Anda di halaman 1dari 76

PORTOFOLIO LANDASAN PENDIDIKAN

Permasalahan Pendidikan dalam Praktek Pendidikan di Lembaga PAUD

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Dra. Yuliani Nurani, M.Pd

DISUSUN OLEH :
1. Audia Nurdianti Putri (1303623051)
2. Azriel Athallah (1303623058)
3. Erikha Rahmawati (1303623073)
4. Nandhira Nazwa Aulia (1303623018)
5. Nuravita Sari (1303623017)
6. Risliyawati Ayudiah N. (1303623030)
7. Risma Dwi Rahmadanti (1303623059)
8. Rizky Febriansyah Putra (1303623053)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

SEMESTER 119

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang.
Selain itu, Kami juga memanjatkan puji syukur atas limpahan berkah dan hidayah-Nya,
sehingga penyelesaian makalah “Permasalahan Pendidikan Dalam Praktek Pendidikan Di
Lembaga PAUD bisa berjalan lancar. Kami juga berharap, agar makalah ini bisa menjadi
inspirasi bagi para pembaca guna mengembangkan solusi dan peningkatan dalam sistem
pendidikan PAUD. .

Makalah ini kami susun dengan lengkap dan detail, sehingga masyarakat umum dapat
memahami mengenai informasi yang berkaitan dengan Pendidikan di Lembaga PAUD. Kami
juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah berkontribusi
dalam penyelesaian makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa kami masih memiliki banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Kamu memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penyusunan kata, sehingga kami membuka dan menerima kritik dan saran bagi seluruh
pembaca.

Akhir kata Kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberi
inspirasi bagi seluruh orang yang membaca. Kami juga berharap, agar makalah ini bisa
menjadi sumber informasi terhadap pengembangan sistem pendidikan PAUD. Sekian dan
terima kasih.

Jakarta, 23 November 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................5
1.4 Manfaat.............................................................................................................................5
BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Pemerataan Pendidikan.....................................................................................................6
2.2 Mutu Pendidikan...............................................................................................................7
2.3 Efisiensi Pendidikan..........................................................................................................8
2.4 Relevansi Pendidikan........................................................................................................8
2.5 Isu Strategis.......................................................................................................................9
BAB III. PENUTUP.................................................................................................................17
KESIMPULAN.....................................................................................................................17
SARAN.................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................19
LAMPIRAN.............................................................................................................................20

ii
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap individu memerlukan pendidikan formal, informal maupun nonformal.


Menurut (Nurkholis, 2013) Pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga
dimensi, individu, masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut, dan
seluruh kandungan realitas, baik material maupun spiritual yang memainkan peranan
dalam menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat.

Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu
proses transfer ilmu, transformasi nilai, dan pembentukan kepribadian dengan segala
aspek yang dicakupnya. Pendidikan merupakan suatu proses yang diperlukan untuk
mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan individu maupun
masyarakat. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan dimulai sejak usia dini sekitar umur 0-6 tahun. Masa usia dini ini
merupakan masa yang paling vital bagi kehidupan anak, karena yang terjadi pada masa
kini akan menentukan perkembangan selanjutnya. Masa ini disebut masa emas karena
dimulainya kesadaran mengenai pentingnya Pendidikan anak usia dini, karena antara
usia 0-5 tahun anak mengalami perkembangan fisik, motorik dan Bahasa secara pesat
(Kurniawan, A., dkk. 2023)

Keluarga akan menjadi Pendidikan pertama bagi anak selain di lingkungan


sekolah, dan lingkungan Masyarakat. Ketiga lingkungan ini biasa disebut dengan tripusat
Pendidikan. Hal ini berarti tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
pendidikan. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan dasar untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu peningkatan penyelenggaraan PAUD
berperan penting dalam memajukan Pendidikan di masa mendatang.

3
Dalam menjalankan proses Pendidikan terdapat masalah-masalah atau isu yang
dapat menjadi penghambat proses pembelajaran. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
baik dari internal maupun eksternal. Menurut (Fabillah, F, F., 2019) faktor pendukung
internal dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah adanya model
pembelajaran yang bervariatif dan inovatif, sarana dan prasarana yang mendukung,
pendidik atau guru yang telah memiliki kualifikasi akademik, serta adanya kerjasama
antara kepala PAUD dan guru-guru. Faktor pendukung eksternal adalah adanya
hubungan kerjasama atau mitra PAUD. Faktor penghambat dalam pengelolaan
pendidikan anak usia dini adalah adanya tekanan dari orangtua dan kurangnya perhatian
orangtua.

Oleh karena itu makalah portofolio ini dibuat untuk mengetahui permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam pendidikan terkhusus pendidikan PAUD. Seperti
pemerataan pendidikan, mutu pendidikan, efisiensi pendidikan, relevansi pendidikan, dan
isu-isu strategis. Serta menganalisis untuk mendapatkan solusi dari permasalahan
tersebut agar penyelenggaran pendidikan semakin berjalan baik.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa peran lingkungan sosial terhadap pembentukan karakter anak usia dini di
Jogja Green School?

1.2.2 Bagaimana upaya meningkatkan kompetensi Guru PAUD melalui Pendidikan


dan pelatihan Guru PAUD?

1.2.3 Bagaimana tingkat kepuasan orangtua terhadap layanan pendidikan lembaga PAUD?

1.2.4 Bagaimana pengelolaan biaya pendidikan dan anggaran pendidikan yang efektif
di PAUD?

1.2.5 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah melalui pembelajaran literasi baca


tulis dan numerasi pada Anak Usia Dini?

1.2.6 Bagaimana pelaksanaan program PAUD inklusi berbasis pendidikan islam?

1.2.7 Bagaimana pengembangan bahasa Anak Usia Dini melalui metode bercerita
di lembaga PAUD?

4
1.2.8 Apa saja pemanfaatan teknologi dalam Pendidikan Anak Usia Dini?

5
1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui peran lingkungan sosisal terhadap pembentukan karakter anak usia dini
di Jogja Green School

1.3.2 Mengetahui upaya meningkatkan kompetensi Guru PAUD melalui pendidikan


dan pelatihan Guru PAUD

1.3.3 Mengetahui tingkat kepuasan orangtua terhadap layanan pendidikan lembaga PAUD

1.3.4 Mengetahui pengelolaan biaya pendidikan dan anggaran pendidikan yang efektif
di PAUD

1.3.5 Mengetahui kemampuan pemecahan masalah melalui pembelajaran literasi baca


tulis dan numerasi pada Anak Usia Dini

1.3.6 Mengetahui pelaksanaan program PAUD inklusi berbasis pendidikan islam

1.3.7 Mengetahui pengembangan bahasa Anak Usia Dini melalui metode bercertia
di lembaga PAUD

1.3.8 Mengetahui pemanfaatan teknologi dalam Pendidikan Anak Usia Dini

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil yaitu mengatasi permasalahan pendidikan di lembaga PAUD
dapat menjadi investasi jangka panjang dalam perkembangan anak dan masyarakat
secara keseluruhan.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemerataan Pendidikan

Pemerataan pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan


pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari
berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender,
lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik.
Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk
dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era
global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM)
hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum
krisis.
Peluncuran program PAUD secara nasional pada pertengahan tahun
2003 dilatar belakangi oleh :
1) Masih banyaknya anak usia dini di Indonesia yang belum
mengenyam pendidikan Taman Kanak-kanak
2) Alasan pemerataan pendidikan dengan adanya PAUD diharapkan dapat
memberi kesempatan kepada anak-anak terutama di daerah-daerah untuk
mengeyam PAUD
3) Sebagai salah satu bentuk respon pemerintah terhadap laporan beberapa
badan dunia tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Menyadari hal di atas akhir-akhir ini perhatian pemerintah terhadap PAUD
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, meskipun dalam implementasinya
belum optimal. Oleh karena itu peningkatan kualitas layanan pendidikan anak usia
dini menjadi salah satu prioritas pembangun pendidikan nasional. Mengingat
pentingnya PAUD tersebut pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan
untuk mengatur implementasinya agar dapat dilakukan secara optimal, kebijakan
yang dikeluarkan berada dalam tatanan disriptif (apa adanya), preskriptif (apa yang
seharusnya) dan normative (menjunjung tinggi norma-norma). Pendidikan anak usia
dini memiliki peran yang sangat menentukan. Pada usia ini berbagai pertumbuhan
dan perkembangan mulai dan sedang berlangsung, seperti perkembangan fisiologik,
bahasa, motorik, kognitif. Perkembagan ini akan menjadi dasar bagi perkembangan
anak selanjutnya. Oleh karena itu perlu dukungan lingkungan yang kondusif bagi
7
perkembangan potensi yang dimiliki anak. (Istiqomah, 2016).

8
2.2 Mutu Pendidikan

Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan oleh
pelanggan. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dapat dilihat mulai dari
input, proses, dan output. Menurut Philp B.Crosby kualitas atau mutu adalah
conformance to requirement yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditentukan. Standar kualitas tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan
proses jadi.

Untuk menjawab tantangan Nasional dan Internasional maka perlu menerapkan


pendidikan bermutu. Dimana pendidikan bermutu merupakan kunci untuk
membangun manusia yang kompeten dan beradab dalam arti menghasilkan output
yang sesuai dengan harapan masyarakat. Kesadaran akan mutu pendidikan akhir-
akhir ini kian meningkat, hal ini terlihat dari keseriusan berbagai institusi pendidikan
untuk meningkatkan daya saing, efektivitas, pelayanan, dan transparansinya. Oleh
karena itu tidak mengherankan jika peningkatan mutu mendapat perhatian serius
dari pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan.
Meskipun kenyataannya pendidikan nasional indonesia saat ini masih belum sesuai
dengan harapan para peserta didik, pendidik, orang tua, masyarakat, dan pemerintah
itu sendiri, baik dari kualitas maupun kuantitas. Dari segi kuantitas merujuk pada
suatu seberapa besar suatu program pendidikan dapat mencapai sasaran, sedangkan
dari segi kualitas mengarah pada nilai dari suatu produk yang dikeluarkan.

Dari segi kuantitas jumlah anak yang sekolah menunjukan perkembangan yang
sangat pesat, namun dari segi kualitas dunia pendidikan di Indonesia belum mampu
memenuhi tuntutan dunia global. Dan yang paling memprihatinkan akhir-akhir ini
kualitas akhlak masyarakat Indonesia semakin jauh dari nilai pancasila. Hal ini dapat
terlihat dari sikap anarkisme dari para demonstran yang menyuarakan aspirasinya
,serta maraknya kejahatan yang terjadi.

Strategi peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah


(kemendikbud), berbagai terobosan dan kebijakan telah diambil dalam rangka
meningkatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu. Salah satu program

9
pemerintah yang sekarang adalah kebijakan merdeka belajar. Salah satu ide pokok
dari kebijakan merdeka belajar tersebut adalah terfokus pada kemerdekaan sumber
daya manusianya. Merdeka dalam arti terbebas dari ketakutan dan terbebas dari
tuntutan. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang berlaku secara nasional, dan
harus benar-benar direalisasikan pada setiap satuan pendidikan. (Baro’ah, 2020).

2.3 Efisiensi Pendidikan


Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 13
Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Non Fisik BOP PAUD dan BOP
Kesetaraan, Efisien yaitu harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya
yang ada untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-
singkatnya dan dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan menurut
Mardiasmo (2009:18) Efficiency yakni pengelolaan sumber daya publik dilakukan
secara berdaya guna (efisien). Berbeda dengan pendapat Magdalena (2016)
menyatakan bahwa laporan keuangan dikatakan efisien apabila penyajian dalam
laporan keuangan substansinya sesuai dengan kerangka kerjanya yang meliputi
komponen yang singkat, jelas dan menggambarkan keseluruhan kegiatan yang
terjadi dalam suatu organisasi. Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari manusia
ingin melakukan segala sesuatu secara efisien, makna kata efisien disini yakni
kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Suatu pekerjaan
dikatakan efisien jika hemat tenaga, biaya dan juga waktu. (Larasati, 2021).
Konsep Efisiensi adalah hubungan antara input dan output di mana barang dan
jasa yang dibeli oleh lembaga digunakan untuk mencapai output tertentu. Atau
dengan kata lain efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang
dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Suatu lembaga
dirasa semakin efisien apabila rasio efisiensi cenderung di atas satu. Semakin besar
angkanya, semakin tinggi tingkat efisiensinya. Secara absolut, rasio ini tidak
menunjukkan posisi keuangan dan kinerja lembaga. (Fahrianta, 2016).

2.4 Relevansi Pendidikan

Mengenai relevansi pendidikan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia


(2005:943), relevansi diartikan sebagai ”Hubungan; kesesuaian; kaitan dengan
tujuan; berguna secara langsung dengan apa yang dibutuhkan”. Sebagai ajektif,
relevansi berarti ”(1) terkait dengan apa yang sedang terjadi atau dibahas, (2) benar

10
dan atau sesuai untuk tujuan tertentu. Sebagai kata benda berarti tingkat keterkaitan
atau kebermaknaan sesuatu dengan apa yang terjadi atau dibahasnya”. Menurut
Bowman M.J., Tritjahjo (2005: 57) memiliki tiga hal penting: 1. The content of what
is learned in primary school may be of little importance in itself provided student are
learning basic competencies. 2. A ranking in relevance, even if it could be arrived at,
will be of little use if cost and feasibility are ignored. 3. Attempts to make content
relevant too soon in too narrowly vocational a form can be and often have been
dysfunctional.

Peningkatan relevansi pendidikan ini harus menjadi tujuan peningkatan


kualitas yang berkelanjutan dalam kerangka sistem penjaminan mutu yang
komprehensif di jenjang pendidikan. Relevansi berkaitan dengan dua aspek
kehidupan, dunia sekolah/Perguruan Tinggi dan dunia pekerjaan/masyarakat. Oleh
karena itu, relevansi dalam program pendidikan termasuk ke dalam unsur tujuan,
hasil, proses, keluaran/hasil, dan dampak serta keterkaitannya dengan kebermaknaan
antara unsur yang satu dengan yang lainnya sebagai sebuah sistem.

Relevansi pendidikan merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kecocokan


antara kemampuan yang diperoleh melalui jenjang pendidikan dengan kebutuhan
pekerjaan. Relevansi dapat dikatakan sebagai tolak ukur sejauh mana sistem
pendidikan dapat menyelesaikan masalah pendidikan seperti yang digambarkan
pada tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, pendidikan yang relevan seharusnya
mampu melahirkan manusia-manusia yang mempunyai potensi dalam mengatasi
tantangan dan kebutuhan hidup di zamannya. Oleh karena itu, setiap jenjang
pendidikan harus memiliki tujuan yang mengacu pada kebutuhan dan dapat
memberdayakan masyarakat sekitar dengan baik sehingga tujuan pendidikan yang
dilakukan dapat memiliki relevansi dengan kehidupan masyarakat. (Yaniariza,
2022).

