Segala hormat dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuha Khusus ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Makalah ini berisi tentang salah satu gangguan pada anak berkebutuhan khusus yaitu
anak Lamban Belajar (Slow Learner). Materi yang akan disampaikan kurang lebih mengenai
penyebab Slow Learner, ciri-ciri, tipe, pendampingan, terapi permainan, prevalensi DSM V.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaika tugas makalah ini, khususnya kepada :
1. Elisabeth Desiana Mayasari, M.A. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus.
2. Teman-teman satu kelompok
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hak semua orang dan kalangan. Semua orang berhak
mendapatkan pendidikan yang layak untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya
agar menjadi manusia yang utuh. Pendidikan untuk semua kelangan dapat diwujudkan
dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif memiliki jenjang
pendidikan yaitu pada anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTS),
pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/MAK), dan perguruan tinggi. Pendidikan
inklusif merupakan sistem pendidikan yang mengakomodasi semua anak, baik normal
maupun anak berkebutuhan khusus di sekolah regular, dengan beragam karakteristik,
perkembangan dan kebutuhan anak untuk mengembangkan potensi anak secara optimal
(Sue Stubbs, 2002: 123).
Pendidikan inklusif di Indonesia semakin berkembang pesat. Perkembangan yang
pesat perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan pendidikan untuk anak
normal dan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah inklusi. Ada beberapa jenis
anak berkebutuhan khusus yang mendapat layanan pendidikan khusus di sekolah inklusi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Replublik Indonesia No. 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, siswa yang termasuk anak
berkebutuhan khusus meliputi: 1) anak tunanetra; 2)anak tunarungu; 3) anak tunawicara;
4)anak tunagrahita; 5) anak tunadaksa; 6) anak tunalaras; 7) anak berkesulitan belajar; 8)
anak lamban belajar (slow learners); 9) anak autis; 10) anak yang memiliki gangguan
motoric; 11) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat
adiktif lainnya; 12) anak yang memiliki kelainan lainnya; dan 13) anak tunaganda.
Anak lamban belajar atau slow learners murapakan salah satu anak berkebutuhan
khusus yang membutuhkan layanan pendidikan khusus di sekolah inklusi. Anak lamban
belajar hamper dapat ditemukan di setiap sekolah inklusi. Ana Lisdiana (2012: 1)
menyatakan bahwa kurang lebih 14,1% anak termasuk anak lamban belajar. Jumlah ini
lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kesuluruhan anak berkesulitan belajar,
anak tunagrahita, dan anak autis. Berdasarkan data Kementerian Sosial Republik
Indonesia (Yachya Hasyim 2013: 113), pada tahun 2011 jumlah anak berkebutuhan
khusus di Indonesia mencapai kurang lebih 7 juta orang atau sekitar 3% dari jumlah total
seluruh penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebagian besar termasuk anak lamban
belajar, autis, dan tunagrahita. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih
rinci terkait pengertian, karakteristik dan penyebabnya, serta untuk membantu calon
pendidik agar memahami cara menghadi anak yang mengalami gangguan lamban belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyebab anak slow learner?
2. Bagaimana karakteristik atau ciri-ciri anak slow learner?
3. Bagaimana tipe anak slow learner?
4. Bagaimana pendampingan anak slow learner?
5. Bagaimana terapi yang dapat digunakan untuk anak slow learner?
6. Bagaimana prevalensi DSM V anak slow learner?
C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab anak slow learner.
2. Mengetahui karakteristik atau ciri-ciri anak slow learner.
3. Mengetahui tipe anak slow learner.
4. Mengetahui pendampingan anak slow learner.
5. Mengetahui terapi yang dapat digunakan untuk anak slow learner.
6. Mengetahui prevalensi DSM V anak slow learner.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Perhatian Individu
“Perhatian Inidvidu” merujuk pada perhatian yang diberikan guru untuk murid
tertentu. Dari semua murid, seorang yg lamban belajar merupakan seseorang yang
butuh perhatian dari guru. Perbedaan secara individu dari anak-anak harus sangat
di perhatikan dan anak yg individualis harus dihargai. Guru harus memiliki upaya
positif untuk memastikan ketidakmampuan yang spesifik pada murid yang
lamban belajar dan karena itu guru harus menyusun strategi khusus untuk
perbaikan yang sesuai dengan kebutuhan pada setiap anak yang lamban belajar.
