Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN


“PENDIDIKAN MORAL JEPANG DENGAN DI INDONESIA”

Disusun oleh :

Al - Muzany
Muhamad Zalil Ilham
Muhammad Arlangga
Muhammad Aril

Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya,
tugas makalah mata kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan yang membahas tentang
“Pendidikan Moral Jepang dengan di Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aliahardi Winata,
M.Pd. yang telah memberikan kami tugas mata kuliah Kewarganegaraan tentang
Pendidikan Moral Jepang Dan Di Indonesia. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku, dan serta informasi
dari media massa yang berhubungan dengan Pendidikan Kewarganeraan. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.

Mataram, 6 Maret 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

BAB 1
PENDAHULUAN............................................................................................................

1.1 Latar Belakang


Masalah ..............................................................................................

1.2 Rumusan
Masalah........................................................................................................

1.3
Tujuan .........................................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH.........................................................................................
2.1 pengertian Pendidikan
……………………………………………………………….

2.2 Pengertian moral ……………………………………………………………………

2.3 Pendidikan moral di Indonesia ...................................................................................

2.4 Pendidikan moral di Jepang ………………………………………………………...

BAB III
PENUTUP........................................................................................................................

KESIMPULAN.................................................................................................................
SARAN.............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Untuk meraih derajat


manusia seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.
Pendidikan harus dapat menghasilkan insan-insan yang memiliki karakter mulia, di
samping memiliki kemampuan akademik dan keterampilan yang memadai. Salah satu
cara untuk mewujudkan manusia yang berkarakter adalah dengan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional yang dikutip dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 berbunyi bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU No. 20, 2003). Isi dari
undang-undang tersebut menjadikan sekolah sebagai salah satu lembaga formal yang
harus membangun insan yang berbudaya dan berkarakter. Pemaknaan lebih jauh
bahwa pendidikan dianggap sebagai strategi budaya, dan sekolah sebagai tempat
berlangsungnya proses pembudayaan dan terbentuknya karakter.

Jepang memiliki sistem pendidikan yang baik di dunia, dikarenakan Jepang sudah
memiliki banyak fasilitas yang mendukunga dan juga SDM yang mumpuni. Negara
Jepang dijadikan patokan oleh negara berkembang sebagai kiblat untuk meningkatkan
kualitas pendidikan (Johan 2018). Saat ini Indonesia merupakan negara negara yang
memiliki kualitas pendidikan yang kurang baik, menurut PISA Negara berkembang
yaitu negara Indonesia saat ini berada pada daftar ke 72 dari daftar 77 negara, ini
dikarenakan kompetensi guru dan sistem pendidikan yang masih rendah di Indonesia
(Sulfemi 2019).
Sistem pendidikan di Indonesia harus banyak belajar dari negara Jepang. Negara
Jepang dari dulu hingga saat ini unggul dari segi teknologi dan juga dari segi
pendidikannya, hal ini dikarenakan negara Jepang merupakan negara maju yang
memiliki kualitas yang unggul (Johan 2018). Di Negara Jepang juga yang di ajarkan di
sekolah itu bukan hanya tentang materi pelajaran, tetapi juga tentang norma-norma
yang berlaku, seperti sopan santun, kejujuran, empati dan simpati (Connie
Chairunnisa, Istayatiningtias et al. 2019). Di Jepang anak-anak sekolah dasar tidak
akan mendapatkan ujian hingga sampai di kelas empat (Soetantyo 2013).

Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting.


Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun
sebagai anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban
suatu bangsa dapat dinilai melalui karakter moral masyarakatnya.

Moral merupakan tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan yang
digunakan dalam tumbuh kembang individu atau kelompok sosial untuk mencapai
kematangan. Moral bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa
(remaja) sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pandangan
masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral sering kali dituding sebagai faktor penyebab
meningkatnya kenakalan remaja (Sarwono, 2010: 25).
1.2 Rumusan masalah

1.2.1 apa itu Pendidikan?


1.2.2 Apa itu moral ?
1.2.3 Bagaimana Pendidikan moral di Indonesia?
1.2.4 Bagaimana pendidkan moral di Jepang?

1.3 Tujuan

1.2.1 Mengetahui apa itu Pendidikan


1.2.2 Mengetahui Apa itu moral
1.2.3 Mengetahui Bagaimana Pendidikan moral di Indonesia
1.2.4 Mengetahui Bagaimana pendidkan moral di Jepang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan
Dalam bahasa Inggris pendidikan berarti education. Sedangkan dalam bahasa
latin berarti educatum yang berasal dari kata E dan Duco, E berarti perkembangan dari
luar dari dalam ataupun perkembangan dari sedikit menuju banyak, sedangkan Duco
berarti sedang berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya
guna mengembangkan kemampuan diri. Menurut Wikipedia, pendidikan ialah
pembelajaran pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan sekelompok orang yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, penelitian
serta pelatihan. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun kelompok
dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan.

