Anda di halaman 1dari 45

Tugas Makalah

LAPORAN HASIL EKSPLORASI TUNAGRAHITA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Anak Dengan Hambatan Intelektual

Dosen Pengampu:
Bapak Drs. Abdul Huda, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 1 / Offering A7A

1. Azizah Nisfulaeli Ikhda (220154603403)


2. Desita Sholikhatus Shofa (220154601122)
3. Robitul Umam Ramdani (220154608836)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita limpahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil observasi tentang
“Laporan Hasil Eksplorasi Tunagrahita” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan
menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penyusunan laporan ini sebagai upaya pemenuhan tugas mata kuliah Pendidikan Anak
Dengan Hambatan Intelektual yang diampu oleh Bapak Drs. Abdul Guda, M.Pd. Selain untuk
memenuhi tugas mata kuliah, kami sangat berharap laporan ini dapat menjadi sarana untuk
menambah pengetahuan mengenai anak dengan hambatan intelektual.
Dalam penulisan makalah ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada semua
pihak yang terlibat bantuan dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan terutama kepada dosen
pengampu demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 21 Mei 2023

Penyusun

DAFTAR ISI

1
SAMPUL……………………………………………………………………….I
KATA PENGANTAR………………………………………………………….II
DAFTAR ISI……………………………………………………………………III
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...3
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………….3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………..5
1.3 Tujuan Observasi………………………………………………………...…6
1.4 Manfaat Observasi……………………………………………………...…..6
1.5 Sasaran Observasi…………………………………………………………..6
1.6 Lokasi Observasi………………………………………………………....…7
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………8
2.1 Pengertian Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus…………………….….8
2.2 Pengertian Tunagrahita………………………………………………….…..9
2.3 Pelayanan Pendidikan Anak Tunagrahita…………………………………...14
2.4 Metode Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita……………………………...18
2.5 Prinsip Dalam Proses Pembelajaran Anak Tunagrahita…………………….19
2.6 Penguatan Dalam Pembelajaran Anak Tunagrahita………………………...19
2.7 Terapi………………………………………………………………………..19
BAB III HASIL OBSERVASI………………………………………………..25
3.1 Profil Anak SLB-C Putera Asih Kediri…………………………………….25
3.2 Sistem Pembelajaran……………………………………………………….26
3.3 Layanan Pendidikan………………………………………………………..35
3.4 Layanan Terapi…………………………………………………………….38
3.5 Seputar Tunagrahita dari Segi Kedokteran………………………………...39
BAB IV PENUTUP……………………………………………………….…..41
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………….…..41
4.2 Saran………………………………………………………………….……41
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..……..42
LAMPIRAN……………………………………………………………..……43

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan kebutuhan terpenting bagi kehidupan manusia, dengan begitu
setiap ilmu manusia memiliki wawasan yang lebih luas lagi dan memiliki bekal ilmu
pengetahuan untuk kehidupannya di kemudian hari. Menurut beberapa ahli pendidikan
merupakan suatu proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekumpulan
manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran,
pelatihan, dan penelitian. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945
(amandemen 4) bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Berdasarkan isi
dari pasal tersebut jelas dikatakan bahwa “setiap warga negara” ini berarti pemenuhan
pendidikan tidak memandang status sosial dan ekonomi seseorang. Setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan yang sejajar, hal ini juga berlaku untuk anak berkebutuhan khusus
(ABK). Oleh karena itu, dari individu yang normal sampai individu yang memiliki
kekurangan fisik berhak mendapatkan pendidikan. Kemampuan dan kebutuhan pada setiap
individu berbeda-beda sehingga penerapan pendidikan setiap individu pun harus
terdiferensiasi, agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Pendidikan yang terdiferensiasi ini
merupakan salah satu wadah bagi anak berkebutuhan khusus dalam mengembangkan potensi
yang dimilikinya, untuk mengetahui kebutuhan serta kemampuan yang dapat dikembangkan
oleh anak maka harus dilakukan upaya identifikasi dan asesmen.
Murid berkebutuhan khusus adalah murid dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan murid pada umumnya, yang memiliki ketidakmampuan pada aspek mental, emosi
atau fisik. ABK atau anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, kesulitan belajar, gangguan perilaku, dan murid gangguan kesehatan.
Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah tunagrahita. Tunagrahita adalah individu
yang mengalami hambatan intelektual dengan dengan tingkat intelegensinya atau intelligence
Quotient (IQ) berada di bawah rata-rata (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang ditandai
dengan ketidakmampuan melakukan adaptasi perilaku baik kepada diri sendiri dan orang lain.
Wulandari (2016) mengungkapkan hambatan intelektual ditandai dengan keterbatasan yang
signifikan baik dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif seperti yang diungkapkan dalam
ranah konseptual, sosial, dan keterampilan adaptif praktis yang terjadi sebelum usia 18 tahun.
Dalam tingkatannya, tunagrahita dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

3
1. Tunagrahita ringan (IQ 51 - 70)
2. Tunagrahita sedang (IQ 36 - 51)
3. Tunagrahita berat (IQ 20 -35)
4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20)
Rojabtiyah, K. Erawati, & Sunarko (2019) menjelaskan bahwa disabilitas intelektual
merupakan istilah resmi yang digunakan di indonesia untuk menyebut keadaan pada fungsi
pikir mengalami gangguan karena tingkat kecerdasan yang dibawah rata-rata. Salah satu
klasifikasi disabilitas intelektual adalah disabilitas intelektual ringan (mild) dengan IQ antara
50-70.
Proses pembelajaran bagi peserta didik tunagrahita secara umum difokuskan pada
kemampuan bina diri dan sosialisasi. Yang, Byme, & Chiu (2016) menjelaskan bahwa
sebagian besar anak yang mengalami hambatan intelektual tidak mendapatkan pelayanan dan
bergantung pada keluarganya untuk bertahan hidup dan berkembang. Proses pembelajaran
untuk peserta didik dengan hambatan tunagrahita sedang dan berat difokuskan mampu latih,
artinya anak dengan hambatan tunagrahita sedang dan berat dilatih pada peningkatan
kemandirian agar tidak bergantung pada orang lain seperti: toilet training, menggunakan
pakain, menggunakan pembalut kewanitaan bagi wanita, menjaga kebersihan diri (seperti
mandi, menggosok gigi, mencuci tangan dan lain-lain), Untuk peserta didik dengan hambatan
ringan, proses pembelajaran dapat difokuskan pada mampu didik seperti membaca, menulis
dan berhitung. Proses pembelajaran juga diarahkan pada membentuk kemampuan sosial
seperti berkomunikasi dan berinteraksi untuk membangun sikap sosial di masyarakat.
Yucesoy-Ozkan, Gulboy, & Kaya (2018) memperjelas bahwa anak dengan hambatan
intelektual mengalami kesulitan untuk mendapatkan kesempatan dalam membangun interaksi
sosial sehingga sangat dibutuhkan aktivitas-aktivitas positif pengisi waktu luang. Nycyk
(2018) menambahkan peserta didik dengan hambatan intelektual memiliki batasan fungsi
intelektual (belajar, memberikan alasan dan memecahkan masalah) dan adaptasi perilaku
khususnya tantangan terhadap kegelisahan dan kepercayaan diri di bawah tekanan-tekanan
tugas sekolah.
Untuk tercapainya hasil belajar, maka proses pembelajaran bagi anak tunagrahita
ringan harus dirancang seunik dan sesederhana mungkin agar mudah dipahami. Hal ini
dimaksudkan memberi kemudahan dengan cara sederhana kepada anak dengan tunagrahita
ringan karena anak tunagrahita ringan akan mengalami hambatan belajar terutama pada
proses mengingat dan menganalisa pelajaran. Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah
terhadap akses pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, pemerintah menyediakan

4
sekolah khusus yang diberi nama Sekolah Luar Biasa (SLB). Setara tingkatan, SLB tidak
berbeda dari sekolah umum lainnya yang diawali dengan Sekolah Dasar, Menengah dan Atas.
Perbedaannya terletak pada peserta didik dan proses pembelajaran yang berlangsung.
Pendidikan dasar menjadi proses pendidikan paling penting penentu perjalanan
pendidikan berikutnya. Ini dikarenakan pengertian dari pendidikan dasar itu sendiri yang
bermakna proses pembelajaran dasar itu sendiri yang bermakna proses pembelajaran dasar
untuk mempersiapkan peserta didik pada pendidikan menengah dan atas. Seperti sekolah
dasar lainya, anak berkebutuhan khusus diharapkan memiliki keterampilan dasar hidup yaitu
membaca, menulis dan berhitung. Wijarnako (2019) menyebutkan salah satu dasar
keterampilan berbahasa adalah keterampilan membaca. Utama (2017) menambahkan bahwa
tujuan pendidikan yang diturun pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia
Dini dengan umur sejak lahir sampai usia 6 tahun adalah kesiapan mengenal aksara dengan
baik dan benar. Diperkuat dengan undang-undang sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
pendidikan diselenggarakan untuk mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung
bagi seluruh masyarakat indonesia.
Rachmawati & Ummah menjelaskan untuk meningkatkan proses pembelajaran
peserta didik perlu adanya strategi khusus untuk mendukung pencapaian peserta didik.
Sehubungan dengan kondisi anak tunagrahita perlu dilakukannya usaha perbaikan dalam
proses pembelajaran, salah satunya adalah dengan menggunakan dan mengoptimalkan media
serta metode pembelajaran yang dapat menurunkan kejenuhan, menarik dan menyenangkan
bagi siswa. Ida & Agung (2016) mengungkapkan bahwa penggunaan media dapat
meningkatkan kemampuan kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus. Proses
pembelajaran memerlukan rancangan inovasi dan kreatif baik metode ajar, perangkat atau
media pembelajaran agar proses pembelajaran menjadi tidak monoton.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
2. Apa yang dimaksud dengan tunagrahita?
3. Bagaimana pelayanan pendidikan untuk anak tunagrahita?
4. Bagaimana metode pembelajaran bagi anak tunagrahita?
5. Bagaimana prinsip dalam proses pembelajaran bagi anak tunagrahita?
6. Bagaimana penguatan dalam pembelajaran anak tunagrahita?
7. Bagaimana terapi yang cocok dalam pengembangan anak tunagrahita?