Hal inji sangat penting bahwa guru yang menangani haru sangat baik dan
perhatiap terhadap murid lamban belajar. Tambahan bonus mungkin akan
diberikan kepada guru yang dipercayakan dengan tanggung jawab memberikan
instruksi untuk murid lamban belajar seperti yang pemerintah berikan terhadap
guru yang mengajar kelas special atau murid SC/ST. jika tindakan perbaikan
diberlakukan, lebih baik jika perhatian individu dapat diberikan kepada murid
belajar lamban pada kelas special yang secara efektif mempromosikan SDM yang
lebih baik.
Sedangkan menurut Nani Triani dan Amir penyebab slow learner adalah
Ana Lisdiana. (2012). “Prinsip Pengembangan Atensi pada Anak Lamban Belajar”.Modul
materi pokok program diklat kompetensi pengembangan fungsi kognisi pada anak
lamban belajar bagi guru di sekolah inklusi jenjang lanjut. Bandung: kementerian
pendidikan dan kebudayaan bedan pengembangan sumber daya manusia pendidikan dan
penjaminan mutu pendidikan (BPSDMP PMP) pusat pengembangan dan peberdayaan
pendidik dan tenaga kependidikan taman kanak-kanak dan pendidikan luar biasa
(PPPPTK TK dan PLB).
Brigitta Erlita Tri Anggadewi. 2014. Slow learner: Bagaimana Memotivasinya Dalam Belajar.
Jusnal Kependidikan Volume 27, Nomor 1.
Fida Rahmantika Hadi. 2016. Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Slow Learners
(Lamban Belajar). Premiere Educandum Volume 6, Nomor 1, Hlm 35-41
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Reddy, G. L., Ramar, R. Dan Kusuma, A. (2006). Slow Learner Their Psychology and
Instruction. New Delhi: Discovery Publishing House.
Stubbs, Sue. (2006). Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber (Alih bahasa: Susi
Spetaviana R.). Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa UPI.
Triani, N., & Amir (2003). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar (Slow
Learner). Jakarta: Luxima.
Yachya Hasyim. 2013. Pendidikan Inklusif di SMK negeri 2 malang. Jurnal kebijakan dan
pengembangan pendidikan Volume 1, Nomor 2, Juli 2013 Hlm. 112-121.
PETA KONSEP
SLOW LEARNER
1. Kemiskinan
2. Kecerdasan orang tua dan jumlah
Menurut G. L. Reddy, R. keluarga
Ramas dan A. Kusuma
3. Faktor emosi
4. Faktor pribadi
1. Membutuhkan Pembagian
atau Pemisahan
Tipe Anak SL
2. Melayani dalam Pengaturan
Umum Terpadu
Pendampingan
1. Gangguan Membaca
Prevalensi 2. Gangguan Matematika
3.Non ICD-10/DSM
ARTIKEL
Anak Slow Learner atau lamban belajar memiliki bakat atau IQ yang kurang dibanding
dengan anak atau peserta didik lainnya. Menurut Nana Triani (2016) anak slow learner atau
lamban belajar berada pada taraf perbatasan (borderline) dengan IQ 70 – 85. Anak slow learner
ialah salah satu anak yang memiliki kebutuhan yang khusus dalam layanan pendidikan di
sekolah. Anak slow learner terlihat seperti anak normal lainnya. Namun, hal yang membedakan
adalah kecerdasan intelektual dengan karakteristik seperti perhatian dan konsentrasi terbatas,
waktu untuk mempelajari dan menerangkan pelajaran membutuhkan waktu yang lama, lambat
dalam melihat dan menciptakan hubungan antara kata dan pengertian, terbatasnya kemampuan
untuk mengarahkan diri, terbatasnya kemampuan untuk mengabstraksi dan menggeneralisasi
yang membutuhkan pengalaman-pengalaman konkret, kurang mempunyai daya cipta, tidak
mempunyai kesanggupan untuk menguraikan, menganalisis atau memecahkan suatu persoalan
atau berpikir kritis, dan lain sebagainya, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Mulyadi (2010:
123).
Anak atau peserta didik berkebutuhan khusus seperti slow learner atau anak lamban
belajar ini harus mendapat perhatian dan pelayanan khusus dari lingkungan sekitarnya. Anak
slow learner atau lamban belajar ini harus diberi motivasi belajar lebih dibandingkan dengan
anak lainnya selain itu lingkungan sekitarnya juga harus mendukung. Anak slow learner dapat
menimbulkan perasaan cemas, perasaan cemas ini harus di atasi dengan praktis. Anak slow
learner memiliki bakat atau IQ yang kurang memadai dibandingkan dengan siswa-siswa lainnya.
