Anda di halaman 1dari 50

PERAN WALI KELAS DALAM MENINGKATKAN HASIL

PEMBELAJARAN SISWA DIKELAS 5 ANAK PENYANDANG


DISABILITAS DI SDN BURENGAN 5 KOTA KEDIRI

SEMPRO

Disusun oleh PGMI 5D:

Salma Talenta Anggraini (12205183198) 32

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI 2021
PERAN WALIKELAS DALAM MENINGKATKAN HASIL
PEMBELAJARAN SISWA DIKELAS 5 ANAK PENYANDANG
DISABILITAS DI SDN BURENGAN 5 KOTA KEDIRI

SEMPRO

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiah dan Ilmu Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana kependidikan

Disusun oleh PGMI 5D:

Salma Talenta Anggraini (12205183198) 32

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
serta kelancaran dalam penyusunan makalah Pembelajaran TIK dengan judul
“PERAN WALIKELAS DALAM MENINGKATKAN HASIL PEMBELA
JARAN SISWA DIKELAS 5 ANAK PENYANDANG DISABILITAS DI
SDN BURENGAN 5 KOTA KEDIRI”

Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran SEMPRO dosen pengampu Dr. H. M. Arif Faizin, M.Ag

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih tidak lupa kami
sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor IAIN Tulungagung yang
telah memberikan kesempatan kepada kita untuk menimba ilmu di
IAIN Tulungagung.
2. Dr. Hj. Binti Maunah, M. Pd. I selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan.
3. Dr. H. M. Arif Faizin, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan tugas dan pengarahan kepada kami.

Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat


kekurangan karena keterbatasan kami sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan
saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan kami dalam menyelesaikan
tugas-tugas dimasa yang akan datang. Dan akhirnya semoga apa yang kami buat
ini dapat memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya.

Tulungagung, Mei 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Cover Judul………………………………………………………………………ii

Kata Pengantar....................................................................................................iii

Daftar Isi ...............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian.....................................................................................01
B. Focus Penelitian.........................................................................................03
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................03
D. Kegunaan Penelitian..................................................................................04
E. Penegasan Istilah.......................................................................................05
BAB II PEMBAHASAN

A. Diskripsi Teori...........................................................................................10
B. Penelitian Terdahulu..................................................................................24
C. Paradigm Penelitian...................................................................................35
BAB III PENUTUP

A. Rancangan Penelitian................................................................................37
B. Kehadiran Peneliti.....................................................................................37
C. Lokasi Penelitian.......................................................................................38
D. Sumber Data..............................................................................................38
E. Teknik Pengupulan Data...........................................................................38
F. Analisis Data.............................................................................................40
G. Pengesahan Keabsahan Temuan................................................................41

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................41

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 6 ayat (1) berbunyi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar1
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pemerintah, melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan. Yang berlangsung di
sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa
yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar
terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal, dan informal di
sekolah, dan di luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan
optimalisasi2
Anak dengan disabilitas (ADD) dihadapkan dengan berbagai
permasalahan lain yang harus mereka hadapi. Rentetan persoalan diawali
dengan keharusan anak untuk bisa menerima dan menyesuaikan diri terhadap
kedisabilitasan, kemudian anak harus berhadapan dengan reaksi lingkungan
sekitar yang tidak berpihak. Permasalahan fisik akibat disabilitas, masalah
sosial psikologis menjadi masalah berat yang harus dihadapi ADD, terlebih
lagi bila dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan tidak diperoleh anak.
Pemenuhuhan kebutuhan dan perlindungan terhadap ADD sesungguhnya telah
menjadi perhatian dunia. Konvensi Hak Anak (KHA) yang diratifikasi
berbagai negara di dunia mencakup didalamnya adalah perlindungan dan
jaminan bagi ADD, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal terwujud.
Wescott and Cross (1996) menjelaskan hasil penyelidikannya bahwa ADD

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasiona
2
Binti Maunah, Landasan Pendidikan ( Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.5

1
banyak yang kurang beruntung kerana abuse dan neglect dibanding anak
normal. Anak disabilitas perempuan mendapat kekerasan fisik maupun
seksual (UN ESCAPE, 2010). Anak disabilitas kurang terwakili dalam sistem
perlindungan anak (Morris, 1999). Anak disabilitas kesulitan menjangkau
pendidikan (Escape Survey, 2004), dan hampir 90% anak disabilitas di negara
berkembang tidak akses ke sekolah.

Masalah yang ditemukan di Indonesia juga tidak jauh berbeda, banyak


ADD belum bisa mengakses sistem pendidikan. Menurut estimasi Ketua
Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia, hanya 10 % ADD yang
akses ke sistem pendidikan. Data Susenas 2009 menunjukkan (43.87 %) anak
disabilitas usia sekolah usia (7-17 tahun) belum pernah mengikuti pendidikan,
sepertiganya (35.87 %) sedang sekolah dan sekitar 20.26 % berstatus tidak
sekolah lagi. Anak dengan disabilitas yang jumlahnya masih cukup besar di
Indonesia, menurut hasil pendataan Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang
Cacat Kementerian Sosial (2009) di 24 propinsi, terdapat 65.727 anak, yang
terdiri dari 78.412 anak dengan kedisabilitasan ringan, 74.603 anak dengan
kedisabilitasan sedang dan 46.148 anak dengan kedisabilitasan berat. Kajian
Kementrian Sosial tahun 2008 menunjukkan sebagian besar ADD berada
dalam keluarga miskin, yang faktanya menunjukkan mereka sulit
mendapatkan hak dasarnya sebagai anak secara wajar dan memadai. Banyak
situasi ADD pada keluarga miskin tidak terpenuhi kebutuhan nutrisi, tidak
mendapatkan pengasuhan dan perawatan khusus sesuai dengan
kedisabilitasannya dari orangtua/keluarga, kondisi khas karena berbagai
keterbatasan kemampuan keluarga miskin. Orientasi orangtua lebih prioritas
pada upaya untuk memenuhi kelangsungan hidup keluarga, dan mengabaikan
keperluan anaknya yang disabilitas karena sumber dana yang terbatas. Tingkat
pendidikan ibu bapa yang rendah, mengakibatkan ketidaktahuan ibu bapa
tentang bagaimana mengasuh atau memberi stimulus yang tepat bagi
perkembangan anaknya yang disabilitas. Kondisi lain ada ibu bapa secara

2
sosial dan psikologis belum siap menerima anak denga disabilitas, bahkan ada
ibu bapa menolak kehadiran anaknya disabilitas.