5
1.3 Tujuan Observasi
1. Untuk memenuhi tugas akhir pada mata kuliah Pendidikan Anak Dengan Hambatan
Intelektual
2. Mengetahui konsep pendidikan anak berkebutuhan khusus
3. Mengetahui pengertian tunagrahita
4. Mengetahui pelayanan pendidikan untuk anak tunagrahita
5. Mengetahui metode yang cocok untuk pembelajaran anak tunagrahita
6. Mengetahui prinsip dalam proses pembelajaran anak tunagrahita
7. Mengetahui penguatan dalam pembelajaran anak tunagrahita
8. Mengetahui terapi yang cocok dalam pengembangan anak tunagrahita

1.4 Manfaat Observasi


Hasil observasi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi Guru
Hasil laporan observasi ini dapat dijadikan masukan bagi guru untuk dapat
mengembangkan sistem pembelajaran anak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
masing-masing peserta didik.
2. Bagi Mahasiswa
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman belajar
kepada mahasiswa dan menyelesaikan tugas akhir dalam mata kuliah Pendidikan
Anak Dengan Hambatan Intelektual.
3. Bagi Masyarakat
Hasil laporan observasi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada
masyarakat luas mengenai pendidikan dan layanan khusus bagi anak yang memiliki
hambatan intelektual.

1.5 Sasaran Observasi


Sasaran observasi adalah lembaga yang tertera, Dokter ahli terkait tunagrahita, Guru
serta murid SLB Putera Asih Kediri dan SLB Autisme River Kidz.

1.6 Lokasi Observasi

6
Lokasi observasi yang pertama yaitu, SLB Putera Asih yang terletak di Jl. Medang
Kamulan No.1, Balowerti, Kec. Kota, Kota Kediri. Lalu yang kedua, lokasi terletak pada
kediaman Dr. Agung Kurniawan, M.kes yang terletak di jalan Candi IIA no. 442 Malang.
Lalu untuk lokasi yang ketiga yaitu, SLB Autisme River Kidz yang terletak di Perumahan
Uniga No 41 Joyogrand, Merjosari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang.

BAB II

7
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diberikan kepada mereka yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran pada umumnya. Hal
tersebut dapat disebabkan karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, atau
bahkan memiliki potensi kecerdasan dan bakat yang lebih daripada siswa sepantarannya.
Pendidikan khusus adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang secara khusus
diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental atau kelainan
perilaku. Pendidikan khusus diselenggarakan secara inklusi atau tergabung pada sekolah
biasa (Sekolah Inklusi) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkatan dasar atau
menengah (SLB).
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan
bagi Anak berkebutuhan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun
2003 memberikan 8 batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan
atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif
atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi
Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia. PP No. 17 Tahun 2010
Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik
yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g.
berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki
kelainan lain.
Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik
berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan
melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan,
dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4) menetapkan bahwa
Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi
antarjenjang pendidikan dan/atau antar jenis kelainan.

8
2.2 Pengertian Tunagrahita
Istilah tunagrahita berasal dari sansekerta tuna yang artinya rugi (kurang), dan grahita
artinya berpikir (Mumpuniarti, 2000: 25). Tunagrahita mempunyai beberapa istilah,
diantaranya dikemukakan oleh Inglas (Mumpuniarti, 2000: 25), yaitu: mental retardation,
mental deficiency, mental defective, mentally handicapped, feeblemindedness, mental
subnormality, amentia and oligophrenia (Moh. Amin, 1995: 20). Dalam bahasa Indonesia,
istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi
mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Istilah lain yang banyak
digunakan adalah intellectually handicapped dan intellectually disabled.
Berikut terdapat beberapa istilah tunagrahita:
a. Mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai terbelakang mental.
b. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
c. Mental subnormality digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental retardation.
d. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang
menyerang organ tubuh.
e. Mentally handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.
f. Intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
g. Intellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan
bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang
tunagrahita, mengalami perkembangan, seperti berikut.
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang Mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Beragamnya istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang
keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian, semua
istilah tersebut tertuju pada pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat
dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan
dengan rata-rata anak atau anak pada umumnya dengan keterbatasan dalam perilaku
penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan anak.

9
Menurut Ibrahim (2004: 37) anak tunagrahita atau anak keterbelakangan mental
adalah anak yang memiliki kondisi mental secara umum di bawah rata-rata anak normal yang
timbul selama periode perkembangan dan berkaitan dengan kelemahan perilaku penyesuaian
dirinya dengan lingkungan. Oleh karena itu, fungsi sosial anak tunagrahita tidak
berkembangan dengan baik.
Menurut American Psychiatric Association (2013: 33) anak tunagrahita atau disebut
dengan IDD (Intellectual Developmental Disorder) atau gangguan perkembangan intelektual
adalah anak yang mengalami gangguan pada masa periode perkembangan yang meliputi
intelektual dan keterbatasan fungsi adaptif dalam konseptual, sosial, dan keterampilan
adaptif. Oleh karena itu, anak tunagrahita untuk meniti tugas perkembangannya sangat
membutuhkan layanan dan bimbingan secara khusus (Efendi, 2006: 110). Secara umum
karakteristik tunagrahita menurut Efendi (2006: 98) sebagai berikut:
1. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkrit dan sukar berpikir
2. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
3. Kemampuan sosialisasinya terbatas
4. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
5. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
6. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung
tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV Sekolah Dasar.
Pengklasifikasi anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurt American
Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools, sebagai
berikut:
1. Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunya kemampuan dalam akademik setara
dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.
2. Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan
penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan
secara akademik.
3. Custodial
Dengan pemberian latihan secara terus menerus dan khusus, dapat melatih anak
tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat
komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus
menerus.

10
Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil, imbecile, dan idiot,
sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika adalah educable
mentally retarded (mampu didik), trainable mentally retarded (mampu latih) dan
totally/custodial dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah
jarang digunakan karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan,
1982: 43), sebagai berikut:
1. Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70 - 55
2. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang) IQ-nya 55 - 40
3. Severe mental retardation (tunagrahita berat) IQ-nya 40 - 25
4. Profound mental retardation (sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah
Selain klasifikasi di atas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang
disebut tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Down Syndrome (Mongoloid) Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena
memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka
menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2. Kretin (Cebol) Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki
dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, lidah dan
bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3. Hydrocephal Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephal Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephal Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.
Berikut kami sajikan pula karakteristik menurut Brown
1. Lamban dalam mempelajari hal baru
2. Kesulitan dalam menggeneralisasikan dan mempelajari hal baru
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak
5. Kurang dalam menolong diri sendiri
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim
7. Tingkah laku kurang wajar dan terus menerus, seperti membenturkan kepala,
menggigit diri sendiri, dan lain sebagainya.
Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen
dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen

11
adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala
yang keras, radiasi, dan lain lain (Moh. Amin, 1995: 62). Cara lain yang sering digunakan
dalam pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya,
yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal); saat kelahiran (natal), dan setelah lahir
(postnatal). Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering
ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
a. Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan meliputi hal hal berikut:
1) Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuknya dapat
berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gen karena melilitnya
kromosom; delesi (kegagalan meiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga
terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel yang lain);
translokasi (adanya kromosom yang patah dan patahannya menempel pada kromosom lain).
2) Kelainan Genetik. Kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak selamanya tampak dari
luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk memahaminya,
yaitu kekuatan kelainan tersebut dan tempat gena (locus) yang mendapat kelainan.

b. Gangguan Metabolisme dan Gizi


Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan
individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan
pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada
individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara lain
phenylketonuria (akibat gangguan metabolisme asam amino) dengan gejala yang tampak
berupa: tunagrahita, kekurangan pigmen, kejang saraf, kelainan tingkah laku; gargoylism
(kerusakan metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam
mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak) dengan gejala yang tampak berupa
ketidaknormalan tinggi badan, kerangka tubuh yang tidak proporsional, telapak tangan lebar
dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita; cretinism (keadaan
hypothyroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan) dengan gejala
kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.