2.5 Isu Strategis

A. Peran Lingkungan Sosial Terhadap Pembentukan Karakter Anak


Usia Dini Di Jogja Green School

Lingkungan memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter anak, baik


lingkungan keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingungan masyarakat.

11
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak,
sehingga orang tua harus mampu menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif bagi anak. Begitu juga dengan lingkungan sekolah, guru harus
mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dalam proses pembelajaran.
Misalnya, anak yang hidup di pesisir memiliki suara nyaring dibanding anak
yang hidup di pegunungan. Hal ini karena dipengaruhi kondisi fisik
lingkungan, dimana di pinggir pantai kita harus mengeraskan suara untuk
didengar oleh lawan bicara, karena suara kita beradu dengan ombak.

Keempat elemen ini harus selaras agar mampu mengkondisikan lingkungan


menjadi representatif untuk pembelajaran karakter, tentu harus
berkesinambungan satu sama lain. Terutama lingkungan keluarga dan
lingkungan sekolah, seperti yang dilakukan oleh para guru di Jogja Green
School dengan para orang tua peserta didik. Nah, hal ini merusak apa yang
telah dibangun oleh guru dan orang tua. Maka orang tua berkewajiban
menstimulus nenek dan kakek, agar seluruh pendidikan dari berbagai
lingkungan bisa searah dan pembentukan karakter anak bisa segera tercapai
dengan baik.Oleh karena anak usia dini bukanlah orang dewasa mini, maka
pendidikan karakter harus disesuaikan dengan perkembangan moral anak.

B. Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru PAUD Melalui Pendidikan Dan


Pelatihan Guru

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


telah mengamanatkan bahwa perlunya Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia Learning to live together. Pada hakikatnya belajar harus berlangsung
sepanjang hayat.

Dalam bidang pendidikan, tuntutan terhadap kemampuan memberikan layanan


yang lebih profesional khususnya bagi pendidikan anak usia dini semakin
memiliki arti penting, terlebih lagi disadari bahwa perkembangan anak
berbeda- beda, baik dalam intelegensi, bakat, minat, kreativitas kematangan
emosi, kepribadian, keadaan jasmani dan keadaan sosial. Dalam hal ini
Pemerintah juga berperan membina dan memfasilitasi kualitas Pendidik
PAUD agar mereka memiliki kompetensi sebagai Pendidik menjadi lebih baik.

12
Mengingat betapa pentingnya peran guru dalam pendidikan khususnya dalam
peningkatan kualiatas sumber daya manusia yang di bina sejak usia dini, maka
diperlukan guru yang profesional, bagaimana implementasinya dalam kegiatan
belajar mengajar, serta bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan output yang berkualitas.

Dengan demikian, kompetensi menjadi sangat berguna untuk membantu


organisasi menciptakan budaya kinerja tinggi. Kompetensi sangat diperlukan
dalam setiap proses sumber daya manusia, seleksi karyawan, pendidikan luar
sekolah kinerja, perencanaan dan sebagainya.

C. Tingkat Kepuasan Orangtua terhadap Layanan Pendidikan Lembaga


PAUD

Lembaga pendidikan anak usia dini merupakan wahana mendidik anak yang
menjadi sangat penting setelah pendidikan orang tua di rumah. Bahkan di
kota- kota besar, dimana kedua orangtuanya bekerja, maka sejak anak usia 6
bulan sampai ke usia Taman kanak-kanak sudah mulai dititipkan dan
diberikan kepercayaan kepada lembaga pendidikan anak usia dini, sehingga
menjadikannya lembaga pendidikan anak usia dini merupakan wahana utama
didalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Hal ini dikarenakan: pertama, orangtua sebagian besar tidak mengetahui


informasi tersebut. Kedua, orangtua masih berorientasi penilain terhadap
materi pembelajaran saja, tanpa menilai baik atau buruknya prasarana dan
sarana.

kemampuan menujukkan layanan pendidikan secara akurat. Pada aspek


sekolah bisa memberikan layanan dengan cepat, orangtua mengapresiasi
dengan baik.

Dimensi yang keempat adalah Assurance, terkait dengan kecakapan, keahlian


dan kesopanan. Dibagi menjadi tiga kelompok pertanyaan. Pertama terkait
dengan komtmen dan motivasi staff, guru dan kepala sekolah didalam
menjalankan lembaga pendidikan, dinilai baik sekali.

13
D. Pengelolaan Biaya Pendidikan dan Anggaran Pendidikan yang efektif di
PAUD

14
Biaya pendidikan menjadi salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi
kualitas mutu sekolah, salah satu masalah yang muncul pada dunia pendidikan
yaitu masyarakat masih beranggapan biaya pendidikan yang mahal.
Masyarakat mengharapkan pendidikan yang bermutu,akan tetapi merasa
keberatan untuk mengeluarkan dana. Oleh karena itu, pemerintah membantu
mengatasi masalah pendanaan sekolah melalui Program Bantuan Operasional
Pendidikan . BOP membantu dalam menutup biaya operasi sedangkan untuk
biaya investasi harus ditanggung oleh sekolah. Untuk menutup kekurangan
dana tersebut maka sekolah masih mengadakan pungutan kepada peserta
didik.

Minimnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya PAUD, keterbatasan


ekonomi keluarga, dan keterbatasan anggaran biaya pemerintah untuk alokasi
penyelenggaraan PAUD merupakan factor penyebab anak usia balita tidak
tersentuh pendidikan. Berdasarkan hasil pendataan Depdiknas tahun 2004,
baru sekitar 15,6 persen dari 11,5 juta anak usia 4-6 tahun yang bersekolah di
TK, sedangkan untuk anak usia 0-3 tahun, hanya sekitar 15,8 persen yang
tersentuh pelayanan anak usia dini. Data itu menunjukkan, bahwa terjadi
peningkatan angka partisipasi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

PAUD memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui PAUD


anak dapat dididik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas.
Keterbatasan anggaran pendidikan memiliki dampak pada anggaran untuk
meningkatkan kesejahteraan guru PAUD. Kesejahteraan guru sering
diidentikan dengan gaji, meskipun pemaknaan kesejahteraan guru lebih luas
dari pada hanya dimaknai sebagai gaji .

Permasalahan pertama yang kita hadapi di lapangan dalam usaha


melaksanakan program Pendidikan anak Usia Dini adalah belum meratanya
tingkat partisipasi masyarakat belajar partisipasi masyarakat adalah sebagai
dukungan rakyat. Dalam hal program kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini
pada masyarakat tiap desa akan mempengaruhi seberapa besar kemauan rakyat
menanggung biaya penyelengaraan PAUD. Disisi lain kemampuan pengelola
dalam melaksanakan manajemen di program PAUD juga mempengaruhi
terjadinya partisipasi masyarakat. Pengelolaan biaya pendidikan yang

15
transparan dan akuntanbel akan mendorong terjadinya pengelolaan biaya
pendidikan yang efektif.

16
E. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Literasi
Baca Tulis dan Numerasi Pada Anak Usia Dini

Kemampuan Pemecahan masalah adalah sebuah kemampuan yang harus


dimiliki setiap individu baik orang dewasa ataupun anak-anak. Kemampuan
Anak untuk dapat memanfaatkan pengalaman atau pengetahuannya dalam
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, mengolah informasi, membuat
kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh.

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Permaianan Tebak


Gambar.

Kemampuan Pemecahan Masalah merupakan kemampuan untuk menemulan


solusi atau jalan keluar bagi permasalahn yang dihadapi secara spesifik ,
dimana Kemampuan pemecahan Masalah ini merupakan prasyarat manusia
untuk melangsungkan hidupnya, karena dalam hidup individu sudah pasti akan
menghadapi masalah yang tentunya harus diselesaaikan atau dipecahkan.

Menurut Polya menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah


merupakan salah satu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang
dihadapi. Sedangkan Syaodih dkk. menyatakan hal serupa yaitu bahwa
pemecahan masalah adalan penemuan langkah-langkah untuk mengatasi
kesenjangan atau gap yang ada.

Widiastuti dkk mengemukakan jika ketrampilan atau kemampuan pemecahan


masalah adalah ketrampilan berfikir memecahkan masalah melalui
pengumpulan fakta, analisis informasi, Menyusun alternatif pemecahan dan
memilih pemecahan masalah yang efektif. Hal senada juga diungkapkan oleh
Solsyo yang berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran
yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar
untuk suatu masalah yang spesifik.

Chouchenour dan Chrisman Menemukan hubungan sebab akibat Musik


Menangguhkan pengambilan keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang
cukup.

17
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sanusi yang mengungkapakan bahwa
membiasakan anak usia dini untuk belajar memecahkan masalah dapat
memberikan manfaat yang besar yaitu dapat melatih anak berpikir analitis
dalam mengelola informasi yang didapatkan kemudian dapat mengambil
keputusan dengan sendirinya.

Guru, Sebagai pendidik yang berfungsi sebagai fasilitator untuk anak didik
sebaiknya guru terus meningkatkan kompetensi yang menunjang
profesionalisme sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran serta dapat menyesuaikan diri dengan
kemajuan Pendidikan saat ini.

F. Pelaksanaan Program PAUD Inklusi Berbasis Pendidikan Islam

Pendidikan inklusi adalah sebuah pendekatan dalam layanan pendidikan yang


dirancang untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak dengan kebutuhan
khusus untuk belajar bersama dengan anak-anak reguler di sekolah reguler.
Tujuan utama dari pendidikan inklusi adalah untuk mengembangkan
pengetahuan, pengalaman, dan potensi anak-anak dengan kebutuhan khusus
melalui partisipasi mereka dalam lingkungan pendidikan yang inklusif.

Dengan demikian, pendekatan ini dapat meningkatkan aksesibilitas pendidikan


bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus, sehingga mereka dapat memperoleh
pendidikan yang lebih luas dan berkualitas.

Namun, penting untuk diingat bahwa implementasi pendidikan inklusi


memerlukan dukungan yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk guru, staf
sekolah, orang tua, dan masyarakat. Setelah itu dilanjutkan dengan mengaji
menggunakan metode tibyan, istirahat, pembelajaran dengan sentra, recalling,
persiapan pulang dan diakhiri pada pukul 12 siang. Semua siswa melakukan
kegiatan yang sama, tidak ada pengecualian.

Beberapa penelitian yang releva dengan penelitian ini diantaranya penelitian


yang dilakukan oleh menyatakan bahwa faktor pendukung dari program
Parenting Support Group berasal dari antisipasi orang tua yang tinggi dengan

18
bentuk antisipasi orang tua secara fisik, materi dan moril untuk anak
berkebutuhan khusus.

G. Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita Di


Lembaga PAUD MERAJE GUNE

Kemampuan bahasa merupakan salah satu pokok yang sangat penting yang
harus diperhatikan oleh setiap pendidik, guna untuk mengoptimalkan panca
indra terhadap anak baik dengan melalui apa yang dilihat, didengar, dan
dirasakan oleh anak itu sendiri. Kemampuan bahasa terhadap anak harus
ditanamkan sejak usia dini karena pada fase tersebut anak akan cepat
merespon apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Bahasa dikiaskan sebagai
alat untuk menyampaiakan informasi terhadap orang lain, berkomunikasi, dan
berintraksi. Apabila anak memiliki keterlambatan dalam mengembangkan
bahasa maka akan berdampak terhadap perkembangan sosial dan
psikologisnya terlebih akan merembet terhadap emosional anak. Brewer
Memberikan definisi tentang pengembangan bahasa merupakan alat yang
digunakan untuk berkomunikasi antara sesama manusia yang baik melalui
lisan, tulisan dan maupun lewat bahasa isarat.

Pengembangan Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini. Dalam definisi


pengembangan bahsa anak usia dini kata-kata dari perkembangan biasanya
disandingkan dengan pertumbuhan dan kematangan anak. Kemampuan bahasa
terhadap anak berpengaruh terhadap tempat sosio psikologis atau lingkungan
dari keluarganya.Mengenal banyak huruf dan dan anak usia 5-6 tahun sudah
bisa mengekspresika diri, menulis, membaca, bahkan berpuisi.

H. Pemanfaatan Teknologi dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Kemajuan teknologi yang terus berkembang memerlukan kerjasama bersama


baik dari sektor pemerintah dan juga guru sebagai garda terdepan dalam
bidang pendidikan untuk memanfaatkan penggunaan teknologi yang baik
dalam pembelajaran. Menurut (Panjianto, 2018), berkembangnya teknologi
juga menuntut adanya keterampilan yang seharusnya dimiliki pada abad 21
yaitu, multitasking, multimedia learning, online social networking, online info
searching, games, simulation and creative expression. Teknologi dapat

19
memberikan suasana serta warna tersendiri dalam proses pembelajaran,
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar anak.

Penggunaan Teknologi di Sekolah memiliki peran penting dalam


meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga sudah selayaknya pembelajaran
yang diselenggarakan dapat membawa manfaat bagi peserta didik.
Kebermanfaatan dan kebermaknaan pembelajaran dapat dibangun melalui
penciptaan suasana belajar yang menyenangkan dan mampu memberikan
stimulasi pada peserta didik dari berbagai aspek sekaligus membantu menggali
potensi yang dimiliki secara optimal.

Menurut Supriano (2019) dalam suatu kesempatan pemilihan guru dan tenaga
kependidikan berprestasi dan berdedikasi tingkat Nasional menyampaikan
pentingnya 4C yaitu Critical thinking, Communication, Collaboration, dan
Creativity. Selain itu Hardiyana (2016:5) menjelasakan beberapa jenis
teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran PAUD
antara lain Audio dan Video Player Media, Komputer, dan Internet.

Dalam dunia Pendidikan anak usia dini, teknologi berperan dalam


meningkatkan kualitas pendidikan dan membantu dalam proses pembelajaran
agar pesan pembelajaran dapat lebih mudah diterima oleh anak. Namun tidak
semua pendidik dapat memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran.
Oleh karena itu perlu adanya pelatihan dan pendampingan dari pemerintah
terkait agar pendidik dapat memaksimalkan pemafaatan teknologi dalam dunia
pendidikan.

20
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Pemerataan pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan


pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai
golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal
dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Peningkatan kualitas layanan
pendidikan anak usia dini menjadi salah satu prioritas pembangun pendidikan nasional.

Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan oleh pelanggan.
Di mana pendidikan bermutu merupakan kunci untuk membangun manusia yang kompeten
dan beradab dalam arti menghasilkan output yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Kesadaran akan mutu pendidikan akhir-akhir ini kian meningkat, hal ini terlihat dari
keseriusan berbagai institusi pendidikan untuk meningkatkan daya saing, efektivitas,
pelayanan, dan transparansinya.

Berdasarkan Peraturan Kemendikbud RI Nomor 13 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis


DAK Non Fisik BOP PAUD dan BOP Kesetaraan, Efisien yaitu harus diusahakan dengan
menggunakan dana dan daya yang ada untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu
sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggung jawabkan. Suatu pekerjaan dikatakan efisien
jika hemat tenaga, biaya dan juga waktu. Suatu lembaga dirasa semakin efisien apabila rasio
efisiensi cenderung di atas satu.