Berikut pengertian pendidikan menurut para ahli Pendidikan:


Ki Hajar Dewantara, ia mengemukakan bahwa pengertian pendidikan ialah tuntunan
tumbuh dan berkembangnya anak. Artinya, pendidikan merupakan upaya untuk
menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka mampu tumbuh dan
berkembang sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang bisa
mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.

1. Ahmad D. Rimba, pendidikan ialah bimbingan yang dilakukan secara sadar


oleh pendidik kepada peserta didik dengan tujuan membentuk kepribadian
yang utama secara jasmani dan rohani.
2. Martinus Jan Langeveld, pendidikan ialah upaya untuk membantu peserta
didik agar mereka mampu mengerjakan tugas kehidupan secara mandiri dan
bertanggung jawab secara oral dan susila. Dalam hal ini, pendidikan juga
diartikan sebagai upaya untuk membangun anak agar lebih dewasa.
3. Carter V. Good, pendidikan ialah sebuah upaya untuk mengembangkan
kecakapan individu, baik secara sikap maupun prilaku dalam bermasyarakat.
Dengan kata lain, pendidikan adalah proses sosial di mana lingkungan yang
teroganisir seperti sekolah dan rumah, mampu mempengaruhi seseorang untuk
mengembangkan kecakapan sikap dan prilaku dalam diri sendiri dan
bermasyarakat.
4. H. H. Horne, pendidikan ialah sebuah alat di mana komunitas sosial mampu
melanjutkan keberadaan dalam mempengaruhi diri sendiri dan
mempertahankan idealisme.
5. Stella Van Petten Henderson, pendidikan ialah sebuah kombinasi antara
pertumbuhan dan pengembangan diri serta warisan sosial.
6. Gunning dan Kohnstamm, pendidikan ialah sebuah proses pembentukan dan
pembangunan hati nurani, di mana seseorang mampu membentuk serta
menentukan diri secara etis berdasarkan hati nurani.

(https://pgsd.upy.ac.id/index.php/jadwal/profil-lulusan/2-uncategorised/12-
pendidikan)

2.2 Pengertian Moral


Moral berasal dari kata mos (mores) = kesusilaan, tabiat, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku
dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar
secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik,
terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma
yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan
norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat,
moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara
bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.

Menurut Prof. DR. Drs. Notonagoro, S.H. membagi nilai menjadi tiga, yaitu:
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan/aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
2.3 Pendidikan Moral di Indonesia
Di Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia
yang cerdas, bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan
memiliki keterampilan.

Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka tujuan ini bukanlah hal yang
mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya peningkatan pendidikan
ini. Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan bangsa di berbagai
kancah internasional.

Namun jangan kita berbangga hati karena disisi lain Indonesia saat ini
dihadapkan pada masalah yang kompleks yakni penurunan kesadaran akhlak
dan moral. Ini terlihat dari maraknya pelajar dan pemuda yang melakukan
pergaulan bebas, mengkonsumsi narkotika, nonton video porno, mencontek,
tawuran, dan tak ketinggalan oknum-oknum pejabat yang tidak henti melakukan
korupsi makan uang rakyat.

Berbicara mengenai format pendidikan moral di Indonesia maka kita


kembali ke zaman orde baru.
- Pemerintah masa Orde Baru memformulasi format pendidikan moral
yang dihubungkaitkan dengan nilai-nilai dasar Pancasila.
- Pendidikan moral ini dilakukan melalui pemberian mata pelajaran
bernama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang kemudian berubah
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan(PPKn)
- Pentingnya pendidikan moral ini, sehingga ia menjadi mata pelajaran
istimewa di samping mata pelajaran pendidikan agama.

Reformasi setelah rezim ini tumbang pemikiran ke arah perlunya


mereformulasi pendidikan moral di sekolah dianggap menjadi sebuah
kemutlakan. Demikian pula penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) dianggap merupakan paket indoktrinasi dan kemudian ditepis ke
pinggir.

Apa yang terjadi kemudian, keinginan untuk merumuskan sebuah sistem


dan mekanisme pendidikan moral di Indonesia tampak bak sebuah mimpi yang
sulit terwujud. Bahkan dalam tataran realita, pendidikan dianggap gagal
menjadi langkah preventif dan kurang mampu menyelesaikan persoalan
dekadensi moral di kalangan generasi muda.