c. Infeksi dan Keracunan

12
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih
berada dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud, antara lain rubella yang mengakibatkan
ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan
sangat kurang ketika lahir; syphilis bawaan; syndrome gravidity beracun, hampir pada semua
kasus berakibat ketunagrahitaan.

d. Trauma, Mental dan Zat Radioaktif


Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat
radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat
dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu.
Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan
cacat mental microcephaly. Seorang anak mulai terlihat keterbelakangan mental, pada saat
mereka lahir. Tanda-tanda itu terlihat ketika mereka lambat dalam memberikan reaksi. hal
tersebut akan terus berlanjut sampai pada masa perkembangannya. Mereka lamban dalam
belajar, Berbicara, Berjalan. Mereka dapat terus bersikap kekanak-kanakan dalam waktu
yang sangat panjang. Anak memiliki keterbatasan intelektual , memiliki masalah beradaptasi
pada lingkungan barunya.

e. Masalah pada kelahiran


Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai hypoxia
yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang, dan nafas pendek. Kerusakan
juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.

f. Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan hal ini, salah satunya adalah
temuan Patton & Polloway (1986:188) bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau
kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi
salah satu penyebab ketunagrahitaan. Studi yang dilakukan Kirk (Triman Prasadio, 1982:25)
menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah
menunjukkan kecenderungan mempertahankan mentalnya pada taraf yang sama, bahkan
prestasi belajarnya semakin berkurang dengan meningkatnya usia.

2.3 Pelayanan Pendidikan Anak Tunagrahita

13
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita dapat dilakukan pada setting pendidikan inklusif
maupun dalam setting pendidikan segregatif. Pendidikan anak tunagrahita yang terjadi di
indonesia saat ini, memang masih dalam kondisi yang memprihatinkan belum sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak tunagrahita. Ada beberapa
kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sebelum melaksanakan pelayanan pendidikan
untuk anak tunagrahita yaitu:
1. Mampu memahami karakteristik setiap anak tunagrahita dengan detail, mendalam
secara komprehensif / keseluruhan (keadaan fisik, motorik, afektif dll)
2. Mampu memahami / menyusun dan melaksanakan esensi program asesmen sebagai
titik tolak acuan dalam pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita
3. Mampu mengembangkan kurikulum pendidikan anak tunagrahita yang sesuai dengan
kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak
4. Mampu menyusun dan perangkat pembelajaran berdasarkan hasil asesmen, yang
dikembangkan dalam perangkat pembelajaran
5. Mampu menerapkan metode yang cocok dan bermakna dalam pelaksanaan
pembelajaran bagi anak tunagrahita
Dalam pelayanan pendidikan untuk anak tunagrahita, guru perlu melakukan asesmen, contoh:

INSTRUMEN ASESMEN
PADA ANAK TUNAGRAHITA

Nama Siswa :
Tempat/Tanggal Lahir :
Hari/Tanggal :
Wali Kelas/Guru :
Penanggung Jawab :
Tanggal Observasi :
& Asesmen

Aspek Kognitif

Uraian Kegiatan 0 1 2 3 Hasil Asesmen

Menyebutkan warna merah, kuning,

14
hijau, biru, hitam, ungu, orange,
pink, putih

Mencocokan kepingan-kepingan
sesuai dengan warna yang sama

Mengelompokkan benda
berdasarkan warna dan bentuk

Membedakan benda banyak, sama


dan sedikit

Mengelompokkan benda, hewan dan


tanaman

Membedakan benda besar, kecil,


dari bahan yang sama

Membedakan mana yang lebih besar


tanpa melihat bendanya

Memasangkan gambar yang telah


dikenal

Mengurutkan benda dari besar


sampai kecil atau sebaliknya

Menghubungkan titik-titik yang


tersedia menjadi gambar tertentu

Menyebutkan kembali benda-benda


yang dilihat yang pernah dikenalnya

Membedakan kasar halus

Menirukan kembali urutan 4 angka

Menyusun puzzle menjadi gambar


lengkap

Menyebutkan tujuh hari dalam


seminggu

Menyebutkan pecahan mata uang,


Rp 100,- , Rp 500,- , Rp 1000,- , Rp
5000,- , dan Rp 10 000,-

Membedakan macam-macam bunyi


hewan kucing, anjing, ayam, bebek,
kodok, dan kambing

Mengukur panjang dengan jengkal


atau langkah

15
Mengisi air ke botol dan dapat
menghitung berapa botol yang terisi

Keterangan skor:
0 = sangat kurang
1 = Kurang
2 = Baik
3 = Baik sekali

Aspek Bahasa :

Instrumen Asesmen 0 1 2 3 Hasil Asesmen

Memberikan informasi tentang diri


sendiri mencakup, nama, umur,
alamat tinggal, nama ayah, nama
ibu, nama teman sepermainan,
benda-benda miliknya

Menirukan tiga kata secara


berurutan

Mengikuti perintah sederhana


seperti ambil bola, ambil buku,
ambil bola dan berikan padaku

Memahami bahasa isyarat


mencakup; lambaian tangan,
anggukan kepala, gelengan kepala,
jari telunjuk di depan mulut, dll

Menyebutkan gambar aktivitas yang


dilakukan pada gambar

Menyanyikan lagu sederhana


dengan judul bebas

Menunjukkan alfabet minimal 7


secara benar

Menyebutkan tentang kegiatan dan


aktivitas yang harus dilakukan
sehari-hari

Menceritakan gambar secara


sederhana

16
Keterangan skor:
0 = Sangat kurang
1 = Kurang
2 = Baik
3 = Baik sekali

Motorik Halus

Uraian Kegiatan 0 1 2 3 Hasil Asesmen

Menyusun menara menggunakan


kubus sebanyak 10 sampai dengan
12

Meremas dan memilih bahan


mainan yang lunak misalkan tanah
liat dan plastisin

Menggambar garis datar dan tegak

Melipat kertas secara vertikal,


horizontal dan diagonal

Membuat mainan bahan kertas


dengan teknik melipat

Menjiplak gambar geometrik dan


menjiplak menjadi gambar tangan

Menggunting garis lurus, bentuk


geometri secara rapi dan
menggunting bergelombang kurang
rapi

Mewarnai gambar bentuk


geometris, gambar rumah, mobil
secara rapih

Keterangan skor:
0 = Sangat kurang
1 = Kurang
2 = Baik
3 = Baik sekali

2.4 Metode Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita

17
Beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada anak
tunagrahita adalah:
a. Metode ceramah, sebagai cara penyampaian pelajaran dengan melalui penuturan, dan
bisa disederhanakan pada anak tunagrahita dengan kalimat yang sederhana sesuai
dengan kemampuan anak dalam menerima informasi tersebut
b. Metode simulasi, metode ini sangat disukai oleh anak tunagrahita sebab mereka
senang menirukan, gunanya adalah untuk memberikan pemahaman suatu konsep dan
bagaimana cara pemecahannya. Metode ini dapat dilakukan oleh anak maupun guru
untuk memecahkan masalah, misalnya simulasi cara memakai baju, sepatu dll
c. Metode tanya jawab, adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui bentuk
pertanyaan yang perlu dijawab oleh anak didik. Dengan metode ini dapat
dikembangkan keterampilan mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasikan,
membuat kesimpulan, menerapkan dan mengkomunikasikan. Kelebihan metode ini
lebih cepat mengerti, mengetahui perbedaan antara satu anak dengan yang lainnya,
dan pertanyaan dapat memuaskan perhatian anak
d. Metode demonstrasi, adalah untuk memperlihatkan suatu proses cara kerja suatu
benda, misalnya bagaimana cara kerja suatu benda, misalnya bagaimana cara
menghidupkan TV, radio, kompor, bel listrik, penggunaan gunting, dan sebagainya.
Disini yang lebih aktif adalah guru dan anak agar lebih aktif dibimbing untuk
mengikuti apa yang didemonstrasikan oleh guru.
e. Metode karyawisata, dengan cara peserta didik dibawa langsung kelapangan pada
obyek yang terdapat di luar kelas atau lingkungan kehidupan nyata, agar mereka dapat
mengamati atau mengalami secara langsung. Kelebihan metode ini dapat merangsang
kreativitas anak.
f. Metode latihan, atau metode training, yaitu untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain
itu metode ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan,
kesempatan dan keterampilan. Kelebihan metode ini, dapat memperoleh kecakapan
motoris, seperti menulis, melafalkan huruf dan sebagainya.