Mengenai relevansi pendidikan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , relevansi


diartikan sebagai Hubungan; kesesuaian; kaitan dengan tujuan; berguna secara langsung
dengan apa yang dibutuhkan. Relevansi berkaitan dengan dua aspek kehidupan, dunia
sekolah dan masyarakat. Relevansi dapat dikatakan sebagai tolak ukur sejauh mana sistem
pendidikan dapat menyelesaikan masalah pendidikan seperti yang digambarkan pada tujuan
pendidikan nasional.

21
SARAN

Perlu dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada kurikulum berbasis kompetensi,
serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
menyesuaikan kebutuhan masyarakat pada saat ini. Dan perlu ditingkatkannya kualitas
pendidik dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda baru dalam pelaksanaan pembelajaran melalui analisis masalah juga
pelatihan pendidik. Juga peningkatan fasilitas penunjang pendidikan agar pembelajaran
berjalan baik dan tingkat kepuasan orang tua terhadap lembaga pendidikan bagus.

22
Daftar Pustaka

Azhari, S. (2021). Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita Di Lembag Paud
Meraje Gune. WISDOM: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 181- 197.
Baro'ah, S. (2020). Kebijakan Merdeka Belajar Sebagai Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan. Jurnal Tawadhu, 4(1), 1063-1073.
Diputera, A. M., Sembiring, D. N., Berliana, J. V., Yanti, S., & Lestari, W. D. (2022).
Identifikasi Masalah Pembelajaran PAUD di Kota Medan. Jurnal Anak Usia Dini, 8(2),
102-109.
Ery, W., & dkk. (2023). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Literasi Baca
Tulis dan Numerasi Pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, dan
Budaya, 3(2).
Fabillah, F. F. (2019). Pengelolaan Program Pendidikan Anak Usia Dini Di PAUD Al-Ikhwan
Palembang. Raudhatul Athfal: Jurnal Pendiidkan Islam Anak Usia Dini, 3(1).
Fahrianta, R. Y., & Carolina, V. (2016). Analisis Efisiensi Anggaran Belanja Dinas
Pendidikan Kabupaten Kapuas. Jurnal Manajemen dan Akutansi, 13(1).
Hakim, A. (2019). Tingkat Kepuasan Orangtua terhadap Layanan Pendidikan Lembaga PAUD.
Universitas Islam Bandung: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2).
Istiqomah, L. (2016). Tiga Pilar Kebijakan Pemerintah Dalam Pembinaan PAUD. Jurnal Ilmiah
Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 1(2), 2012-2016.
Kurniawan, A., & dkk. (2023). Pendidikan Anak Usia Dini. Sumatera Barat: PT Global Eksekutif
Teknologi.
Larasati, P. A., & Handayani, N. (2021). Analisis Transparansi, Akuntabilitas, Efektivitas Dan
Efisiensi Dalam Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Paud Di KB Negeri
Pelangi. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi (JIRA), 10(7).
Luthfatun, N. (2020). Pemanfaatan Teknologi Dalam Pendidikan Anak Usia Dini. ThufuLA Jurnal
Inovasi Pendidikan Guru, 8(1), 1-12.
Nurkholis. (2013). Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal Kependiidikan, 1(1),
24-25.
Rochayadi, I. (2014). Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru PAUD Melalui Pendidikan Dan
Pelatihan Guru di PAUD BOUGENVILLE Kecamatan Sukajadi Kota Bandung.
Rokhiyatun, B. (2018). Pengelolaan Biaya Pendidikan yang Efektif pada Pelaksanaan Program
Kegiatan PAUD Rinjani Sebagai Lembaga Trifungsi Pendidikan (TPA, KB dan TK). Jurnal
Ilmiah Mandala Education, 4(1), 173-183.
Suryana, S. (2020). Permasalahan mutu pendidikan dalam perspektif pembangunan pendidikan. Jurnal
Edukasi, 14(1).
Yaniariza, N., Fairuz, S., & Yunita, S. (2022). Analisis Penyebab Rendahnya Relevansi Pendidikan
dengan Tuntutan Masyarakat. Universitas Pendidikan Indonesia: Jurnal Pendidikan
Tambusai, 6(2), 9752-9759.
Yashinta, N. H., & Wayan, S. (2020). Pelaksanaan program paud inklusi berbasis pendidikan islam:
studi kasus di RA anak emas. Journal for Lesson and Learning Studies, 3(3).
Zahroh , S., & Na'imah, N. (2020). Peran Lingkungan Sosial terhadap Pembentukan Karakter Anak
Usia Dini di Jogja Green School. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Anak Usia Dini, 7(1), 1-9.

23
LAMPIRAN
TUGAS INDIVIDU
(Membuat ringkasan dengan sumber jurnal atau buku)

AUDIA NURDIANTI PUTRI


(1303623051)

Pengelolaan Biaya Pendidikan dan Anggaran Pendidikan yang efektif di PAUD

Biaya pendidikan menjadi salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas mutu
sekolah, salah satu masalah yang muncul pada dunia pendidikan yaitu masyarakat masih
beranggapan biaya pendidikan yang mahal. Masyarakat mengharapkan pendidikan yang
bermutu,akan tetapi merasa keberatan untuk mengeluarkan dana. Oleh karena itu, pemerintah
membantu mengatasi masalah pendanaan sekolah melalui Program Bantuan Operasional
Pendidikan (BOP). BOP membantu dalam menutup biaya operasi sedangkan untuk biaya

24
investasi harus ditanggung oleh sekolah. Untuk menutup kekurangan dana tersebut maka
sekolah masih mengadakan pungutan kepada peserta didik.

Indeks pembangunan manusia menunjukkan peringkat Indonesia yang mengalami penurunan


sejak 1995, yaitu peringkat ke-104 pada tahun 1995, ke-109 pada tahun 2000, ke-110 pada
tahun 2002, ke 112 pada tahun 2003, dan sedikit membaik pada peringkat ke-111 pada tahun
2004 dan peringkat ke-110 pada tahun 2005. Penurunan indeks ini lebih banyak disebabkan
oleh indikator penurunan kinerja perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada
pertengahan tahun 1997. Sampai dengan tahun 2004 data statistic menunjukan rata-rata lama
sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,2 tahun. Sementara itu, angka
melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sekitar 90,45%.(Susenas, BPS 2004). Oleh
karena itu, kebijakan pendidikan dalam peningkatan angka melek aksara, serta akselerasi
pemerataan dan perluasan akses pendidikan yang bermutu perlu lebih diintensifkan agar
dapat meningkatkan kembali IPM Indonesia paling tidak ke posisi sebelum krisis.

Demikian juga layanan akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan
melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) menunjukan masih terbatas dan tidak merata. Dari
sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD adalah baru 7,2 juta
(25,3%). Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63
juta anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK. Di antara anak-
anak yang memperoleh kesempatan PAUD tersebut, pada umumnya berasal dari keluarga
mampu di daerah perkotaan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga
miskin dan anak-anak perdesaan belum memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional.

Minimnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya PAUD, keterbatasan ekonomi keluarga,
dan keterbatasan anggaran biaya pemerintah untuk alokasi penyelenggaraan PAUD
merupakan factor penyebab anak usia balita tidak tersentuh pendidikan. Berdasarkan hasil
pendataan Depdiknas tahun 2004, baru sekitar 15,6 persen dari 11,5 juta anak usia 4-6 tahun
yang bersekolah di TK, sedangkan untuk anak usia 0-3 tahun, hanya sekitar 15,8 persen yang
tersentuh pelayanan anak usia dini. Data itu menunjukkan, bahwa terjadi peningkatan angka
partisipasi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

PAUD memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui PAUD anak dapat
dididik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas. Melalui PAUD, anak dapat
bermain dan menyalurkan energinya melalui berbagai kegiatan fisik, musik, atau
keterampilan tangan.
25
Anak juga dapat belajar berinteraksi secara interpersonal dan intrapersonal. Kepada anak
secara bertahap dapat dikenalkan huruf atau membaca, lingkungan hidup, pertanian, dan
bahkan industri. Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu
(1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong percepatan perputaran
ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3)
meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan
anak-anak.

Dari hasil keseluruhan persentase tertinggi dapat ditemukan bahwa masalah terkecil yaitu
masalah fasilitas pembelajaran yang kurang memadai yaitu sebesar 40% alasan dari
responden yaitu untuk fasilitas sekolah merupakan masalah terkecil karena untuk fasilitas
pembelajaran anak-anak di TK mulai fasilitas kelas sudah cukup karena sebagian disediakan
oleh sekolah atau dari pemerintah seperti mainan -mainan, buku, meja, dan kursi. Masalah
terbesar dilihat dari hasil persentase tertinggi yaitu pada masalah media pembelajaran terbatas
yaitu sebesar 40% responden dengan penjelasan bahwa guru belum mahir atau masih kurang
dalam pembuatan media yang berlandaskan literasi digital seperti teknologi, media sosial, dan
pembuatan video pembelajaran. Media pembelajaran sangat bermanfaat untuk membantu
guru dalam proses pembelajaran (Dasriana et al., 2020).

Masalah kesejahteraan guru menjadi isu utama dalam identifikasi masalah pendidikan PAUD
secara umum. Permasalahan kesejahteraan guru sangat terkait dengan biaya dan anggaran
pendidikan PAUD. Biaya pendidikan mayoritas lembaga Pendidikan Anak Usia Dini seperti
TK/RA di Kota Medan masih sangat terbatas. Keterbatasan anggaran pendidikan memiliki
dampak pada anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan guru PAUD. Kesejahteraan guru
sering diidentikan dengan gaji, meskipun pemaknaan kesejahteraan guru lebih luas dari pada
hanya dimaknai sebagai gaji (Massalim, 2019).

Permasalahan pertama yang kita hadapi di lapangan dalam usaha melaksanakan program
Pendidikan anak Usia Dini adalah belum meratanya tingkat partisipasi masyarakat belajar
partisipasi masyarakat adalah sebagai dukungan rakyat. Dalam hal program kegiatan
Pendidikan Anak Usia Dini pada masyarakat tiap desa akan mempengaruhi seberapa besar
kemauan rakyat menanggung biaya penyelengaraan PAUD. Disisi lain kemampuan pengelola
dalam melaksanakan manajemen di program PAUD juga mempengaruhi terjadinya
partisipasi masyarakat. Pengelolaan biaya pendidikan yang transparan dan akuntanbel akan
mendorong terjadinya pengelolaan biaya pendidikan yang efekif. Sedangkan pengelolaan

26
yang efektif pada

27
dasarnya melaksanakan manajemen yang meliputi proses : perencanaan dan pengorganisasian
sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Sriyanto, 2009)

Proses pengelolaan keuangan di PAUD meliputi: (1) Perencanaan Angaran, (2) Strategi
mencari sumber dana PAUD, (3) penggunaan keuangan PAUD, (4) pengawasan dan evaluasi
anggaran dan (5) Pertanggungjawaban. Selanjutnya, pemasukan dan pengeluaran keuangan
PAUD diatur dalam Rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja (RAB).

Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh team pengelola PAUD Rinjani Unram dengan
rapat pengelola, Pembina PAUD dan kepala sekolah dengan membahas biaya rutin yang
digunakan untuk operasional seperti bayar gaji pegawai, guru, transfort, biaya konsumsi
makan dan snack anak serta guru, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan
alat-alat pengajaran, biaya pembelian barang-barang habis pakai, renovasi ringan, ataupun
investasi berupa sarana baik didalam ataupun di luar kelas dengan membuat Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) untuk menentukan berapa baiaya peserta
didik/iuran SPP yang harus dibayar oleh orang tua peserta didik. (Takasun SP.d. 2 April
2018).

Pengalokasian dana/anggaran pada kegiatan program kerja di PAUD Rinjani yaitu seperti
sumber dana dari SPP peserta didik 50% dialokasikan untuk biaya gaji pendidik, staf serta
transfort kegiatan ataupun rapat pengelola, 25% dialokasikan untuk makan dan snack anak,
20% untuk biaya operasional, sedangkan yang 5% untuk investasi dan pemeliharaan gedung
dan sarpras (Kepala Sekolah, 5 Maret 2018). Untuk mekanisme penetapan biaya pendidikan
peserta didik melibatkan semua pemangku kepentingan internal antara lain: Pembina PAUD,
pengelola, kepala sekolah dan guru sedangkan dalam penyusunan Rencana anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) disesuaikan dengan pemasukan dan pengeluaran
keuangan PAUD. Dalam menyusun RAPBS, prinsip penentuan program yang akan
dimasukkan kedalam draf usulan RAPBS dilakukan berdasarkan tingkat urgensinya. Kepala
PAUD Rinjani berpendapat bahwa program yang wajib diprioritaskan adalah program yang
berkenaan dengan proses pembelajaran.

28
AZRIEL ATHALLAH
(1303623058)

PELAKSANAAN PROGRAM PAUD INKLUSI BERBASIS PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan inklusi sebaiknya diterapkan sejak di PAUD tetapi belum semua PAUD mampu
Menjadi penyelenggara pendidikan inklusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
interaksi Sosial yang terjadi antara siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus, serta
bagaimana Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang terjadi pada PAUD inklusi
berbasis pendidikan Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus. Subjek Penelitian ini berupa narasumber yaitu kepala sekolah, guru
dan peserta didik. Objek penelitian ini Adalah mengamati secara mendalam aktivitas
pembelajaran, interaksi sosial orang-orang atau Peserta didik yang berada di TK inklusi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, Wawancara dan dokumentasi.
Analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama Di lapangan dan setelah di
lapangan. Teknik analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan data, Reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan kurikulum 2013
digunakan untuk siswa reguler dan anak berkebutuhan khusus, perencanaan pembelajaran
Dilakukan tidak bersamaan, pelaksanaan pembelajaran menerapkan kegiatan pembuka, inti
dan Penutup, pendalaman materi agama dikaitkan dengan ajaran aqidah, akhlak dan fiqih,
evaluasi Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus menggunakan metode observasi,
catatan anekdot Dan percakapan, sosialisasi peserta didik reguler dan peserta didik
berkebutuhan khusus berjalan Baik, sosialisasi peserta didik berkebutuhan khusus dan guru
berjalan baik. Berdasarkan hasil Penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Program
PAUD inklusi berbasis pendidikan

29
Islam (menerapkan perencanaan pembelajaran berupa program tahunan, rencana
pembelajaran bulanan, Rencana pembelajaran mingguan dan rencana pembelajaran harian.

Pendidikan inklusi adalah sebuah pendekatan dalam layanan pendidikan yang dirancang
untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk belajar
bersama dengan anak-anak reguler di sekolah reguler. Tujuan utama dari pendidikan inklusi
adalah untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan potensi anak-anak dengan
kebutuhan khusus melalui partisipasi mereka dalam lingkungan pendidikan yang inklusif.

