental dipengaruhi oleh karakteristik intelektual anak. Sebaliknya,
karakteristik intelektual mental akan intelektual, anak terbelakang
mempengaruhi karakteristik kepribadian, sosial, dan emosional anak. Oleh
karena itu, anak yang terbelakang mental memiliki hubungan sosial dan
emosional yang miskin dengan orang lain dan lingkungannya.
2. Anak Tidak Mampu Belajar
Ketidakmampuan belajar secara spesifik berarti suatu "gangguan pada
satu atau lebih dari keterlibatan proses psikologik dasar dalam memahami
dan dalam menggunakan bahasa, bercakap, dan menulis yang diwujudkan
dalam ketidakmampuan dalam mendengar, berpikir, bercakap, membaca,
menulis, mengeja, dan untuk melakukan kalkulasi matematik. (Register
Federal, 1997). Anak yang tidak mampu belajar, juga dapat diartikan
sebagai anak yang mengalami kesenjangan yang berat antara kemampuan
intelektual yang dimiliki dengan hasil belajar yang dicapai pada salah satu
atau lebih bidang belajar berupa: ekspresi oral, pemahaman pendengaran,
keterampilan membaca dasar, pemahaman bacaan, dan kalkulasi matematik
atau pemikiran matematik (Register Federal, 1997).
Penyebab ketidakmampuan belajar dapat dikelompokkan ke dalam
empat kategori penyebab, yaitu karena disfungsi otak, gangguan biokemik,
faktor genetik, dan faktor lingkungan. Disfungsi otak berkaitan dengan
ketidakmampuan belajar yang terjadi karena anak mengalami kelukaan pada
otaknya yang disebut "kerusakan otak minimal" yang menyebABKan otak
tidak bekerja dengan baik. Karena otak mengalami kelukaan atau kerusakan
jaringan (Sandoval dan Haapmanen, 1981).
Masalah karakteristik anak yang tidak mampu belajar akan tercermin
pada perilaku belajar anak. Karena itu, terdapat sepuluh karakteristik anak
yang mengalami ketidakmampuan belajar. Kesepuluh karakteristik tersebut
terwujud berupa simpton-simpton, yaitu anak hiperaktif, anak mengalami
kerusakan perseptual motor, kelabilan emosional, kurangnya koordinasi
secara umum, anak mengalami gangguan perhatian, gangguan memori,
impulsif, gangguan memori dan pikiran, mengalami masalah akademik yang
khusus (masalah membaca, aritmetik, menulis, dan mengeja), gangguan
bicara dan pendengaran, dan isyarat neurologik yang tidak jelas dan
ketidakteraturan EEG.
3. Anak Dengan Gangguan Emosional
Gangguan emosional diartikan sebagai suatu ketidakmampuan belajar
yang tidak dijelaskan oleh faktor kesehatan, intelektual, dan sensorik.
Gangguan emosional juga dapat diartikan sebagai suatu ketidakmampuan
yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun dan memelihara hubungan
yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru. Suatu keadaan jiwa yang
tidak bahagia dan depresi dan suatu ketidaktepatan upe perilaku atau
perasaan pada kondisi sekitar yang normal juuga merupakan definisi dari
gangguan emosional, Selain itu, gangguan emosional juga dapat
didefinisikan sebagai suatu kecenderungan berkembangnya simpton fisik
atau ketakutan yang dihubungkan dengan masalah personal atau masalah
sekolah.
Pada umumnya kasus gangguan emosional yang ringan sampai yang
berat tidak diketahui penyebabnya. Banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi emosi dan pengalaman manusia merupakan faktor yang
mempersulit untuk menentukan dengan nyata faktor-faktor apa yang
menyebABKan seseorang mengalami gangguan emosional. Pengalaman
lingkungan dan keadaan sekitar diduga dapat menjadi faktor penyebab
gangguan emosional. Banyak sekali situasi yang ada sekarang ini yang
dapat menciptakan masalah emosional pada remaja kita, sehingga para
remaja mengalami gangguan emosional.