2.5 Prinsip Dalam Proses Pembelajaran Anak Tunagrahita


Ada beberapa prinsip secara umum maupun prinsip khusus anak tunagrahita di dalam
proses pembelajaran yaitu:

18
1. Prinsip Umum
a. Prinsip Motivasi
b. Prinsip Latar/konteks
c. Prinsip Keterarahan
d. Prinsip Hubungan Sosial
e. Prinsip Belajar Sambil Bekerja
f. Prinsip Individualisasi
g. Prinsip Menemukan
h. Prinsip Pemecah Masalah
2. Prinsip Khusus
a. Tunanetra; prinsip kekonkritan, prinsip pengalaman yang menyatu, dan prinsip
belajar sambil melakukan
b. Tunarungu; prinsip keterarahan wajah, keterarahan suara, keperagaan
c. Tunagrahita; prinsip kasih sayang, keperagaan, habilitasi (pembiasaan) dan
rehabilitasi (perbaikan)
d. Tunadaksa; prinsip habilitasi dan rehabilitasi, layanan medis, pendidikan dan
sosial
e. Tunalaras; prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang terarah,
kekeluargaan dan kepatuhan, penggunaan waktu luang, prinsip disiplin, dan
kasih sayang
Jadi prinsip-prinsip tersebut tidak boleh pendidik abaikan begitu saja, sebab prinsip
ini adalah sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran, kalau prinsip tersebut pendidik
abaikan maka pembelajaran tidak akan berhasil dengan baik. Selain menerapkan prinsip
tersebut dalam kegiatan pembelajaran harus memberikan penguatan yang berguna untuk
memotivasi peserta didik agar belajar dengan senang dan bergairah.

2.6 Penguatan Dalam Pembelajaran Anak Tunagrahita


Untuk membangkitkan gairah dalam mengikuti pelajaran diperlukan juga upaya guru
dalam memberikan penguatan terhadap bentuk-bentuk tingkah laku siswa yang dinilai positif
atau terhadap jawaban yang dikemukakan dengan benar. Cara memberikan penguatan ini
dapat berbentuk kata-kata pujian, gerak anggota tubuh yang menyatakan setuju, senyuman
atau bentuk gerakan lain yang dapat menyenangkan siswa.
Penguatan adalah bentuk respon guru dengan menggunakan ucapan verbal atau
gerakan isyarat / non verbal terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh siswa. Jika guru

19
mengajukan pertanyaan lalu menjawabnya, maka guru hendaknya memberikan reaksi. Jika
siswa benar, maka guru menganggukan kepala atau mengangkat ibu jari tangannya.
Sebaliknya jika jawaban salah, maka guru bisa menggelengkan kepalanya. Dengan adanya
penguatan berupa anggukan kepala atau gelengan kepala maka pengetahuan dan motivasi
siswa untuk belajar akan semakin kuat dan meningkat. Sebaliknya penguatan dengan
gelengan kepala menjadikan siswa tahu akan kesalahannya dan menambah motivasi untuk
memperbaikinya.
Tujuan memberikan penguatan adalah:
1. Memberikan umpan balik bagi siswa atas perilakunya, sehingga dapat mengendalikan
perilaku siswa yang negatif menjadi positif
2. Meningkatkan dan memusatkan perhatian siswa terhadap materi pembelajaran yang
sedang dibahas
3. Mendorong, membangkitkan, dan meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga
memudahkan siswa belajar
4. Memberikan ganjaran dan membesarkan hati siswa agar lebih aktif berpartisipasi
dalam proses pembelajaran

Ada beberapa jenis penguatan yaitu penguatan verbal dan non verbal yaitu:
1. Penguatan Non Verbal
1. Gerakan kepala
Kepala mengangguk berarti kemampuan isyarat positif untuk mengatakan
“ya” menunjukkan persetujuan atau ketertarikan pada pendapat atau perilaku siswa
2. Wajah ceria atau cerah
Wajah yang cerah menyenangkan yang ditampilkan oleh guru menunjukan
persetujuannya atas pendapat atau perilaku siswa yang sudah benar atau baik.
Menghadapi siswa hendaknya dengan wajah ceria, cerah, ramah apalagi kalau disertai
dengan jabat tangan, senyuman, pelukan, ciuman, pandangan dengan lembut dan
penuh rasa kasih sayang, yang menunjukan keinginan serta rasa senang guru bertemu
dengan siswa. Siswa pun akan senang dan menyayangi gurunya.
3. Tersenyum
Tersenyum menunjukan rasa senang, bahagia, gembira, suka cita, kepuasan,
keramahan, menarik, terbuka, percaya diri, dan menjauhkan dari rasa suka duka cita.
4. Tertawa

20
Tertawa adalah puncak dari rasa suka cita, senang atau gembira yang membuat
jiwa gembira dan hati bahagia, guru hendaknya tertawa sewajarnya sehingga siswa
merasa dihargai dan diperhatikan.
5. Kotak pandang mata
Pada waktu guru berbicara dengan siswa hendaknya terjadi kontak pandang
mata saling bertatap muka, sehingga menghasilkan pembicaraan yang kesannya
mendalam. Sebaliknya, jika berbicara dengan siswa tanpa kotak pandang sama sekali,
maka kesan yang didapatnya sedikit bahkan tidak ada.
6. Mengangkat ibu jari atau jempol tangan
Guru mengangkat ibu jari menandakan menghargai siswa, isyarat ini
menunjukkan bahwa guru memberikan pujian, penghargaan atas perilaku siswa yang
baik, sopan tertib dan disiplin.
7. Tepuk tangan
Guru bertepuk tangan atau memimpin siswa untuk bertepuk tangan
maksudnya untuk memberikan penghormatan, penghargaan atau pujian atas
keberanian atau keberhasilan yang diraih oleh siswa.
2. Penguatan dengan sentuhan
Penguatan dengan memegang atau sentuhan pada tubuh siswa diperbolehkan dalam
waktu mengajar dengan kasih sayang, sentuhan atau pegangan yang termasuk
penguatan adalah:
1. Memegang atau menepuk bahu, memegang bahu, pundak atau punggung
siswa untuk persahabatan, persetujuan, penghargaan guru terhadap siswa
2. Mengusap kepala, menunjukkan rasa kasih sayang sekaligus dorongan
semangat agar siswa selalu belajar dengan semangat
3. Jabat tangan, sebagai ucapan selamat dan menjadikan siswa merasa bangga
akan perhatian guru padanya
3. Penguatan dengan pendekatan kepada siswa
Kedekatan secara fisik guru dan siswa dapat lebih memperdalam pemahaman
terhadap materi pelajaran. Perhatian siswa tidak akan kemana-mana, akan terarah
pada guru tidak bercabang masalah-masalah lainnya. Panca indranya seluruhnya akan
terpusat, sehingga memudahkan mendengar, melihat, meraba dan melakukan sesuai
dengan perintah guru.
Guru berdiri disamping siswa, guru berjalan mendekat dan berdiri disamping
siswa, sebagai bentuk kedekatan untuk menyatakan perhatian dan kesenangan

21
terhadap siswa. Guru duduk dekat siswa, menunjukkan untuk kesiapanya dalam
membantu siswa, tetapi jangan terlalu lama duduk didekat seseorang tetapi berpindah
pada siswa yang lainnya, sebab dapat menimbulkan kecemburuan perhatian siswa
yang lainnya.
4. Penguatan dengan memberi hadiah
Memberikan hadiah pada siswa menunjukkan bentuk perhatian dan
menghargai siswa, hadiah diberikan untuk merangsang siswa agar semangat dalam
belajar. Benda yang diberikan bisa bermacam-macam misalnya, alat tulis, boneka
sederhana, juga dapat berupa simbol seperti, bintang dan sebagainya.
5. Penguatan Verbal
Penguatan verbal berbentuk kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan
sebagainya. Contohnya, ucapan bagus, betul, pintar, iya, cantik dan sebagainya.
Penguatan verbal berbentuk kalimat. Contohnya, guru mengucapkan kalimat, “ibu
bangga dengan kamu!”, “wah hebat ternyata kamu juga bisa” dan sebagainya.

2.7 Terapi
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita adalah sebagai berikut:
1. Terapi Okupasi atau Terapi Gerak
Terapi ini berikan kepada anak tunagrahita agar mereka mampu melatih gerak
fungsional anggota tubuh mereka (motorik kasar dan halus). Terapi okupasi dapat
membantu individu dalam mengembangkan kekuatan dan koordinasi baik
menggunakan atau tanpa menggunakan alat bantu. Kegiatan yang dilakukan saat
terapi okupasi menggunakan alat atau permainan yang telah disesuaikan dengan usia
individu. Penyampaian dan penerapan terapi okupasi akan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Terapi okupasi adalah terapi yang salah satunya melatih gerakan halus
dari tangan dan gabungan dari gerakan dasar yang sudah dikuasai melalui permainan
dan alat yang telah disesuaikan.
2. Terapi Bermain
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan bermain. Contohnya
memberikan terapi kepada anak terapi hitungan dengan menggunakan metode jual-
beli dengan bantuan media uang sehingga anak diajarkan sosiodrama dalam terapi
bermain tersebut.
3. ADL atau kemampuan dalam merawat diri (Bina Diri)