Dalam pendidikan inklusi, anak-anak dengan kebutuhan khusus diberikan kesempatan untuk
belajar bersama dengan anak-anak reguler, sehingga mereka dapat mengoptimalkan potensi
mereka. Pendekatan ini bertujuan untuk menghilangkan pemisahan antara anak-anak dengan
kebutuhan khusus dan anak-anak reguler dalam konteks pendidikan, sehingga menciptakan
kesempatan yang sama bagi semua anak untuk belajar dan berkembang.

Salah satu tujuan utama dari pendidikan inklusi adalah untuk mendorong partisipasi anak-
anak dengan kebutuhan khusus dalam masyarakat. Dengan memberikan kesempatan kepada
mereka untuk belajar bersama dengan anak-anak reguler, pendidikan inklusi berupaya
mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus. Hal ini
juga bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam pemberian layanan pendidikan kepada
masyarakat, tanpa membedakan antara anak-anak dengan kebutuhan khusus dan anak-anak
reguler.

Pendidikan inklusi juga memberikan alternatif bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus
untuk bersekolah di sekolah reguler. Dengan demikian, pendekatan ini dapat meningkatkan
aksesibilitas pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus, sehingga mereka dapat
memperoleh pendidikan yang lebih luas dan berkualitas.

Namun, penting untuk diingat bahwa implementasi pendidikan inklusi memerlukan dukungan
yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk guru, staf sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Diperlukan juga sumber daya yang memadai dan strategi pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan individu anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dengan dukungan yang
tepat, pendidikan inklusi dapat menjadi sarana yang efektif untuk mempromosikan inklusi
sosial dan pendidikan yang adil bagi semua anak.

30
PAUD dengan berbasis pendidikan Islam tercatat ada 18 nama sekolah raudhatul atanak (RA)
atau TK yang berbasis pendidikan Islam yang ada di Kota Denpasar. Sedangkan yang tercatat
sebagai sekolah yang memiliki siswa berkebutuhan khusus dari tahun ketahun hanya ada 1
sekolah RA, yaitu RA Anak Emas. Hal ini menandakan bahwa belum semua TK berbasis
pendidikan Islam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Hasil observasi yang dilakukan
peneliti di RA, kegiatan yang dilakukan siswa di pagi hari dimulai pukul 8 pagi dengan
pemberian sambutan awal, kemudian briefing pagi yang diawali dengan berbaris, hafalan
doa, surat-surat dan hadist. Setelah itu dilanjutkan dengan mengaji menggunakan metode
tibyan, istirahat, pembelajaran dengan sentra, recalling, persiapan pulang dan diakhiri pada
pukul 12 siang. Semua siswa melakukan kegiatan yang sama, tidak ada pengecualian.

Beberapa penelitian yang releva dengan penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan
oleh (Pertiwi & Lestari, 2020) menyatakan bahwa faktor pendukung dari program Parenting
Support Group (PSG) berasal dari antisipasi orang tua yang tinggi dengan bentuk antisipasi
orang tua secara fisik, materi dan moril untuk anak berkebutuhan khusus. Penelitian yang
dilakukan oleh (Mahabbati et al., 2017) menyatakan bahwa penelitian ini berhasil
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengelola PAUD dalam menuju tahap awal
kesiapan implementasi PAUD inklusif. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh
(Dhamayanti & Suparno, 2015) menyatakan bahwa Labschool Rumah Citta adalah PAUD
dengan model pendidikan inklusif yang memfasilitasi anak-anak dari berbagai latar belakang
sosial, budaya, ekonomi, agama, ras, dan kemampuan, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Belum ada kajian mendalam mengenai PAUD inklusi berbasis pendidikan Islam. Kebaruan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya ialah penelitian ini befokus pada
PAUD inklusi berbasis pendidikan Islam. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis interaksi
sosial yang terjadi antara siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus, serta bagaimana
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang terjadi pada PAUD inklusi berbasis
pendidikan Islam yang berada di Kota Denpasar.Jenis Pelatihan Guru PAUD.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian
mengenai status subjek penelitian yang bertepatan dengan suatu fase khas dari keseluruhan
personalitas. Data yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang berfokus pada
pengamatan secara mendalam mengenai aktivitas pendidik dan peserta didik dalam
penerapan pembelajaran pendidikan Islam bagi anak berkebutuhan khusus dan anak reguler
lainnya dalam pendidikan
31
Inklusi di Kota Denpasar. Pengumpulan data diperoleh menggunakan dua cara, yaitu data
primer dan data sekunder. Sumber data pada penelitian ini adalah orang-orang yang
dipandang tahu dan dapat memberikan informasi mendalam pada penelitian ini. Terdapat tiga
elemen yang akan digunakan untuk menentukan situasi sosial, yaitu: tempat (place), pelaku
(actors) dan aktivitas (activity). Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada
penelitian ini yaitu dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi (analisis data).
Teknik pengumpulan data ini merupakan pelengkap dari teknik pengumpulan data observasi
dan teknik pengumpulan data wawancara. Untuk mendukung pengumpulan data dari sumber
data yang ada dilapangan, peneliti memanfaatkan beberapa keperluan seperti handphone
untuk merekam data, buku tulis dan alat tulis seperti pulpen atau pensil sebagai alat pencatat
data. Penelitian ini yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.
Peneliti sebagai human instrument yang berfungsi untuk menerapkan fokus penelitian,
memilih narasumber sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Untuk
mempengaruhi kualitas hasil penelitian terdapat dua hal yang utama, yaitu kualitas instrumen
penelitian dan kualitas pengumpulan data. Terdapat empat teknis analisis data yang
digunakan pada penelitian ini, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan (Saryono, 2013). Untuk memenuhi keabsahan data menggunakan
beberapa teknik yaitu perpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi dan
mengadakan member check.

RA Anak Emas adalah lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus di Kota
Denpasar dengan 121 siswa, termasuk 5 anak berkebutuhan khusus (autisme, down
syndrome, ADHD) di kelompok B. Mereka memiliki 9 kelas, 12 guru, termasuk satu guru
dan satu guru pendamping khusus untuk anak berkebutuhan khusus di setiap kelas yang
membutuhkan. Meskipun tidak memiliki guru pendidikan khusus atau konselor, guru
pendamping sering mengikuti seminar dan workshop terkait penanganan anak berkebutuhan
khusus. RA Anak Emas dipengaruhi oleh nilai-nilai keislaman dalam program pendidikan
dan kegiatan sehari- hari, termasuk program khusus yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam
untuk anak berkebutuhan khusus.

RA Anak Emas menggunakan Kurikulum 2013, disesuaikan dengan kemampuan anak


berkebutuhan khusus, sesuai dengan regulasi Pendidikan Anak Usia Dini. Kurikulum ini
disusun oleh tim kurikulum pada semester genap sebelum tahun ajaran baru. Guru menyusun
perencanaan pembelajaran (RPPH) setiap minggu sesuai dengan kurikulum, materi, dan
32
kebutuhan anak. Begitu pula dengan guru pendamping yang menyusun perencanaan (RPPI)
yang sesuai dengan kebutuhan anak sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

Penyusunan perencanaan untuk anak berkebutuhan khusus di RA Anak Emas mengikuti


Program Pembelajaran Individual (PPI) dari Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, yang
dikembangkan dari hasil asesmen kemampuan individu anak. Tim kurikulum dan guru
pendamping anak berkebutuhan khusus merencanakan secara terpisah, sebelumnya
melakukan rapat bersama. Guru pendamping, disediakan oleh sekolah, terlibat dalam
pembelajaran sehari- hari dan mengikuti seminar terkait penanganan anak berkebutuhan
khusus. Lembaga ini didasari oleh nilai-nilai keislaman yang terintegrasi dalam kegiatan
sehari-hari, termasuk program khusus untuk anak berkebutuhan khusus seperti mengenalkan
huruf hijaiyah, tahfidz Al-Qur’an, dan menghafal surah pendek.

Di RA Anak Emas proses kegiatan pembelajaran hari Senin-Jumat dimulai pada Pengantaran,
sambutan awal, briefing pagi (baris, hafalan doa, surah, hadist), mengaji (tibyan) Pukul
08.00, untuk pulang dan penjemputan pada pukul 12.00. Kegiatan pelaksanaan Pembelajaran
terdiri dari kegiatan pembuka, inti dan penutup. Untuk anak berkebutuhan Khusus, kegiatan
pembelajaran yang digunakan tetap sama tetapi dengan hasil yang berbeda. Dalam
pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus, di RA Anak Emas Menggunakan
metode komunikasi dan metode perintah langsung. Di RA Anak Emas juga Menggunakan
alat dan media yang dapat menunjang pembelajaran bagi anak didik Berkebutuhan khusus.
Alat dan media yang digunakan sudah disesuaikan dengan kegiatan Yang sudah
diprogramkan sebelumnya. Dalam pendalaman ajaran agama, RA Anak Emas Memiliki
kekhasan di pendalaman materi yang diterapkan kepada peserta didik. Pendalaman Ini juga
diterapkan kepada anak berkebutuhan khusus di RA Anak Emas. Metode yang Digunakan
dalam pendalaman agama antara anak reguler dan anak berkebutuhan khusus Menggunakan
metode yang sama dengan menanamkan pembiasaan nilai-nilai Islam di Kegiatan sehari-hari.

Faktor pendukung dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus meliputi pemilihan


kegiatan yang tepat oleh guru, kompetensi guru dalam menangani anak khusus, dan
kerjasama orang tua. Namun, terdapat kendala dari keterbatasan jumlah guru pendamping
dan kurangnya dukungan kerjasama dari orang tua anak berkebutuhan khusus. Sekolah dan
orang tua bekerja sama untuk mengatasi kendala ini dengan meningkatkan sumber daya guru
pendamping serta memberikan edukasi kepada orang tua.

33
Metode pembelajaran yang diterapkan adalah komunikasi langsung dan perintah, ini
bertujuan untuk memungkinkan evaluasi yang cepat. Proses evaluasi melibatkan berbagai
metode, terutama observasi, catatan anekdot, dan percakapan, yang ditekankan lebih pada
anak berkebutuhan khusus.

Di RA Anak Emas, terjadi interaksi yang baik antara peserta didik reguler dan berkebutuhan
khusus, baik di dalam maupun di luar kelas. Mereka bekerja sama dalam menyelesaikan
tugas, menciptakan lingkungan sosial yang harmonis tanpa adanya konflik antar siswa.
Interaksi yang positif juga terjalin antara anak berkebutuhan khusus dengan guru dan rekan
sekelasnya.

Di RA Anak Emas, pembelajaran agama terintegrasi dengan nilai-nilai keislaman dalam


kegiatan sehari-hari. Fokus utama adalah aqidah, ibadah, akhlak, dan pendidikan membaca
Al- Qur’an. Anak berkebutuhan khusus juga terlibat dalam kegiatan yang sama, diarahkan
sesuai dengan penanaman nilai-nilai agama Islam, menggunakan metode seperti keteladanan,
pembiasaan, nasihat, dan pengawasan.

Evaluasi pembelajaran di RA Anak Emas dilakukan dengan berbagai metode termasuk


observasi, percakapan, penugasan, portofolio, catatan anekdot, dan hasil karya. Pada anak
berkebutuhan khusus, penekanan lebih pada observasi, catatan anekdot, dan percakapan.
Dalam konteks ini, sosialisasi antara peserta didik reguler dan berkebutuhan khusus
berlangsung baik, dengan kolaborasi dalam mengerjakan tugas dan interaksi positif di dalam
maupun di luar kelas, didukung oleh peran guru dalam memberikan stimulus, motivasi, dan
arahan kepada anak berkebutuhan khusus.

Beberapa penelitian yang releva dengan penelitian ini diantaranya penelitian yang Dilakukan
oleh (Pertiwi & Lestari, 2020) menyatakan bahwa faktor pendukung dari program Parenting
Support Group (PSG) berasal dari antisipasi orang tua yang tinggi dengan bentuk Antisipasi
orang tua secara fisik, materi dan moril untuk anak berkebutuhan khusus. Penelitian Yang
dilakukan oleh (Mahabbati et al., 2017) menyatakan bahwa penelitian ini berhasil
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengelola PAUD dalam menuju tahap awal
Kesiapan implementasi PAUD inklusif. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh
(Dhamayanti & Suparno, 2015) menyatakan bahwa Labschool Rumah Citta adalah PAUD
dengan model Pendidikan inklusif yang memfasilitasi anak-anak dari berbagai latar belakang
sosial, budaya, Ekonomi, agama, ras, dan kemampuan, termasuk anak berkebutuhan khusus.

34
Program PAUD inklusi berbasis pendidikan Islam (studi kasus di RA Anak Emas kota
Denpasar) menerapkan perencanaan pembelajaran berupa program tahunan, rencana
Pembelajaran bulanan, rencana pembelajaran mingguan dan rencana pembelajaran harian.
Perencanaan pembelajaran disusun oleh guru, kepala sekolah, tim kurikulum dan yayasan
Dengan tujuan umum dan tujuan khusus yang akan dilaksanakan pada masa yang sudah
Ditentukan. Kepala sekolah dan guru diharapkan untuk terus menggali informasi mengenai
Penanganan anak berkebutuhan khusus, agar siswa dapat mencapai perkembangan dengan
Optimal dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih baik.

35
ERIKHA RAHMAWATI
(130362073)

Tingkat Kepuasan Orangtua terhadap Layanan Pendidikan Lembaga PAUD

Lembaga pendidikan anak usia dini merupakan wahana mendidik anak yang menjadi sangat
penting setelah pendidikan orang tua di rumah. Bahkan di kota-kota besar, dimana kedua
orangtuanya bekerja, maka sejak anak usia 6 bulan sampai ke usia Taman kanak-kanak (TK)
sudah mulai dititipkan dan diberikan kepercayaan kepada lembaga pendidikan anak usia dini,
sehingga menjadikannya lembaga pendidikan anak usia dini merupakan wahana utama
didalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Dasawarsa sekarang ini para orang tua sudah mulai sadar (aware) terhadap pendidikan anak
usia dini, mereka tahu bahwasannya pendidikan anak usia dini merupakan “prasyarat”
sebelum masuk ke jenjang Sekolah Dasar (SD). Prasyarat disini maksudnya adalah anak-anak
ketika masuk ke jenjang SD harus sudah memiliki kesiapan baik secara fisik maupun mental.
Oleh karena itu maka saat ini makin menjamurnya pendidikan anak usia dini baik formal
(TK/RA) ataupun Non formal (TPA/Kober).

Semakin berkembangnya pendidikan anak usia dini, maka menjadikan perlunya pelayanan
yang optimal yang diberikan oleh penyedia lembaga, agar lembaga tersebut senantiasa
diminati dan terus berjalan berkesinambungan. Ruang lingkup yang paling tepat di dalam
upaya mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan terhadap layanan lembaga TK adalah orang
tua siswa TK tersebut.