Rendahnya akses kepada pendidikan, dukungan sosial yang minim dari


keluarga dan persekitaran menjadi ”potret buram” bagi anak disabilitas di
Indonesia. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja karena anak disabilitas
memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya untuk mendapatkan
kesempatan dan peluang tumbuh kembang yang optimal
Inovasi dan kretifitas juga diperlukan dalam hal ini. Dengan media yang
terbatas disekolah, guru pun juga tidak dapat menyampaikan materi ajar
dengan maksimal. Dan hasil belajar siswa pun tidak sesuai yang diharapkan
oleh guru. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk meneliti
pengaruh dari kreativitas guru terhadap peningkatan belajar bagi siswa yang
menyandnag tuna aksara melalui penelitian yang berjudul “Peran Walikelas
Dalam Meningkatkan Hasil Pembelajaran Siswa Dikelas 5 Anak
Penyandang Disabilitas Di Sdn Burengan 5 Kota Kediri”

B. Focus Penelitian
1. Bagaimana peran wali kelas dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas
5 anak penyandang disabilitas di SDN Burengan 5 kota Kediri?
2. Bagaimana perkembangan proses belajar dari anak penyandang disabilitas
dengan adanya pedampingan oleh wali kelas?
3. Bagaimana dukungan dari pihak sekolah dengan adanya program
pendampingan anak disalibiltas?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran wali kelas dalam meningkatkan hasil belajar
siswa kelas 5 anak penyandang disabilitas di SDN Burengan 5 kota Kediri
2. Untuk mengetahui perkembangan proses belajar dari anak penyandang
disabilitas dengan adanya pedampingan oleh wali kelas.
3. Untuk mengetahui dukungan dari pihak sekolah dengan adanya program
pendampingan anak disalibiltas

3
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
sumbangan pemikiran terhadap kajian yang berkaitan dengan kreatifitas
guru untuk menyampaikan ilmunya dan memberikan pengetahuannya
kepada anak yang berkebutuhan khusus, lebih khusunya yaitu anak
yang berkebutuhan tuna aksara yan masih bingung dalam memahami
huruf dan kata
2. Manfaat Psikis

a. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan siswa yang berkebutuhan khusus yakni
anak tuna kasara yang masih bingung memhami dan mengikuti
pembelajaran dengan anak umum akan lebih terbantu dan anak
yang normal lebih semnagat lagi kkrena gurunya lebih kreatif
dan inovatif

b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk guru


agar dapat memberikan inovasi baru dalam pelaksanaan
pembelajaran. Diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan
pengetahuan seputar bagaimana cara guru lebiih kreatif dan
inovatif dalam memebrikan ilmu untuk anak berkebutuhan
khusus dan anak normal.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi pihak


Sekolah, khususnya disekolah itu yang sudah sanagat baik dalam
memperhatikan anak yang mmeiliki kebutuhan khusus namun
lebih di perhatiakn dan ditambah dalam jam dengan pendamping
psikolog.
E. Penegasan Istilah

4
Dalam skripsi ini penulis menulis tema “Peran Walikelas Dalam
Meningkatkan Hasil Pembelajaran Siswa Dikelas 5 Anak Penyandang
Disabilitas Di Sdn Burengan 5 Kota Kediri”untuk menghindari pemahaman
yang masih ambigu, maka penulis akan memeberikan penjelasan terhadap
beberapa istilah.

1. Secara Konseptual
a) Peran
Peranan adalah kewajiban atau bagian dari tugas utama yang harus
dilakukan.3
b) Wali kelas
Menurut kamus besar bahasa indonesia wali kelas adalah guru yang
diserahi tugas membina murid dalam satu kelas. Wali kelas adalah guru
yang diberi tugas khusus disamping mengajar yakni untuk mengelola
satu kelas siswa4
Wali kelas adalah orang yang memegang suatu wilayah yakni

kekuasaan mengurus suatu urusan, baik urusan umum atau khusus.5

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa wali kelas dibentuk untuk

menangani hal-hal yang menjadi spesifik atau sifat kekhususan

kelas.Untuk merespon, mengatasi, mengarahkan dan meningkatkan

prestasi siswa. Kemampuan guru/wali kelas diharapkan dapat

mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang

seluasluasnya pada setiap personil untuk melakukan kegiatan-kegiatan

yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan sarana yang tersedia dapat

dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang

3
Badadu Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2001. hlm 1037.
4
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah, Jakarta :
Rineka Cipta, 2002, h. 54
5
Syaiful Bahri Jamarah, Prestasi Dan Kompetensi Guru, Usaha Nasional, Surabaya: 1994. h. 21

5
jelas berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid6

Adapun tugas wali kelas di dalam sekolah dapat dilihat sebagai berikut:

1. Mengetahui tugas pokoknya

a. Mewakili orang tua dan kepala Sekolah dalam lingkungan

belajar

b. Membina kepribadian dan budi pekerti

c. Membantu mengembangkan kecerdasan

d. Membantu mengembangkan keterampilan

2. Mengetahui jumlah anak didik

3. Mengetahui nama anak didik

4. Mengetahui identitas anak didik, dengan cara memanggil

seseorang anak didiknya untuk menyesuaikan isi kartu pribadi

dengan keadaan yang sebenarnya

5. Mengetahui kehadirannya setiap hari di Sekolah

6. Mengetahui masalah-masalah anak didik (masalah pelajaran,

ekonomi, sosial dan lain-lain).

7. Mengadakan penilaian-penilaian dan kerajinan.

8. Mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah

9. Memperhatikan buku raport kenaikan kelas dan ujian akhir

10. Memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan

11. Membina suasana kekeluargaan

6
Hasan. Shadiqi, Enslopedi Indonesia. Jilid 7 VAK-ZWI Indeks. (Jakarta: Ichtisar, Baru-
Vanhope dan Elsevier Publising Projecis, tth), h. 38-68

6
12. Melaporkan kepada Kepala Sekolah.7

c) Hasil pembelajaran
Belajar dan pembelajaran adalah dua hal yang saling berhubungan erat
dan tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan edukatif. Belajar dan
pembelajaran dikatakan sebuah bentuk edukasi yang menjadikan
adanya suatu interaksi antara guru dengan siswa.8
Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan
proses belajar. Pembelajaran juga dikatakan sebagai proses memberikan
bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses
belajar. Peran dari guru sebagai pembimbing bertolak dari banyaknya
peserta didik yang bermasalah. Dalam belajar tentunya banyak
perbedaan, seperti adanya peserta didik yang mampu mencerna materi
pelajaran, ada pula peserta didik yang lambah dalam mencerna materi
pelajaran. Kedua perbedaan inilah yang menyebabkan guru mampu
mengatur strategi dalam pembelajaran yang sesuai dengan keadaan
setiap peserta didik. Oleh karena itu, jika hakikat belajar adalah
“perubahan”, maka hakikat pembelajaran adalah “pengaturan”9
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tantang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar yang
berlangsung dalam suatu lingkungan belajar.10
Proses pembelajaran ditandai dengan adanya interaksi edukatif yang
terjadi, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan. Interaksi ini berakar dari
pihak pendidik (guru) dan kegiatan belajar secara paedagogis pada diri
peserta didik, berproses secara sistematis melalui tahap rancangan,
7
Syaiful Bahri Jamarah, Op. Cit. h. 8
8
Aprida Pane Muhammad Darwis Dasopang, “Belajar dan Pembelajaran”,jurnal Kajian Ilmu-ilmu
Keislaman, Vol. 3 No. 2, 2017
9
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,) 2006
hal 39
10
Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tantang Sistem
Pendidikan Nasional, hlm. 6.