22
Kemampuan mandiri terkait kegiatan kehidupan sehari-hari sangat penting
bagi anak tunagrahita agar mereka dapat merawat diri mereka sendiri tanpa bantuan
orang lain dan juga tidak bergantung kepada orang lain. ADL sendiri adalah aktivitas
anak yang rutin dilakukannya dalam berkehidupan sehari-hari. ADL pada umumnya
tak hanya untuk anak tunagrahita, namun juga pada pasien pasca operasi. Yang
hakikatnya mengembalikan keadaan normal pada fungsi fisik, psikologi, sosial,
kebiasaan dan aktivitas kehidupan sehari-hari lainnya. Biasanya akan mengikuti
rehabilitasi yang berisi latihan khusus untuk mengembalikan seperti keadaan semula.
4. Terapi Sensori
Terapi sensori integrasi bertujuan membuat anak dapat memperbaiki dan
mengembangkan respons yang tepat dan spontan terhadap pengalaman lingkungan
sehingga fungsinya dalam kehidupan sehari-hari meningkat. Sensori integrasi
mendukung perkembangan fisik, sosial, dan emosional anak. Pemberian terapi sensori
integrasi akan mempengaruhi perhatian, koordinasi, partisipasi sosial, dan perilakunya
sehingga ada perbaikan kualitas hidup di rumah, sekolah, dan komunitas yang lebih
luas. Inti terapi ini adalah melatih anak untuk mengolah dan merespons stimulasi
indrawi secara tepat lewat aktivitas fisik dan latihan secara berkala. Bisa dengan
mewarnai, merangkak, bermain, dan lain sebagainya. memperkuat kualitas hidup
dengan cara melakukan olahraga, disamping itu olahraga juga dapat memperbaiki
masalah – masalah yang berkaitan dengan menggerakan tubuh dan anggota tubuh,
disamping itu terapi fisik juga untuk meningkatkan integrasi sensori. Menurut
Sunanik, terapi sensori integrasi adalah proses neurological yang mengorganisasikan
sensoris dari tubuh seseorang dengan lingkungan. Terapi tersebut menggabungkan
informasi sensoris yang akan digunakan melalui sensori (sentuhan, kesadaran,
gerakan tubuh, keseimbangan dan gravitasinya, pengecapan, penglihatan, dan
pendengaran), memori dan pengetahuan, semua hal tersebut disimpan dalam memori
otak untuk memberikan hasil respon yang bermakna
5. Terapi Wicara
Terapi wicara adalah prosedur terapi yang digunakan untuk mengatasi
masalah bicara, khususnya pada anak-anak. Tujuan dari terapi ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan bicara dan mengekspresikan bahasa pada anak. Selain
bahasa yang bersifat verbal, terapi ini juga dapat melatih bentuk bahasa nonverbal.
Terapi ini mengembangkan dua hal untuk hasil yang optimal. Hal yang pertama
adalah mengoptimalkan koordinasi mulut agar dapat menghasilkan suara untuk

23
membentuk kata-kata. Olah mulut ini merupakan tahapan yang cukup penting.
Tujuannya agar pasien bisa membuat kalimat lancar, artikulasi yang jelas dan volume
suara yang cukup. Hal yang kedua adalah mengembangkan pemahaman berbahasa
dan upaya mengekspresikan bahasa.

6. Terapi Perilaku

Terapi perilaku digunakan untuk merubah atau bahkan memperbaiki perilaku


yang kurang maksimal, seperti untuk meningkatkan perilaku mandiri pada aktivitas
sehari-hari, seperti Teknik reinforcement positif yaitu pembentukan tingkah laku
dengan memberikan penguatan positif setelah tingkah laku yang diharapkan muncul
dengan segera merupakan suatu cara yang cukup ampuh untuk mengubah perilaku
individu.

BAB III

HASIL OBSERVASI

24
3.1 Profil Anak SLB-C Putera Asih Kediri

Nama Siswa : Juanisa Ramaningrum

Tempat / Tanggal Lahir : Kediri, 17 Juni 2008

Umur : 15 Tahun

Alamat : Bandar Lor, Gg 9E, Kec. Kota, Kota Kediri, Jawa Timur

Klasifikasi : Ringan

Kelas / Semester : 1 SMP / Semester 2

Kurikulum : Kurikulum Merdeka

Etiologi / penyebab : Penyebab ketunagrahitaan ringan yaitu gangguan pada saat

kehamilan, menurut guru yang telah saya wawancarai, ibu dari

siswa tersebut meminum banyak obat penggugur kehamilan,

dan hal tersebut mengakibatkan anak menjadi tunagrahita

Dampak : Dampaknya anak memiliki ketidakmampuan untuk memaha-

mi aturan sosial dan keluarga, sekolah serta masyarakat, anak

juga mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran dll

Potensi : Dalam pendidikan anak termasuk siswa yang lebih cepat per-

kembanganya dalam pembelajaran, sosial di lingkungan

sekolah dan bina diri siswa, contohnya anak mampu membaca

menulis dengan baik, berhitung 1-20, menyanyi, memasak

sendiri (seperti memasak telur, mie, membuat minuman), anak

juga mampu merawat diri sendiri (seperti mandi, memakai

baju, makan sendiri, menyisir rambut sendiri, dan berdandan

sendiri)

Karakteristik : Anak mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, anak

mampu memusatkan pemikiran, dan menstabilkan emosi,

anak suka keramaian

25
Program pendidikan : Dalam program pendidikan di slb putera asih kediri, guru

menerapkan program keterampilan merawat diri, keterampilan

mengurus diri, keterampilan menolong diri setiap hari jumat

agar siswa mampu merawat, mengurus dan menolong diri

tanpa bantuan orang lain. Guru juga mengadakan program

keterampilan berkomunikasi dan bersosialisasi di setiap sela-

sela waktu pembelajaran. Guru juga mengadakan program

ekstrakurikuler seperti bernyanyi, menari, melukis setiap hari

sabtu yang berguna untuk mengasah bakat siswa.

Fasilitas Pendidikan : Ruang kelas untuk tempat ekstrakurikuler siswa, aula, tv di

setiap kelas untuk menunjang pembelajaran siswa, terapi

wicara dll

3.2 Sistem Pembelajaran

a. Metode

Metode yang digunakan SLB Putera Asih dan SLB Autisme River Kids dalam sistem
pembelajaran yaitu:

1) Communication Oriented

Orientasi komunikasi merupakan metode pengajaran untuk anak berkebutuhan


khusus yang selalu melibatkan aktivitas komunikasi. dalam metode ini, siswa tidak
lepas komunikasi baik dengan siswa lain maupun gurunya. Metode ini bermanfaat
untuk merngembangkan keterampilan verbal dan non verbal.

2) Task Analysis atau analisis tugas

Metode ini dibuat agar anak dapat mendeskripsikan tugas atau job yang harus
dilakukan dalam beberapa indikator kompetensi. Dalam metode ini membantu anak
mewujudkan target pembelajarannya dengan langkah-langkah yang mempermudah
mereka. Seperti Juanisa, guru menerapkan metode analisis tugas untuk
mengembangkan pembelajaran yang dilakukan oleh juanisa, contohnya: guru
memberikan tugas untuk menuliskan nama makhluk hidup di lingkungan sekolah.

26
Dengan tugas tersebut, juanisa akan mengeksplorasi lingkungan sekolah dan mencatat
semua hal yang dia temui.

3) Direct Instruction atau Instruksi Langsung

Metode pengajaran ini menggunakan instruksi langsung yang diberikan guru


kepada siswanya. Metode ini menggunakan pendekatan-pendekatan secara langsung
dan memberikannya pengalaman langsung dan positif. Pengalaman positif inilah yang
akan meningkatkan rasa percaya diri dalam diri anak. Selain itu Direct Instruction
dapat memberikan motivasi kepada anak untuk selalu berprestasi. Pembelajaran yang
disampaikan tersaji dengan jelas dan mudah untuk anak memahaminya, dengan begitu
anak akan lebih mudah mencapai keberhasilan di setiap tahap pembelajarannya.

4) Prompts

Merupakan metode yang memberikan bantuan kepada anak supaya


menghasilkan respon yang benar. Prompts memberikan bantuan berupa informasi
tambahan kepada anak supaya bisa mengikuti instruksi yang diberikan dengan baik
dan benar.

Dalam proses mengajar anak tunagrahita, guru atau pembimbing bisa


menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Guru bisa menerangkan materi yang
diajarkan dan kemudian mulai melakukan tanya jawab dengan murid. Proses
pengajaran ini bisa membantu anak untuk lebih paham tentang apa yang diajarkan.
Untuk SLB River Kidz sendiri juga mereka mengajarkan berbagai metode kepada
siswanya. Disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang menerima stimulus tersebut.

b. Media

Media pembelajaran media pembelajaran diambil dari bahasa latin dari kata medium
yang artinya pengantar atau perantara. Makna ini menjadi makna yang jamak/umum untuk
istilah yang menggunakan kata media, misalnya media penghantar panas, listrik, mediator,
dst. Dalam konteks komunikasi media adalah chanel yang menghantarkan pesan dari
komunikator kepada komunikan. Media menurut pendapat Arief S. Sadiman, (2003 : 6)
menyatakan bahwa “…media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pikiran, perasaan , dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi”. Menurut pendapat Oemar Hamalik (1994:12) “Media

27
pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan komunikasi
dan interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran”.
Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) harus disesuaikan dengan kondisinya,
oleh karena itu diperlukan media pembelajaran adaptif. Artinya disesuaikan adalah
pembelajaran itu sendiri, baik metode, alat/media pembelajaran, dan lingkungan belajar.Yang
membedakan antara pembelajaran yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus dan
pembelajaran.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengembangkan media pembelajaran


bagi anak tunagrahita:

1) Keberfungsian Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan pada


pembelajaran anak tunagrahita harus berfungsi dalam dua hal. Pertama berfungsi bagi anak
tunagrahita dalam memahami konsep yang diajarkan oleh guru. Kedua berfungsi bagi guru
dalam mempermudah penyampaian materi pembelajaran dan mengkondisikan anak
tunagrahita mengikuti pembelajaran.