36
Pada dimensi realibilitas, Penilaian orang tua sebetulnya apabila disandingkan dengan aturan
standar pendirian Taman Kanak-kanak, masih belum bisa dikatakan baik karena luas sekolah,
luas ruangan kelas, dan standar penunjang lainnya masih belum lengkap. Hal ini dikarenakan:
pertama, orangtua sebagian besar tidak mengetahui informasi tersebut. Kedua, orangtua
masih berorientasi penilaian terhadap materi pembelajaran saja, tanpa menilai baik atau
buruknya prasarana dan sarana.

kemampuan menunjukkan layanan pendidikan secara akurat. Dibagi menjadi tiga bagian
pertanyaan, yaitu kemampuan guru di dalam mengembangkan pembelajaran yang baik,
kesediaan guru bekerjasama dengan orangtua, dan kemampuan guru memberikan pelayanan
dan perlindungan menunjukkan hasil yang positif sangat baik. Dimensi ini memiliki apresiasi
yang baik disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, karena orang tua menganggap output
yang dihasilkan mampu diterima di sekolah dasar di daerah setempat.

Guru senantiasa memberikan kenyamanan dan perlindungan sehingga anak sangat mudah
beradaptasi dengan lingkungan barunya, orangtua bisa melepaskan anaknya untuk tidak
selalu ditemani orangtua di sekolah. Hal ini bisa tercipta karena adanya interaksi yang baik
antara guru dengan anak dengan senantiasa memberikan kenyamanan dan perlindungan bagi
anak. Dimensi responsive, kesediaan pihak sekolah di dalam membantu orang tua. Pada
aspek sekolah bisa memberikan layanan dengan cepat, orangtua mengapresiasi dengan baik.

Dimensi yang keempat adalah Assurance, terkait dengan kecakapan, keahlian dan kesopanan.
Dibagi menjadi tiga kelompok pertanyaan. Pertama terkait dengan komitmen dan motivasi
staff, guru dan kepala sekolah di dalam menjalankan lembaga pendidikan, dinilai baik sekali.
Kedua berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah yang cakap dalam memimpin dan
kapabilitas guru didalam mengajar yang mumpuni. Ketiga berkaitan dengan sikap hormat dan
santun staff, guru maupun kepala sekolah.

Dimensi emphaty, merupakan faktor perhatian yang diberikan oleh staf, guru maupun kepala
sekolah. Secara keseluruhan orang tua sependapat yaitu guru telah menunjukkan sikap
proaktif terhadap kebutuhan maupun keluhan orangtua, serta dapat menunjukkan sikap
empathy, perhatian dan peduli dengan baik. Selebihnya kembali lagi itu kemungkinan
kasuistis yang terkait dengan orang tua siswa.

37
NANDHIRA NAZWA AULIA
(1303623018)

Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru PAUD Melalui Pendidikan Dan Pelatihan


Guru di PAUD BOUGENVILLE Kecamatan Sukajadi Kota Bandung

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah


mengamanatkan bahwa perlunya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
melalui pendidikan baik pada jalur Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal maupun
Pendidikan Informal. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat
pilar, yaitu
1) Learning to know,
2) Learning to do,
3) Learning to be, dan
4) Learning to live together.
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat.

Dalam bidang pendidikan, tuntutan terhadap kemampuan memberikan layanan yang


lebih profesional khususnya bagi pendidikan anak usia dini semakin memiliki arti penting,
terlebih lagi disadari bahwa perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam intelegensi, bakat,
minat, kreativitas kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani dan keadaan sosial. Hal
ini semua membutuhkan pengetahuan dan keterampilan guru untuk dapat memahami dan
membimbing mereka sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pendidikan maka seiring


itu pula banyak penyelenggara lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini khususnya jalur
Non Formal, yang berimplikasi pada kebutuhan pendidik yang berkompeten, tetapi kenyataan
dilapangan tidak sedikit pendidik / guru pada Pendidikan Anak Usia Dini yang kurang
bahkan tidak memiliki kompetensi pendidik, Layanan-layanan PAUD sebagian besar

38
dilakukan oleh

39
tenaga pendidik dengan kualifikasi pendidikan dengan kemampuan dasar yang bervariasi.
Dilihat dari latar belakang pendidikan masih banyak tenaga pendidik anak usia dini (PAUD
non formal yang berlatar belakang SMA ke bawah), sementara Peraturan Pemerintah No.19
Tahun 2005 mempersyaratkan bahwa “Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (DIV) atau sarjana (S1)”. Dengan
demikian tenaga pendidik anak usia dini non formal masih perlu ditingkatkan kualifikasinya
sampai memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan.

Rendahnya kualitas kemampuan tenaga pendidik anak usia dini ini berimplikasi
terhadap rendahnya kualitas pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan di lembaga-
lembaga PAUD. Sebagai contoh hingga saat ini masih terjadi praktik-praktik pendidikan anak
usia dini yang dipandang kurang tepat sehingga menimbulkan banyak kritik. Misalnya:
1) Pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran yang terlalu akademis, terstruktur dan
kaku
2) Kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan pada membaca, menulis, dan berhitung;
3) Banyak aspek perkembangan anak yang belum mendapatkan perhatian yang seimbang
seperti pengembangan kreativitas, kemandirian, pengembangan konsep diri yang positif,
pengendalian diri, serta perilaku-perilaku positif lainnya.

Penyelenggaraan PAUD pada umumnya telah didukung sebagian besar masyarakat,


sebagai perwujudan dari perhatian, kepedulian dan tanggung jawab bersama akan pentingnya
PAUD bagi masyarakat Indonesia. Dalam hal ini Pemerintah juga berperan membina dan
memfasilitasi kualitas Pendidik PAUD agar mereka memiliki kompetensi sebagai Pendidik
menjadi lebih baik.

Mengingat betapa pentingnya peran guru dalam pendidikan khususnya dalam


peningkatan kualitas sumber daya manusia yang di bina sejak usia dini, maka diperlukan guru
yang profesional, bagaimana implementasinya dalam kegiatan belajar mengajar, serta
bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan output yang berkualitas.

Mengingat strategisnya peran yang dimiliki oleh seorang guru, usaha-usaha untuk
mengenali dan mengembangkan profesionalisme guru menjadi sangat penting untuk
dilakukan. Menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, untuk
dapat menjadi guru yang profesional seseorang harus memiliki empat kompetensi, yakni
kompetensi pedogagik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial yang
40
diperoleh melalui pendidikan profesi. Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini akan difokuskan pada “Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru PAUD Melalui
Pendidikan dan Pelatihan Guru”.

Untuk mencapai keberhasilan, diperlukan landasan yang kuat berupa kompetensi


kepemimpinan, kompetensi kinerja, dan budaya organisasi yang mampu memperkuat dan
memaksimumkan kompetensi. Dengan demikian, kompetensi menjadi sangat berguna untuk
membantu organisasi menciptakan budaya kinerja tinggi. Kompetensi sangat diperlukan
dalam setiap proses sumber daya manusia, seleksi karyawan, pendidikan luar sekolah kinerja,
perencanaan dan sebagainya. Semakin banyak kompetensi dipertimbangkan dalam proses
sumber daya manusia, akan semakin meningkatkan budaya organisasi.

Untuk meningkatkan kompetensi guru, dengan inisiatif dari guru, kepala sekolah,
komite sekolah, forum guru, pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta lembaga swasta.
Upaya yang dilakukan oleh guru berupa melanjutkan pendidikan, mengikuti berbagai
kegiatan pelatihan, penataran, workshop, seminar.

Kemudian upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam membina dan


mengembangkan kompetensi guru menurut Aan Hasanah, M.Ed dalam buku pengembangan
profesi guru ( 2012
: 49 ) yaitu :
a) Mengirim guru untuk pelatihan, penataran, lokakarya, workshop dan seminar
b) Mengadakan sosialisasi hasil pelatihan dan berbagai kebijakan pemerintah dengan
mendatangkan narasumber
c) Mendorong guru untuk melanjutkan studi agar sesuai dengan tuntutan pemerintah
d) Mengadakan studi banding ke sekolah lain yang dipandang lebih maju
e) Melengkapai sarana dan penunjang kegiatan pembelajaran.

Pembinaan dan peningkatan kompetensi guru dilakukan melalui kegiatan pelatihan,


yang dipandang lebih efektif apabila dilakukan atas prakarsa dan keinginan guru sendiri.
Kondisi pelatihan semacam ini jarang terjadi karena biasanya atas prakarsa atasan, adapun
pelatihan atas prakarsa guru dilandasi kesadaran atas peran dan tanggung jawab serta
dorongan untuk meningkatkan kinerja.

Kepala PAUD Bougenville dan seluruh guru dalam upaya meningkatkan kompetensi
melalui pendidikan dan pelatihan guru dibagi menjadi tiga proposisi yaitu:

41
a) Upaya perencanaan dalam meningkatkan kompetensi guru PAUD melalui pendidikan dan

42
pelatihan
b) Upaya pelaksanaan meningkatkan kompetensi guru PAUD melalui Pendidikan dan
Pelatihan
c) Upaya mengembangkan Kompetensi guru PAUD melalui pendidikan dan pelatihan guru.

43
NURAVITA SARI
(1303623017)

Peran Lingkungan Sosial Terhadap Pembentukan Karakter Anak Usia Dini Di Jogja
Green School

Lingkungan Sosial Anak

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar anak, baik stimulus internal
ataupun eksternal, baik secara fisiologis, psikologis maupun sosio-kultural (Soemanto,
1987).Lingkungan fisiologis meliputi segala kondisi jasmaniyah yang berada pada diri
individu, seperti pencernaan, gizi, pernafasan, air, vitamin dan lain sebagainya. Lingkungan
psikologis berhubungan dengan segala stimulus yang diterima oleh inidividu sejak awal
diciptakan sampai kematiannya. Stimulus ini tentu sangat mempengaruhi perilaku individu
seperti emosi, kapasitas intelektual, kebutuhan kecerdasan dan lain sebagainya. Sedangkan
lingkungan sosio-kultural merupakan segala stimulus yang berada di luar diri individu
hubungannya dengan perlakuan orang lain terhadap individu. Seperti pola hidup keluarga,
kondisi masyarakat, kondisi kelompok, bimbingan dan lain sebagainya (Dalyono, 1997).

Seorang ahli psikologi Amerika, Sertain juga memberikan pendapatnya terhadap apa yang
dimaksud dengan lingkungan (Purwanto, 2007). Lingkungan yang disebut dengan environment
oleh Sertain merupakan segala kondisi yang dapat mempengaruhi setiap periaku,
pertumbuhan, perkembangan dan proses hidup inidividu.

Ada empat jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak (Yusuf,
2014). Diantaranya adalah sebagai berikut:

44
1. Lingkungan keluarga Keluarga memiliki peran sentral dalam memberikan warna terhadap
perkembangan anak. Seluruh anggota keluarga seperti ayah, ibu, kakak, adik, nenek dan
kakek menjadi modeling untuk anak. Namun, ternyata tidak hanya dari anggota keluarga,
melainkan juga oleh orang lain yang berada di dalam keluarga, seperti pengasuh anak atau
baby sister. Beberapa orang tua memilih untuk menggunakan jasa pengasuh anak apabila
orang tua merasa tidak mampu dalam merawat anaknya, karena beberapa pekerjaan.
Beberapa hal yang mempengaruhi anak di dalam lingkungan keluarga. Pertama, sikap dan
kebiasaan orang tua.

Kedua, pola asuh yang diterapkan orang tua. Ada empat pola asuh yang bisa diterapkan oleh
orang tua (Santrock, 1995). Pola asuh demokratis, dimana anak diberikan kebebasan
mengungkap pendapat di dalam keluarga dalam pengambilan keputusan, namun orangtua
tetap melakukan pengawasan serta kontrol yang kuat dan dorongan yang positif terhadap
anak (Suharsono, Fitriyani, & Upoyo, 2009). Pola asuh otoriter, dimana pola asuh ini
merupakan kebalikan dari pola asuh demokratis, dimana orang tua terlalu banyak menuntut
dan mengatur anak tanpa mempedulikan pendapat anak (Apriastuti, 2013). Pola asuh
permissive-indulgent, orang tua menganggap anak sebagai orang dewasa, orang tua masih
terlibat dalam masalah anak, namun memberikan batasan, sehingga orang tua tidak terlalu
menunut dan tidak terlalu memberi hukuman kepada anak (Suharsono, Fitriyani, & Upoyo,
2009). Pola asuh permissiveindifferent lebih buruk dari jenis pola asuh ketiga, hal ini karena
dalam pola asuh ini orang tua benar-benar tidak ingin tahu atau sangat tidak terlibat dalam
kehidupan anak (Inikah, 2015).

Ketiga, kondisi sosio-ekonomi keluarga menjadi salah satu faktor yang ikut mewarnai
perkembangan anak (Gerungan, 2004). Kondisi sosial dan ekonomi yang dimaksud adalah
tidak hanya kemampuan keluarga dalam hal finansial, melainkan dorongan dan dukungan
dari keluarga yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak menjadi lebih baik. Ketiga,
keutuhan keluarga (Gerungan, 2004), terdiri dari keluarga inti, yaitu ibu, ayah dan anak.
Single parent tentu sangat mempengaruhi perkembangan anak, karena anak tidak memiliki
figur salah satu diantaranya. Karena ayah ataupun ibu tidak bisa menjelma satu sama lain
walaupun telah berusaha sangat keras. Selain itu, keutuhan interaksi dalam keluarga juga
sangat penting.

Keempat, urutan kelahiran atau kedudukan anak di dalam keluarga. Anak tunggal akan
menjadi satu-satunya pusat orang tua untuk mencurahkan segala kasih sayangnya, sehingga

45
anak tunggal cenderung manja, sulit bergaul dengan teman sebayanya, suka menarik
perhatian orang dewasa dengan cara kekanakkanakan, dan sebagainya. Sementara anak
dengan beberapa

46
saudaranya akan berbagi kasih sayang kedua orang tuanya (Demista, 2009), sehingga anak
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya dalam keluarga tersebut menunjukkan perkembangan
yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang pertama. Hal ini karena, anak-anak yang
lebih muda akan lebih banyak meniru dan belajar dari kakak-kakaknya.

2. Lingkungan sekolah Sekolah merupakan lingkungan sosial kedua bagi anak setelah
keluarga. Anak belajar berinteraksi dengan pendidik sebagai agen of change dan dengan
teman sebaya. Dimana, keduanya sama-sama mampu memberikan pengaruh terhadap
perilaku anak. Teman sebaya merupakan partner yang sangat baik bagi anak (Tarsidi, t.t.),
sedangkan guru sebagai modeling dan sebagai mediator (Maryatun, 2016), baik anatar anak
atau antaar anak dengan orang tua.

Wellaman dan Husen telah membuktikan melalui penelitiannya bawa sekolah memiliki peran
yang sangat dominan dalam tumbuh kembang anak, terutama dalam perkembangan
inteligensi. Namun tidak hanya itu, sekolah juga megembangkan aspek lainnya seperti
pembentukan sikap, kebiasaan, belajar bersama kelompok, belajar menahan diri dan lain
sebagainya (Titin, Nuraini, & Supriadi, 2014). Selain itu, perhatian guru, besar kecilnya kelas
serta metode atau model pembelajaran yang diterapkan kepada anak (Gerungan, 2004) juga
menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, menurut hasil penelitian Jackson
dan Hetzer.

