Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENGEMBANGAN KREATIVITAS BERBASIS MODEL KOGNITIF-

AFEKTIF DARI WILLIAMS

Disusun untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Pembelajaran Anak Berbakat
Dosen Pengampu:
Dr. H. Sunardi, M.Pd.
Dr. Yuyus Suherman, M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 6
Ajeng Puspa Restu Amalia 1800041
Alya Jilan Rizqita 1807185
Astri Nursifa 1800678
Aulia Nisa Sajwina 1800085
Aulia Yasmin Erwanti 1805010
Cantika Widiani 1807383
Dila Dwi Putri Utami 1804222
Elsa Septiani 1806902
Giri Raharja Susena 1800232
Mega Eka Setiawan 1803971

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
TUGAS TERSTRUKTUR
(Kooperative Learning)
I. JUDUL
Pengembangan Kreativitas Berbasis Model Kognitif-Afektif dari Williams

II. IDE/ GAGASAN


1. Pengertian
Model kurikulum yang bermanfaat dalam merencanakan pembelajaran
dalam bidang kreativitas adalah Model for Implementing Cognitive-Affective
Behavior in the classroom dari Williams (1978, dikutip parke, 1989). Model
ini berlandaskan pemikiran bahwa kreativitas perlu dipupuk secara
menyeluruh dalam kurikulum dan bahwa siswa harus mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif dalam semua bidang kegiatan mereka.
Keterampilan kognitif dan afektif dalam pengembangan kreativitas digabung
dengan bidang materi tradisional yang diajarkan di sekolah.
Model Williams pada perilaku Kognitif dan Afektif didalam kelas
Model Williams menampilkan secara tiga dimensional bagaimana kurikulum,
strategi mengajar, dan perilaku siswa berinteraksi dalam meningkatkan
pemikiran. Kreatifitas perlu diterapkan secara menyeluruh dalam kurikulum
dan bahwa siswa harus mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam
semua bidang kegiatan mereka.
Model ini dapat digunakan juga untuk pengembangan program
perorangan dalam kemampuan berfikir kreatif, serta dapat menjadi patokan
seorang guru yang menginginkan pendekatan yang seimbang dalam
peningkatan berfikir dan bersikap kreatif.
2. Model
Model Williams menampilkan secara tiga dimensional bagaimana
kurikulum, strategi mengajar, dan perilaku siswa berinteraksi dalam
meningkatkan pemikiran. Kreatifitas perlu diterapkan secara menyeluruh
dalam kurikulum dan bahwa siswa harus mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif dalam semua bidang kegiatan mereka.
Manfaat penggunaan model ini adalah dapat digunakan juga untuk
pengembangan program perorangan dalam kemampuan berfikir kreatif, serta
dapat menjadi patokan seorang guru yang menginginkan pendekatan yang
seimbang dalam peningkatan berfikir dan bersikap kreatif.
Model Williams menampilkan secara tiga dimensional bagaimana
kurikulum, strategi mengajar, dan perilaku siswa berinteraksi dalam
meningkatkan pemikiran. Setiap dimensi dipilh dan digabung dengan dua
dimensi lainnya dalam merancang kegiatan belajar bagi siswa. Dimensi ini
ialah kurikulum (konten mata pelajaran), perilaku belajar (strategi belajar),
dan perilaku siswa (kognitif dan afektif).
Model tiga dimensi dari Williams dirancang untuk membantu guru
menentukan tugas-tugas di dalam kelas, tiga dimensi tersebut diantaranya:
a. Dimensi 1 (Konten Mata Pelajaran)
Meliputi mata pelajaran yang biasanya terdapat pada kurikulum
1) Mata pelajaran yang biasnaya terdapat dalam kurikulum
2) 18 strategi guru sebagai cara untuk mencapai perilaku siswa
3) Proses-proses yang diperlakukan untuk mengembangkan bakat kreatif
anak, meliputi proses kognitif dan afektif
Dari segi afektif penting terlibat dan tidak dapat dipisahkan dengan segi
kognitif ddalam belajar.
b. Dimensi 2 (Srategi Belajar)
Meliputi 18 strategi guru sebagai cara untuk mencapai perilaku siswa
yaitu:
1) Paradoks: dugaan umum yang belum tentu benar, dugaan atau
pengamatan yang saling bertentangan. Paradoks digunakan untuk
mengevaluasi ide dan menantang siswa untuk bernalar dan
menemukan bukti.
2) Atribut: melibatkan proses analisis mengenai ciri-ciri yang
mencerminkan identitas atau lambang. Siswa diminta untuk membuat