2) Kepraktisan Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan oleh guru


dalam pembelajaran anak tunagrahita harus mudah digunakan dan tidak memperlambat,
mempersulit atau menghabiskan waktu yang cukup banyak, sehingga alokasi waktu yang
digunakan dalam pembelajaran tidak cukup untuk mencapai kompetensi yang ditargetkan.

3) Kemudahan Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan guru dalam


pembelajaran anak tunagrahita, mudah dalam memperoleh bahan-bahan yang digunakan, atau
mudah dalam proses pembuatannya.

4) Ketertarikan media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan guru dalam


pembelajaran anak tunagrahita, harus dapat meningkatkan minat belajar anak tunagrahita.
Untuk itulah bentuk media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan dan komposisi
warna yang digunakan dalam media pembelajaran tersebut harus memperhatikan ketertarikan
belajar pada anak tunagrahita.

5) Keamanan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media pembelajaran


harus bahan-bahan yang aman bagi anak tunagrahita. Agar aman bagi keselamatan anak.

Ada beberapa manfaat dari Media Pembelajaran yang dikemukakan oleh Kemp dan
Deyton, yaitu sebagai berikut: penyampaian materi bisa diseragamkan, proses pembelajaran

28
menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi
waktu dan tenaga.

Untuk SLB Putera Asih Kediri, media yang digunakan adalah TV di setiap kelas yang
berguna untuk menunjang pembelajaran anak agar tidak jenuh dan lebih efektif, permainan
yang berguna untuk mengasah motorik halus dan kasar anak dll

Untuk SLB Autisme River Kidz sendiri mereka memiliki media khusus yang
digunakan seluruh siswanya. Berikut akan kami paparkan beberapa media khusus yang
sekolah gunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran siswa di sekolah:

a. Kamus

Kamus ini merupakan map berisikan gambar dengan penjelasan aktivitas,


bentuk, warna, dan lainnya yang digunakan siswa untuk mengungkapkan hal
yang diinginkannya. Misal, A merasa iri dengan teman sekelasnya karena ia
tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Ia akan marah dan susah
mengungkapkan hal yang diinginkannya. Maka Guru akan menyuruh A untuk
mengambil kamus tersebut dan menunjuk hal yang dia inginkan. Jadi isi dari
kamus tersebut adalah hal-hal maupun kegiatan yang sehari-hari dilakukan
siswa.

b. IPAS

Berbentuk kertas yang dilaminating berisikan langkah-langkah yang


digunakan sebagai penunjang kegiatan dalam pembelajaran.

c. Siquen

Berbentuk persegi kecil berlaminating dan dapat ditempelkan pada


timetable. Kertasnya berisikan berbagai kegiatan pembelajaran, guru meminta
kepada siswa untuk mengambil Siquen sesuai dengan kegiatan mereka dari
awal pembelajaran sampai pulang. siswa diminta untuk mengambil dan
memilih siquen sesuai dengan kegiatan pembelajaran pada hari tersebut.

d. Time Table

29
Diawal kegiatan sebelum pembelajaran, siswa akan diminta untuk
mengambil siquen dan ditempelkan pada timetable tersebut. Nanti ketika
kegiatan tersebut telah terlaksanakan, siquen akan dilepas dari timetable yang
menunjukkan bahwa kegiatan tersebut telah selesai.

c. Standar Isi

Standar isi anak tunagrahita di sebuah lembaga pendidikan dapat disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan anak. Untuk di SLB Putera Asih sendiri menggunakan
Pembelajaran bina diri, layanan pendidikan, modifikasi kurikulum, dan pengembangan
keterampilan pada anak

d. Standar Proses

1. Perencanaan pembelajaran

-Menyusun rencana pembelajaran yang mencakup tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,


metode pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.

-Menyesuaikan rencana pembelajaran dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.

2. Pelaksanaan proses pembelajaran

-Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun.

-Menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

-Menerapkan pendekatan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

3. Penilaian hasil pembelajaran

-Menilai hasil pembelajaran secara objektif dan akurat.

-Menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

-Memberikan umpan balik kepada peserta didik untuk membantu mereka meningkatkan
kemampuan belajar.

e. Standar Penilaian

Standar penilaian di SLB Putera Asih kediri diambil dari pengetahuan dan sikap anak

Contoh Penilaian:

30
Indikator Teknik Bentuk Contoh Instrumen
Pencapaian Penilaian Instrumen

● Mengidentifi Tes unjuk kerja Lembar observasi Dalam pelaksanaan


kasikan pembelajaran guru
warna-warna mengamati kinerja siswa
yang ada di dalam:
alam sekitar 1. Melakukan pengamatan
2. Kesungguhan
3. Mempresentasikan hasil
pengamatan
4. Menanggapi presentasi
peserta didik lain

1. Bekerjasama dengan
temannya
1234
2. Keberanian diri dalam
mengemukakan pen-
dapat
1234

3. Bekerja dengan cermat/


teliti
1234

4. Menghargai pendapat
teman sekelas
1234

5. Berpikir logis
1234

Kediri, 21 Mei 2023

Mengetahui,

Kepala SLB Putera Asih Kediri Guru Mata Pelajaran

………………………………. ……………………..

31
f. Standar Sarana dan Prasarana

Pengertian sarana adalah alat yang dapat digunakan untuk melancarkan atau
memudahkan manusia dalam mencapai tujuan tertentu. Sarana berhubungan langsung dan
menjadi penunjang utama dalam suatu aktivitas. Sarana dapat berbentuk benda bergerak dan
tidak bergerak dan umumnya berbentuk kecil dan bisa dipindah-pindah. Sedangkan prasarana
adalah segala sesuatu yang menunjang secara langsung atau tidak langsung segala jenis
sarana. Umumnya prasarana dimiliki dan dibangun oleh pemerintah dalam bentuk benda
tidak bergerak. Secara etimologis (bahasa) prasarana berarti alat tidak langsung untuk
mencapai tujuan dalam pendidikan. Misalnya: lokasi/tempat, bangunan sekolah, lapangan
olahraga, uang, dsb. Sedangkan sarana berarti alat langsung untuk mencapai tujuan
pendidikan. Misalnya; Ruang, Buku, Perpustakaan, Laboratorium dsb. Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan
dengan Standar Sarana dan Prasarana.

a. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang


Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang


Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK).

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008 tentang
Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Luar Biasa.

32
Adapun jenis-jenis sarana menurut keputusan menteri P dan K No 079/ 1975, sarana
pendidikan terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar yaitu : a. Bangunan dan perabot sekolah, b.
Alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan , alat-alat peraga dan laboratorium. c. Media
pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audio visual yang menggunakan alat
penampil dan media yang tidak menggunakan alat penampil. Secara umum komponen-
komponen sarana prasarana pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Lahan

Lahan yang diperlukan untuk mendirikan sekolah harus disertai dengan tanda bukti
kepemilikan yang sah dan lengkap (sertifikat), adapun jenis lahan tersebut harus memenuhi
beberapa kriteria antara lain : a) Lahan terbangun adalah lahan yang diatasnya berisi
bangunan, b) Lahan terbuka adalah lahan yang belum ada bangunan diatasnya, c) Lahan
kegiatan praktek adalah lahan yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan praktek d) Lahan
pengembangan adalah lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan bangunan dan kegiatan
praktek. Lokasi sekolah harus berada di wilayah pemukiman yang sesuai dengan cakupan
wilayah sehingga mudah dijangkau dan aman dari gangguan bencana alam dan lingkungan
yang kurang baik.

b. Ruang

Secara umum jenis ruang ditinjau dari fungsinya dapat dikelompokkan dalam:
a)Ruang pendidikan Ruang pendidikan berfungsi untuk menampung proses kegiatan belajar
mengajar teori dan praktek antara lain : ruang kelas, ruang teori sejumlah rombel, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kesenian, ruang olahraga dan ruang keterampilan. b)
Ruang administrasi Ruang Administrasi berfungsi untuk melaksanakan berbagai kegiatan
kantor, yang terdiri dari: ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang guru dan gudang. c)
Ruang penunjang Ruang penunjang berfungsi untuk menunjang kegiatan yang mendukung
proses kegiatan belajar mengajar antara lain : ruang Ibadah, ruang serbaguna, ruang koperasi
sekolah, ruang UKS, ruang OSIS, ruang WC/ kamar mandi, ruang BP. d) Ruang
Pembelajaran Khusus Ruang Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) untuk
Tunarungu. Ruang Bina Wicara berfungsi sebagai tempat latihan wicara perseorangan.
Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki minimum
satu buah ruang Bina Wicara dengan luas minimum 4 m2.