Moral tidak begitu saja luntur melainkan ada faktor-faktor yang


menyebabkan kemerosatan moral. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
kemerosotan moral, yaitu:

1. Kurangnya tertanamnya nilai-nilai keimanan dalam individu Keimanan


seseorang sangatlah penting. Keimanan seseorang dapat timbul karena
menyakini suatu agama dan mempercayai ada sang Maha Kuasa. Jika
seorang tersebut memiliki agama dan menyakininya sepenuh hati maka
tidak perlu khawatir bagaimana orang tersebut bersikap dan berperilaku.
Jika dihadapkan pada suatu kebahagiaan atau kesenangan maka ia akan
mencari tahu apakah hal tersebut dilarang atau tidaknya oleh Tuhan dan ia
akan menjauhi segala larangannya namun berbeda jika seseorang memiliki
iman yang rendah maka ia akan mudah tergoda dengan sesuatu walaupun
hal tersebut sudah jelas dilarang oleh agama.
2. Pengaruh lingkungan yang kurang sehat Lingkungan sangat berpengaruh
dalam terbentuknya moral. Apabila lingkungan tersebut sehat maka ia akan
terjauhi dari hal-hal negatif yang dapat merusak moral namun apabila
lingkungan itu buruk dan menganggap hal yang buruk menjadi hal yang
biasa maka rusaklah moral orang tersebut.
3. Pendidikan moral tidak terlaksana dengan baik di lingkungan keluarga,
sekolah dan lainnya Pendidikan moral bukanlah sebuah ilmu pengetahuan
melainkan sebuah kebiasaan baik yang selalu diterapkan. Dengan begitu
peranan orang tua, guru dan orang-orang di sekitar sangat mempengaruhi
moral anak. Apabila orang tua tidak bermoral dan tidak mendidik anaknya
dengan baik maka anak tersebut tidak bermoral juga, seorang pendidik atau
guru tidak bermoral dan tidak menjadi seorang pendidik yang baik maka
muridnya pun tidak akan bermoral, dan apabila orang-orang di lingkungan
sekitar goyang atau sering melakukan perilaku yang tidak baik atau tidak
bermoral maka anak tersebut akan mencontohnya juga.
4. Suasana keluarga yang tidak baik Keluarga yang harmonis sangat
menentukan moral anaknya karena dengan hal itu seorang anak akan
mendapatkan kasih sayang yang cukup, perhatian dari orang tua serta
didikan orang tua terhadap anaknya pun baik. Apabila seorang anak tidak
mendapatkan itu semua maka seorang anak akan mencari perhatian orang
tua nya dengan bertindak hal-hal negatif dan mencari kasih sayang dari hal
yang lain dan tak jarang akan berakibat buruk terhadap anak tersebut.
5. Diperkenalkannya obat-obatan terlarang dan alat-alat anti kehamilan Jika
seorang anak sudah mengenal obat-obatan terlarang maka anak tmersebut
dapat berbuat hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri maupun orang
lain. Dan anak-anak mulai melakukan seks bebas pada saat ini karena telah
mengetahui alat-alat yang dapat menghindari kehamilan dengan begitu
anak-anak tidak cemas akan resiko kehamilan yang akan ia dapatkan.
6. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, kesenian-kesenian dan
tontonan-tontonan yang tidak mengindahkan nilai-nilai dan tuntunan moral
Hal tersebut sangat berdampak buruk terhadap anak karena apa yang
mereka baca, dengar dan lihat akan sangat mempengaruhi moralnya.
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang
baik dan yang membawanya ke pembinaan moral Mengisi waktu luang
dengan hal-hal positif sangat baik, namun apabila anak tersebut kurang
bimbingan dan mengisi waktu luang dengan kegiatan negative maka
semakin rusaklah moral anak tersebut. Sudah seharusnya seorang anak
diawasi dan dibimbing oleh orang tuanya.
8. Tidak adanya wadah untuk anak-anak maupun pemuda-pemuda untuk
mendapat penyuluhan terhadap moral Wadah atau lembaga penyuluhan
moral sangat dibutuhkan pada saat ini. Apabila seorang anak atau pemuda
merasa gelisah, kacau maupun stress sangat membutuhkan sebuah
bimbingan. Karena sangat bahaya ketika anak atau pemuda itu membuat
suatu perkumpulan dan mencari kesenangan sesaat yang akan
mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam lingkungan pergaulan yang
sangat buruk.
9. Pengaruh westernisasi Pengaruh budaya barat memang tidak dapat
dibendung lagi karena adanya arus globalisasi, namun globalisasi seperti
dua belah mata pisau yaitu memiliki dampak negatif maupun dampak
positif. Sudah seharusnya kita melakukan filterisasi atau menyaring budaya
tersebut mana yang cocok dengan budaya timur mana yang tidak. Apabila
semua budaya kita terima tanpa menyaringnya maka anak-anak dapat
merasakan akibatnya yaitu sikap dan perilakunya tidak mengindahkan
moral.
10. Pola asuh orang tua Pola asuh orang tua saat ini sangat mempengaruhi
karakter anak. Namun banyak orang tua yang masih belum siap untuk
menjadi orang tua yang baik. Menjadi orang tua bukan hanya sekadar
mendidik saja melainkan juga menjadi contoh anak tersebut dalam bersikap
dan berperilaku. Orang tua adalah sekolah pertama anak di dalam
kehidupan (Nadiroh & Hasanah, 2018).