daftar ciri-ciri dari permasalahan yang mencerminkan suatu identitas.
3) Analogi: Situasi serupa, kesamaan anatara hal-hal, membandingkan
satu hal dengan lainnya
4) Diskrepansi: ketidaksesuaian, ketidakcocokan, ada bagian-bagian yang
kurang dalam informasi, terpanggil untuk menemukan pengetahuan
baru. Williams mengacu pada eksplorasi kekurangan dalam
pemahaman seseorang. Siswa harus tertantang untuk berdiskusi apa
yang dia tidak ketahui atau tidak dipahami.
5) Pertanyaan provokatif: pertanyaan menyelidiki untuk mencari arti,
mendorong menjajaki pengetahuan atau informasi. Banyak jenis
pertanyaan menantang bisa ditaruh untuk mendapatkan pemikiran
tingkat tinggi menggunakan taksonomi Bloom, misalnya pertanyaan
yang membutuhkan analisis, sintesis dan evaluasi.
6) Contoh perubahan: menunjukan dinamika dari hal-hal, memberi
kesempatan untuk melakukan perubahan, modifikasi atau pergantian.
7) Contoh kebiasaan: dampak dari pikiran yang terikat pada kebiasaan,
membentuk kepekaan terhadap kekakuan dalam gagasan dan cara-cara
yang usang yang selalu dipakai.
8) Penelusuran penjajakan: mengguanakan struktur yang dikenal untuk
menjajaki pembentukan struktur. Mengingat situasi atau badan
pengetahuan mungkin dari konteks sejarah, tanyakan siswa untuk
mencari informasi lain untuk menjawab pertanyaan seperti, apa yang
anda lakukan atau apa yang akan anda lakukan?
9) Keterampilan meneliti: menelusuri cara-cara yang pernah dilakukan
(penelusuran histioris), menyimak dengan keadaan saat ini (deskriptif),
meneliti yang terjadi dalam situasi eksperimen. Misalnya, mencari
sebab dan akibat, menganalisis hasil, dan menarik kesimpulan.
10) Tenggang rasa terhadap kedwiartian: menyelanggarakan situasi yang
menantang untuk berpikir, situasi yang terbuka untuk macam-macam
interpretasi. Pengamatan bisa berarti satu hal atau itu bisa berarti
sesuatu yang lain. Berikan situasi teka-teki dan ini merujuk pada
pembelajaran yang mandiri.
11) Ungkapan intuitif (menurut filsafat): perasaan tentang sesuatu melalui
semua indera, peka terhadap sentuhan atau dugaan dari dalam,
keterampilan mengungkapkan perasaan.
12) Penyesuaian terhadap perkembangan: belajar dari kesalahan atau
kegagalan, mengembangkan pilihan atau kemungkinan, lebih banyak
mengembangkan sesuatu daripada menyesuaikan terhadap sesuatu.
13) Mempelajari orang-orang dan proses kreatif: menganalisis ciri-ciri dari
tokoh-tokoh kreatif yang unggul, mempelajari proses kreatif yang
menuju kepemecahan masalah atau penemuan.
14) Menilai situasi: untuk menentukan akibat atau implikasi dari situasi,
menguji gagasan atau dugaan terhadap fakta.
15) Keterampilan membaca kreatif: dapat menggunakan, memanfaatkan
apa yang telah diabaca, belajar keterampilan mencetuskan ide-ide
melalui membaca.
16) Keterampilan mendengar kreatif: belajar keterampilan menghasilkan
ide dengan mendengarkan, mendengarkan informasi yang merangsang
pemikiran.
17) Keterampilan menulis kreatif: belajar keterampilan mengungkapan
gagasan-gagasan dalam tulisan
18) Keterampian vusualisasi: menggunakan gagasan dalam bentuk visual,
menggabarkan pikiran dan perasaan, menggambarkan pengalaman
dengan ilustrasi. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat
atau memvisualisasikan diri mereka dalam banyak hal konteks.
c. Dimensi 3 (Perilaku Siswa)
Merupakan proses-proses yang diperlukan untuk mengembangkan
bakat kreatif anak. Dimensi 3 ini (perilaku siswa) terdiri dari delapan
proses sisa yang telah ditunjukkan secara empiris untuk terlibat dalam
pemikiran kreatif. Proses ini mencakup kesempatan untuk berpikir kreatif
(ditandai dengan kefasihan, fleksibilitas, orisinalitas, dan
elaborasi). Strategi pengajaran juga memungkinkan ekspresi dari faktor
afeksi yaitu keingintahuan, imajinasi, pengambilan risiko dan
kompleksitas yang dimilikinya telah diidentifikasi sebagai proses penting
untuk ekspresi kreativitas. Model ini memberikan kerangka kerja yang
berguna untuk mengembangkan pertanyaan dan kegiatan yang akan
dilakukan memberikan rangsangan dan kesempatan untuk berpikir.
1) Kognitif-intelektual