7
pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika,
melainkan berproses melalui tahapan-tahapan tertentu. Dalam
pembelajaran, pendidik menfasilitasi peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Dengan adanya interaksi tersebut maka akan
menghasilkan proses pembelajaran yang efektif sebagaimana yang telah
diharapkan11
d) Anak penyandang disabilitas

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami


keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh
dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.12
Kata “disabilitas” tidak lain adalah kata “cacat” yang selama ini di
gunakan oleh orang-orang untuk menyebut orang yang kekurangan fisik
atau mental. Karena kata “penyandang cacat” mengandung makna
konotasi negatif, maka bahasa tersebut di ubah menjadi “penyandang
disabilitas”. Persepsi yang muncul dari istilah “penyandang disabilitas”
adalah kelompok sosial ini merupakan kelompok yang serba
kekurangan, tidak mampu, perlu dikasihani, dan kurang bermartabat.
Disability adalah suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan
(sebagai akibat impairment) untuk melakukan suatu kegiatan dengan
cara atau dalam batas-batas yang dipandang normal bagi seorang
manusia. Handicap adalah suatu kerugian bagi individu tertentu,
sebagai akibat dari suatu impairment atau disability, yang membatasi
atau menghambat terlaksananya suatu peran yang normal. Namun hal
ini juga tergantung pada usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor sosial
atau budaya.13

11
Muh. Sain Hanafy, Jurnal Pendidikan: Konsep Belajar dan Pembelajaran, Lentera Pendidikan,
Vol. 17 No. 1 Juni 2014: 66-79, hlm. 74.
12
Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
13
Akhmad Sholeh, Islam dan Penyandang Disabilitas, Skripsi. (Yogyakarta: Tidak Diterbitkan,
2015)

8
Persepsi yang muncul dari istilah “penyandang disabilitas” adalah
kelompok sosial ini merupakan kelompok yang serba kekurangan, tidak
mampu, perlu dikasihani, dan kurang bermartabat 14. Disini disalibitas
ada berbagai macam seperti : tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, tuna
grahita, tuna laras, autis.
2. Secara Operasional

Secara operasional penelitian ini meneliti tentang “Peran Walikelas


Dalam Meningkatkan Hasil Pembelajaran Siswa Dikelas 5 Anak Penyandang
Disabilitas Di Sdn Burengan 5 Kota Kediri”maksudnya adalah segala bentuk
perhatian dan andil serta peran guru kelas dalam menggunakan metode
ceramah, metode diskusi, dan metode demonstrasi. Peran wali kelas adalah
perhatian ataupun cara wali kelas untuk membantu proses belajar anak
disalibitas yang sekarang duduk di bangku sekolah, yang bersekolah di
sekolah normal namun memiliki perhatian khusus bisa disebut dengan
disabilitas. Pengawasan wali kelas ini tentu akan di damping oleh ahlinya
seperti psikiater ataupun penerapi yang didatangkan oleh pihak sekolah guna
menunjang daya belajar dan prestasi anak.

14
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori

1. Peran Wali Kelas


Menurut kamus besar bahasa indonesia wali kelas adalah guru yang
diserahi tugas membina murid dalam satu kelas. Wali kelas adalah guru
yang diberi tugas khusus disamping mengajar yakni untuk mengelola
satu kelas siswa
Adapun tugas wali kelas disekolah adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tugas pokoknya seperti : a. Mewakili orangtua dan
kepala sekolah dalam lingkungan belajar b. Membina kepribadian,
budi pekerti, dan kecerdasan.
2. Mengetahui nama anak didik
3. Mengetahui jumlah anak didik .
4. Mengetahui identitas anak didik, dengan cara memanggil satu
persatu anak didiknya untuk menyesuaikan isi kartu pribadi dengan
keadaan yang sebenarnya.
5. Membuat absen kelas.
6. Mengetahui masalah-masalah anak didik (masalah pelajaran,
ekonomi, sosial dan lain-lain).
7. Mengadakan penilaian dan kerajinan.
8. Memperhatikan buku raport kenaikan kelas dan ujian akhir.
9. Mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah
10. Memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan siswanya.
11. Membina suasana kekeluargaan.
12. Melaporkan kepada kepala sekolah.15

15
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah,
Jakarta : Rineka Cipta, 2002, h. 54

10
Seorang wali kelas merupakan orang tua pertama disekolah, seorang
wali kelas juga dapat berperan sebagai seorang fasilitator, motivator dan
mengetahui seluk beluk permasalahan siswa baik secara pribadi, sosial,
dan akademis.

a. Peran wali kelas sebagai fasilitator. Seorang wali kelas harus bisa
menjalin hubungan kemitraan dengan siswa, hubungan kemitraan
antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping
belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan
menyenangkan agar siswa dapat belajar dengan baik.

b. Peran wali kelas sebagai motivator. Seorang wali kelas harus


mampu mendorong siswanya agar lebih maju dan semangat dalam
pembelajaran, memberikan wawasan yang lebih luas, memberikan
bekal untuk masa depan siswanya.

c. Peran wali kelas sebagai problem solving. Dalam hal ini seorang
wali kelas harus mengetahui permasalahan siswanya baik pribadi,
sosial, dan akademis.

 Pribadi. Seorang wali kelas harus mengetahui karakter


dan sifat anak sehingga dia bisa memberikan pelayanan
sesuai dengan sifat anak tersebut.

 Sosial. Seorang wali kelas harus mengetahui hubungan


sosial anak dengan teman sebayanya, dengan gurunya,
dan orang tuanya agar wali kelas dapat menyesuaikan
dengan kondisi yang sebenarnya.