Terdapat tiga karakteristik umum yang nampak pada anak yang
mengalami gangguan emosional ringan dan sedang, yaitu hasil belajar anak
ręndah di bidang akademik, hubungan interpersonal anak yang miskin, dan
anak memiliki harga diri yang rendah.
Anak yang mengalami gangpguan emosional yang berat dan sangat
berat memiliki lebih dari satu karakteristik, yaitu tidak mampu bercakap,
kurang mengerti percakapan orang lain, terlalu banyak perilaku yang
menstimulasi diri, melukai diri, kurang bahkan tidak memiliki keterampilan
untuk memelihara diri, tidak responsif dan tidak hangat kepada orang lain,
dan mengalami keterbelakangan intelektual. Karakteristik anak dengan
gangguan emosional berat dan sangat berat harus dipahami dengan baik
oleh para pendidik khusus, pendidik sekolah reguler dengan sistem inklusi,
para orangtua dan anggota keluarga serta masyarakat dalam upaya untuk
menyukseskan pemberian layanan pendidikan kepada mereka.
4. Anak dengan Gangguan Bahasa dan Wicara
Istilah komunikasi, wicara, dan bahasa yang saling dipertukarkan
dalam membahas tentang anak dengan gangguan bahasa dan wicara.
Beberapa aspek dari ketiga kata ini saling tumpang tindih, dan perbedaan
ketiga kata ini agaknya tidak jelas. Namun, secara ilmiah, para ahli wicara
dan bahasa menganggap kedua istilah ini memiliki arti yang berbeda.
Gangguan bahasa merupakan kelainan dalam sistem atau kode komunikasi
seperti kekurangan verbal dan/atau kekurangan reseptif bahasa secara nyata.
Gangguan wicara merupakan masalah dalam produksi bahasa yang dapat
diketahui dengan jelas. Gangguan wicara merupakan pengubahan
karakteristik atau perilaku khusus yang merintangi produksi vokal.
Terdapat empat tipe gangguan bahasa, yaitu ketidakhadiran bahasa,
kelambatan dalam berbahasa, gangguan atau hambatan berbahasa, dan
kualitas gangguan berbahasa. Sedangkan tipe gangguan wicara mencakup
absensi wicara, gangguan artikulasi, gangguan suara, dan gangguan
kelancaran berbahasa.
Untuk gangguan bahasa, terdapat beberapa karakteristik pada anak
yang tidak memiliki bahasa, yaitu tuli saat lahir, retardasi mental, psikosis,
autisme, dan kerusakan neurologik yang berat. Kelambatan bahasa
merupakan akibat dari retardasi mental yang dialami oleh anak, deprivasi
lingkungan yang berat, dan kerusakan pendengaran. Hambatan bahasa
secara khusus disebABKan oleh kerusakan neurologik yang dihasilkan dari
suatu kecelakaan atau infeksi dan/atau karena kehilangan pendengaran
setelah bahasa diperoleh dan dipelajari oleh anak.
Gangguan bahasa kualitatif dihasilkan dari kondisi seperti autisme,
gangguan emosional berat, retardasi mental, ketidakmampuan belajar, dan
kerusakan pendengaran (Kneedler, dkk., 1984). Kebanyakan tipe gangguan
bahasa seperti ini, faktor penyebabnya karena anak juga mengalami
gangguan emosional yang berat yang biasanya tidak diketahui.
Anak yang mengalami gangguan wicara dan bahasa akan merasa
frustrasi pada diri mereka sejak mereka merasa terhambat keinginannya
untuk mengelola dan menyampaikan gagasan mereka kepada orang lain.
Selain itu, anak akan merasa mendapatkan beban tambahan jika masyarakat
bersikap menolak dan alienasi kepada mereka (Kneedler, dk., 1984).