3. Lingkungan sosial masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang paling


luas dalam kehidupan individu. Zastrow dalam (Kurniawan, dkk, t.t.) mengatakan bahwa
lingkungan masyarakat merupakan seluruh individu dan sistem, yang mana keduanya saling
berinteraksi untuk membentuk pola hubungan. Sehingga, lingkungan masyarakat juga
memiliki peran sentral dalam menanamkan nilai nilai etika dan estetika dalam pembentukan
karakter anak (Subianto, 2013). Keadaan demografi, agama, kultur budaya, adat dan
kebiasaan (Ramayulis, 2009) inilah yang ikut mewarnai dalam perkembangan anak.

4. Lingkungan fisik Lingkungan fisik juga memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembang
anak, misalnya suhu dan udara (Fathurrohman, 2016). Sebagaimana lingkungan masyarakat,
lingkungan fisik merupakan lingkungan dimana anak tinggal, misalnya di desa atau di kota,
di tempat terpencil atau dekat kota, di pegunungan atau tepi pantai. Misalnya, anak yang
dibesarkan di tepi pantai memiliki suara yang lebih nyaring daripada anak yang berada di
tempat lainnya.

47
Pendidikan Karakter

48
Mendengar kata karakter yang terlintas dalam benak kita adalah perilaku, perilaku yang
ditunjukkan dalam bentuk ekspresi wajah ataupun tindakan seseorang yang lahir dari
dorongan hati dan pikiran. Sedangkan menurut Helmawati (2014), pendidikan karakter
merupakan suatu usaha yang dilakukan dalam mengembangkan potensi-potensi dalam diri
individu agar terbentuk watak, akhlak dan kepribadian yang baik sebagai seorang manusia.

Karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu “to mark” yang artinya menandai, menandai
perilaku-perilaku individu. Sedangkan menurut Hernowo (Andrian, 2012) karakter adalah
watak, tabiat, sifat yang mendasar dalam diri individu yang membedakannya dengan orang
lain. Secara umum, karakter merupakan ciri khas yang melekat dalam diri individu yang
kemudian dimunculkan dalam bentuk perilaku. Perilaku Perilaku ini bisa diwujudkan dalam
bentuk perilaku baik ataupun buruk yang nantinya mencerminkankan karakter anak.

Pendidikan karakter merupakan suatu cara yang digunakan untuk membantu individu agar
mampu menyerap nilai-nilai etika yang inti (Thomas Lickona dalam Sudrajat, 2011).
Disinilah kenapa pendidikan karakter menjadi sangat penting, karena dengan pendidikan
karakter perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh individu akan terarah. Sehingga, guru yang
menjadi pendidik bertugas untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anak, agar
karakter yang terbentuk adalah karakter yang baik. Tentu guru telah mempertimbangkan
nilai-nilai apa saja yang bisa membentuk karakter yang baik dalam diri anak.

Peran Lingkungan dalam Pembentukan Sikap Anak

Lingkungan memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter anak, baik lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingkungan masyarakat. Keluarga merupakan
lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak, sehingga orang tua harus mampu
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi anak. Begitu juga dengan lingkungan
sekolah, guru harus mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini bukan hanya guru, melainkan seluruh staf yang ada di Jogja
Green School, baik bidang akademik, kebersihan, keamanan dan lain sebagainya. Sehingga
anak mampu menangkap setiap informasi yang disampaikan oleh guru. Selain itu, anak harus
merasa aman dan nyaman berada di lingkungan sekolah, agar anak mampu menyerap dan
mengimplementasikan nilai-nilai yang telah didapatkan di lingkungan sekolah.

Relasi teman sebaya yang masih dalam pembahasan lingkungan sekolah turut mewarnai
pembentukan karakter anak. Selain meniru orang dewasa, anak-anak cenderung meniru temn

49
sebaya, mereka akan mengevaluasi perilakunya apakah sama, lebih baik atau lebih buruk
daripada teman-teman seusianya (Santrock, 2011). Sehingga, teman yang baik sangat
dibutuhkan dalam perkembangan sosial anak usia dini (Hartup dalam Santrock, 2011). Relasi
anak dengan teman sebaya juga dipengaruhi oleh relasi orang tua dengan anak. Apakah orang
tua memberikan waktu yang panjang bagi anak untuk bersama teman sebaya, bagaimana
perlakuan orang tua terhadap anak dalam hal berpendapat dan lain sebagainya.

Lingkungan masyarakat pun demikian, anak yang hidup di lingkungan masyarakat yang
kondusif akan memiliki karakter yang berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan
masyarakat yang tidak terkontrol atau tidak kondusif. Misalnya, anak yang hidup di
lingkungan masyarakat yang keras, banyak pelaku kriminal seperti pencopetan, perampokan
dan lain sebagainya. Maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kasar, keras kepala dan
suka mengganggu teman temannya. Berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan yang
kondusif, maka ia akan penuh wibawa, mampu mengaplikasikan nilai nilai budaya
masyarakat seperti jujur, sopan, ramah, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Demikian
juga lingkungan fisik yang turut mewarnai pembentukan karakter anak. Misalnya, anak yang
hidup di pesisir memiliki suara nyaring dibanding anak yang hidup di pegunungan. Hal ini
karena dipengaruhi kondisi fisik lingkungan, dimana di pinggir pantai kita harus mengeraskan
suara untuk didengar oleh lawan bicara, karena suara kita beradu dengan ombak.

Keempat elemen ini harus selaras agar mampu mengkondisikan lingkungan menjadi
representatif untuk pembelajaran karakter, tentu harus berkesinambungan satu sama lain.
Terutama lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, seperti yang dilakukan oleh para guru
di Jogja Green School dengan para orang tua peserta didik. Ada buku penghubung yang
dirancang khusus oleh Jogja Green School untuk berkomunikasi dengan para orang tua
terkait perkembangan anaknya. Melalui buku penghubung ini, orang tua mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh anak-anaknya di sekolah. Selain itu, orang tua juga mengetahui apa yang
terjadi pada anaknya di sekolah, apakah anak menangis, bertengkar dengan teman, tidak mau
makan sendiri dan lain sebagainya. Contoh catatan guru untuk orang tua anak, “Hari ini si A
tidak mau makan sendiri, tolong di support ya”. Kemudian, orang tua peserta didik
memberikan feed back “Bagaimana si A hari ini?, kemarin sudah saya support agar ia
kembali mau untuk makan sendiri dan lain sebagainya”. Komunikasi seperti ini sangat
penting dan mempengaruhi proses pembelajaran serta perkembangan anak usia dini, hal ini
agar stimulasi yang diberikan sekolah dan orang tua di dalam keluarga sama. Apabila
stimulasi yang diberikan orang tua dan guru
50
berbeda, maka akan menimbulkan suatu pertentangan dalam diri anak, misalnya anak sulit
untuk mandiri. Misalnya di rumah anak dimanja melakukan segala sesuatunya dilayani oleh
ibu dan ayahnya, sedangkan di sekolah anak diajari untu mandiri, melakukan segala
sesuatunya sendiri. Maka dari itulah, peran orang tua harus mnjadi top management di rumah
(Mutiah, 2010), yaitu memperhatikan setiap perilaku, sikap dan ucapannya, karena anak akan
mengamati dan kemudian meniru apa yang dilakukan oleh orang tua. Orang tua, harus
menjadi figur teladan yang baik bagi anak, sehingga orang tua harus benar-benar jeli dri hal-
hal kecil sampai hal-hal besar seperi membuat suatu keputusan dan menjadi pemimpin.

Lingkungan keluarga termasuk juga nenek dan kakek, orang tua harus mampu menstimulasi
nenek dan kakek agar tidak memanjakan anak, karena nenek atau kakek lah yang cenderung
selalu memanjakan cucunya. Misalnya, di sekolah dan di rumah anak boleh makan permen
dua kali dalam seminggu, kemudian ketika anak main ke rumah nenek, anak diperbolehkan
makan permen setiap hari. Nah, hal ini merusak apa yang telah dibangun oleh guru dan orang
tua. Maka orang tua berkewajiban menstimulasi nenek dan kakek, agar seluruh pendidikan
dari berbagai lingkungan bisa searah dan pembentukan karakter anak bisa segera tercapai
dengan baik.

Oleh karena anak usia dini bukanlah orang dewasa mini, maka pendidikan karakter harus
disesuaikan dengan perkembangan moral anak. Dimana, perkembangan moral anak terdapat
tiga tahapan: Pertama, premoral. Pada tahap ini anak belum mengetahui apa-apa baik itu
moral, etika, aturan dan susila. Maka dari itulah, di sekolah anak diwajibkan untuk bersikap
baik dengan teman seusianya, menghormati guru dan saling tolong menolong. Selain
dibiasakan berperilaku baik, guru juga menjadi contoh bagi anak. Apabila anak melakukan
kesalahan, guru akan ada untuk menegur dan memperbaikinya. Misalnya, anak lupa untuk
mengatakan “terimakasih” kepada cooking saat meletakkan piring di dapur, maka guru akan
menegur anak, kenapa anak tidak mengucapkan “terimakasih”. Hal-hal sepele ini merupakan
pembelajaran yang sangat berharga bagi anak.

Kedua, moral realism. Pada tahap ini, anak telah berada pada tahap yang lebih tinggi, dimana
anak telah mengenal etika, moral, aturan dan susila, sehingga anak telah mampu berperilaku
sesuai dengan aturan tersebut. Anak-anak di Jogja Green School usia 2-3 tahun yang berada
di kelas Kupu-kupu A telah mampu mempraktikkan perilaku-perilaku baik yang dicontohkan
oleh guru. Mereka telah mengetahui perilaku-perilaku seperti apa yang dianggap baik dan
dianggap buruk oleh orang dewasa.

51
Ketiga, moral relativism. Ini merupakan puncak dari perkembangan moral, dimana pada
tahap ini anak telah mampu menginternalisasi nilai-nilai yang ada, sehingga anak mampu
bertindak atas pertimbangan moral yang ada di dalam dirinya, bukan karena aturan dan
pengaruh orang lain (Piaget dalam Suyanto, 2012). Sebagian anak tlah sampai pada tahap ini,
namun sebagian lagi masih berada dalam tahap 1 dan 2

Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menjadi sangat penting karena memiliki lima tujuan berikut. Pertama,
mengembangkan potensi-potensi afektif yang ada dalam diri anak yang memiliki karakter
bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasan dan perilaku-perilaku anak yang positif selaras
degan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketiga, menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung jawab dalam diri anak. Keempat, mengembangkan kemampuan
dalam diri anak, agar anak menjadi pribadi yang mandiri dan kreatif. Kelima, menciptakan
lingkungan sosial yang kondusif untuk belajar, menjadi pribadi yang jujur, kreativitas dan
persahabatan (Judiani, 2010).

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan di atas pengelolaan sekolah harus efektif dalam
membentuk karakter anak. Bagaimana pihak sekolah merancang pedidikan karakter untuk
peserta didik, melaksanakan strategi yang telah disusun serta mengendalikannya melalui
kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan karakter (Wibowo, 2013). Jogja Green
School telah melakukan pengelolaan yang baik, bagaimana lingkungan sekolah terintegrasi
dengan pendidikan karakter anak. Hal ini bisa dilihat dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh
pendidik kepada peserta didik, seperti harus saling berbagi, menghormati orang dewasa,
toleransi dan lain sebagainya. Selain itu, kurikulum yang dikembnagkan juga sangat penting
untuk diperhatikan, model pembelajaran serta tenaga pendidik yang mampu menjadi
modeling atau teladan bagi peserta didik. Sehingga, pendidikan karakter di Jogja Green
School benar-benat terwujud dengan baik.

Ada tiga poin penting yang menjadi penyebab terbentuknya karakter dalam diri anak. Ketiga
poin penting ini saling berhubungan satu sama lain, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral
dan perilaku moral (Lickona, 2008). Apabila karakter anak telah terbentuk dengan baik, maka
keputusan-keputusan yang diambilnya meliputi tiga poin ini. Misalnya, seorang anak
mendapati seorang temannya yang sedang diolok-olok, ia mengetahui bahwa itu adalah hal

52
yang buruk, serta dapat menimbulkan situasi yang semakin buruk, seperti anak yang diolok-
olok tersebut akan melapor guru dan orang tuanya. Maka sebelum hal itu terjadi, anak harus
melakukan tindakan, yaitu melerai dan memberika nasehat kepada yang mengoloolok serta
yang diolok-olok, bahwa perbuatan itu adalah hal yang tidak baik serta mereka harus berjanji
tidak akan mengulanginya. Halhal semacam ini telah mampu dilakukan oleh peserta didik di
Jogja Green School.Seluruh peserta didik di Jogja Green School bisa dikatakan bahwa
karakternya telah terbentuk, tentu karakter yang baik yang dimaksud dalam hal ini. Ketika
kita amati anak-anak di dalam maupun di luar kelas, tidak ada anak-anak yang rebutan
mainan, kursi, dan barang-barag lainnya. Dengan demikian sudah jelas bahwa pembentukan
karakter sejak usia dini sangat dibutuhkan, karena jika karakter anak belum terbentuk tidak
ada dorongan semangat (Montessori, 1995) kepada anak untuk berperilaku baik, sesuai
dengan norma-norma agama, adat-istiadat dan budaya masyarakata setempat.

53
RISLIYAWATI AYUDIAH NINGRUM
(1303623030)

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Literasi Baca Tulis


dan Numerasi Pada Anak Usia Dini

Kemampuan Pemecahan masalah adalah sebuah kemampuan yang harus


dimiliki setiap individu baik orang dewasa ataupun anak-anak. Hal ini dikarenakan setiap
anak maupun orang dewasa tidak mungkin lepas dari apa yang dinamakan masalah. Masalah
yang dihadapi oleh orang dewasa tentunya berbeda dengan anakpanak, namun keduanya
sama-sama membutuhkan kemampuan untik menyelesaikan atau memecahkannya.
Berdasarkan hal ini maka kemampuan pemecahan masalah harus distimulasi sejak dini. Hasil
Penelitian dari Sanusi (2020) dalam Jurnal Golden Age Vol.4, No. 1, yang berjudul Pola
Pembiasaan Pemecahan Masalah Bagi Anak Usia Dini yang menyatakan hasil penelitiannya
bahwa Kemampuan Pemecahan Masalah Anak Usia Dini adalah Kemampuan Anak untuk
dapat memanfaatkan pengalaman atau pengetahuannya dalam merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data, mengolah informasi, membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang
diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah harus dilatuh sejak dini agar anak terbiasa
berpikir analitis serta mampu mengambil keputusan secara mandiri. Hal ini senada dengan
penelitian yang peneliti lakukan yaitu bahwa kemampuan pemecahan masalah harus dilatih
sejak dini namun memiliki perbedaan pada cara stimulasinya, jika pada penelitian yang
dilakukan Sanusi menggunakan cara pembiasaan namun peneliti disini menggunakan
kegiatan pembelajaran literasi baca tulis dan numerasi. Volume 3, Nomor 2, Juni 2023
Enggang: Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya. Hasil penelitian yang lain
yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Masyah (2017)
dalam Jurnal Ilmiah Potensia Vol.2, No.2, yang berjudul Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah melalui Permaianan Tebak Gambar di PAUD Kemala Bhayangkari
Bengkulu Utara. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa Kemampuan Pemecahan

54
Masalah merupakan kemampuan untuk menemulan

55
solusi atau jalan keluar bagi permasalahn yang dihadapi secara spesifik , dimana Kemampuan
pemecahan Masalah ini merupakan prasyarat manusia untuk melangsungkan hidupnya,
karena dalam hidup individu sudah pasti akan menghadapi masalah yang tentunya harus
diselesaaikan atau dipecahkan. Oleh karena itu Kemampuan Pemecahan Masalah harus
dilatih sejak dini. Melatih Kemampuan Pemecahan Masalah pada Anak Usia Dini adalah
memalui pembelajarn yang sesuai dengan tahap perkembangan anak yaitu melalui permainan
tebak gambar.