Pendidikan moral pada saat ini sangatlah penting, dengan demikian


pendidikan moral sudah dimasukan ke dalam beberapa mata pelajaran, seperti:
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter.
Namun hal ini tidaklah cukup, pendidikan moral sangat penting diterapkan
sejak dini tidak hanya ketika anak memasuki masa sekolah namun ketika anak
sudah dapat mengerti apa yang diajarkan orang tuanya saat itulah untuk
menanamkan pendidikan moral sejak dini. Adapun beberapa hal-hal kecil yang
dapat dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik pertama atau tempat belajar
pertama anak, yaitu dengan mengajarkan 3 kata ajaib (3 magic word) maaf,
terima kasih, tolong dan mengajarkan anak untuk menghargai apapun yang
didapatkan baik itu kecil maupun besar serta menghormati orang-orang yang
ada disekitarnya serta mengajarkan untuk bersikap dan berperilaku baik
terhadap lingkungan. Dengan hal-hal kecil tersebut dapat membuat dampak
yang besar terhadap generasi selanjutnya. Pendidikan moral yang diterapkan
harus sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Pancasila.

Upaya membangun moral di Indonesia.

- Penggalian potensi sejarah dan budaya dalam bentuk kearifan lokal. Adopsi
sejumlah nilai-nilai luhur (kearifan lokal) dan menjadikannya sebagai
bagian integral dalam muatan materi pendidikan moral, pada gilirannya
membuat para peserta didik merasa memiliki dan menjadi bagian dari nilai-
nilai tersebut.
- Peningkatan dan intensitas pelaksanaan pendidikan moral dalam lingkungan
sekolah merupakan tugas yang sangat penting, perlu dilaksanakan secara
komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta modal pendekatan
secara terpadu .
- Pembelajaran pendidikan moral dengan pendekatan terpadu diperlukan
adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar
pendidikan moral.

Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan antara lain :


- mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam
masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran dikelas
dengan metode klarifikasi nilai.
- mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran
pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu
kematangan dalam pengetahuan moral,perasaan moral dan tindakan moral.
- mengidentifikasi dan menganalisis masalah dan kendala instruksional yang
dihadapi oleh para guru disekolah dan para orang tua murid dirumah dalam
usaha membina perkembangan moral siswa, serta berupaya
memformulasikan alternatif pemecahannya
- mengidentifikasi dan megklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal
yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral.
- mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan
belajar pendidikan moral.
((84) pendidikan moral di Indonesia | rizki farah riana - Academia.edu)

2.4 Pendidikan Moral di Jepang

A. Samurai dan Bushido Pada Awal Pembentukan.

Antara Samurai dan bushido ada hubungan yang sangat erat dalam
perkembangan sejarah Jepang. Terbentuknya golongan Samurai terkait erat
dengan melemahnya pemerintahan pusat pada periode Heian (794-1192)
sehingga banyak keluarga aristokrat yang tidak mendapatkan kedudukan di pusat
menyingkir ke daerah-daerah dan membentuk kelompok-kelompok mandiri yang
menguasai daerah-daerah. Para birokrat yang menduduki daerah-daerah salaing
bersaing untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih luas, sehingga mereka
memerlukan pasukan pengamanan dari penduduk lokal. Pasukan pengaman yang
dipersenjatai ini dikenal sebagai Samurai. Kelompok aristokrat yang terkenal
saat itu adalah keluarga Taira dan Minamoto.

Kata samurai awalnya berasal dari bahasa Jepang kuno “samorau” dan
kemudian menjadi “saburai” dan selanjutnya menjadi “samurai”, yang artinya
pelayan yang mengabdi pada majikannya. Pada periode Edo Samurai juga
disebut sebagai “bushi” yang artinya orang yang bersenjata atau prajurit.

Pada perkembangannya kemudian pedang tidak dapat dipisahkan dari


kehidupan para Samurai. Bahkan dalam falsafah Samurai pedang adalah roh dari
Samurai yang harus diperlakukan dan dijaga sebagai kehormatan (Swandana,
2009 :161 ). Pedang bagi seorang Samurai mengandung aspek spritual tentang
ketinggian moral dan kedalaman jiwa dan hanya digunakan untuk membela
kehormatan dan harga dirinya.

Dalam menjalankan tugas keprajuritan bushido tidak hanya memperhatikan


hal-hal yang bersifat lahiriah (fisik) saja, tetapi aspek batiniah (mental) juga
menjadi fokus perhatiannya. Tujuan utama seorang Samurai adalah mencapai
mushin yaitu mengosongkan pikiran dalam penghayatan dualisme tentang hidup
dan kematian.

Sejalan dengan peningkatan status Samurai, sebagai elite yang dihormati dan
menyandang peran penting dalam kehidupan masyarakat, Samurai sebagai bushi
mengembangkan etika bushido yang sarat dengan nilai-nilai moral yang tinggi.