Keadaan ini dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang
dimilikinya dan juga dapat berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan atau tidak
mendukung bagi dirinya. Siswa- siswa slow learner tidak hanya terbatas pada kemampuan
akademik, namun juga berkaitan dengan kemampuankemampuan yang lain seperti pada aspek
bahasa atau komunikasi, emosi, sosial atau moral.
Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat memicu timbulnya
rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia atau individu untuk menuju pada
hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Oemar Hamalik (2004) menjelaskan motivasi dapat
berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan intensif diluar individu atau hadiah. Motivasi
adalah proses membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minat-minat. Sedangkan
menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) mengatakan bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan
mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.
Menurut Sardiman (1986) menjelaskan bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis
yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,
merasa senang dan semangat peserta didik dalam belajar. Sedangkan Agus Suprijono (2009:
163) bependapat bahwa motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi,
terarah dan bertahan lama. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian motivasi,
maka dapat disimpulkan merupakan suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan
sesuatu, dan juga sebagai pemberi arah dalam tingkah lakunya, salah satunya dorongan
seseorang untuk belajar.
Secara umum motivasi belajar dibagi menjadi motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Menurut
Sardiman (2007) mendefinisikan motivasi intrinsik sebagai motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya dari diri setiap individu. Motivasi intrinsik dapat berupa hasrat dan keinginan untuk
berhasil, dorongan kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-cita. Motivasi ekstrinsik yaitu
motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat berupa
adanya penghargaan, lingkungan yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Anak-anak
lamban belajar perlu mendapatkan motivasi, terutama motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari
orang-orang terdekatnya, motivasi ekstrinsik ini dapat memicu atau menumbuhkan motivasi
instrinsik anak lamban belajar. Pemberian motivasi kepada anak slow learner dapat berpengaruh
untuk hasil belajar atau prestasi anak tersebut.
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Kebutuhan untuk menguasai ilmu mempengaruhi motivasi belajar slow learner yang diwujudkan
dalam tindakan, berupa: rajin mengikuti pelajaran, mau memperhatikan penjelasan guru dan
mengerjakan tugas, serta rajin belajar di rumah.
Daftar Pustaka
A.M. Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV.Rajawali
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Heinich, Robert, et al. 1999. Instructional Media and Technology for Learning. New Jersey:
Prentice Hall.
Mulyadi. (2010). Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan terhadap Kesulitan Belajar
Khusus. Yogyakarta : Nuha Litera
Sardiman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Suprijono Agus. 2009. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka
Pelajar
Triani, Nani dan Amir. (2016). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar (Slow
Learner). Jakarata : PT Luxima Metro Media
ARTIKEL
LAYANAN GURU BAGI SISWA LAMBAN BELAJAR
ABSTRAK
Pembahasan ini bertujuan untuk mendeskripsikan layanan guru bagi siswa lamban belajar.
Aspek yang dibahas meliputi pemahaman guru dan pelaksanaan layanan guru bagi siswa.
Layanan guru bagi siswa lamban belajar yaitu, (1) pemahaman tentang siswa belum mendalam
tentang konsep ataupun karakteristik siswa lamban belajar; (2) pelaksanaan layanan bagi siswa
lamban belajar dalam hal modifikasi alokasi waktu pembelajaran, isi/materi dan metode
pembelajaran.
Kata Kunci: layanan guru, lamban belajar
PENDAHULUAN
Anak merupakan asset penting bangsa. Pengetahuan dan layanan yang tepat terhadap anak
dapat menjadi gerbang kesusksesan untuk anak. Akan tetapi sebaliknya, layanan yang kurang
tepat atau bahkan salah terhadap anak dapat berakibat fatal.
Anak-anak di sekolah, khususnya Sekolah Dasar merupakan siswa yang keberhasilan
belajarnya banyak dipengaruhi oleh layanan pendidikan yang diberikan guru. Setiap siswa adalah
unik, berbeda dari yang lain. Begitu juga dalam belajar. Ada siswa yang mudah menerima
pelajaran, ada juga yang sulit menerima pelajaran. Ada yang nilainya bagus tetapi ada juga yang
kurang bagus. Kesulitan dalam belajar itu wajar karena tidak mungkin jalan menuntut ilmu akan
mudah begitu saja. Akan tetapi, ada hambatan atau kesulitan yang harus dilewati.
Kesulitan belajar yang dijelaskan oleh Sugihartono adalah suatu gejala yang nampak pada
peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau di bawah norma
yang telah ditetapkan.[1] jadi, guru dalam proses pembelajaran tidak hanya menstrafer bahan
pelajaran kepada siswa tetapi juga bertanggung jawab atas perkembangan siswa. Guru harus
memperhatikan kemampuan siswa secara individual, agar dapat membantu perkembangan siswa
secara optimal.