Perilaku Arti
Berpikir lancer - Menghasilkan banyak jawaban yang
(kefasihan) relevan
- Arus pemikiran lancar
Berpikir luwes - Menghasilkan gagasan yang beragam
(fleksibel) - Mampu mengubah cara atau pendekatan
- Arah pemikiran yang berbeda-beda
Berpikir orisinal Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang
(orisinalitas) jarang diberikan kebanyakn orang
Berpikir terperinci - Memgembangkan, menambah,
(elaborasi) memperkaya suatu gagasan
- Memperinci detail-detail
- Memperluas suatu gagasan

2) Afektif-perasaan

Perilaku Arti
Mengambil resiko - Tidak takut gagal atau kritik
- Berani membuat dugaan
- Mempertahankan pendapat
Merasakan tantangan - Mencari banyak kemungkinan
- Melihat kekurangan-kekurangan dan
bagaimana seharusnya
- Melibatkan diri dalam masalah-masalah
atau gagasan-gagasan yang sulit
Rasa ingin tahu - Mempertanyakan sesuatu
- Bermain dengan suatu gagasan
- Tertarik pada misteri
- Terbuka terhadap situasi yang belum jelas
(teka-teki)
- Senang dengan hal baru
Imajinasi/firasat - Mampu membayangkan atau berimajinasi
- Merasakan firasat
- Memimpikan hal yang belum pernah
terjadi
- Menjajaki hal-hal diluar imajinasi