Bushido berasal dari kata “bu” yang atinya beladiri, “shi” artinya Samurai
(orang) dan “do” artinya jalan. Secara sederhana bushido berarti jalan terhormat
yang harus ditempuh seorang Samurai dalam pengabdiannya
(Benedict,1982 :335). Bushido tidak sekedar berupa aturan dan taracara
berperang serta mengalahkan musuh, tetapi memiliki makna yang mendalam
tentang perilaku yang dihayati untuk kesempurnaan dan kehormatan seorang
Samurai (prajurit). Dalam etika bushido terkandung ajaran-ajaran moral yang
tinggi terkait dengan tanggung jawab, kesetiaan, sopan santun, tata krama,
disiplin, kerelaan berkorban, pengabdian, kerja keras, kebersihan, hemat,
kesabaran, ketajaman berpikir, kesederhaanan, kesehatan jasmani dan rohani,
kejujuran, pengendalian diri (Tsunenari dan Nakamura,2007 : 53-56).

Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh ajaran Budha Zen. Zen
merupakan moral dan filosofis Samurai. Zen sebagai dasar moral karena Zen
merupakan agama dan kepercayaan yang mengajarkan bahwa tidak ada tenggang
waktu (jeda) dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan. Sebagai
filosofi Zen menekankan bahwa tidak ada batas antara hidup dan mati. Oleh
karena Zen tidak mentoleransi pemikiran dan sangat menghargai intuisi, maka
filosofi Zen ini sangat digemari oleh kaum Samurai. Secara sederhana etika Zen
adalah “langsung, percaya pada diri sendiri dan memenuhi kebutuhan sendiri”.
Meditasi yang menjadi tradisi Zen sangat cocok bagi Samurai yang
kehidupannya sebagian besar dihabiskan dalam perenungan dan kesunyian
(Mattulada,1979 : 84).

Selain dilandasi oleh etika Zen, bushido juga dilandasi oleh etika Confusius
dari Cina yang masuk ke Jepang pada masa pemerintahan kaisar Shotoku pada
tahun 593 (periode Yamato). Ajaran Confusius mengatur harmonisasi hubungan
antara sesama manusia, hubungan manusia dengan mahluk lain yang ada di
dunia dan hubungan manusia dengan dengan alam. Selain itu ajaran Confusius
menekankan hubungan yang harmonis antara sisi fisik dan batin manusia.
Prinsip keseimbangan ini berlaku dari jaman dahulu sampai sekarang, karena
orang-orang Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual memiliki
peran yang sama-sama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk memisahkan
keduanya atau membiarkan ketidakharmonisan keduanya berpotensi
menimbulkan bencana dan kerusakan ( Boye de Mente, 2009: 27 ). Selain
didasari oleh ajaran Zen dan Confusius, bushido juga dipengaruhi oleh ajaran
Shinto yang mengajarkan kesetiaan kepada Kaisar (Tenno) dan negara
(Suryohadiprojo,t.t.: 49).

B. Perkembangan Bushido

Kedudukan Samurai pada periode Kamakura demikian penting karena pada


periode tersebut banyak terjadi pertempuran antara kelompok-kelompok
keluarga yang menginginkan kekuasaan tertinggi sebagai Shogun. Seiring
dengan semakin menguatnya kedudukan dan status para Samurai, maka
semangat bushido yang terbentuk pada periode Kamakura semakin mantab
dijalankan oleh para Samurai pada periode Muromachi (1333-1573), berlanjut
pada periode Azuchi Momoyama (1573- 1603) dan periode Edo (1603-1867).

Pada periode Muromachi yang masih sering terjadi pertempuran,


menyebabkan para Samurai semakin besar perannya dalam pemerintahan
keshogunan dan kemasyarakatan. Pertempuran sipil yang terjadi dipicu oleh
perebutan kekuasaan di antara keluarga kekaisaran dan keikutsertaan para
Shogun sebagai pendukung keluargakeluarga Kaisar tersebut. Shogun Ashikaga
Takauji yang pada masa Kamakura berhasil menumbangkan kekuasaan Shogun
Minamoto dan berhasil mengembalikan kekuasan kaisar Godaigo, pada
perkembangan selanjutnya melakukan perlawanan terhadap kaisar Godaigo.
Shogun Ashikaga Takauji kemudian mengangkat Kaisar Kamyo, sehingga
muncul dua kekuasaan yaitu kekuasaan Kaisar Gogaigo yang memerintah di
Yoshino (daerah Nara) yang terletak wilayah Selatan serta kekuasaan Kaisar
Kamyo yang terpusat di Kyoto di wilayah Utara.

Perang Onin yang terjadi pada tahun 1467 disusul dengan pemberontakan-
pemberontakan di propinsi-propinsi, mengakibatkan menguatnya penguasa-
penguasa daerah atau para tuan tanah, yang memiliki otoritas kekuasaan sipil dan
politis. Keadaan yang demikian ini memunculkan elite Daimyo, yang menguasai
tanah-tanah di daerah dan masyarakat yang berdiam di daerah tersebut.