Salah satu jenis permasalahan atau kesulitan belajar yang sering muncul di SD adalah
lamban belajar. Menurut Warkitri dkk. dalam buku Sugihartono, lamban belajar adalah kesulitan
belajar yang disebabkan anak sangat lambat dalam proses belajarnya, sehingga setiap melakukan
kegiatan belajar membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan anak lain yang
memiliki tingkat potensi intelektual sama.[1] Anak lamban belajar ini masuk dalam anak-anak
berkebutuhan khusus. Berdasarkan tes WISCH anak lamban belajar mempunyai IQ 70-90,
sedangkan anak tunagrahita kurang dari itu.[2] Secara garis besarnya siswa lamban belajar adalah
siswa yang memiliki kecerdasan dengan IQ yang terbilang rendah dan masih dapat mengikuti
kegiatan pemebajaran di kelas regular pada jenjang pendidikan dasar tetapi membutuhkan
bantuan yang intensif.
Ciri-ciri siswa lamaban belajar dan berprestasi rendah menurut Cece dikategorikan sebagai
berikut: (1) Fisik: anak lamban belajar mengalami kelemahan dalam pendengaran, penglihatan,
dan kesanggupan bicara; (2) Perkembangan Mental: anak lamban belajar mengalami cacat fisik
sebelum dan selama kelahiran yang membawa pengaruh pada perkembangan mental; (3)
Intelektual: anak yang lamban belajar memiliki IQ antara 70-90 pada umumnya dapat dididik
dengan system pengajaran yang sesuai. (4) Sosial: anak lamban belajar sulit akrab dengan orang
dan benda.[3] Ciri-ciri lain anak lamban belajar menurut Abdul, yaitu rata-rata prestasi belajarnya
rendah, menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman
seusianya, daya tangkap terhadap pelajaran lambat, pernah tidak naik kelas.[4]
Kebutuhan siswa lamban belajar dijelaskan oleh G. Lokanadha Reddy sebagai berikut: (1)
Kebutuhan rasa aman sangat penting bagi siswa lamban belajar karena dengan rasa aman
membuat siswa merasa senang dan penting bagi stabilitas emosi; (2) Kebutuhan menyayangi dan
disayangi juga perlu untuk meningkatkan interaksi dan transaksi social; (3) Kebutuhan untuk
diterima anak lain, hal ini penting diperhatikan bagi orang tua dan guru untuk memastikan bahwa
siswa tersebut diterima oleh teman-temannya agar perilaku dan emosi siswa lamban belajar
stabil; (4) Kebutuhan pengakuan dan percaya diri; (5) Kebutuhan kemandirian dan tanggung
jawab; (6) Kebutuhan pengalaman dan aktivitas baru.[5]
Dari beberapa hal yang telah disebutkan di atas layanan pendidikan diberikan guru untuk
mengatasi berbagai masalah seperti gangguan psikologis, fisiologis, dan social yang dijumpai
pada anak-anak berkebutuhan khusus. Guru memiliki peran terpenting dalam hal ini saat
menghadapi siswa lamban belajar di sekolah. Oleh karena itu dalam pembahasan ini akan
dibahas terkait layanan guru bagi siswa lamban belajar di Sekolah Dasar.
PEMBAHASAN
Bagian ini akan dibahas terkait layanan guru bagi siswa lamban belajar di Sekolah Dasar.
Ditemukan suatu permasalahan bahwa siswa lamban belajar ini menempuh pendidikan di
sekolah regular. Dalam penyajian bahasan akan terbagi menjadi 2 bagian focus bahasan, yaitu:
(1) pengetahuan tentang siswa lamban belajar; (2) pelaksanaan layananan pendidikan guru pada
siswa.
1. Pemahaman tentang siswa lamban belajar
Pengetahuan tentang anak lamban belajar secara umum banyak orang awam termasuk
penulis belum paham sepenuhnya tentang konsep anak lamban belajar. penulis belum
pernah mengenal anak dengan kekurangan lamban belajar namun penulis sedikit tau ciri-
ciri dan karakteristik dari hal yang telah penulis pelajari. Sehingga penulis akan membahas
dengan landasan yang telah penulis sebutkan.
Dalam hal ini anak dengan lamban belajar harus diperlakukan khusus yang berbeda
dengan anak normal. Anak lamban belajar memiliki emosi yang tidak stabil sehingga saat
memperlakukan siswa dengan lamban belajar harus mengetahui prosedur dan cara
penangannya agar tidak mempengaruhi emosinya.