 Akademis. Seorang wali kelas harus mengetahui


kemampuan, prestasi siswanya sehingga wali kelas bisa
memberikan motivasi sesuai dengan masalah akademis
dalam kemampuan siswanya16
2. Hasil Pembelajaran

16
Syaiful Bahri Jamarah, Prestasi Kompetensi Guru, Usaha Nasional, Surabaya: 1994, h. 48

11
Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau
suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran merupakan suatu upaya menciptakan kondisi agar terjadi
kegiatan belajar. Dalam hal ini pembelajaran diartikan juga sebagai usaha-
usaha yang 7 Sukiman, Pengembangan Media Pembelajaran (Jogjakarta:
Pedagogia, 2012), hlm. 30 15 terencana dalam memanipulasi sumber-sumer
belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Menurut Warsita
pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau
suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Menurut Corey
pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap
situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan17
Sedangkan dalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 20,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar18
Hal ini sebagimana terdapat dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007,
bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan silabus dan
Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP), namun pada permendiknas
tersebut perencanaan lebih ditekankan pada silabus dan RPP.
1) Silabus Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas
mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pen-capaian kompetensi, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh
satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP dijabarkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam

17
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana,2009), hlm.85
18
Indah Kosmiyah, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Teras,2012), hlm.4

12
upaya mencapai KD. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Berdasarkan
Permendiknas No. 41 tahun 2007, menyebutkan bahwa komponen
dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) memuat identitas
mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Sebelum membuat RPP,
terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Berdasarkan
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses untuk
satuan pendidikan Dasar dan menengah, bahwa prinsip-prinsip
dalam penyusunan RPP yaitu:9
a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik RPP
disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin,
kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi
belajar, bakat, potendi, kemampuan social, emosi, gaya
belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan atau lingkungan peserta didik.
b) Mendorong Partisipasi aktif peserta didik Proses
pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik
untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,
inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses
pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi
dalam berbagai bentuk tulisan.
d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remidi.
e) Keterkaitan dan keterpaduan RPP disusun dengan
memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD,

13
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator
pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar.
f) Menerapkan teknologi dan informasi RPP disusun dengan
mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai
dengan situasi dan kondisi.19
Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pelaksanaan proses pembelajaran menjadi
komponen yang sangat penting dalam mewujudkan kualitas out put
pendidikan. Oleh karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran harus 14
dilaksanakan secara tepat ideal dan prosporsional.20
Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 bahwa dalam pelaksanaan
proses pembelajaran terdapat persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran
baru kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran. Persyaratan
pelaksanaan proses pembelajaran tersebut diantaranya meliputi:21
1) Rombongan belajar Rombongan belajar merupakan jumlah
maksimal peserta didik dalam setiap rombongan belajar, yaitu:
a) SD/MI : 28 Peserta didik
b) SMP/MT : 32 peserta didik
c) SMA/MA : 32 peserta didik
d) SMK/MAK : 32 peserta didik
2) Beban kerja Minimal guruBeban kerja minimal guru mencakup
kegiatan pokok yaiyu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan
3) Buku Teks pelajaran Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh
sekolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan

19
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
20
0 M. Saekhan Munchit, Pembelajaran Konstekstual, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008),
hlm.109
21
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

14
komite sekolah/madrasah dari buku-buku teks pelajaran yang
ditetapkan oleh menteri.
4) Pengelolaan kelas Pengelolaan kelas antara lain meliputi pengaturan
tempat duduk, kejelasan suara guru, pemberian penguatan dan
umpan balik dan kesesuaian materi pelajaran dengan kecepatan dan
kemampuan belajar peserta didik serta guru menghargai pendapat
peserta didik. Dalam pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
membuka sampai menutup pelajaran, yang terbagi menjadi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
a) Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan guru
melakukan kegiatan yang meliputi mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti proses pembelajaran, melakukan
apersepsi (mengaitkan dengan materi sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari), menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan menjelaskan uraian materi sesuai silabus.
b) Kegiatan Inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses
pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD).
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran.
Kegiatan inti meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi. 3. Kegiatan Penutup Kegiatan penutup meliputi
kegiatan menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah
dilakukan, kegiatan penilaian, pemberian umpan balik dan
dan memberikan tugas kepada peserta didik serta
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.22

22
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

15
3. Penilaian Hasil Pembelajaran Penilaian merupakan proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu
berdasarkan suatu kriteria tertentu.23
Dalam proses pembelajaran, penilaian memegang peranan yang penting salah
satunya untuk mengetahui tercapai tidaknya proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gronlund (dikutip oleh Zainal
Arifin), bahwa penilaian adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan,
analisis, dan interprestasi informasi atau data untuk menentukan sejauh mana
peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.
Penilaian pada dasarnya dilakukan untuk memberikan pertimbangan atau nilai
berdasarkan kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan
dalam bentuk hasil belajar. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai
terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai peserta didik dengan kriteria tertentu.16
Oleh karena itu, penilaian hasil belajar mempunyai beberapa fungsi, yaitu:24
1) Alat untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan
siswa setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu
tertentu.
2) Alat untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran.
3) Alat untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK)
4) Alat untuk keperluan pengembangan dan perbaikan Selain beberapa
fungsi penilaian hasil belajar, penilaian hasil belajar didasarkan pada
beberapa prinsip, yaitu:
a. sahih berarti penilaian didasarkan pada data yang
mencerminkan kemampuan yang diukur;
b. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan
kriteria yang jelas;

23
Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
hlm. 3
24
7 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 5-6

16
c. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau
merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta
perbedaan latar belakang tertentu;
d. terpadu, berarti penilaian tidak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran;
e. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian dan
dasar pengambilan keputusan diketahui oleh pihak yang
berkepentingan;
f. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian
mencakup semua aspek kompetensi;
g. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana
dan bertahap;
h. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada
pencapaian kompetensi yang ditetapkan;
i. akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan.25
Penilaian hasil belajar dapat dilakukan melalui kegiatan ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas,
ujian sekolah/madrasah, dan ujian nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan
berbagai teknik yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan
tingkat perkembangan peserta didik. Teknik tersebut meliputi:
1) Teknik Tes berupa tes tertulis, tes lisan,dan tes praktik atau tes
kinerja,
2) Teknik Observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran
berlangsung dan/atau diluar kegiatan pembelajaran,

25
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan.