Pertentangan dan kekacauan yang dipicu oleh perebutan pengaruh dan


kekuasaan semakin besar ketika bangsa Portugis masuk ke wilayah Jepang
melalui pulau Tanageshima pada tahun 1543. Kedatangan bangsa Portugis di
Jepang semakin memperkeruh suasana sebab bangsa Portugis memperkenalkan
senjata api yang dapat segera dimanfaatkan dalam pertempuran-pertempuran
sipil.

Di tengah suasana kacau ini pada tahun 1549 muncul bangsa Spanyol yang
salah satu di antaranya adalah Francesco Kavier, seorang pemuka agama
Katolik.Ia segera menyebarluaskan agama Katolik yang mendapat sambutan
baik dari masyarakat Jepang termasuk para Daimyo. Kekacauan yang
berlangsung lama mengancam persatuan Jepang.

Dalam kekacauan ini muncul seorang pemimpin perang yaitu Daimyo Oda
Nobunaga yang berupaya mempersatukan Jepang. Upaya mempersatukan Jepang
tidak mudah dan memakan waktu yang lama. Sebelum upayanya menyatukan
Jepang berhasil, Oda Nobunaga tewas ketika berusaha memadamkan
pemberontakan di propinsi-propinsi pada tahun 1582.

Pengganti Oda Nobunaga adalah Toyomi Hideyoshi yang Yang melanjutkan


perjuangan Oda Nobunaga untuk mempersatukan Jepang. Upaya Toyomi
Hideyoshi untuk mempersatukan Jepang berhasil pada tahun 1590. Selanjutnya
setelah keadaan keamanan Jepang mulai stabil Toyomi Hideyoshi mulai
berupaya menjajagi hubungan dengan Cina. Sambutan penguasa Cina dibawah
kekuasaan dinasti Ming tidak memuaskan, bahkan penguasa Cina berusaha
mengadakan perlawanan terhadap Jepang. Selain upaya untuk menglakukan
invasi ke Cina, Jepang juga berusaha menguasai Korea pada tahun 1597, tapi
usaha ini juga gagal. Bahkan Toyomi Hideyosti terbunuh pada tahun 1598 dalam
upayanya menguasai Korea.
Gugurnya Toyomi Hideyoshi mengembalikan Jepang pada kondisi yang
penuh pertentangan di antara para Daimyo untuk menggantikan kedudukan
Toyomi Hideyoshi. Kondisi penuh kekacauan ini mencapai puncaknya pada
pertempuran di Sekigawara (Gifu) pada tahun 1600. Kelompok Samurai yang
dipimpin oleh Tokugawa memperoleh kemenangan dalam pertempuran di
Sekigawara. Kemenangan Tokugawa mengantarnya menjadi Shogun yang
terkuat dan berkuasa setidaknya lebih dari 250 tahun. Tokugawa Ieyasu pada
tahun 1603 mendirikan Keshogunan Tokugawa yang terpusat di Edo (Tokyo).

Salah satu strategi Tokugawa menciptakan kestabilan politik adalah dengan


memberlakukan politik isolasi (sakoku) pada tahun1639. Politik isolasi
diberlakukan karena bangsa Barat yang menyebarkan agama Kristen dan Katolik
dipandang dapat mempengaruhi rakyat dengan doktrin-doktrin yang
mengatasnamakan dalil-dalil agama, seperti hak asasi manusia, demokrasi dan
sebagainya.

Walaupun ada aturan yang membatasi orang Jepang untuk melakukan


perjalanan ke luar Jepang maupun orang asing masuk ke Jepang, tetapi dalam
masa isolasi ini masih ada toleransi bagi orang Belanda dan Cina untuk
melakukan perdagangan melalui pulau Deshima dan Nagasaki.

Pada masa Tokugawa filsafat Konfusius dipelajari kembali dan diterapkan


secara mendalam, untuk dijadikan dasar etika Samurai. Ajaran Konfusianisme
yang menekankan penghormatan dan kesetiaan kepada orang tua (ko) di atas
penghormatan kepada raja (penguasa), di jaman Tokugawa dikembangkan
sebagai prinsip dasar yang utama untuk penghormatan kepada Tenno.

Etika bushido yang masa Tokugawa semakin mantap diterapkan oleh


Samurai yang kemudian menjadi etika dasar kemasyarakat. Etika bushido yang
semakin kuat ini berkembang dan meluas menjadi etika dasar bangsa Jepang
sampai ke masa modern (Bellah, 1985 : 90).