Anak normal dan anak lamban belajar berada di sekolah yang sama jelas berangkat
dari nol tentang pengetahuan. Terkadang anak lamban belajar ada yang belajar otodidak di
sekolah. Yang dimaksudkan otodidak adalah anak lamban belajar kurang dalam
menangkap hal baru sehingga tak banyak dijumpai pasti ada anak lamban belajar yang
belajar secara bertahap dan kuarng terstruktur.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya dalam mendeskripsikan layanan guru
pada siswa lamban belajar adalah sebagai berikut.
1. Pemahaman tentang siswa lamban belajar memang belum mendalam terkait konsep
ataupun karakteristik oleh penulis. Penulis juga mengetahui bahwa anak normal dan
anak lamban belajar berada di sekolah yang sama jelas berangkat dari nol tentang
pengetahuan. Sehingga semua anak perlu bimbingan dari guru terkhusus anak lamban
belajar.
2. Pelaksanaan layanan bagi siswa lamban belajar perlu adanya modifikasi alokasi waktu
tambahan dalam pembelajaran untuk siswa lamban belajar, modifikasi terhadap materi
pembelajar dan soal untuk menunjang kebutuhan siswa lamban belajar, dan
memodifikasi proses belajar-mengajar pada siswa lamban belajar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
[2] Agus, dkk. Aha, Sekarang Aku Bisa! Panduan Pembelajaran Materi Pengurangan
Risiko Bencana untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: ASB Indonesia.
[3] Cece Wijaya. 2010. Pendidikan Remedial. Remaja Rosda Karya: Bandung.
[4] Abdul Salim Choiri, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara
Inklusif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
[5] G. Lokanadha Reddy. 2006. Slow Learners Their Psychology and Instruction.
Discovery Publishing Haouse.
ARTIKEL
PENDAMPINGAN BELAJAR YANG DIBUTUHKAN
ANAK SLOW LEARNER
Dewi Isabella Palma (171414044)
Universitas Sanata Dharma
Alamat e-mail: dewiisabella5@gmail.com
Abstrak: PENDAMPINGAN BELAJAR YANG DIBUTUHKAN ANAK SLOW
LEARNER. Tujuan penulisan adalah mendeskripsikan pendampingan belajar bagi anak slow
learner. Banyak orang tua yang tidak tau bahwa anaknya terindikasi slow learner. Sehingga
orang tua perlu mengetahui karakteristik, tipe dan pendampingan yang tepat bagi anak. Hal
ini tidak hanya ditujukan untuk orang tua, tetapi guru juga perlu mengetahui. Sebab, tidak
banyak orang tua yang mengetahui peran orang tua yang membantu sekolah inklusi dalam
keberhasilan belajar anak berkebutuhan khusus terutama slow learner. Sehingga guru perlu
memahami pendampingan anak slow learner agar dapat disosialisasikan dengan orang tua.
Abstract: LEARNING ASSISTANCE REQUIRED BY SLOW LEARNER CHILDREN. The
purpose of writing is describing learning mentoring for slow learner children. Many parents
do not know that his son is indicative of a slow learner. So parents need to know the
appropriate characteristics, types and mentoring for the child. It is not only aimed at
parents, but the teacher also needs to know. Because not many parents know the role of
parents who help schools of inclusion in the success of learning children with special needs
especially slow learner. So the teacher needs to understand the guidance of a slow learner
child in order to be socialized with parents.
Kata-kata kunci: slow learner, pendampingan belajar.