17
3) Teknik Penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat
berbentuk tugas dan/atau proyek.26
c) Anak Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyandang diartikan dengan
orang yang menyandang (menderita) sesuatu, sedangkan disabilitas
merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa
Inggris disability (jamak:disabilities) yang bearti cacat atau ketidak
mampuan. Menurut John C. Maxwell, penyandang disabilitas merupakan
seseorang yang mempunyai kelainan dan/atau yang dapat mengganggu
aktivitas.27
Menurut Goffman sebagaimana dikemukakan oleh Johnson,
mengungkapkan bahwa masalah sosial utama yang dihadapi penyandang
cacat “disabilitas” adalah bahwa mereka abnormal dalam tingkat yang
sedemikian jelasnya sehingga orang lain tidak merasa enak atau tidak
mampu berinteraksi dengannya. Lingkungan sekitar telah memberikan
stigma kepada penyandang cacat, bahwa mereka dipandang tidak mampu
dalam segala hal merupakan penyebab dari berbagai masalah. Dalam
keadaan yang serba terbatas dan asumsi negatif dari orang lain, ada sebagian
dari mereka yang terus berusaha untuk tidak selalu bergantung pada orang
lain. Menurut IG.A.K Wardani anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara signifikan memebedakan
nya dengan anak-anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaaan yang dimiliki
anak tersebt dapat merupakan sesuatu yang keluarbiasaan yang dimiliki anak
tersebut dapat merupakan sesuatu yang positif, dapat pula yang negatif.28
Penyandang disabilitas adalah anggota masyarakat dan memiliki hak untuk
tetap berada dalam komunitas lokal. Para penyandang disabilitas harus
menerima dukungan yang dibutuhkan dalam struktur pendidikan, kesehatan,

26
ampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
27
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, ‘Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia
Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance‟ (2014) 1 Indonesia Journal of
Disability Studies 20, 21
28
Igak Wardani, Pengantar pendidikan luar biasa, Jakarta, 2008 : Universitas Terbuka.

18
pekerjaan dan pelayanan sosial. Sehingga hak-hak penyandang
disablitasdalam persektif HAM dikategorikan sebagai hak khusus bagi
kelompok masyarakat tertentu.29
Beberapa pengertian tentang Penyandang Disabilitas/ Penyandang Cacat
yang diatur dalam Undang-Undang yaitu :
1) Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006,
penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu
menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan
individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari
kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam
hal kemampuan fisik atau mentalnya.
2) Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, penyandang cacat/disabilitas merupakan kelompok
masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan
perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
3) Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, penyandang cacat/disabilitas digolongkan
sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak
layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial.
4) Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang
disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat
menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh
dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
5) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau

29
Bagir Manan dkk., Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia ,
Alumni ,2006 h.140-152.

19
merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan
secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik;
penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.
6) Diperbarui dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa
penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh
dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
7) Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan Bagi
Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang
yang mempunyai kelainan fisik dan/ataau mental, yang dapat
menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan aktivitas secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang
cacat fisik, penyandang cacat mental, serta penyandang cacat fisik
dan mental. 30
8) Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013
tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas,
penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas
fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas
fisik dan mental31
Jenis-Jenis Disabilitas Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan
khusus/disabilitas. Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki

30
Tim Independent Rights dan PPRBMYayasanBhaktiLuhur, Hak –Hak Penyandang Disabilitas,
cetakan I,Cbm, Malang,2016. h.105
31
Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas

20
defenisi masing-masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk
tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas.
1) Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari 32:
a. Mental Tinggi, Sering dikenal dengan orang berbakat
intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di
atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab
terhadap tugas.
b. Mental Rendah, Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow
learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient)
antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan
khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik, Berkesulitan belajar berkaitan
dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh.
2) Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu33:
a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu
yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuromuskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan
lumpuh.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu:
buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah
individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan

32
Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:Imperium.2013), hlm.17
33
ibid

21
dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui
bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti
oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh
orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di
mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan
organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan
organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik
yang berkaitan dengan bicara.
3) Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan
(yaitu cacat fisik dan mental). Penyandang disabilitas berdasarkan Pasal 4
Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 dapat dikategorikan kedalam empat
kelompok, yaitu:
a. Penyandang Disabilitas fisik, yaitu terganggunya fungsi gerak,
antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi,
celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.
Kelainan ini meliputi beberapa macam yaitu: kelainan Tubuh
(Tuna Daksa), Tunadaksa adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuskular
dan stuktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan (kehilangan organ) polio atau lumpuh.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra), Tunanetra adalah
individu yang memiliki hamabatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu:
buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu), Tunarungu adalah
individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan

22
dalam pendengaran individu tunarunggu memiliki hambatan
dalam berbicra sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan Bicara (Tunawicara), Tunawicara adalah seseorang
yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pirikiran
melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Kelainan biacara ini dapat
dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat
fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena
ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ biacara maupun ada gangguan pada
organ motoric yang berkaitan dengan bicara.34
4. Penyandang Disabilitas intelektual, yaitu terganggunya fungsi
pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain
lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.
5. Penyandang Disabilitas mental, yaitu terganggunya fungsi pikir,
emosi, dan perilaku, antara lain:
1) Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas,
dan gangguan kepribadian; dan
2) Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan
interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
3) Penyandang Disabilitas sensorik, yaitu terganggunya salah satu
fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas
rungu, dan/atau disabilitas wicara35
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO atau World Health Organization)
memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan
untuk melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal.
Sehingga oleh WHO, terdapat tiga kategori disabilitas, yaitu:
a. Impairment, yaitu kondisi ketidak normalan atau hilangnya
struk-tur atau fungsi psikologis, atau anatomis;
34
Nur kholis Reefani, Panduan Anak Berkubutuhan Khusus, imperium, Yogyakrta, 2013, h.17.
35
Arie Purnomosidi, Konsep Perlindungan Hak Konstitusional Penyandang Disabilitas Di
indonesia,Fakultas Hukum Universitas Surakarta, Surakarta,2017, hal 164.

23
b. Disability yaitu ketidak mampuan atau keterbatasan sebagai
akibat adanya impairment untuk melaku- kan aktivitas dengan
cara yang dianggap normal bagi manusia;
c. Handicap, yaitu keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat
adanya impairment, disability yang mencegahnya dari
pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis
kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan.36
B. Penelitian Terdahulu
Untuk memperkuat penelitian ini, peneliti mengemukakan hasil– hasil
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang peneliti
laksanakan. Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis
dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori
yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari
penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul
yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat
beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan
kajianpada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu
berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
Penelitian terdahulu:
Nama Tanggal/ta Judul Hasil penelitian
hunpene penelitian
penelitian litian
TERAPI Penerapan terapi okupasi
Ria Dewi Universitas
OKUPASI di Balai Pengembangan
Irawan Negeri
(OCCUPATI Pendi dikan Khusus
Surabaya
ON AL Semarang, terdiri dari :
2015
THERAPY) pembukaan (kegi atan ini
UN TUK berupa memposisikan
ANAK anak di meja siap untuk
BERKEBUT ber doa dan salam),
36
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, ‘Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia
Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance‟ (2014) 1 Indonesia Journal of
Disability Studies 20, 21