5. Anak Hiperaktif / Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah adalah salah
satu jenis kondisi berkebutuhan khusus dalam gangguan perilaku. ADHD
adalah kondisi psikiatrik yang paling umum dan menganggu pada masa
kanak-kanak; diperikirakan mempengaruhi 5-10% anak-anak usi sekolah.
Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan
pola gangguan dengan pemusatan perhatian atau hiperaktif impulsive yang
secara terus menerus dan juga menetap. Penyandang ADHD juga memiliki
beberapa masalah psikologis yaitu adalah anxiety (kegelisahan), depresi,
dan kekacauan pribadi. Perbedaan anak Attention deficit/Hyperactivity
Disorder dengan anak-anak yang normal adalah dalam hal berinteraksi
dengan orang lain yang ada disekitarnya. Anak ADHD memiliki perilaku
impulsive, yaitu tindakan yang memiliki dorongon untuk mengatakan atau
melakukan sesuatu hal yang tidak dapat dikendalikan. Anak ADHD
memiliki cara berkomunikasi yang buruk, perilakunya sangat aktif sehingga
ia tidak bisa untuk duduk di kursinya dalam waktu yang lama, belajar sangat
lamban. Beberapa hal diatas yang menyebABKan anak ADHD ini dijauhi
oleh teman-teman sekelasnya.
Belum ditemukan penyebab sebenarnya dari ADHD. Teori lama
mengatakan penyebabnya antara lain adalah keracunan, komplikasi pada
saat melahirkan, alergi terhadap gula dan beberapa jenis makanan, dan juga
kerusakan pada otak. Meskipun beberapa teori ini benar, tetapi banyak
kasus ADHD yang tidak cocok dengan beberapa penyebab tersebut.
Siswa hiperaktif membutuhkan perhatian tersendiri dan
penanganannya juga tidak bisa disamakan seperti anak yang lainnya. Guru
harus mengambil langkah penanganan yang tepat agar siswa tersebeut dapat
belajar dengan baik serta berkembang secara sehat. Beberapa langkah yang
dapat dipilih oleh guru dalam menangani anak ADHD, yaitu :
1) Menambah pengetahuan mengenai gangguan hiperaktivitas;
2) Mengenali kelebihan, kekurangan, serta bakat anak tersebut;
3) Membantu anak dalam bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya;
4) Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti memberikan
pujian, menerapkan kedisplinan, serta selalu mengawasi anak-anak;
5) Memberikan ruang gerak yang cukup kepada siswa untuk beraktivitas di
sekolah;
6) Menerima keterbatasan dan juga selalu membangkitkan rasa percaya diri
peserta didik;
7) Memberikan siswa kesempatan agar bisa melakukan pengelolaan
perilakunya melalui bimbingan yang dilakukan oleh guru atau orang tua.

C. Bentuk Layanan Kelas Anak Berkebutuhan Khusus


Ada beberapa bentuk layanan kelas untuk anak berkebutuhan khusus,
diantaranya :
1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh), anak berkelainan khusus belajar bersama
anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan
kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster, anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak normal di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler denga pull out, anak berkelainan khusus belajar bersama anak
normal di kelas reguler namun dalam wakt-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out, anak berkebutuhan khusus belajar
bersama anak normal di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk
belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, anak berkebutuhan khusus
belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-
bidang tertentu dapat belajar bersama anak normal di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh, anak berkelainan khusus belajar di dalam kelas khusus
pada sekolah reguler.

D. Hasil Observasi
SDN Cisitu 02 merupakan sekolah yang ramah untuk anak berkebutuhan
khusus. Karena sekolah ini menyelenggarakan pendidikan dimana anak normal
dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama-sama dalam satu
tempat yang sama. Penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah ini sudah
lama diterapkan. Hampir setiap tahunnya sekolah ini menerima anak yang
berkebutuhan khusus. Jenis anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SD
ini bermacam-macam, ada yang hyperaktif, ada juga yang autis. Namun, lima
tahun yang lalu ada anak yang tunadaksa (cacat fisik) yang bersekolah di SD
ini. Tetapi tidak bertahan lama, ia hanya bersekolah selama satu (1) tahun saja.