Pendidikan adalah hak bagi semua orang untuk dapat pengembangan potensi
kemanusiaan. Hal ini tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat 1 yang
menegaskan bahwa “setiap warga berhak mendapatkan pendidikan”. Selain itu, Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 5 ayat (1)
menegaskan “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu”. Sehingga semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak baik itu
pendidikan reguler maupun pendidikan inklusi. Indonesia telah menggalang pendidikan
inklusi bagi sekolah reguler. Sehingga pendidikan inklusi tidak hanya terdapat atau kita
jumpai pada sekolah khusus yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Pendidikan inklusi adalah
merupakan pendidikan yang mengakomodasikan semua anak baik normal maupun anak
berkebutuhan khusus di sekolah reguler dengan beragam karakteristik, perkembangan dan
kebutuhan anak untuk mengembangkan potensi anak secara optimal (Sue Stubbs,2002:123).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Replublik Indonesia No. 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, siswa yang termasuk anak berkebutuhan
khusus meliputi: 1) anak tunanetra; 2)anak tunarungu; 3) anak tunawicara; 4)anak
tunagrahita; 5) anak tuna daksa; 6) anak tunalaras; 7) anak berkesulitan belajar; 8) anak
lamban belajar (slow learners); 9) anak autis; 10) anak yang memiliki gangguan motoric; 11)
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya;
12) anak yang memiliki kelainan lainnya; dan 13) anak tuna ganda. Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus atau memerlukan kebutuhan
khusus yang sesuai dengan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Anak lamban belajar (slow learner) merupakan salah satu anak yang memiliki
kebutuhan yang khusus dalam layanan pendidikan di sekolah. Anak slow learner memiliki
kecerdasan intelektual dibawah rata-rata anak normal yaitu 70 – 90. Anak slow learner
terlihat seperti anak normal lainnya. Namun, hal yang membedakan adalah kecerdasan
intelektual dengan karakteristik seperti perhatian dan konsentrasi terbatas, waktu untuk
mempelajari dan menerangkan pelajaran membutuhkan waktu yang lama, lambat dalam
melihat dan menciptakan hubungan antara kata dan pengertian, terbatasnya kemampuan
untuk mengarahkan diri, terbatasnya kemampuan untuk mengabstraksi dan menggeneralisasi
yang membutuhkan pengalaman-pengalaman konkret, kurang mempunyai daya cipta, tidak
mempunyai kesanggupan untuk menguraikan, menganalisis atau memecahkan suatu
persoalan atau berpikir kritis, dan lain sebagainya (Mulyadi,2010:123). Adapun karakteristik
anak slow learner menurut Steven R. Shaw (2010: 15) dalam jurnal Analisis Proses
Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Slow Learner di Kelas
Inklusif SMP Negeri 7 Salatiga. yaitu ; a) memiliki kecerdasan dan prestasi akademik yang
rendah, tetapi berbeda dari anak dengan masalah kognisi atau berkesulitan belajar; b) anak
dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi ketika informasi disampaikan dalam bentuk
konkret, tetapi akan mengalami kesulitan mempelajari konsep dan pelajaran yang bersifat
abstrak; c) anak mengalami kesulitan kognitif dalam mengorganisasir materi baru dan
mengasimilasi informasi baru ke dalam informasi sebelumnya; d) anak membutuhkan
tambahan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas, serta latihan tambahan untuk
mengembangkan keterampilan akademik yang setingkat dengan teman sebayanya. Maka
mata pelajaran matematika akan terlihat semakin sulit bagi siswa slow learner. Walaupun
anak slow learner memiliki kecerdasan intelektual 70-90, tidak semua anak memiliki
kecerdasan yang sama. Sehingga anak slow learner memiliki dua tipe yaitu anak yang
membutuhkan pembagian atau pemisahan dan anak yang melayani dalam pengaturan umum
terpadu. Anak yang membutuhkan pembagian atau pemisahan adalah anak yang menderita
beberapa bentuk retardasi belajar yang buruk dan keterbelakangan pendidikan yang
disebabkan kemampuan mereka yang terbatas seperti perkembangan mental, sosio-psikologis
lainnya yang kurang. Kemudian anak yang melayani dalam pengaturan umum terpadu
memiliki sifat dan tingkat keterbelakangan akademik atau belajar yang ringan. Sehinga masih
dapat ditangani dengan baik dalam pengaturan umum terpadu sekolah.
Pendampingan belajar yang dilakukan terhadap anak-anak slow learner tidak seperti
anak-anak normal. Walaupun secara fisik mereka terlihat seperti anak normal lainnya. Secara
psikologi mereka membutuhkan dukungan dan motivasi dari orang-orang di sekitar mereka
seperti guru dan orang tua. Hal ini disebabkan anak slow learner sering menunjukkan sikap
tidak peduli sebagai hasil dari pengalaman terdahulu tentang kegagalan dan ketidaksukaan
pada suatu objek. Seorang guru atau orang tua sebaiknya jangan mengecilkan hati mereka
karena kegagalan yang mereka lakukan dan khawatir terhadap anak karena mereka sering
merasa frustasi. Sehingga guru maupun orang tua memberikan perhatian yang berbeda antara
anak slow learner dengan anak lainnya. Agar anak paham bahwa ia tidak diabaikan dan sama
berharganya dengan yang lain. Situasi ini baik untuk memberikan motivasi kepada anak.