24
UH AN kegiatan dam pingan
KHUSUS (kegiatan sebelum ke
(DOWN giatan inti), kegiatan inti
SYNDROM (tu juan yang hendak
E) (Studi dicapai). Terapi okupasi
Kasus Pada di Balai Pe ngembangan
Anak Usia 5- Khusus Semara ng lebih
6 Tahun Di difokuskan untuk melatih
Balai pra akademik, pra motorik
Pengembang dan kemandirian
an anak.Sebelum mendapat
Pendidikan kan terapi okupasi apabila
Khusus perila ku anak masih jelek
Semarang) maka perilaku anak yang
diterapi terlebih dahulu
agar kedepan nya saat
mengikuti terapi lebih
mudah. Pem berian
reward dan punish ment
saat terapi itu penting,
namun dalam penerapan
nyapemberian punishment
terha dap anak lama –
kelamaan harus
dihilangkan Sarana dan
prasa rana terapi okupasi
di Balai Pengembangan
Pendidikan Khusus
Semarang, yaitu : buku
penghubung, rapor
semesteran, kartu absen

25
terapi, kartu pencatat
terapi. Media yang
digunakan untuk motorik
halus yaitu : puzzle,
balok, kartu edukatif, alat
jahit, meronce.
Sedangkan
107 untuk media motorik
kasar yaitu : ayunan,
kolam bola, matras,
sepeda, roda marmut, bola
pilates, bola sepak,
prosotan, tangga, papan
titian.Bentuk evaluasi di
Balai Pengembangan Pen
didikan Khusus Semarang
masih sederhana dan
belum sesuai standar yang
ada. Bentuk evaluasinya
berupa buku penghubung
(bentuk evaluasi harian)
dan rapor
semesteran.Adanya target
jangka panjang dan
pendek untuk target
jangka pendek setiap anak
hampir sama yang utama
adalah keteku nan,
kepatuhan, konsentrasi,
kemauan setelah itu
baru kegiatan pra

26
akademik. Untuk target
jangka panjang sendiri
anak mampu mandiri
dalam 3 aspek yaitu
aktivitas sehari- hari,
produktivitas dan aktivi
tas waktu luang, namun
dala m penentuan target
ini orang tua belum
dilibatkan.
Institut Pengelolaan dilaksanakan oleh guru di
Luluk
Agama
Kelas Pendi kelas VII SMP Islam Al
Nafiah Islam
Negeri dikan Inklusi Azhaar Tulungagung yaitu:
Tulungagu
ng 2019 Dalam Proses 1. Kegiatan pengelolaan
Pembelajaran kelas oleh guru mata
Matematika pelajaran matematika kelas
Siswa Disabi VII Reguler, yakni: a.
litas Di Kelas Menciptakan iklim belajar
VII Reguler yang tepat Guru
Smp Islam Al menciptakan suasana
Az haar pembelajaran yang tertib di
Tulungagung dalam kelas dengan
mengadakan kontrak
belajar serta menerapkan
berbagai metode mengajar
agar siswa merasa
menyenangkan. b. Mengatur
tempat duduk siswa Guru
melakukan variasi tempat
duduk siswa sesuai dengan
kebutuhan siswa. c.
Mengelola interaksi saat

27
pembelajaran
Lia Novita Institut Peran guru pembimbing
Peran Guru
Agama
Sari Pembimbing khusus merencanakan
Islam
Khusus Untuk
Negeri pembelajaran untuk anak
Anak
Tulungagu
Berkebutuhan berkebutuhan khusus di MI
ng 2019
Khusus
Miftahul Ulum Plosorejo
(Down
Syndrome) Di Kademangan Blitar Dalam
Mi Miftahul
perannya merencanakan
Ulum
Plosorejo pembelajaran Guru
Kademangan
pembimbing khusus
Blitar
bekerjasama dengan waka
Kurikulum membuat
kurikulum untuk acuan
pembelajaran anak
berkebutuhan khusus.
Selain itu, guru
pembimbing khusus juga
membuat RPP individual
untuk setiap kali tatap
muka. Kesulitan utama
yang dialami GPK dalam
membuat perencanaan
pembelajaran untuk ABK
adalah menyesuaikan
bobot KD yang harus
dicapai dengan
kemampuan anak. 2. Peran
guru pembimbing khusus
melaksanakan
pembelajaran untuk anak
berkebutuhan khusus di MI

28
Miftahul Ulum Plosorejo
Kademangan Blitar Guru
pembimbing khusus dalam
melaksanakan
pembelajaran untuk anak
berkebutuhan khusus ruang
belajarnya di tempat yang
khusus pula. Guru
pembimbing khusus dalam
menyampaikan materi
menggunakan metode
antara lain berupa metode
ceramah, penugasan dan
gambar. Guru pembimbing
khusus dalam
melaksanakan
pembelajaran membuat
media pembelajaran
sendiri. Cara efektif dalam
melaksanakan
pembelajaran untuk ABK
adalah menjaga
konsentrasinya tetap fokus
dalam pembelajaran. 112
3. Peran guru pembimbing
khusus mengevalauasi
pembelajaran untuk anak
berkebutuhan khusus di MI
Miftahul Ulum Plosorejo
Kademangan Blitar Guru
pembimbing khusus dalam

29
mengevaluasi
pembelajaran untuk anak
berkebutuhan khusus
menerapkan standar nilai
yang ditentukan
berdasarkan kemampuan
peserta didik berkebutuhan
khusus melalui tes tulis dan
dari observasi GPK. Guru
pembimbing khusus dalam
mengevaluasi
pembelajaran untuk anak
berkebutuhan khusus
bekerjasama dengan
beberapa pihak yaitu orang
tua ABK, kepala sekolah
waka Kurikulum, serta
terapis dalam waktu yang
berkala.
Ira Isa Fausi Institut Peneliti lakukan di atas
Motivasi
Agama dapat terungkap bahwa
Remaja Tuna
Islam motivasi terbesar Subyek
Rungu
Negeri menjalankan shalat lima
Menjalankan
Tulungagun waktu yaitu motivasi dari
Sholat Lima
g 2015 luar seperti orang tua, guru
Waktu Di
dan ustadz. Orang yang
Sma-Lb
pertama mengenalkan
Campurdarat
tentang ajaran agama orang
Tulungagung
tuanya sehingga
membimbing subjek untuk
belajar mengaji dari belajar