Dikarenakan adanya kendala dari fasilitas dan sarana yang ada di sekolah ini.
Di sekolah ini, tidak ada guru khusus ataupun guru bimbingan konseling
yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus. Rata-rata anak
berkebutuhan khusus juga tidak mempunyai guru pendamping atau helper yang
membantu wali kelas dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga ketika anak
berkebutuhan khusus butuh penanganan, hanya ditangani oleh guru wali kelas
saja. Itupun jika wali kelas itu masih sanggup untuk menanganinya, jika ia
sudah tidak sanggup untuk mengani lagi wali kelas hanya mendiamkan anak
tersebut atau mengancamnya dengan melaporkan kepada orang tuanya atau
orang yang ditakuti olehnya sampai stabil kembali.
Dalam hal penggunaan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus,
menggunakan kurikulum reguler atau kurikulum yang sama dengan anak
normal. Hanya saja dalam standar penilaian untuk anak berkebutuhan khusus
dibedakan menjadi lebih rendah. Dalam kegiatan belajar, anak berkebutuhan
khusus di SDN Cisitu 02 mengikuti semua kegiatan belajar di kelas bersama
anak normal secara penuh. Tidak ada kelas khusus atau pelajaran khusus yang
disediakan oleh pihak sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Jadi sistem
kelas yang dipakai di SD ini, adalah kelas reguler penuh.
Guru-guru di Sekolah ini sebagian telah mengikuti seminar dan pelatihan
tentang pendidikan inklusif. Tidak semua guru yang mengikuti pelatihan
tersebut. Dikarenakan waktu pelaksanaan pelatihan dan seminar ini bersamaan
dengan waktu kegiatan belajar mengajar. Sehingga sekolah tidak bisa
mengikutsertakan semua guru untuk mengikuti pelatihan dan seminar tersebut.
inisiatif kepala sekolah, agar semua guru mempunyai wawasan tentang
pendidikan inklusif yaitu dengan sharing (berbagi pengalaman) dari guru yang
mengikuti pelatihan dan seminar tentang pendidikan inklusi kepada guru-guru
yang tidak mengikuti kegiatan tersebut.
Guru-guru di Sekolah ini kurang berkoordinasi dengan orang tua anak
berkebutuhan khusus. Karena rata-rata orang tua dai anak berkebutuhan khusus
tidak menerima jika anaknya adalah anak yang memiliki penanganan secara
khusus. Selain itu, belum adanya bantuan dari pemerintah terhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah ini. Narasumber kami yaitu Ibu
Rusmini, S.Pd selaku Wakasek kesiswaan memberi tanggapan dan harapan
kepada pemerintah agar menyediakan berbagai fasilitas dan sarana untuk
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Minimal disediakannya
guru bimbingan konseling atau guru pendamping khusus untuk setiap sekolah.

E. Diskusi tanya jawab


1. Winda Rasyidah :
Apa dampak dari penanganan anak ABK dengan cara diancam?
Tindakan guru atau penanganan guru terhadap ABK berpengaruh terhadap
psikologis anaknya . Terkhusus bagi anak ABK memerlukan pelayanan dan
bimbingan yang khusus dan sesuai. Terlihat menurut abraham maslow
bahwa seorang anak akan mengaktualisasikan diri apabila kebutuhan
hierarki nya terpenuhi. Didalamnya terdapat cinta dan kenyamanan, untuk
itu dalam memenuhi kebutuhannya seorang guru harus mampu menguasai 4
keterampilan menurut UUD. Untuk menambah keterampilannya dalam
pelayanan terhadap ABK yaitu mencari dan mengaplikasikan semua
mengenai pendidikan inklusif. Hal tersebut untuk menangani dalam
pelayanan trrhadap ABK dengan cara yang sesuai.
2. Khofifah :
Apakah ada anak ABK yang bersebolah sampai lulus dari sekolag tersebut?
atau baru ada ABK sekarang?