Kemudian, motivasi akan menghasut perilaku anak dan membuat anak memiliki rasa
keinginan yang besar untuk belajar dan mengaplikasikan tugas. Kemudian perhatian ini
menjadi alat bagi guru untuk mengetahui ketidakmampuan yang dimiliki siswa dan guru
dapat menyusun strategi khusus untuk perbaikan yang sesuai dengan kebutuhan anak slow
learner. Selain itu, anak slow learner perlu mengembangkan kepercayaan diri. Sebab,
pengalaman akan kegagalan dan frustasi, sering gagal dalam akademik dan sebagainya
membuat anak akan semakin tidak percaya diri. Oleh karena itu, guru dan orang tua dapat
mengubah rasa ketidakpercayaan diri anak sebagai upaya untuk perbaikan. Selain
pendampingan terfokuskan pada perbaikan anak slow learner, anak slow learner juga perlu
pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mengetahui faktor yang mempengarungi lamban
belajar.
Selain itu, kurikulum sekolah yang elastis menjadi hal yang dapat membantu
perbaikan anak slow learner. Kurikulum yang elastis mengubah pengetahuan harus dicapai
untuk keinginan diri sendiri dan untuk mempertemukan kebutuhan baik jangka pendek
maupun jangka panjang dari siswa. Kurikulum seperti ini akan membantu anak slow learner
untuk dapat memahami pengetahuan baik konsep maupun teori. Selanjutnya instruksi untuk
perbaikan. Perbaikan yang dilakukan berupa instruksi yang dapat dimengerti oleh anak slow
learner. Isi pembelajaran harus disesuaikan dengan kapasitas, kebutuhan dan level anak.
Karena anak slow learner mampu menggapai ide konkret, maka pembelajaran banyak
dibantu oleh alat-alat visual seperti seni, musik, atau drama yang dapat memberikan
pengalaman unik bagi anak slow learner. Kemudian guru harus memberikan latihan dan
mengkaji ulang apapun yang berhubungan dengan anak slow learner. Selain itu, lingkungan
yang sehat dapat membantu anak slow learner untuk mengembangakan perbaikan diri anak
karena suasana yang menyenangkan dapat tercipta untuk pembelajaran yang efektif.
Kemudian, proses pembelajaran bagi anak slow learner perlu diperhatikan pula.
Menurut hasil penelitian Alfian Nur Aziz, Sugiman, Ardhi Prabowo dalam jurnal Analisis
Proses Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Slow Learner di
Kelas Inklusif SMP Negeri 7 Salatiga, dalam perencanaan pembelajaran guru mata pelajaran
menggunakan model, pendekatan, media, sumber belajar dan metode pembelajaran yang
sama antara siswa reguler dengan siswa slow learner. Persamaan perencanaan pengajaran ini
diharapkan siswa reguler dapat menjadi mentor bagi siswa slow learner. Namun dalam
menyusun rencana pembelajaran, guru tidak hanya fokus pada siswa reguler, tetapi juga lebih
memfokuskan siswa slow learner dengan menyusun program pembelajaran individual (PPI)
yang benar-benar digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran bagi ABK serta dapat
memenuhi kebutuhan ABK itu sendiri. Pada proses pembelajaran siswa akan mengikuti
kegiatan pembelajaran bersama siswa reguler dengan waktu tertentu saja. Sehingga dalam
waktu tertentu siswa slow learner dapat diberikan pembelajaran khusus dengan beberapa
tahap, yaitu tahap prainstruksional (pendahuluan/kegiatan awal), tahap instruksional
(kegiatan inti), dan tahap penutup. Kemudian, sebagai evaluasi dan tindak lanjut setelah
pembelajaran, siswa akan diberikan bimbingan khusus dan evaluasi untuk mengetahui
perkembangan dan dapat didiskusikan dengan Guru Pendampingan Khusus (GPK).
Bimbingan yang dilakukan oleh GPK akan bergantung dari hasil evaluasi dari guru mata
pelajaran.
Salah satu anak slow learner yang berhasil karena pendampingan yang baik adalah
Martha, seorang pemilik bisnis kosmetik Martha Tilaar. Martha mengatakan bahwa ia divonis
sebagai anak lambat belajar. Martha sempat minder karena prestasi akademiknya dibawah
teman-teman kelas. Namun, keluarga dan ibu Martha selalu memotivasi dan memberikan
bekal dalam rupa kreativitas-kreativitas yang dapat menghasilkan uang. Hal ini yang
menjadikan ia sebagai pebisnis yang sukses (kompas,2012:
https://edukasi.kompas.com/read/2012/07/07/16530275/Anak.Lambat.Belajar.Bisa.Sukses.Ja
di.Pengusaha). Hal ini dapat menyakinkan bahwa anak slow learner membutuhkan banyak
motivasi dan dukungan serta hal-hal yang dapat menggali kreativitas anak dapat memperbaiki
diri anak menjadi lebih baik untuk masa depan.