30
mengaji subjek sedikit-
sedikit belajar huruf
hijayah. Kemudian
menginjak besar subjek
masuk sekolah luar biasa.
Di sekolah subjek
mendapat ilmu baru dari
guru-guru yang
mengajarnya seperti belajar
shalat. Sekarang subjek
kelas satu SMA merupakan
anak yang rajin beribadah
dibanding teman-teman
lainnya. Sehingga apa yang
dilakukan subjek juga
sesuai dengan pengertian
motivasi itu sendiri sebagai
pendorong suatu usaha
yang disadari untuk
memenuhi tingkah laku
seseorang agar ia tergerak
hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil
atau tujuan tertentu seperti
yang dilakukan subjek
menjalankan shalat lima
waktu. Menurut Ducan
seorang ahli administrasi
dalam Ngalim Purwanto
mengemukakan bahwa di

31
dalam konsep manajemen,
motivasi berarti setiap
usaha yang disadari untuk
mempengaruhi perilaku
seseorang agar
meningkatkan
kemampuannya secara
maksimal untuk mencapai
tujuan organisasi. Subjek
menjalankan shalat lima
waktu atas motivasi
orangtua, guru, ustadz, dan
lingkungannya sehingga
subjek menjadi anak yang
taat menjalankan shalat.
Wiji Agung Institut 1. Implementasi
Penanaman
Santoso Agama
Penanaman Akhlak Terpuji
Islam Akhlak
Negeri pada Anak Berkebutuhan
Terpuji Pada
Tulungagu
Khusus (Tuna Grahita) di
ng 2020 Anak
Sekolah Luar Biasa (SLB)
Berkebutuhan
PGRI Gondang
Khusus (Tuna
Tulungagung. Penanaman
Grahita) Di
Akhlak Terpuji pada Anak
Sekolah Luar
Berkebutuhan Khusus
Biasa (Slb)
(Tuna Grahita) merupakan
Pgri Gondang
Merupakan kegiatan untuk
Tulungagung
memberdayakan
kemampuan guru dalam
mengembangkan potensi
siswa. Selain itu,
pembelajaran penanaman

32
akhlak terpuji termasuk ke
dalam kurikulum. Adapun
metode yang digunakan
adalah metode
demonstrasi. Manfaat
dalam penanaman akhlak
terpuji adalah membentuk
dan menjadikan akhlak
yang bisa diterima oleh
masyarakat. 2. Faktor –
faktor pendukung dan
penghambat Penanaman
Akhlak Terpuji pada Anak
Berkebutuhan Khusus
(Tuna Grahita) di Sekolah
Luar Biasa (SLB) PGRI
Gondang Tulungagung.
Dalam pelaksanaan
Penanaman Akhlak Terpuji
pada Anak Berkebutuhan
Khusus (Tuna Grahita) di
Sekolah Luar Biasa (SLB)
PGRI Gondang
Tulungagung, terdapat
faktor pendukung dan
penghambat, faktor
pendukung penanaman
akhlak terpuji antara lain
98 faktor pendidik, wali
murid, sarana prasarana,
dan lingkungan. Adapun

33
Faktor penghambat
penanaman akhlak terpuji
adalah anak itu sendiri. 3.
Implikasi Penanaman
Akhlak Terpuji pada Anak
Berkebutuhan Khusu
(Tuna Grahita) di Sekolah
Luar Biasa (SLB) PGRI
Gondang Tulungagung.
Penanaman Akhlak Terpuji
pada Anak Berkebutuhan
Khusus (Tuna Grahita) di
Sekolah Luar Biasa (SLB)
PGRI Gondang
Tulungagung memiliki
implikasi yang cukup
besar, sementara itu nilai –
nilai yang didapat adalah
nilai spiritual yang
menyangkut tentang akhlak
siswa dalam berkehidupan.
Adapun dampaknya
Membuat siswa
mempunyai rasa empati
yang tinggi terhadap
sesama. Dan senantiasa
bersyukur kepada allah
yang di wujudkan dalam
kegiatan sehari-hari.

C. Paradigma Penelitian

34
Paradigma penelitian dipahami sebagai keyakinan dasar di mana teori
akan di bangun, yang secara fundamental mempengaruhi bagaimana
peneliti melihat dunia dan menentukan perspektif dan bentuk
pemahaman tentang bagaimana hal-hal yang saling terkait (Ihwan
Susila, 2015). Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga
disebut paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Pendekatan Kualitatif,
Obyek dan masalah penelitian mempengaruhi pertimbangan pertim
bangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang
akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa
didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman
pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan
diteliti tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan maka
pendekatan lain dapat diguna kan, atau bahkan mungkin
menggabungkannya. Sebagaimana diungkapkan diatas bahwa secara
umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma peneli
tian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuanti tatif dan
peneli tian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa,
aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk
menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada
penarikan kesimpulan. Menurut Sukmadinata Penelitian kualitatif
bersifat induktif, peneliti membiarkan permasalahanpermasalahan
muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi.

Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu: 1)


menggambarkan dan mengungkapkan (to descibe and explore) dan 2)
menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).

35
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penetian diartikan sebagai setrategi mengatur latar

36
penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan
37
karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Penelitian kualitatif
merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan dalam
mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi
pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olahraga,
seni dan budaya, sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilakukan
demi kesejah teraan bersama. 38Dalam penelitian kualitatif akan terjadi tiga
kemungkinan terha dap masalah yang akan diteliti oleh peneliti, yaitu (1)
masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sejak awal sampai akhir penelitian
sama, sehingga judul proposal dengan judul laporan sama; (2) masalah yang
dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang, yaitu
diperluas/diperdalam masalah yang telah disiapkan dan tidak terlalu banyak
perubahan sehingga judul penelitian cukup disempurnakan; dan (3) masalah
yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total sehingga
harus mengganti.
B. Kehadiran Penelitian
Kehadiran peneliti dalam hal ini sangatlah penting dan utama, hal ini
seperti yang dikatakan Moleong bahwa dalam penelitian kualitatif kehadiran
peneliti sendiri atau bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
utama20 Sesuai dengan penelitian kualitatif, kehadiran peneliti di lapangan
adalah sangat penting dan diperlukan secara optimal. Peneliti merupakan
instrument kunci utama dalam mengungkapkan makna dan sekaligus
sebagai alat pengumpul data. Karena itu peneliti juga harus terlibat dalam
kehidupan orang-orang yang diteliti sampai pada tingkat keterbukaan antara
kedua belah pihak. Oleh karena itu peneliti langsung terjun ke lapangan
dalam mengamati dan mengumpulkan data dan adapun data yang di
butuhkan oleh seorang peneliti yakni mengenai peran orang tua dan
motivasi yang di peroleh siswa dalam menunjang pendidikan dan juga data
37
Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 132.