Hal yang membedakan penelitian ini dengan topik yang peneliti lakukan
adalah pada penggunaan cara stimulasinya. Masyah melakukan stimulasi kemampuan
pemecahan masalah melalui permaonan tebak gambar, sedang peneliti menggunakan
kegiatan pembelajaran literasi baca tulis dan numerasi. Mengingat begitu pentingnya
kemampuan pemecahan masalah bagi anak maka peneliti melakukan penelitian mengenai
stimulais kemampuan masalah melelui pembelajaran litersi baca tulis dan numerasi.

A. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Lestari (2020:1) berpendapat bahwa masalah yang dihadapi anak tidak sama
dengan masalah yang dihadapi orang dewasa, tetapi anak harus memiliki kemampuan
problem solving yang bisa membantu mereka mengatasi masalah tersebut dengan baik,
sehingga kemampuan tersebut akan terus berkembang, salah satunya dalam kemampuan
kognitif Menurut Polya (dalam Syaodih. 2018) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah adalah merupakan salah satu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang
dihadapi. Sedangkan Syaodih dkk. (2018: 31) menyatakan hal serupa yaitu bahwa pemecahan
masalah adalan penemuan langkah-langkah untuk mengatasi kesenjangan atau gap yang ada.

Widiastuti dkk (2018: 242) mengemukakan jika ketrampilan atau kemampuan


pemecahan masalah adalah ketrampilan berfikir memecahkan masalah melalui pengumpulan
fakta, analisis informasi, Menyusun alternatif pemecahan dan memilih pemecahan masalah
yang efektif. Hal senada juga diungkapkan oleh Solsyo ( dalam Masyah da;am Permata 2020:
6) yang berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara
langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
Pendapat ini juga di dukung oleh Putri (dalam Sari dkk. tanpa tahun) yang mengatakan
bahwa pemecahan masalah adalah suatu cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan
pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan situasi yang tidak rutin.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
56
atau

57
KPM adalah suatu usaha yang dilakukan individu pada saat menghadapi masalah tertentu
dengan menggunakan pengetahuan, ketrampilan yang dimiliki dengan cara Menyusun
Langkah-langkah pemecahan masalah yaitu mengumpulkan fakta, melakukan analisis
informasi, Menyusun alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih pemecahan
masalah yang paling efektif.

B. Kemampuan Pemecahan Masalah pada Anak Usia Dini

Menurut Beaty dan Wortham (dalam Syaodih. 2018) menyatakan jika


kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini adalah kemampuan anak untuk
menggunakan pengalamannya dalam merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, membuat
keputusan tentang hipotesis dan merumuskan kesimpulan tentang informasi yang mereka
peroleh dalam proses ilmiah. Sedang Branca dan Dahar (dalam Syaodih. 2018) juga
mengungkapkan bahwa pemecahan masalah menekankan pada penggunaan proses ilmiah
secara efektif oleh anak untuk melakukan suatu penyelidikan terhadap suatu objek atau
peristiwa tertentu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sehingga anak memperoleh
pengalaman serta informasi mengenai objek atau peristiwa tertentu dari kegiatan bermain,
melalui kegiatan percobaan serta bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial
mereka.

C. Manfaat Kemampuan Pemecahan Masalah bagi anak

Setiap individu baik itu orang dewasa maupun anak anak memerlukan
kemampuan untuk memecahkan masalah karena setiap individu tidak akan terhindar dari
suatu masalah, meskipun masalah yang dihadapi oleh anak-anak dan orang dewasa tentunya
berbeda. Manfaat kemampuan pemecahan masalah untuk anak-anak menurut Chouchenour
dan Chrisman (dalam Muthi 2021:) yaitu :1)Melatih anak berpikir kritis, 2) Memberi alasan
3)Memecahkan masalah 4) Menemukan hubungan sebab akibat Musyik (dalam Lestari.
2020) mengungkapkan hal serupa, yaitu bahwa tujuan atau manfaat dari kemampuan
pemecahan masalah pada anak adalah : 1) Melatih anak untuk berpikir 2) Menghindarkan
anak dari kesimpulan tergesa-gesa 3) Menimbang-nimbang kemungkinan berbagai
pemecahan 4) Menangguhkan pengambilan keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang
cukup. Pendapat serupa dikemukakan oleh Sanusi (2020: 203) yang mengungkapakan bahwa
membiasakan anak usia dini untuk belajar memecahkan masalah dapat memberikan manfaat
yang besar yaitu dapat melatih anak berpikir analitis dalam mengelola informasi yang
didapatkan kemudian
58
dapat mengambil keputusan dengan sendirinya. Dengan demikian pada perkembangan
selanjutnya anak akan mampu mengembangkan dirinya dalam memcahkan masalah yang
dihadapi secara mandiri Karena sudah terlatih dari kecil.

D. Indikator Pemecahan Masalah pada Anak Usia Dini

Menurut Syaodih (dalam Sanusi dkk. 2020) ada empat indikator pemecahan
masalah pada anak usia dini, yaitu: 1) Ketrampilan observasi atau mengamati, merupakan
ketrampilan anak untuk dapat mengetahu objek menggunakan semua inderanya baik itu
indera penglihatan atau mata, indera pendengaran atau telinga, indera pembau atau hidung
dan indera perasa yaitu kulit dan lidah .2) Ketrampilan mengumpulkan data dan informasi
atau collecting merupakan ketrampilan anak untuk mengumpulkan data atau informasi
dengan berbagai sumber atau cara missal dengan mencoba, mendiskusikan dan
menyimpulkan data atau informasi yang diperoleh tersebut. 3) Ketrampilan mengolah
informasi (communicating), yaitu bagaimana anak dapat menghubungkan atau mengkaitkan
pengetahuan atau informasi yang sudah dimiliki dengan pengetahuan yang baru diperoleh
sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu hal. 4) Keterampilan
mengkomunikasikan informasi adalah kegiatan anak untuk menyampaikan hal-hal yang telah
dipelajari dalam berbagai bentuk misalnya melalui cerita, Gerakan dan menunjukkan hasil
karya berupa gambar adonan, boneka dari bubur kertas, kriya dari daur ulang dan hasil
anyaman.

Indikator kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini yang tercantum
dalam permendikbud 137 tahun 2014 yaitu :1) Memecahkan masalah sederhana dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara yang fleksibel dan diterima sosial 2) Menerapkan
pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru. 3) Menunjukan sikap kreatif dalam
menyelesaikan masalah (ide, gagasan di luar kebiasaan). Berdasarkan beberapa pendapat
diatas maka dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu :1)
Observasi atau mengamati objek menggunakan seluruh indera 2) Mengumpulkan data dengan
cara bertanya mencoba-coba, serta menggunakan pengetahuan yang pernah diterimanya . 3)
Menganalisa data atau memilih serta memutuskan cara yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah secara fleksibel.

1. Guru

Sebagai pendidik yang berfungsi sebagai fasilitator untuk anak didik sebaiknya guru terus

59
meningkatkan kompetensi yang menunjang profesionalisme sehingga dapat memenuhi

60
kebutuhan yang diperlukan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran serta dapat
menyesuaikan diri dengan kemajuan Pendidikan saat ini.

2. Kepala Sekolah

Sebagai pemimpin kepala sekolah hendaknya terus mengembangkan diri baik dari keilmuan
maupun kompetensi terkait perkembangan Pendidikan saat ini serta dapat memberikan
kesempatan kepada guru atau pendidik untuk meningkatakan kompetensinya sebagai
pendidik, misal seminar, workshop atau pelatihan-pelatihan yang menunjang kebutuhan
profesinya,

3. Sekolah

Sekolah hendaknya dapat memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh guru untuk
mengembangkan kompetensinya sebagai pendidik baik dari kesempatan maupun sarana
prasarana misal komputer, laptop, wifi dan sebagainya untuk menunjang kegiatan
penegembangan diri guru maupun kegiatan pembelajaran untuk anak didik.

61
RISMA DWI RAHMADANTI
(1303623059)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami kemajuan yang


sangat pesat seiring berjalannya waktu. Kemajuan teknologi yang terjadi memerlukan
kerjasama bersama baik dari sektor pemerintah dan juga guru sebagai garda terdepan dalam
bidang pendidikan untuk memanfaatkan penggunaan teknologi yang baik dalam
pembelajaran. Berkembangnya teknologi juga menuntut adanya keterampilan yang
seharusnya dimiliki pada abad 21 yaitu, multitasking, multimedia learning, online social
networking, online info searching, games, simulation and creative expression (Panjianto,
2018), dan juga perlu dikuasai serta diterapkan dalam proses pendidikan. Walaupun adanya
teknologi bukan satu-satunya hal yang dapat menjadikan guru lebih inovatif dan kreatif
dalam menyiapkan pembelajaran, namun melalui teknologi dapat memberikan suasana serta
warna tersendiri dalam proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar
anak. Selain itu berbagai tuntutan dalam menghadapi revolusi industri 4.0, yang bahkan saat
ini telah memasuki 5.0, terdapat elemen penting dan perlu menjadi perhatian adalah
mempersiapkan pembelajaran yang inovatif sehingga dapat meningkatkan kompetensi
lulusan yang memiliki keterampilan abad 21 (Zubaidah, 2018). Penggunaan teknologi dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam proses pembelajaran perlu adanya penggunaan yang
bijak sehingga manfaat yang ada dapat dimaksimalkan dan sesuai dengan kebutuhan.

Saat ini anak hidup dalam dua jenis teknologi yang disebut media interaktif dan non
interaktif (NAEYC & FRC, 2012). Kedua media ini memiliki perbedaan dan dampak yang
berbeda dalam penggunaannya. Media interaktif merupakan perpaduan dari teks, grafik,
audio,
62
dan interaktif (Green & Brown, 2002). Media interaktif memiliki berbagai keunggulan saat
digunakan sebagai media untuk belajar anak, dikarenakan dapat meningkatkan meningkatkan
motivasi anak, terdapat komposisi warna, musik, dan grafis animasi didalam video tersebut
sehingga menambah kesan realisme (Sudjana & Rivai, 2002). Keberadaan media interaktif
ini dapat membantu orangtua saat ingin memberikan pembalajaran dirumah dan
meningkatkan kedekatan orangtua dan anak melalui kegiatan bersama mengikuti intruksi
video yang sedang ditonton. Sedangkan media non interaktif meliputi beberapa program
dalam televisi, videovideo anak, DVD, dan beberapa media yang saat ini dapat dilihat
langsung di pelbagai macam media. Pengguna media non interaktif lebih dituntun menjadi
penonton pasif, sehingga masalah yang banyak timbul dari pengguna media non interaktif
khususnya anak.

Penggunaan Teknologi di Sekolah memiliki peran penting dalam meningkatkan


kualitas pendidikan, sehingga sudah selayaknya pembelajaran yang diselenggarakan dapat
membawa manfaat bagi peserta didik. Kebermanfaatan dan kebermaknaan pembelajaran
dapat dibangun melalui penciptaan suasana belajar yang menyenangkan dan mampu
memberikan stimulasi pada peserta didik dari berbagai aspek sekaligus membantu menggali
potensi yang dimiliki secara optimal.

Pada era revolusi industri yang sebelumnya telah memasuki era 4.0 dan yang akan
bahkan telah memasuki era 5.0, ruang dan waktu bukan lagi menjadi pembatas dan halangan
dalam penyampaian informasi dan komunikasi. Menurut Supriano (2019) dalam suatu
kesempatan pemilihan guru dan tenaga kependidikan berprestasi dan berdedikasi tingkat
Nasional menyampaikan pentingnya 4C yaitu:

1. Critical thinking

Mengembangkan anak agar berfikit kritis yaitu, berfikir terbuka dan rasional apalagi dengan
adanya teknologi yang menjadikan anak lebih cepat dalam menerima informasi, dan semua
itu tergantung bagaimana memanfaatkannya.

2. Communication

Di era teknologi ini kompetensi lain yang penting dimiliki anak adalah komunikasi yang
baik, dan bagaimana komunikasi ini bisa terbentuk dalam proses pembelajaran. yang ketiga
adalah kolaborasi, kerjasama.

63
3. Collaboration

Salah satu tuntutan di era modern ini adalah kemampuan kerjasama yang baik, dikarenakan
dengan adanya kerjasama yang baik dapat meningkatkan daya saing yang baik pula.

4. Creativity

Anak perlu memiliki kreativitas dan bisa berfikir inovatif dalam perkembangan zaman yang
sangat cepat ini.

Teknologi termasuk salah satu media dalam penyampaian informasi pembelajaran dan juga
sumber belajar yang dapat banyak membantu dalam dunia pendidikan jika digunakan dengan
cara yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Teknologi dapat digunakan sebagai media
penyampai pesan pembelajaran yang menarik dan interaktif sehingga dapat meningkatkan
minat anak saat mengikuti pembelajaran. Sekarang ini dalam proses pendidikan memaksa
penggunaan teknologi informasi sebagai salah satu fasilitas belajar anak. Pendidik dituntut
mampu dan menguasai bidang teknologi informasi sebagai media penyampai pesan dalam
pembelajaran, sehingga guru dan anak dapat mengikuti dan update dengan informasi sesuai
dengan zamannya. Memasuki abad 21 ini Daryanto dan Saiful (2017:3-5) merinci lima
kategori keterampilan yang perlu dikuasai oleh pendidik diantaranya:

a) Pendidik mampu memberikan fasilitas serta menginspirasi anak didik dalam


pembelajaran dan dapat meningkatkan kreatifitas anak.

b) Pendidik mampu merancang dan mengembangkan pengalaman dan assessmen


pembelajaran di era teknologi ini.

c) Pendidik dapat menjadi model bagi anak baik cara belajar dan bekerja pada era
digital.

d) Pendidik mampu mendorong serta menjadi model yang bertanggungjawab dan


bagaimana menjadi masyarakat digital.

e) Pendidik wajib berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan


professional.