c. Perabot

33
Secara umum perabot sekolah mendukung 3 (tiga) fungsi yaitu : fungsi pendidikan,
fungsi administrasi, fungsi penunjang. Jenis perabot sekolah dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu: a) Perabot pendidikan Perabot pendidikan adalah semua jenis mebel yang
digunakan untuk proses kegiatan belajar mengajar. Adapun Jenis, bentuk dan ukurannya
mengacu pada kegiatan itu sendiri b) Perabot administrasi Perabot administrasi adalah
perabot yang digunakan untuk mendukung kegiatan kantor. Jenis perabot ini banyak sekali
ragam dan jenisnya. c) Perabot penunjang Perabot penunjang adalah perabot yang digunakan
atau dibutuhkan dalam ruang penunjang, seperti perabot perpustakaan, perabot UKS, perabot
OSIS dan sebagainya

Menurut Slameto Herdiansyah Dahlan, salah satu syarat keberhasilan belajar adalah
“bahwa belajar memerlukan sarana yang cukup”. Sarana atau fasilitas belajar yang
menunjang kegiatan belajar siswa dapat bermacam- macam bentuknya. Sedangkan menurut
Hasbullah Thabrany sarana belajar meliputi; (1) Ruang belajar, syaratnya bebas dari
gangguan, sirkulasi dan suhu udara yang baik serta penerangan yang baik (tidak terlalu terang
dan tidak kurang terang), (2) Perlengkapan yang cukup dan baik, minimal adalah sebuah
meja tulis dan kursi. Sarana belajar memegang peranan yang sangat penting dalam
mendukung tercapainya keberhasilan belajar dengan adanya pemanfaatan sarana belajar yang
tepat dalam pembelajaran diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam menyerap
materi yang disampaikan.

Pemanfaatan sarana belajar yang tepat merupakan faktor yang harus diperhatikan
dalam kegiatan belajar, sebab aktivitas belajar akan berjalan dengan baik apabila ditunjang
oleh sarana belajar yang baik dan memadai dan sebaliknya jika tidak ada sarana dan
prasarana yang baik menyebabkan siswa akan terhambat dalam belajar sehingga dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa pemanfaatan sarana belajar yang baik akan memudahkan anak dalam melakukan
aktivitas belajar sehingga anak lebih semangat dalam belajar. Sebaliknya, dengan kurangnya
sarana belajar akan mengakibatkan anak kurang bersemangat dan kurang bergairah dalam
belajar. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi prestasi belajar anak.

Dari hasil observasi kami, SLB Autisme River Kidz sudah sesuai dengan standar yang
dianjurkan. SLB Autisme River Kidz sekarang juga sedang mengembangkan lahan yang
terdapat di sekitarnya dan sedang memperbaiki beberapa kelas yang sudah rapuh catnya.

34
g. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Standar pendidik dan tenaga kependidikan dalam SLB Putera Asih sudah bagus dan
memenuhi persyaratan profesional guru, di SLB Putera Asih Kediri semua berlatar belakang
jurusan pendidikan luar biasa, hanya ada dua (2) guru yang bukan berlatar belakang plb, yaitu
guru agama dan guru pendidikan jasmani

3.3 Layanan Pendidikan

a. Bina Diri

Bina Diri merupakan suatu upaya membangun diri individu baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan, baik pendidikan formal di sekolah,
maupun pendidikan informal di keluarga, dan di masyarakat dengan harapan dapat
mewujudkan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari secara memadai. Bina Diri tidak
hanya sekedar merawat diri, mengurus diri, dan menolong diri, tetapi lebih dari itu karena
kemampuan bina diri akan mengantarkan anak berkebutuhan khusus mampu menyesuaikan
diri dan mencapai kemandirian. (Depdiknas:1997). Secara umum, bidang kajian Bina Diri
bertujuan agar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat mandiri dengan tidak/kurang
bergantung pada orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab.

Efendi, M., (2006) Berdasarkan klasifikasi AAMR, maka Tunagrahita ini bisa
digolongkan sebagai berikut.:

a. Golongan Tunagrahita yang ringan yaitu mereka yang masih bisa dididik pada masa
dewasanya kelak, usia mental yang bisa mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun hingga
usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang IQ antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5 tahun,
mereka sulit dibedakan dari anak-anak normal, ketika mereka menjadi besar. Biasanya
mampu mengembangkan keterampilan komunikasi dan mampu mengembangkan
keterampilan sosial. Kadang-kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit
kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa mempelajari
keterampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir usia remaja, pada umumnya sulit
mengikuti pendidikan lanjutan, memerlukan pendidikan khusus.

35
b. Tunagrahita golongan moderate, masih bisa dilatih (mampu latih). Kecerdasannya terletak
sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan
hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara
atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sosial yang buruk, perkembangan motor
yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan bisa mengelola dirinya
dengan supervisi dari orang dewasa. Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan
pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila diajarkan secara khusus.

c. Tunagrahita yang tergolong parah, atau yang sering disebut sebagai Tunagrahita yang
mampu latih tapi tergantung pada orang lain. Rentang IQnya terletak antara 25 hingga 39.
Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5
tahun 6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya buruk, bicaranya amat minim, biasanya
sulit dilatih agar bisa merawat diri sendiri (harus dibantu), seringkali tidak memiliki
keterampilan berkomunikasi.

Masalah yang berhubungan dengan pemeliharaan diri dan kesehatan. Melihat kondisi
keterbatasan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami kesulitan,
apalagi yang termasuk kategori berat dan sangat berat. Pemeliharaan kehidupan sehari-
harinya sangat memerlukan bimbingan. Oleh sebab itu sekolah diharapkan mampu
memberikan latihan dan pembiasaan kepada anak didik untuk merawat dirinya sendiri.
Masalah-masalah yang sering ditemui diantaranya adalah; cara makan, menggosokkan gigi,
memakai baju, memakai sepatu dan lain-lain.

Untuk SLB Autisme River Kidz sendiri memberikan latihan dan pembinaan bina diri
dengan menambahkan mata pelajaran sendiri, khusus untuk melatih kemampuan bina diri
mereka dengan harapan siswa dapat mandiri tanpa bantuan orang lain. \

b. Vokasi Keterampilan

Permen No.22 tahun 2006 menyatakan bahwa Proporsi muatan isi kurikulum satuan
pendidikan SMPLB terdiri atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek
keterampilan vokasional. Sedangkan muatan isi kurikulum satuan pendidikan jenjang
menengah dan atas terdiri atas 40% – 50% aspek akademik dan 60% - 50% aspek
keterampilan vokasional. Keterangan berikutnya menjelaskan bahwa kurikulum satuan

36
pendidikan untuk tunagrahita dari jenjang SDLB sampai SMALB dirancang sangat sederhana
sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual. Artinya
bahwa pada jenjang menengah dan atas anak tunagrahita diberikan porsi keterampilan lebih
banyak disesuaikan dengan kondisi anak. Salah satu bentuk pelaksanaan terwujud dalam
program vokasional. penentuan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diserahkan
kepada satuan pendidikan masing-masing. Artinya sekolah diberikan kewenangan yang
penuh untuk merancang penyelenggaraan program vokasional pada anak tunagrahita. Kondisi
tersebut membuka peluang bahwa penyelenggaraan program vokasional pada setiap sekolah
akan menjadi bervariasi, baik dari jenis keterampilan yang diberikan pada anak maupun
berbagai hambatan dalam pelaksanaanya.

Untuk vokasional di SLB Autisme River Kidz sangat bervariasi, namun yang kami
kunjungi sewaktu observasi hanya vokasi menjahit. Ternyata Kegiatan vokasi disana tak
hanya sebagai pelatihan untuk siswanya, namun hasil karya tersebut dijual ke luar SLB juga.
Mereka juga menerima pesanan dari luar SLB dengan harga kisaran Rp. 60.000,-.

c. Perilaku Adaptif

Terdapat banyak istilah mengenai perilaku adaptif, misalnya kompetensi sosial,


kapasitas adaptif, ketepatan menyesuaikan diri, dan sebagainya. Namun istilah-istilah tersebut
bermuara pada satu sebuah kunci yaitu kemampuan menyesuaikan diri. Pengertian tersebut
dapat diartikan kematangan diri dan sosial seorang individu dalam melakukan kegiatan
umum sehari-hari sesuai dengan keadaan umumnya dan berkaitan denganbudaya
kelompoknya. Perilaku adaptif hendaknya berfokus kepada kebutuhan khusus anak
tunagrahita dalam berkehidupan sehari-hari.