3. Modifikasi Konten, Proses, Produk dan Lingkungan


Model Williams terutama berkaitan dengan proses belajar. Konten,
produk dan lingkungan tidak ditekankan. Daftar dari perilaku siswa dalam
dimensi 3 meliputi keterampilan yang paling sering digunakan dalam
pengembangan berpikir dan sikap kreatif. Untuk modifikasi konten dan
produk, Model Williams dapat di gabung misalnya Model Renzulli, Model
Clark, atau Model Treffaingger untuk menghasilkan program anak berbakat
yang lebih menyeluruh.
Modifikasi lingkungan dapat juga dilakukan dengan model ini, karena
melandaskan pada kebutuhan siswa, dan dapat diciptakan lingkungan belajar
yang berpusat pada siswa. Salah satu dari tujuan dari model ini ialah
mengembangkan kemandirian berpikir bagi siswa. Hal ini dapat terlaksana
dengan menggunakan strategi guru yang menunjang belajar dan berpikir
mandiri, dengan berselang-seling antara kegiatan perorangan dan kegiatan
kelompok kecil, seperti pada metode cara belajar siswa aktif. Proses kreatif
kecuali memerlukan berselang-seling antara kegiatan perorangan dan kegiatan
kelompok, dan dengan menunjang baik perkembangan pribadi maupun
perkembangan sosial.
4. Manfaat dari Model Perilaku Kognitif-Afektif
(Permatasari, 2013)Manfaat dari Model Williams ialah terutama dalam
bidang proses belajar. Digunakan bersama dengan model lainnya, dapat
memberikan sumbangan yang bermakna terhadap peningkatan berpikir dan
sikap kreatif melalui kurikulum. Model ini dapat juga digunakan
pengembangan program perorangan (individualized) dalam kemampuan
berpikir kreatif, dengan memperhatikan profil kemampuan siswa, kekuatan,
dan kelemahannya, untuk kemudian memperbaiki bidang kelemahannya
dengan membangun kekuatan. Rencana pengembangan kurikulum yang
digariskan oleh Williams dan digunakan di dalam kelas untuk siswa yang
kemampuannya beragam, tidak semata-mata bagi yang berbakat. Guru dapat
menggunakan model ini tanpa memisahkan siswa berbakat atau mengurangi
hak siswa lainnya. Siswa berbakat dapat dilibatkan dalam kegiatan yang lebih
majemuk atau yang menggabung penggunaan sejumlah keterampilan yang
terdaftar. Kemungkinan kombinasi banyak sekali, dan ini memberikan
keragaman pengalaman. Terakhir, model ini dapat digunakan sebagai patokan
bagi guru yang menginginkan pendekatan yang seimbang dalam peningkatan
berpikir dan sikap kreatif. Dengan membuat profil dari jenis kegiatan yang
mereka gunakan dan jenis pertanyaan yang mereka ajukan, guru dapat
menentukan sejauh mana siswa dalam kelas di beri kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan kreatif mereka sepenuhnya.
5. Contoh Kegiatan Belajar
Kurikulum : Mata Pelajaran Bahasa
Strategi mengajar : Analogi, keterampilan, menelusuri/meneliti
Perilaku siswa : Berpikir fleksibel (kognitif) dan rasa ingin tahu
(afektif)
Tugas : Para siswa diminta untuk memilih suatu kata yang
tidak diketahui artinya dari sesuatu yang baru saja dibaca dan mencari
sinonimnya dalam kamus.