Pemanfaatan teknologi sebagai media penyampai materi ajar pada anak menjadi salah
satu upaya untuk menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan. Hal ini

64
dapat mempermudah guru dalam mengelola dan menyampaikan pembelajaran kepada anak.
Untuk menunjang penyampaian pembelajaran Hardiyana (2016:5) menjelasakan beberapa
jenis teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran PAUD antara lain:

a) Audio dan Video Player Media

audio berhubungan dengan pendengaran, hal ini menyangkut komunikasi melalui


pendengaran secara langsung. Sementara media video visual berkaitan dengan pelibatan indra
penglihatan. Hal ini sesungguhnya terdapat dua pesan yang dimuat dalam media visual yakni
pesan verbal dan nonverbal.

b) Komputer

Komputer merupakan perangkat yang melibatkan teknologi software dan hardware. Melalui
penggunaan komputer ini mempunyai pengaruh secara signifikan dalam proses pembelajaran.
komputer dapat membantu guru mengoperasionalkan pembelajaran yang menantang dan
menyenangkan bagi anak didik.

c) Internet

Internet merupakan layanan teknologi yang menyiapkan seluruh aplikasi dan informasi yang
dapat dijadikan sebagai sumber dan media pembelajaran. internet dapat dioptimalkan dengan
cepat, nyaman, aman bagi penggunananya. Penggunaan internet dapat mempermudah guru
dalam mencari dan menelusuri informasi berkaitan materi pembelajaran yang diajarkan
kepada anak.

Penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran dapat memberikan manfaat baik


dalam mengembangkan aspek perkembangan anak secara umum juga dapat mengembangkan
aspek kognitif kususnya. Orangtua, guru, atau pemangku kebijakan merupakan komponen
penting dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dan peran mereka
meliputi:

a) Memfasilitasi anak dalam menggunakan teknologi

b) Mengadaptasi pembelajaran dengan mengintegrasikannya menggunakan


teknologi

65
c) Memaksimalkan dampak intruksi pembelajaran dengan menggunakan
teknologi

Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, seperti:

a) Mekanisme desain

b) Pendekatan dan ketepatan dalam pengajaran dan pembelajaran

c) Konteks teknologi

Tidak bisa dipungkiri keberadaan teknologi memberikan kemudahan dan kebermanfaatan.


Namun teknologi tak lepas dari efek negatif jika tidak digunakan dengan tepat khusunya bagi
anak usia dini. Oleh karena itu orang dewasa di sekitar anak usia dini harus bisa menjadi
kontrol anak agar tidak berdampak negatif.

Dalam dunia Pendidikan anak usia dini, teknologi berperan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan dan membantu dalam proses pembelajaran agar pesan pembelajaran
dapat lebih mudah diterima oleh anak. Namun tidak semua pendidik dapat memanfaatkan
teknologi sebagai media pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan dan
pendampingan dari pemerintah terkait agar pendidik dapat memaksimalkan pemafaatan
teknologi dalam dunia pendidikan.

66
RIZKY FEBRIANSYAH PUTRA

(1303623053)

PENGEMBANGAN BAHASA ANAK USIA DINI MELALUI METODE


BERCERITA DI LEMBAGA PAUD MERAJE GUNE

Kemampuan bahasa merupakan salah satu pokok yang sangat penting yang harus
diperhatikan oleh setiap pendidik, guna untuk mengoptimalkan panca indra terhadap anak
baik dengan melalui apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh anak itu sendiri.
Kemampuan bahasa terhadap anak harus ditanamkan sejak usia dini karena pada fase tersebut
anak akan cepat merespon apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Bahasa dikiaskan
sebagai alat untuk menyampaiakan informasi terhadap orang lain, berkomunikasi, dan
berintraksi. Apabila anak memiliki keterlambatan dalam mengembangkan bahasa maka akan
berdampak terhadap perkembangan sosial dan psikologisnya terlebih akan merembet
terhadap emosional anak.

Brewer Memberikan definisi tentang pengembangan bahasa merupakan alat yang


digunakan untuk berkomunikasi antara sesama manusia yang baik melalui lisan, tulisan dan
maupun lewat bahasa isarat. Hurlock menjelaskan Bahasa merupakan pengucapan, pemikiran
dan perasaan yang tersistem dan teratur yang digunakan dalam berkomunikasi anata
seseorang yang terdiri dari menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Darjowidjojo5
mengungkapkan pemahaman terhadap bahasa memiliki keterkaitan dengan kemampuan
bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu belajar bahasa Ibu. Dari berbagai

67
pendapat dari para ahli bahasa dapat disimpulkan bahwa kemampuan bahasa merupakan alat
untuk melakukan komunikasi

68
dan berintraksi terhadap seseorang baik melalui lisan, tulisan, maupun perasaan yang
tersistem dan teratur yang terdiri dari membaca, menyimak, menulis, dan berbicara sehingga
memiliki keterkaitan dengan kemampuan belajar
bahasa Ibu.

Dalam hal ini menjelaskan bagaimana “Yaitu bagaimana cara meningkatkan kemampuan
bahasa anak melalui bercerita sambil bermain”.? “Bagaimana langkah-langkah yang
dilakukan oleh guru untuk mengoptimalkan pembelajaran bercerita sambal bermain sehingga
bias meningkatkan kemampuan bahasa terhadap anak”.? Dengan meneliti dari sebuah lokasi
di lembaga PAUD Meraje Gune Desa Pejanggik Kecamatan Praya Tengah Kabupaten
Lombok Tengah sebagai sumber penelitian kali ini oleh Azhari, S.

Dalam metode penelitiannya menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriftif


yakni menggambarkan atau mendeskripsikan sesuatu berdasarkan fakta-fakta yang biasa
dilihat dalam objek penelitian. Subjek dari penelitian ini adalah mencari data sebanyak
mungkin yang biasa dipercaya dalam memberikan titik terang suatu penelitian atau juga biasa
disebut dengan sumber informasi data yang bertujuan untuk menghasilkan data yang cukup
yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Sasaran dari penelitian ini adalah Guru dan Siswa
yang ada di lembaga Pendidikan anak usia dini di KB Meraje Gune. PAUD MerajeGune
merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang terletak di Desa Pejanggik.
Kecamatan Praya Tengah. Kabupaten Lombok Tengah. Provinisi Nusa Tenggara Barat
(NTB.). Lembaga pendidikan ini bernama KB (PAUD) Meraje Gune. Teknik-teknik yang
digunakan untuk melakukan penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi.

Pengembangan Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini


Dalam definisi pengembangan bahsa anak usia dini kata-kata dari perkembangan
biasanya disandingkan dengan pertumbuhan dan kematangan anak. Kemampuan bahasa
terhadap anak berpengaruh terhadap tempat sosio psikologis atau lingkungan dari
keluarganya. Dimana dalam lingkungan keluarganya memiliki ikatan dalam suasana yang
tercipta sangat harmonis, saling menjaga, saling membantu sosial dari keluarganya sanagat
baik dengan anak akan sanagt mudah berintraksi dengan semua orang termasuk
69
keluarganya. Skinner dalam

70
Safitri, mendiskripsikan tentang perkembangan bahasa bagi anak usia dini dengan diawali
dengan pengendalian dari luar diri anak, dengan ransangan yang diberikan melalui
lingkungan, dengan adanya ransangan yang dimiliki oleh anak secara bertahap-tahap
perkembangan bahasa anak akan menuju kesempurnaan. Ada pun tingkatan perkembangan
dan pertumbuhan kemampuan bahasa anak usia dini sesuai
dengan tahapannya.

a. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini


Karakteristik bahasa nak usia dini memiliki berbagai aspek pengembangan bahasa
terhadap anak usia dini yang harus diperhatikan agar perkembangan bahasa anak usia dini
berkembang sesuai dengan tahapannya. Adapun beberapa ahli mendiskripsikan karakteristik
perkembangan bahasa anak usia yang berusia 5-6 tahun, adalah sebagai berikut:

1. Anak sudah bisa mengucapkan 2600 kata-kata

2. Pengucapan kalimat anak sudah mencapai enam sampai beberapa kata

3. Anak bisa memahami kata-kata terdiri dari 20.000 kata

4. Anak sudah bisa berkomunikasi dengan jelas

5. Anak dapat menjelaskan kata-kata sederhana

6. Anak sudah bisa menggunakan kata-kata penghubuung, kata depan

7. Mengenal banya huruf dan dan anak usia 5-6 tahun sudah bisa mengekspresika diri,
menulis, membaca, bahkan berpuisi.

b. Probelematika Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini


Dari hasil penelitian yang dilakukan Mengenai tentang problematika keterlambatan
berbicara dan gagap pada anak usia dini yang berusia 6 tahun, berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Elsa dan kawan-kawannya yang langsung mewawancarai guru kelas
yang ada di Lembaga tersebut mengenai tentang keterlambatan berbicara anak, dimana
dalam berbicara anak itu suka mengulang suara atau suku kata terutama diawal seperti “da-
da-dalem” nah hal semacam ini dikarenakan pada proses awal pembelajaran selalu d absen
Gurunysa terkadang berbicara gagap juga terdengar Panjang seperti ”sssssselalu” dan juga
setelah jam pelajaran istirahat anak terkadang cendrung sendiri sehingga anak tidak

71
melakukan berbicara

72
sepenuhnya jadi pendiam.
Jadi dalam problematika di atas harus benar-benar diperhatikanoleh seorang guru agar
tidak terjadi kesalahan yang patal seperti yang diderita oleh anak dan faktor kondisi
lingkungan juga berpengaruh terhadap diri anak bukan hanya di lingkungan sekolah, akan
tetapi di lingkungan keluarga juga harus benar-benar memperhatikan anaknya agar selalu
mengajak berbicara, bermain dan sambilbercerita kepada anak. Maka perlu sekali
membiasakan anak untuk berbicara semaunya dan biasakan anak berkomunikasi dan
berintraksi dengan seluasnya agar tidak canggung dan
gagap dalam

Metode Bercerita

Metode bercerita merupakan ciri khas atau kebiasaan yang pernah dialami oleh siswa-
siswi terdahulu sejak zaman kurikulum satuan Pendidikan 2006 (KTSP), hampir keseluruhan
dari siswa-siswi terdahulu mengalami indahnya bercerita apalagi yang diceritakan sanagat
berkesan oleh gurunya sampai tidak pernah lupa seumur hidupnya. Ya pada kesempatan itu
guru seharusnya memfasilitasikan siswanya untuk diberikan kesempatan menceritakan
kembali apa yang telah mereka alami sehingga bertujuan untuk mengarahkan sisiwa-siswinya
menjadi suatu motivasi yang menghasilkan minat belajar mereka semakin besar untuk
melatih kemampuan bahasa maupun menulis.
Metode bercerita ini juga bisa membantu siswa-siswinya untuk melatih kemampuan
dan keterampilan berbahasanya yang lancar dimana dengan menggunakan metode bercerita
ini anak akan terbiasa berbicara dengan leluasa dan bisa mengembangkan kemampuan anak
dalam melatih pemahaman, pelurusan pembendaharaan kata-kata dan tatabahasa serta dapat
meningkatkan keterampilan dalam menyimak, mendengar, membaca dan menulis.

a. Implikasi Metode Bercerita Terhadap Perkembangan Anak Usia Dini


Dari beberapa definisi yang terkait dengan metode bercerita merupakan
pengembangan
bahasa yang di implementasikan kepada anak usia dini dalam meningkatkan kemampuan
bahasa anak dengan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif dalam hal ini menyertakan
sebuah pemikiran, mental, keberanian, berkata yang jelas sehingga semua orang bisa
memahami apa yang dibicarakan. Akan tetapi dalam hal ini terdapat implikasi atau pengaruh
metode bercerita bagi perkembangan bahasa anak usia dini adalah sebagai berikut:

73
a) Anak-anak bisa berintraksi deangan berabagai pembendaharaan kata-kata yang melibatkan
proses kognitif anak

b) Dalam metode bercerita juga bisa membangun minat belajar anak dan melatih
kepokusan/perhatian terhadap anak sehingga pemahaman dan perluasan kata-kata secara tata
bahasa.

c) Menggunakan metode bercerita dalam mengembangkan bahasa anak usia dini juga bisa
meningkatkan keterampilan anak untuk mendengarkan, menyimak, berbicara, dan menulis.

b. Manfaat Bercerita dalam mengembangkan kemampuan bahasa anak usia dini.


Adapun mamfaat dalam metode bercerita untuk meningkatkan kemampuan bahasa
anak usia dini yang dikemukan oleh 19 antara lain sebagai berikut:

a) Anak mendapatkan ilmu pengetahuan yang banyak

b) Diberikan pengalaman belajar yang menggembirakan dan mengesankan bagi anak

c) Metode bercerita juga sebagai media yang efektif untuk berkomunikasi

d) Mengasah kepekaan terhadap anak

Hasil penelitian di lembaga PAUD Meraje Gune menggunakan metode bercerita


untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak usia dini. Wawancara dengan guru-guru di
lembaga ini menunjukkan bahwa penggunaan metode bercerita, seperti yang dilakukan
oleh Ibuk Nurhasanah, sangat diminati oleh anak-anak karena ceritanya menarik dan
interaktif. Melalui teknik ini, anak-anak diberi kesempatan untuk berkomunikasi, bertanya,
dan menceritakan pengalaman mereka, yang membantu mereka berinteraksi dengan lebih
percaya diri. Pendapat Rusniah juga menyatakan bahwa metode bercerita bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan berfikir, imajinasi, dan membuat suasana belajar yang
menyenangkan di kelas.
Begitu juga dengan pendapat Ibuk Guru Zurriyatun yang menekankan bahwa
bercerita sambil bermain dapat mempertahankan konsentrasi anak dan membuat belajar lebih
menyenangkan, menggugah semangat belajar, serta mengajak anak berinteraksi untuk
mengembangkan kemampuan bahasa.

74
Hal ini sejalan dengan pandangan Ibuk Heriyanti yang menekankan pentingnya
persiapan yang tepat sebelum menceritakan cerita kepada anak-anak, termasuk pemilihan
tema dan suasana yang sesuai dengan minat anak-anak agar proses belajar tidak
membosankan. Arie juga menyoroti pentingnya pemilihan tema yang sesuai dengan usia
anak-anak agar cerita dapat diterima dengan baik dan tidak mengundang kebosanan. Dalam
keseluruhan, pemilihan tema dan suasana yang tepat sangat penting dalam membuat metode
bercerita menjadi lebih efektif dalam mendidik anak-anak usia
dini.

Kesimpulannya dari berbagai ulasan di atas mengenai hasil dari wawancara yang
telah dilaksanakan oleh peneliti kepada Guru yang ada dilembaga PAUD Meraje Gune.
Meningkatkan kemampuan perkembangan bahasa anak usai dini dengan menggunakan
metode bercerita dalam hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa dengan
menggunakan metode bercerita bisa meningkatkan kemampuan perkembangan bahasa anak
usia dini. Dilihat dari aktivitas berbicara anak dalam keseharian, keberanian anak untuk
menceritakan pengalamannya, dan tidak mersa malu terhadap siapapun Ketika di ajak
berbicara.

75

Anda mungkin juga menyukai