Setelah masa isolasi yang panjang, pada tahun 1853 isolasi Jepang runtuh
dengan kedatangan Komodor Perry yang memaksa Jepang untuk membuka
hubungan dagang dengan Amerika. Jepang tidak kuasa menahan serangan dari
kapal-kapal Amerika, sehingga Jepang menandatangani perjanjian pertama
antara Jepang dan Amerika, yang tujuannya memberi ijin bangsa Amerika
melakukan perdagangan di Jepang. Selanjutnya perjanjian pertama antara Jepang
dan Amerika semakin luas ketika pada tahun 1858, Townsend Harris (Konsul
Jenderal Amerika di Jepang) memaksa Jepang memberikan hak-hak khusus
kepada bangsa Amerika seperti hak dilindungi oleh militer mereka sendiri dan
hak ekstrateritorial dalam bidang hukum. Setelah bangsa Amerika berhasil
membuat perjanjian dengan Jepang, maka bangsa-bangsa Barat lainnya juga
mendesak Jepang untuk membuat perjanjian serupa.

Keadaan ini tentu sangat tidak menyenangkan bagi Kaisar dan masyarakat
Jepang. Mereka menganggap keadaan ini disebabkan oleh kelemahan
pemerintahan Shogun Takugawa yang tidak dapat melindungi kekeisaran dan
bangsa Jepang. Kekecewaan kaisar dan sebagian besar bangsa Jepang
dimanfaatkan oleh Daimyo dari keluarga Satsuma dan Choshu untuk bertekat
menumbangkan kekuasaan Shogun Tokugawa. Dengan tujuan untuk
mengembalikan kekuasaan pemerintahan ke tangan Tenno, kedua kelompok
daimyo tersebut dan dibantu oleh kelompok Daimyo lainnya bersatu
menumbangkan kekuasaan Tokugawa yang terpusat di Edo pada tahun 1868.

Saat isolasi Jepang dibuka oleh Amerika, Jepang baru menyadari bahwa
dunia di luar Jepang telah maju demikian pesat, yang tidak mungkin dilawan
dengan kekuatan persenjataan tradisional yang sederhana. Bersama dengan para
Daimyo yang membantunya pada tahun 1868 Meiji Tenno yang masih berusia
belia melakukan gerakan pembaharuan yang dikenal dengan Restorasi Meiji.
Restorasi Meiji dilaksanakan dengan pemikiran bahwa bangsa Barat tidak bisa
dikalahkan hanya dengan kekuatan senjata yang tidak seimbang, tetapi harus
diimbangi dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pyle, 1988 :
123).

Dengan kesadaran dan pemikian yang demikian ini, maka kemudian Tenno
mengadakan perubahan yang sangat fundamental yaitu antara lain :

- Penghapusan golongan Samurai sebagai kelas tertinggi dalam struktur


masyarakat Jepang.

- Pendidikan wajib bagi seluruh masyarakat Jepang selama 4 tahun.

- Menumbuhkan kesadaran untuk lebih berorientasi pada kekuatan bangsa


sendiri dan tidak mengandalkan bantuan dari bangsa lain.

- Menetapkan sistem wajib militer yang dikuatkan oleh Undang-undang pada


tahun 1872. - Perubahan sistem perpajakan.
Semangat bushido ditampilkan tidak dalam bentuk perang atau pertempuran
fisik, melainkan dalam bentuk kerja keras dan disiplin yang tinggi menjalankan
aturanaturan yang ditetapkan oleh Tenno (Rosidi, 1981 : 67).

Tantangan yang berat bagi mantan Samurai adalah ketika mereka harus
melebur dengan masyarakat umum yang dahulu dianggap sebagai kalangan kelas
menengah ke bawah.Walaupun demikian para Samurai yang tidak tertampung di
dalam pemerintahan dapat melebur dengan kalangan masyarakat biasa. Ada sisi
positif dari peleburan golongan samurai dalam lingkungan masyarakat biasa,
yaitu sikap dan karakter positif samurai seperti kedisiplinan, kesetiaan, dedikasi,
menjunjung kehormatan, menegakkan harga diri, kesopanan dan watak kesatria
dapat di serap oleh kalangan masyarakat umum.

Berkat kedisiplinan, kerja keras, dedikasi yang tinggi dan dengan tujuan
untuk menegakkan harga diri di mata dunia, pada tahun 1970-an Jepang sudah
dapat dikategorikan sebagai salah satu negara maju dan modern di dunia.

C. Bushido Masa Kini

Walaupun Samurai telah dihapus dan peperangan tidak terjadi lagi di Jepang,
ajaran bushido pada jaman modern ini masih dilaksanakan dan diwariskan
kepada generasi muda melalui pendidikan dasar di rumah dan di sekolah-
sekolah. Ajaran dan etika bushido masih sangat relevan diterapkan dalam
berbagai bidang kehidupan masa kini. Etika bushido yang menjadi karakter
bangsa Jepang secara menyeluruh terakumulasi dalam :

1. Gi (Integritas)

Gi merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk


memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada
alasan-alasan yang rasional (Nitobe, Inazo.1972 : 19). Gi merupakan dasar dari
keseluruhan sikap mental terkait dengan keselarasan pikiran, perkataan dan
perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenaran.