III. PENGAYAAN

PENGAYAAN MODEL PEMB PENGEMBANGAN KREATIVITAS DENGAN


MODEL KOGNITIF-AFEJTIF WILLIAMS

Dalam Model Interaksi Kognitif-Afektif erdapat beberapa ahli yang sama-


sama membahas mengenai model interaksi kognitif-afektif. Diantaranya Renzulli
dengan model pengayaan triadik (triadic enrichment model) yang menekankan
pada sistem operasional identifikasi dengan “membuka pintu” (identifikasication
revolving door), sehingga menjadikan si pembelajar seorang peneliti yang
kompeten (RDIM = Revolving Dooor Identification Model). Berbeda dengan
Stanley yang menghindari pendekatan pengayaan yang bersifat umum dengan
mempersempit konsepnya, khusus untuk matematika dengan pengayaan
ekseleratif (accelerative enrichment). Dan Renzulli mempertegas pengayaan itu
dengan model triadiknya.
Stanley beranjak dari kemampuan unggul yang amat khusus supaya dapat
memperoleh hasil belajar optimal di dalam matematika dan bidang lain yang
berdekatan, sedangkan Renzulli ingin mempersiapkan si pembelajar berbakat pada
umumnya untuk mengembangkan sumber-sumber afektif dan kognitif agar secara
lebih terbuka menghadapi situasi belajar dengan kesiapan yang matang (Khatena,
1992), karena sebenarnya tidak dapat diramalkan terlalu dini bahwa siswa tidak
berbakat. Berhubungan dengan Renzulli, model William, F.E. (1979, dalam
Khatena, 1992) mengacu pada model Renzulli dengan mengembangkan interaksi
kognitif-afektif untuk meningkatkan pendidikan yang lebih kreatif bagi
kebanyakan siswa.
RDIM memiliki tiga tipe pengayaan, sebagai berikut.
a. Tipe I yang mencakup aktivitas penjelajahan umum
b. Tipe II yang merupakan kegiatan latihan kelompok.
c. Tipe III yang merupkan penelitian individual terhadap masalah nyata.
Tipe I merupakan peluang semacam “undangan” bagi semua siswa untuk
menjelajahi bidang-bidang yang menarik bagi yang termasuk “pool”. Tipe II
merupakan jembatan untuk memasuki pengayaan tipe III.
William melengkapi pengayaan Renzulli melalui kegiatan kelompok yang
dirancang secara khusus dalam meningkatkan kemampuan tertentu dari ekdua
kawasan afektif dan kognitif dengan melaksanakan tugas tertentu. Menurut
William (Khatena, 1992). Modelnya melengkapi RDIM karena wahana yang
dipakai adalah action information yang merupakan interaksi dimana bila
seseorang siswa sangat menikmati topik tertentu. Interaksi ini meningkatkan
gairah belajar dan berorientasi pada segi produktif. Oleh karena itu, action
information itu memiliki beberapa indikator, yaitu (a) tidak bisa diperoleh pada
permulaan tahun ajaran melalui kuesioner, skala, checklist; (b) tumbuh dari interes
anak itu sendiri; (c) lebih bersifat subjektif dan bukan informasi status, melainkan
didasarkan pada pikiran intuitif dan pengalaman guru; (d) tidak ada situasi pasti
kapan hal ini terjadi (Khatena, 1992).
IV. ANALISIS/ PEMBAHASAN
1. Pembahasan
Dalam ide gagasan, disebutkan bahwa “model kurikulum yang
bermanfaat dalam merencanakan pembelajaran bidang kreativitas adalah
Model for Implementing Cognitive-Affectiv Behavior in the classroom dari
William (1978, dikutip parke,1989). Model keterampilan Williams ini
berlandaskan kreativitas perlu dipupuk secara menyeluruh dan siswa harus
bisa mengembangkan kemampuan berfikir kreatif dalam semua bidang. Model
Williams, F.E. (1979, dalam Khatena,1992) mengacu pada model Renzulli
dengan mengembangkan interaksi kognitif-afektif untuk meningkatkan
pendidikan yang lebih kreatif bagi kebanyakan siswa. Adapun 3 Dimensional
model Williams:
a. Kurikulum ( Mata Pelajaran)
b. Strategi mengajar (Prilaku belajar)
c. Prilaku siswa berinteraksi (Kognitif & Afektif)
Model ini memiliki manfaat untuk pengembangan program perorangan
dalam kemampuan berfikir kreatif.
Selain Williams, ada juga tokoh lain yang menggunakan model kognitif
afektif ini, diantaranya:
a. Renzulli: model pengayaan triadic , yang menekankan pada operasional
identifkasi “ membuka pintu”.
b. Stanley : model pengayaan ekseleratif, yang menghindari pengayaan
yang bersifat umum, mempersempit konsepnya (khusus matematika dan
ilmu semacamnya).
2. Analisis
Analisis kami mengenai model pengembangan kreativitas berbasis
model kognitif-afektif ini yaitu, ada beberapa tokoh yang menggunakan
metode ini dengan pengayaan yang berbeda-beda. Untuk model
pengembangan kognitif-afektif yang dibuat Renzulli yaitu menggunkan
pengayaan triadic, yang bersifat umum dan cakupannya lebih luas. Lalu untuk
Stanley, menggunakan pengayaan ekseleratif , dimana pengayaan Stanley ini
mempersempit konsepnya dan menghindari pengayaan yang bersifat umum
serta dikhususkan (khsusu matematika dan ilmu semacamnya).
Selanjutnnya ,Williams mengembangakan model pengembangan
kognitif-afektifnya ini mengacu pada model Renzulli, yang menggunakan
pengayaan triadic dan bertujuan untuk mengembangakan kemampuan berfikir
kreatif dalam semua bidang. Williams juga melengkapi model Renzulli ini
menggunakan model action information melaui kegiatan kelompok yang
dirancang khusus untuk meningkatkan kemampuan dari kognitif dan afektif.
V. Kesimpulan
Model Williams menampilkan secara tiga dimensional bagaimana kurikulum,
strategi mengajar, dan perilaku siswa berinteraksi dalam meningkatkan pemikiran.
Kreatifitas perlu diterapkan secara menyeluruh dalam kurikulum dan bahwa siswa
harus mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam semua bidang kegiatan
mereka.
Model Williams, F.E. (1979, dalam Khatena,1992) mengacu pada model
Renzulli dengan mengembangkan interaksi kognitif-afektif untuk meningkatkan
pendidikan yang lebih kreatif bagi kebanyakan siswa. Adapun 3 Dimensional
model Williams:
a. Kurikulum ( Mata Pelajaran)
b. Strategi mengajar (Prilaku belajar)
c. Prilaku siswa berinteraksi (Kognitif & Afektif)
Model Williams terutama berkaitan dengan proses belajar. Untuk modifikasi
konten dan produk, Model Williams dapat di gabung misalnya Model Renzulli,
Model Clark, atau Model Treffaingger untuk menghasilkan program anak
berbakat yang lebih menyeluruh. Williams mengembangakan model
pengembangan kognitif-afektifnya ini mengacu pada model Renzulli, yang
menggunakan pengayaan triadic dan bertujuan untuk mengembangakan
kemampuan berfikir kreatif dalam semua bidang. Williams juga melengkapi
model Renzulli ini menggunakan model action information melaui kegiatan
kelompok yang dirancang khusus untuk meningkatkan kemampuan dari kognitif
dan afektif.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Adipura, P. (2017). Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. [Daring]. Diambil
dari http://putrinurulfadillah.blogspot.com/2017/12/model-belajar-mengajar-
kreatif.html pada 22 September 2020.

Departmen of government. (2016). The Williams Model. [Daring]. Diambil dari


https://education.nt.gov.au/__data/assets/pdf_file/0004/257962/Gifted-and-
Talented-Education-policy_Appendix-10_Williams-model_EDOC2016-7114.pdf
pada 23 September 2020.

Permatasari, A. (2013). Taksonomi Williams. [Daring]. Diambil dari


http://ueu201071046.weblog.esaunggul.ac.id/2013/06/18/taksonomi-williams/ 22
September 2020.

Ronksley, M & Pavia. (2010). The Williams Model: a Model for Implementing
Cognitive-Effective Behavviours. [Daring]. Diambil melalui
https://www.researchgate.net/figure/The-Williams-Model-A-Model-for-
Implementing-Cognitive-Effective-Behaviours-in-the_fig2_260338858 pada 23
September 2020.

Semiawan, C. (1997). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Grasindo.

W, O. T. (2018). Psikologi Anak Berbakat . 2-9. [Daring]. Diambil dari


https://slideplayer.info/slide/12676113/" https://slideplayer.info/slide/12676113/
pada 22 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai