Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PEMBAHASAN

1.1. Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan dan perlindungan
dari orang lain. Tanpa bantuan dari orang lain dan lingkungan sosialmakamanusia
tidak mudah dalam mencapai tingkat normal, dari kebutuhan manusia tersebut salah
satunya adalah kematangan sosial. Kematangan sosial adalah kemampuan seseorang
dalam melakukan aktivitas secara mandiri serta ikut serta dalam melakukan kegiatan
sosial. Hal tersebut seiring dengan pernyataan Doll (1965:10)bahwa kematangan
sosial seseorang tampak dalam perilakunya. Perilaku tersebut menunjukkan
kemampuan individu dalam mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam
aktifitas-aktifitas yang mengarah pada kemandirian sebagaimana layaknya orang
dewasa.Selain itu kematangan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain
dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda (Goleman, 2007). Di
mana manusia dituntut untuk mandiri dalam melakukan sesuatu dan mampu
melakukan penerimaan sosial.
Anak berkebutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai
dengan jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak yang
mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional,
kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan
penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa defenisi dari Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Bagaimana klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus?
1.3. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui defenisi Anak berkebutuhan Khusus.
2. Untuk mengetahui kalsifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang lebih luas dibandingkan
dengan anak luar biasa menjadi pembuka paparan H. Sudardjo. Menurutnya, ABK
adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda
dengan anak pada umumnya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu
yang kurang atau bahkan lebih dalam diri anak tersebut. ABK sendiri menurut para
ahli (Heward) bisa dibagi dalam 2 kategori, yakni ABK yang bersifat permanen
(akibat dari kelainan tertentu) dan ABK bersifat temporer (mengalami hambatan
belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan). Untuk
ABK yang bersifat temporer apabila tidak mendapatkan penanganan ataupun
intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya akan sangat
dimungkinkan menjadi permanen.
Adapun beberapa faktor penghambat dalam belajar mereka antara lain adalah
faktor lingkungan, faktor dari dalam diri anak dan faktor kombinasi antara faktor
lingkungan dan faktor dari dalam diri anak. Sementara dari sisi gangguan atau
kelainan ABK dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek, seperti aspek
fisik/motorik, misalnya cerebral palsi, polio, dan lain-lain, aspek gangguan kognitif
seperti retardasi mental, ataupun anak unggul (berbakat), aspek bahasa dan bicara,
aspek pendengaran, aspek penglihatan dan juga aspek sosial-emosi.
Masih menurut H. Sudardjo bahwa untuk mencapai perkembangan yang
optimal, ABK membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan khusus
terkait dengan perbedaan dari masing-masing anak, baik dalam kecepatan belajar
(memahami pelajaran) maupun cara belajar (cara memahami pelajaran). “Walaupun
mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara
umum, mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Hal ini dapat
dimulai dengan cara penyebutan terhadap anak dengan kebutuhan khusus. Sebagian
orang istilah ABK masih dianggap sebagai padanan kata dari istilah anak
berkelaianan atau anak penyandang cacat. Anggapan seperti ini tentu saja tidak tidak
tepat, sebab pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih
luas, yaitu anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar
termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat. Mereka memerlukan layanan

2
yang bersifat khusus dalam pendidikan, agar hambatan belajarnya dapat dihilangkan
sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi”, ungkapnya.
H. Sudardjo juga menambahkan bahwa saat ini sedang terjadi proses
tranformasi pemikiran dari konsep Pendidikan Luar Biasa/PLB (special education) ke
konsep pendidikan kebutuhan khusus (special needs education). “Terdapat perbedaan
orientasi antara Pendidikan Luar Biasa/PLB dengan pendidikan kebutuhan khusus.
Konsep pendidikan kebutuhan khusus saat ini dipandang sebagai sebuah pemikiran
yang bersifat holistik, anak dipandang sebagai individu yang utuh, setiap anak
memiliki hambatan untuk berkembang dan hambatan dalam belajar yang bervaraiasi.
Menurut paham ini pembelajaran seharusnya perpusat pada anak untuk membantu
menghilangkan hambatan belajar dan hambatan perkembangan, sehingga kebutuhan
belajar setiap anak dapat dipenuhi. Diperlukan pemahaman yang baik dan benar
mengenai Anak kebutuhan khusus (ABK) dan Pendidikan Kebutuhan Khusus”,
imbuhnya.
Dari uraian tersebut diharapkan setiap orang memiliki sikap positif dan
pendirian tentang keragaman yang dimiliki oleh seiap anak dan merupakan sebuah
kenyataan yang harus diterima dengan penuh lapang dada dan mengakomodasi
pembelajaran mereka melalui sekolah.

2.2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Ada banyak klasifikasi anak berkebutuhan khusus, mencakup anak - anak yang
kelainan fisik, mental emosional, maupun masalah akademik.
1. Anak - Anak Berkelainan Fisik
1) Klasifikasi Anak Tunanetra
Tunanetra memiliki tingkatan yang berbeda -beda. Secara pedagogis
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus dan belajarnya di sekolah.
Berdasarkan tingkatannya, dibedakan atas :
a. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes Snellen
menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan
untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori low vision
(kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman
penglihatan 6/20m - 6/60m. kondisi yang demikian sesungguhnya
penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya

3
untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori berat, atau
The blind, yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman
penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang kategori berat ini masih ada
dua kemungkinan, (1) Penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan -
gerakan tangan, ataupun (2) Hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Sedangkan tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan dengan visus
0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
b. Berdasarkan Adaptasi Pedagogis Kirk,SA (1989) mengklasifikasikan
penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam
pemberian layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi yang
dimaksud adalah :
- Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), di mana pada
taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas - tugas visual yang
dilakukan oleh orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus
serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
- Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada
taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang
akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan
modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam
mengerjakan tugas - tugas visual.
- Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual
disability). Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam
melakukan tugas - tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas -
tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu
mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam
pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam
menempuh pendidikan.
2) Klasifikasi Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka
mengalami hambatan atau keterbatasan merespon bunyi - bunyi yang ada
disekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan
mendengar, yaitu umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak turarungu
secara umum, yaitu :
4
a. Klasifikasi umum
- The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat
dengan tingkatan ketulian diatas 90 dB.
- Hard of hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu
ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20 - 90 dB.
b. Klasifikasi khusus
- Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami
tingkat ketulian 25 - 45 dB. Yaitu seseorang yang mengalami
ketunarunguan taraf ringan, dimana ia mengalami kesulitan untuk
merespon suar -suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang
demikian, seorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian
khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan
tempat duduk dibagian depat, dekat dengan guru.
- Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami
tingkat ketulian 46 - 70 dB. Yaitu seseorang yang mengalami
ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti
percakapan pada jarak3 -5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapat
mengikuti diskusi - diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami
ketunarunguan taraf inimemerlukan adanya alat bantu dengar (hearing
aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan
irama.
- Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 71 – 90 dB. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf
berat, hanya dapat merespon bunyi - bunyi dalam jarak yang sangat
dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat
bantu dengar dalam mengikuti pendidikanya di sekolah. Siswa juga
sangat memerlukanadanya pembinaan -pembinaan atau latihan -latihan
komunikasi dan pengembangan bicaranya.
- Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin
seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi
mungkin masih bisa merespon melalui getaran

5
- Getaran yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya,
penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan kemampuan
visual atau penglihatannya.
3) Klasifikasi Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak - anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat
tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami
kelainan gerak dan kelumpuhan, yang sering disebut sebagai cerebral palsy
(CP), dengan klasifikasi sebagai berikut :Menurut tingkat kelainannya, anak-
anak tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Cerebral Palsy (CP) :
- Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat
menolong dirinya sendiri.
- Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan
mengurus dirinya sendiri.
- Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan
menolong diri sendiri.
b. Berdasarkan letaknya
- Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya
- Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya
kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
- Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak
berfungsi, dan cara berjalannya gontai.
- Campuran, yang mengalami kelainan ganda.
4) Polio
- Tipe spinal, kelumpuhan pada otot – otot leher, sekat dada, tangan dan
kaki.
- Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi
yang menyebabkan adanya gangguan pernafasan.
- Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
- Encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran
menurun, tremor, dan kadang - kadang kejang.
2. Anak Berkelainan Mental Emosional
1) Klasifikasi Anak Tunagrahita