Di SDN Cisitu 02 telah mencetak lulusan dari anak berkebutuhan khusus.
Sekolah ini telah menyelenggarakan pendidikan inklusif sudah dari lama.
Karena menurut narasumber kami, beliau mulai mengajar di sekolah
tersebut sejak tahun 2006 dan sekolah tersebut telah menerima anak yang
memiliki kebutuhan khusus. Jadi penyelenggaraan pendidikan inklusif di
SDN Cisitu 02 ini telah lama diterapkan.
3. Fika :
Apakah ada biaya tambahan bagi anak berkebutuhan khusus? Bagaimana
seharusnya?
Di SDN Cisitu 02 tidak memungut biaya tambahan bagi anak berkebutuhan
khusus. Namun, seharusnya mereka mempunyai guru pendamping atau
helper yang di pekerjakan oleh orang tua mereka. Juga seharusya
pemerintah yang menyalurkan biaya untuk memenuhi pelayanan baik dalam
fasilitas maupun sarana pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.
4. Fuji :
Bagaimana cara memberikan pemahaman kepada orag tua yang mempunyai
anak berkebutuhan khusus agar dapat memahami dan menerima fakta
tersebut?
Mungkin sebaiknya kita memberitahu terlebih dahulu kepada orang tua
tersebut, lalu jika mereka tidak menerima sarankan mereka untuk
memeriksa anaknya ke ahli psikologi agar lebih akurat hasil dari
pemeriksaan tersebut.
5. Tazqia Ulpa :
Apakah sekolah tersebut sudah ramah ABK? Apakah pembiayaaan tidak
ada biaya tembahan sehingga kurangnya fasilitas?
untuk sekolah yang kami observasi yaitu ditidak dipungut biaya tambahan
bagi ABK. Dikarenakan sekolah tersebut merupakan sekolah negeri dan
dibiayai oleh pemerintah seperti halnya tertuang dalam UUD.
Kurangnya fasilitas bagi ABK yaitu dikarenakan komunikasi antar sekolah
terhadap pemerintah belum berjalan dengan lancar mengenai laporan bahwa
sekolah tersebut melaksanakan pendidikan inklusif. Apabila sekolah
tersebut melaksanakan laporan, maka pemerintah akan mensurvei apakah
sekolah tersebut benar melaksanakan pendidikan inklusif atau tidak, maka
apabila iya akan dilakukan tindakan. Untuk itu sekolah dan pemerintah
harus menjalin komunikasi yg baik dan berjalan. Seperti halnya pembiayaan
terhadap pendidikan inklusif bagi sekolah yang melaksanakan pendidikan
inklusif. Pemerintah akan memberikan fasilitas berupa guru pendamping
khusus (GPK) dan fasilitas yang sesuai bagi penyandang ABK.
Di Indonesia sendiri hanya melaksanakan, belum ada kesungguhan dan
pendalaman dalam pendidikan di Indonesia. Sekolah ramah ABK belum
semuanya terpenuhi secara standar, padahal itu akan berpengaruh terhadap
perkembangan ABK nya itu sendiri.
6. Tiara Putri:
Apa bentuk layanan kelas yang diterapka disekolah tersebut?
Bentuk layanan kelas di SDN Cisitu 02 adalah layanan kelas reguler atau
bisa disebut juga Inklusi Penuh. Karena dalam kegiatan pembelajaran, anak
berkelainan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di
kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. Mulai dari
kegiata belajar, materi yang disampaikan pun sama. Namun, dalam standar
penilaian untuk anak berkebutuhan khusus itu lebih dikurangi KKMnya.

Rujukan :
Garnida, Dadang. 2018. Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: PT
Refika Adimata.
Andarini, Sri, Dkk. (2014). Binge Eating Dan Status Gizi Pada Anak
Penyandang Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Indonesian
Journal of Human Nutrition Volume 1 edisi 1 : 1-13. Diakses dari :
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article

Anda mungkin juga menyukai