Anak slow learner merupakan salah satu anak yang memerlukan pendampingan
khusus dalam belajar. Walaupun memiliki IQ dibawah anak normal lain, anak slow learner
dapat mengurangi kekurangan seperti tidak percaya diri, sulit memahami konsep abstrak, dan
lain sebagainya dengan pendampingan dari guru maupun orang tua. Pendampingan itu berupa
motivasi dan dukungan, memberikan perhatian individu, kurikulum yang elastis,
pengembangan kepercayaan diri, instruksi untuk perbaikan dan pemeriksaan secara berkala.
Namun, hal penting yang selalu menjadi sangat berdampak adalah motivasi dan dukungan
serta kurikulum yang elastis. Karena dengan motivasi dan dukungan, maka anak slow learner
akan membangkitkan rasa percaya diri dan penghargaan terhadap diri anak serta mengetahui
ketidakmampuan yang dimiliki anak. Selain itu, kurikulum yang elastis akan membantu guru
dalam menyusun strategi dan memenuhi kebutuhan anak slow learner dalam belajar.
Daftar Pustaka
Alfian Nur Aziz, Sugiman, Ardhi Prabowo. 2015. Analisis Proses Pembelajaran Matematika
pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Slow Learner di Kelas Inklusif SMP Negeri 7
Salatiga. Semarang: Universitas Negeri Semarang
(https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/4168, diakses pada
tanggal 15 Mei 2019 pukul 15.15 WIB).
Brigitta Erlita Tri Anggadewi. 2014. Slow learner: Bagaimana Memotivasinya Dalam
Belajar. Jusnal Kependidikan Volume 27, Nomor 1
Fida Rahmantika Hadi. 2016. Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Slow Learners
(Lamban Belajar). Premiere Educandum Volume 6, Nomor 1, Hlm 35-41
Lince, Ester. 2012. Anak Lambat Belajar Bisa Sukses Jadi Pengusaha. Jakarta : Kompas.com
(https://edukasi.kompas.com/read/2012/07/07/16530275/Anak.Lambat.Belajar.Bisa.Su
kses.Jadi.Pengusaha, diakses pada tanggal 15 Mei 2019 pukul 15.00)
Triani, N., & Amir (2003). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar (Slow
Learner). Jakarta: Luxima.
Setiawan, Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Nuha Litera
Stubbs, Sue. (2006). Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber (Alih bahasa:
Susi Spetaviana R.). Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa UPI.
ARTIKEL
PERAN TEMAN
DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI BELAJAR
ANAK LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER)
DI SENDANG GAYAMHARJO
Abstrak: Tujuan penulisan adalah mendeskripsikan profil belajar dan kebutuhan belajar yang
terjadi pada anak slow learner di Sendang Gayamharjo. Subjek penulisan ini adalah anak
Sekolah Dasar. Sedangkan objek ini yang dinilai adalah proses belajar anak yaitu menulis,
membaca. Hasil penilaian ini antara lain anak yang merupakan teman dari anak slow learner
memberikan kertas dan bolpoin. Dalam pelaksanaan pembelajaran, teman menginstruksikan
pada anak slow learner untuk menuliskan beberapa huruf dan angka. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pembelajaran anak lamban belajar umumnya sama dengan anak lainnya.
Dalam pembelajaran yang dilakukan tidak sepenuhnya dalam akademik, tetapi anak lamban
belajar juga diajarkan keterampilan lainnya. Praktik yang dilakukan merupakan partisipasi
anak lamban belajar pada proses pembelajaran.
ROLE OF FRIENDS
IN INCREASING LEARNING PARTICIPATION
CHILDREN SLOW LEARN (SLOW LEARNER)
IN SENDANG, GAYAMHARJO
Abstract: The purpose of writing is to describe the learning profile and learning needs that
occur in slow learner children at Sendang Gayamharjo. This writing subject is an elementary
school child. While this object that is assessed is the child's learning process, namely writing,
reading. The results of this assessment include children who are friends of the slow learner
giving paper and ballpoint pens. In implementing learning, friends instruct the slow learner
child to write down some letters and numbers. The results of the analysis show that slow
learning of children is generally the same as other children. In learning that is done not
entirely in academics, but slow learning children are also taught other skills. The practice
carried out is the slow participation of children in learning in the learning process.