6
Untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan
klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahitamemiliki klasifikasi yang
berbeda -beda. Klasifikasi akademik tunagrahita berdasarkan barbagai
tinjauan diantaranya :
a. Berdasarkan kapasitas intelektual (skor IQ)
- Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
- Tunagrahita sedang IQ 35 – 70
- Tunagrahita berat IQ 20 – 35
- Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
b. Berdasarkan kemampuan akademik
- Tunagrahita mampudidik
- Tunagrahita mampulatih
- Tunagrahita perlurawat
c. Berdasarkan tipe klini pada fisik
- Down’s Syndrone (mongolism)
- Macro Cephalic (Hidro Cephalic)
- icro Cephalic
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan
guru dalam menyusun program layanan/ pendidikan dan melaksanakannya secara
tepat. Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual deferences) pada
anak tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi
terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam
pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1. Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi
anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomic dan
fisiologik yang mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe
klinis diantaranya :
- Down Syndrom (dahulu disebut mingoloid). Pada tipe ini terlihat raut
rupanya menyerupai orang Mongol dengan cirri : mata sipit dan miring,
lidah tebal dan terbelah - belah serta biasanya menjulur keluar, telinga
kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat,
bibir tebal an besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari
muka hingga belakang tampak pendek

7
- Kretin
Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek,
kaki tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku
pendek dan tebal.
- Hydrocephalus
Gejala yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak
kepala) yang disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya
cairan Cerebrospinal pada kepala. Cairan ini member tekanan pada otak
besar (cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.
- Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus, dan Schaphocephalus.
Keempat istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala,
yang masing - masing dijelaskan sebagai berikut :
- Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil
- Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal
- Brachicephalus : bentuk kepala yang melebar
- Schaphocephalus: memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga
menyerupai menara.
- Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak)
2. Klasifikasi yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak
tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti pendidikan. Kalangan
American Education (Moh. Amin, 1995:21) mengelompokkan menjadi
Educable mentally retarded, trainable mentally retarded and Totally /
costudial dependentyang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : mampu
didik, mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai
berikut :
- Mampu didik,anak ini setingkat mild, borderline, marginally dependent,
moron, dan debil IQ mereka berkisar 50/55 - 70/75.
- Mampu latih, setingkat dengan morderate, semi dependent, imbesil,dan
memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25 - 50/55.
- Perlu rawat, mereka termasuk totally dependent or profoundly mentally
retarded, severe, idiot,dan tingkat kecerdasannya 0/5 - 20/25.
3. Klasifikasi yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita
dalam kemampuannya mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat

8
dilakukannya dalam masyarakat. Menurut AAMD (Amin, 1995:22 - 24)
klasifikasi itu sebagai berikut :
- Tunagrahita ringan, tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50 -70, dalam
penyelesaian diri pada lingkungan social yang lebih luas dan mampu
melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
- Tunagrahita sedang, tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30 - 50,
mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self -help), mampu
mengadakan adaptasi social dilingkungan terdekat, dan mampu mengerjakan
pekerjaan yang rutin yang perlu pengawasan atau bekerja ditempat kerja
terlindung (sheltered work shop).
- Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang hidupnya selalu
tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih
mengurus sendiri dan komunikasi secara sederhana dan dalam batas tertentu,
mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak - anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kelainan perilaku social ini adalah :
1. Berdasarkan perilakunya
Beresiko tinggi ; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak
milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit berkonsentrasi, tidak mau bekerja
sama, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, berbohong, tidak bisa
diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
2. Beresiko rendah ; autism, khawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak
mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis,
malu, dan sebagainya.
- Kurang dewasa ; suka berfantasi, berangan - angan, mudah dipengaruhi, kaku,
pasif, suka mengantuk,mudah bosan, dan sebagainya.
- Agresif ; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal
terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan
terbiasa minggat dari rumah.
3. Berdasarkan kepribadian
- Kekacauan perilaku
- Menarik diri(withdrawll)
- Ketidakmatangan (immaturity)