Untuk SLB Autisme River Kidz, bagi ada siswa yang masih belum bisa beradaptasi dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, ia akan dimasukkan kedalam kelas Intervensi
Diri. Di kelas tersebut siswa akan lebih intens dalam pembelajaran. Di dalam kelas tersebut
siswa benar-benar diajarkan terkait ADL, bagaimana cara menolong diri sendiri, toilet
training, dan lain sebagainya.

d. Akademik

37
1. Kemampuan membaca dan menulis: Anak sudah mencakup kemampuan tunagrahita dalam
membaca dan menulis, seperti kemampuan membaca huruf, kata, atau kalimat sederhana, dan
kemampuan menulis huruf atau kata sederhana.

2. Kemampuan berhitung: Anak sudah mencakup kemampuan tunagrahita dalam berhitung,


seperti kemampuan mengenali angka dan melakukan operasi hitung sederhana.

3. Kemampuan berbahasa: Anak sudah mencakup kemampuan tunagrahita dalam berbahasa,


seperti kemampuan memahami instruksi sederhana dan mengungkapkan keinginan atau
perasaan.

4. Kemampuan memahami konsep-konsep dasar: Anak sudah mencakup kemampuan


tunagrahita dalam memahami konsep-konsep dasar, seperti warna, bentuk, dan ukuran.

5. Kemampuan memahami instruksi: Anak sudah mencakup kemampuan tunagrahita dalam


memahami instruksi, seperti kemampuan mengikuti instruksi sederhana dalam melakukan
tugas atau aktivitas.

3.4 Layanan Terapi

Untuk anak tunagrahita pada SLB Autisme River Kidz, mereka memiliki waktu
tersendiri untuk jam terapinya, yaitu pada pukul 13.00 - 15.00 WIB di setiap harinya. Untuk
terapi yang diberikan beraneka ragam disesuaikan dengan kebutuhan siswanya. SLB
Autisme River Kidz mereka juga mengklaim bahwasannya mereka untuk terapi sendiri
menggunakan metode dari AAWA atau Autisme Association of Western Australia. Di SLB
Autisme River Kidz terdapat layanan terapi yang diberikan sekolah kepada siswanya. Namun
terapi tersebut opsional, tidak wajib. Jadi disini wali siswa dapat memilih mau melakukan
terapi khusus secara personal atau tidak, dengan biaya tambahan tentunya.

a. Terapi Okupasi

Untuk terapi okupasi sendiri tidak ada secara khusus, namun untuk di SLB Autisme
River Kidz terapi disatukan dengan mata pelajaran IPA dan Jasmani atau Olahraga. Tetap ada
terapinya namun secara tidak langsung dilaksanakan ketika pembelajaran.

b. Terapi Bermain

38
Tidak ada jam khusus untuk terapi ini. Terapi ini diimplementasikan pada saat
pembelajaran dan dilakukan oleh guru, bukan terapis. Terapi bermain ini dilakukan pada saat
istirahat atau break time. Selain itu juga dilakukan pada saat di sela-sela pembelajaran.

c. Terapi Sensori Integrasi

Sama dengan terapi bermain, untuk terapi sensori sendiri, Guru lebih menerapkan ke
dalam kegiatan siswa saat istirahat atau break time. Siswa dibiarkan untuk bermain bersama
temannya. Tak hanya saat break time, namun ketika Di sela-sela pembelajaran, guru juga
akan mengimplementasikan terapi sensori ini.

d. Terapi Wicara

Untuk terapi wicara, sama seperti terapi okupasi, terapi di implementasikan ke dalam
pembelajaran dengan mata kuliah Bahasa Indonesia. Guru mempunyai kewajiban untuk
melatih oral siswanya, baik verbal maupun non-verbal. Tak hanya itu, guru juga harus
melatih dan mengembangkan kecerdasan siswanya dalam berbahasa.

e. Terapi Perilaku

Untuk terapi perilaku sendiri, di SLB Autisme River Kidz tidak ada untuk terapi
individualnya. Namun terkait pembinaan perilaku sudah termasuk kedalam ADL atau Bina
Diri. Mungkin dalam pengimplementasiannya dalam kegiatan sehari-hari hanya dengan
menegur sikap yang salah dan mencontohkan perilaku atau sikap yang sesuai dan benar.

3.5 Seputar Tunagrahita dari Segi Kedokteran

Kami melakukan sedikit wawancara tentang pendapat dari sudut pandang kedokteran
tentang seputar tunagrahita, supaya kami tahu dari segi kedokteran memandang tunagrahita
seperti apa, jadi berikut hasil wawancara yang kami lakukan.

a. Dari segi kedokteran anak tunagrahita seperti apa?

Memiliki keterbatasan pada otaknya, dalam otak ada kognitif afektif psikomotorik memori,
dari kompleks tersebut sedikit banyak mengalami gangguan

b. Apakah ada terapi khusus dari kedokteran untuk anak tunagrahita?

Lebih ke mix, barengan dengan ahli terapis.

39
c. Apa saja istilah yang digunakan untuk penyebutan anak tunagrahita dari segi
kedokteran?

Seperti anak idiot atau anak cacat hanya sekedar pembahasaan/pengistilahan agar pihak
dokter gampang dalam memahami nya(tidak sampai menurunkan derajatnya).

d. Menurut bapak dari segi kedokteran anak yang mengalami tunagrahita apakah
bisa disembuhkan?

Untuk ringan dengan proses rehabilitasi dan lain2 ada kemungkinan bisa sembuh, tapi utk
berat dibutuhkan hal² khusus, apabila sel² di otak sudah mati ya kita tidak bisa berbuat apa-
apa, yang jelas kita mungkin hanya bisa memaksimalkan efek-efek yang masih ada atau
masih bisa bekerja, untuk 100% sudah tidak bisa.

e. Apakah ada perawatan khusus utk anak tunagrahita?

Lebih ke upaya untuk rehabilitasi ada medis ada juga obat atau yang non obat seperti terapi
wicara terapi okupasi dll, butuh feedback dari anak dan pihak lain tersebut dalam
perawatannya, atau bisa disebut butuh kontribusi dari banyak pihak.

f. Bagaimana cara dasar bapak dari segi kedokteran bisa mengetahui anak tersebut
termasuk dalam ABK tunagrahita?

Dalam kedokteran disebut kriteria diagnosis, adalah seperangkat kriteria atau pedoman yang
digunakan untuk menentukan jenis penyakit dengan meneliti gejala-gejalanya. Kriteria
diagnosis dapat berbeda-beda tergantung pada jenis penyakit yang didiagnosis dan dapat
melibatkan langkah-langkah tertentu untuk menegakkan diagnosis.

g. Tantangan terbesar dalam merawat tunagrahita itu apa?

Yang paling penting adalah kesabaran dan telaten, mudah diucapkan tapi susah dilakukan.
Namun, dengan dukungan dan bantuan yang tepat, anak tunagrahita dapat mengembangkan
potensi mereka dan menjadi pribadi yang lebih baik.

BAB IV

40
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anak dengan hambatan kecerdasan atau tunagrahita mempunyai masalah perilaku


yang berhubungan dengan proses sensorik penginderaan. Orang tua, guru, dan masyarakat
mempunyai andil dalam pola mewujudkan kepribadian anak yang keterbelakangan mental
agar dapat membantu kesulitan yang diderita. Orang tua berkewajiban senantiasa selalu
mengawasi dan menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian sejak dini.
Adapun tugas guru yaitu mempersiapkan lingkungan harmonis, maupun mengobservasi anak,
mengaktifkan cara bermain anak tunagrahita, serta memanfaatkan benda atau materi yang ada
di lingkungan sekitar.

4.2 Saran

Saran dari hasil observasi kelompok kami, perlu dilakukan program terapi untuk anak
tunagrahita di SLB Putera Asih Kediri untuk meningkatkan pembelajaran lebih baik
kedepannya dan kemampuan siswa dapat berkembang dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

41
Wulandari, D. R. (2016). Strategi Pengembangan Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita melalui
Model Pembelajaran Langsung. Jurnal Pendidikan Khusus , 12(1), 1-11.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/view/12840/9005

Dewi, Ramayan Lestari (2020). Gambaran Activity of Daily Living (Adl) pada Pasien Post
Operasi di Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada, Jember

https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/103670

Modul guru pembelajaran SLB tunagrahita kelompok kompetensi C (2016)


https://repositori.kemdikbud.go.id/9509/1/TUNAGRAHITA%20C_budi-setiawanedit
%203%20mei%202016.pdf

Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Tingkat Dasar dan Menengah (2006)

https://masdwijanto.files.wordpress.com/2011/03/standar-isi-sdlb.pdf

Mirnawati, Pembelajaran Bina Diri Bagi anak Tunagrahita di Sekolah, Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Brigjen H. Hasan basri, Banjarmasin, Indonesia

http://eprints.ulm.ac.id/4130/1/4.%20PEMBELAJARAN%20BINA%20DIRI%20BAGI
%20ANAK%20TUNAGRAHITA%20DI%20SEKOLAH.pdf

Cucun, Hermawan (2013) Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita di Sekolah Dasar Inklusif

http://repository.upi.edu/4846/5/S_PLB_0909523_chapter2.pdf

LAMPIRAN

42
43
44

Anda mungkin juga menyukai