2. Yu (Keberanian)

Yu merupakan etika yang penting dalam semua aspek kehidupan masyarakat


Jepang. Nilai-nilai yang berkaitan dengan yu adalah modal yang sangat
menentukan perjalanan hidup masyarakat maupun bangsa Jepang. Yu
merupakan ekspresi kejujuran dan keteguhan jiwa untuk mempertahankan
kebenaran, walaupun dalam menegakkan kebenaran penuh tekanan dan
hambatan. Di dalam yu terkandung kesiapan menerima resiko dalam upaya
mengatasi masalah atau kesulitan.

3. Jin (Murah Hati)

jin adalah mencintai sesama, kasih sayang dan simpati. Nilai bushido yang
terkait dengan jin berasal dari etika Konfusius dan Tao yang mengekspresikan
aspek keseimbangan antara maskulin (yang) dan feminin (yin).

4. Rei (Hormat dan santun kepada orang lain)

Salah satu sikap Samurai yang diterapkan secara mendalam adalah sikap
hormat dan sopan santun yang tulus yang ditujukan kepada semua orang, tidak
hanya kepada atasan, pimpinan dan orang tua. Bahkan sikap hormat, santun dan
hati-hati juga terlihat dalam penggunaan benda-benda dan senjata.

5. Makoto-shin (Kejujuran dan Ketulusan)

Makoto-Shin merupaka etika Samurai yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan
kebenaran. Samurai selalu mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, dan
melakukan apa yang mereka katakan.

6. Meiyo (Menjaga nama baik dan kehormatan)

Meiyo merupakan etika Samurai untuk menjaga nama baik dan menjaga
kehormatan. Bagi Samurai lebih utama menghormati dan menerapkan etika
secara benar dan konsisten dibandingkan dengan penghormatan kepada kharisma
dan talenta pribadi.

7. Chugo (Kesetiaan terhadap pemimpin)

Chugo merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kesetiaan pada


pimpinan. Kesetiaan pada pimpinan dilakukan secara total dan penuh dedikasi
dalam pelaksanaan tugas. Kesetiaan dan pembelaan Samurai pada
pimpinan/atasan dilakukan sepanjang hayat, dalam keadaan senang atau susah.

8. Tei (Peduli)

Tei merupakan etika bushido yang berkaitan dengan kepedulian terhadap


lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, negara, bangsa maupun
lingkungan alam, yang harus diekspresikan secara nyata. Tei merupakan dasar
semua prinsip moral bushido, karena tanpa kepedulian yang nyata seseorang
tidak akan bisa diharapkan memiliki atau melaksanakan Gi, Yu, Jin, Rei,
Makoto – Shin, Meiyo dan Chugo.

((PDF) Bushido dalam Masyarakat Jepang Modern (researchgate.net))

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika bushido yang telah mengalami masa pengendapan dan pematangan
pada era isolasi dalam kepemimpinan keshogunan Tokugawa pada akhirnya
menjadi identitas dan karakter nasional bangsa Jepang. Etika bushido secara
nasional dipahahami sebagai etika yang dapat menjamin stabilitas dan
kemandirian bangsa serta diimplementasikan secara menyeluruh oleh
masyarakat Jepang dari tingkat masyarakat bawah sampai masyarakat lapisan
atas. Satu hal yang menjadi dasar dari pelaksanaan etika bushido adalah
keteladanan dari para pemimpin bangsa Jepang. Pada prinsipnya tindakan yang
tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat umum dan bangsa dianggap
tindakan yang tidak terpuji dan merendahkan martabat bangsa.

Sistem pendidikan Indonesia lebih mengedepankan kekayaan kognitif


peserta didik, seperti nilai akademis, nilai ujian, dan nilai ulangan harian
lainnya. Sistem pendidikan Indonesia kurang mengedepankan aspek afektif dan
kognitif, hal ini perlu ditingkatkan lagi agar pendidikan di Indonesia lebih maju
dan lebih berkembang ke depannya. Sedangkan, Sistem pendidikan di Jepang
merupakan sistem pendidikan yang unggul. Jepang sebagai negara maju
memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa ditiru oleh negara lain. seperti sistem
pendidikan di Jepang yang juga memperhatikan aspek afektif, kognitif dan
psikomototik. Sopan santun, tata krama, kedisiplinan serta menanamkan nilai-
nilai norma sejak dini.

3.2 Saran
Saran penulis sebagai warga negara indonesia, semoga kita bisa lebih
berkaca lagi terhadap negara-negara yang lebih maju dari kita dan juga kita
harus belajar mengenai apa yang kurang dari negara kita. Kita juga harus lebih
memperdulikan lagi pendidikan moral sejak dini, karena itu adalah salah satu
hal yang sangat penting untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unj.ac.id/15624/1/BAB%201.pdf

https://pgsd.upy.ac.id/index.php/jadwal/profil-lulusan/2-uncategorised/12-pendidikan

(84) pendidikan moral di Indonesia | rizki farah riana - Academia.edu

(PDF) Bushido dalam Masyarakat Jepang Modern (researchgate.net)

Anda mungkin juga menyukai