9
- Agresi social

4. Anak Berkelainan Akademik


a. Klasifikasi Anak Berbakat
Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak - anak yang mengalami
kelainan intelektual di atas rata - rata. Berkenaan dengan kemampuan
intelektual ini Cony Semiawan (1997:24) mengemukakan ,bahwa
diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang
rentangan IQ sekitar 137 keatas, merupakan manusia berbakat tinggi
(highly gifted),sedangkan mereka yang rentagannya berkisar 120 -137 yaitu
yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu
disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik
(academic talented) atau keberbakatan intelektual .Beberapa kalsifikasi
yang menonjol dari anak - anak berbakat umumnya hanya dilihat dari tigkat
inteligensinya ,berdasarkan standar Stanford Binet , yang meliputi :
- Kategori rata - rata tinggi ,dengan tingkat kapasitas intelktual (IQ) : 110-119
- Kategori superior , dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) : 120 -139
- Kategori sangat superior ,dengan tingkat intelektual (IQ) : 140 – 169
b. Klasifikasi Anak Berkesulitan belajar
Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuahan khusus
yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi
(prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran
konvensional. Learning disability merupakan salah satu istilah yang
mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang
berkaitan dengan masalah akademis . Adapun klasifikasi anak berkesulitan
belajar spesifik yang merupakan jenis kelainan unik tidak ada kesamaan
antara penderita satu dengan yang lainnya.Untuk mengklasifikasikan anak
berkesulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada tingkat usia dan
juga jenis kesulitannya, yaitu:
- Kesulitan Belajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita)
adalah kesulitan belajar perkembangan ,hal ini dikarenakan anak balita
belum belajar secara akademis ,tetapi belajar dalam proses kematangan
10
prasyarat akademis ,seperti kematangan persepsi visual - audiotory, wicara,
daya diferensiasi, kemampuan sensory - motor dsb.
- Kesulitan Belajar Akademik
Anak - anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok
kesulitan belajar akademik anak -anak ini mengalami kesulitan bidang
akademik di sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu
jenis/bidang akademik seperti berhitung/matematika (diskalkulia),
kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan
bebahasa (dysphasia), kesulitan tidak terampil (dispraksia), dsb .
Ada klasifikasi lain yang berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan yang
dialami anak yaitu:
- Dispraksia: merupakan gangguan pada keterampilan motorik, anak terlihat
kurang terampil dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering
menjatuhkan benda yang di pegang, sering memecahkan gelas kalau minum.
- Disgraphia: kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada
motoris sehingga tulisannya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat
lambat aktivitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik
sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis .
- Diskalkulia: adalah kesulitan dalam berhitung dan matematika hal ini sering
dikarenakan adanya gangguan pada memori dan logika
- Disleksia: merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupun
pemahaman
- Disphasia: kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan dalam
berkomunikasi baik menggunakan tulisan maupun lisan.
- Body awareness: Anak tidak memiliki akankesadaran tubuh sering salah
prediksi pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan
(bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental - intelektual, social,
emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak
- anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Ada bermacam - macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, diantaranya
yaitu Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, Lamban belajar (slow learner)
, Attention deficit disorder with hyperactive (ADHD), Rett’s Disorder, Asperger,
Autistis, Gifted (anak berbakat), Cerebral palsy, Tunagrahita, Tunadaksa/mengalami
kelainan angota tubuh/gerakan, Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi
dan Perilaku, Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran,
Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan.
Ada banyak klasifikasi anak berkebutuhan khusus, mencakup anak - anak
yang kelainan fisik, mental emosional, maupun masalah akademik. Dan setiap anak
yang memilki keterbelakangan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak
yang normal. Setiap anak yang berkebutuhan khusus memiliki karakteristik masing-
masing yang berbeda -beda. anak berkeutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa
kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup
kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar,
gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran,
kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok
anak yang berbakat.

3.2. Saran
Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan karena keterbatasan saya sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan

12
saran amat kami harapkan demi kesempurnaan kami dalam menyelesaikantugas -
tugas dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

https://ikad49009.wordpress.com/2013/05/29/makalah-abk-anak-berkebutuhan-khusus/
http://mievalid.blogspot.com/2013/10/macam-macam-jenis-abk-anak-berkebutuhan.html
https://notako.wordpress.com/2013/10/06/klasifikasi-anak-berkebutuhan-khusus/
http://oxiliamichin.weebly.com/1/post/2013/04/anak-berkebutuhan-khusus.html
http://pendidikanl.blogspot.com/2011/09/klasifikasi-atau-karakteristik-abk.html

13

Anda mungkin juga menyukai