38
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2015),h. 81

37
sekolah dalam perolehan data mengenai minat, motivasi seorang anak di
dalam kelas.
C. Lokasi Penelitian
Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan
penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan dengan
mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian.
Untuk itu pergilah dan jajakilah lapangan untuk melihat apakah terdapat
kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan. Lokasi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah dirumah dan disekolah. Peneliti menggunakan
penelitian ini karena keadaan lokasi yang mudah dijangkau juga
memperoleh data-data yang sesuai, menjawab persoalan dan fenomena yang
terjadi sesuai dengan pokok fokus masalah yang diajukan.
D. Sumber Data
Sumber data adalah salah satu yang paling vital dalam penelitian.
Kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data, maka data
yang diperoleh juga akan meleset dari yang diharapkan. 39Sumber data
meliputi dua jenis yaitu : pertama sumber data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung dari objek penelitian, yaitu dari wawancara orang tua
murid dan kedua data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari guru di
dalam sekolah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data
primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah
yang amat penting diperoleh dalam metode ilmiah, karena pada umumnya
data yang dikumpulkan digunakan, kecuali untuk penelitian eksploratif,
untuk menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Data yang dikumpulkan
harus cukup valid untuk digunakan.40Metode pengumpulan data adalah
teknik atau cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
data, serta instrument pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

39
Bungin Burhan, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya : Airlangga University Prees, 2001), h.
129.
40
Ahnah Tanzeh, Metode Penelitian Praktis. (Jakarta pusat: PT Bina Ilmu, 2004). h. 28.

38
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah. Pengumpulan data
adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan.41
a. Observasi Observasi adalah tehnik pengumpulan data yang
dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai
pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku obyek
42
sasaran. Metode observasi yatu melakukan pengamatan
secara langsung ke obyek penelitian untuk melihat dari dekat
kegiatan yang dilakukan oleh orang tua dalam mengajarkan
anak di dalam proses belajar di rumah.
b. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua
orang yang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh
informasi dari orang lain dengan mengajukan pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu.43 wawancara di lakukan dengan
mengamati dan mengali informasi dari orang tua siswa dan guru di
sekolah.
c. Studi Dokumentasi
Sedangkan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi
responden, seperti yang dilakukan oleh seorang psikolog
dalam meneliti perkembangan seorang klien melalui catatan
pribadinya.44 Data di perolah dari pihak sekolah dan orang tua
di dalam kegiatan sehari hari anak
F. Analisa Data

41
Ridwan, Statistika Untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah/Swasta, (Bandung : Alfabeta, 2004),
h. 137.
42
Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:
PT. Rinekha cipta, 2006), h. 104-105.
43
Dedi Mulyana, Metodologi penelitian kualitatif., Bandung: Rosda karya, 2006), h. 20.

44
Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:
PT. Rinekha cipta, 2006), h. 112.

39
Analisis data disebut juga pengolahan dan penafsiran data. Analisis data
merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil
observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
penelititentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi
orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut perlu
dilanjutkan dengan berupaya mencari makna.45Sifat analisis dalam
penelitian kualitatif adalah penguraian apa adanya fenomena yang terjadi
(deskriptif) disertai penafsiran terhadap arti yang terkandung dibalik yang
tampak (interpretif).46 Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis
interpretif dengan mengandalkan daya imajinasi, intuisi, dan daya kreasi
peneliti dalam proses yang disebut reflektif dalam menangkap makna dari
objek penelitian. Tujuan analisis tersebut adalah untuk menemukan makna
peristiwa yang ada pada objek penelitian dan menginterpretasikan makna
dari hal yang diteliti. Data data nanti nya akan di peroleh peneliti tentang
“Peran Walikelas Dalam Meningkatkan Hasil Pembelajaran Siswa Dikelas
5 Anak Penyandang Disabilitas Di Sdn Burengan 5 Kota Kediri’’akan di
analisi dan di tafsirkan ke dalam kata kata penjelasan yang bisa dipahami
dengan jelas oleh orang lain, untuk kemudian disajikan secara tertulis dalam
bentuk laporan penelitian.

G. Pengecekan Kebasahan Temuan


Pengabsahan data adalah untuk menjamin bahwa semua yang telah diamati
dan diteliti penulis sesuai dengan data yang sesungguhnya ada dan memang
benar-benar terjadi. Hal ini dilakukan penulis untuk memelihara dan
menjamin bahwa data tersebut benar, baik bagi pembaca maupun subjek

45
Noeng Muhajir, Metodologi penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h.
104.
46
Andi Mappiare AT, Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif Untuk Ilmu Sosial dan
Profesi, (Malang: Jenggala Pustaka Utama, 2009), h. 80.

40
penelitian. Guna memperoleh tingkat keabsahan data penulis menggunakan
triangulasi, yaitu mengadakan perbandingan antara sumber data yang satu
dengan yang lain. Sebagaimana yang dikemukakan Moleong,
bahwa“Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data tersebut.47
a. Perpanjangan keabsahan temuan Sebelum melakukan penelitian
secara formal terlebih dahulu peneliti menyerahkan surat
permohonan penelitian kepada pihak sekolah . Hal ini dimaksudkan
agar dalam melakukan penelitian mendapat tanggapan yang baik
mulai dari awal sampai akhir penelitian selesai.
b. Hal demikian dapat dicapai dengan jalan: membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara. Membandingkan apa
yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya
secara pribadi. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang
waktu. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Penyajian data. Prinsip dasar penyajian data adalah membagi pemahaman
kita tentang sesuatu hal pada orang lain. Oleh karena ada data yang
diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tidak dalam
bentuk angka, penyajian biasanya berbentuk uraian katakata dan tidak
berupa tabel-tabel dengan ukuran-ukuran statistik.
DAFTAR PUSTAKA

AT Andi Mappiare,2009, Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif Untuk

Ilmu Sosial dan Profesi, Malang,Jenggala Pustaka Utama.

47
Lexy Moleong, Edisi Revisi Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 178.

41
Burhan Bungin,2001, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya ,Airlangga

University Prees,

Dasopang Aprida Pane Muhammad Darwis,2017, “Belajar dan

Pembelajaran”,jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 3 No. 2.

Djamarah Syaiful Bahri Djamarah & Zain Aswan,2006, Strategi Belajar

Mengajar,Jakarta, Rineka Cipta

Fatoni Abdurrahman,2006,Metodologi Penelitian dan tehnik Penyusunan

Skripsi, Jakarta, PT. Rinekha cipta, 2006

Gunawan Imam,2015, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta:

Bumi Aksara,

Hanafy Muh. Sain,2014, Jurnal Pendidikan: Konsep Belajar dan Pembelajaran,

Lentera Pendidikan, Vol. 17 No. 1

Jamarah Syaiful Bahri,1994, Prestasi Dan Kompetensi Guru, Usaha

Nasional,Surabaya

Kosmiyah Indah,2012, Belajar dan Pembelajaran,Yogyakarta: Teras.

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang

Standar Penilaian Pendidikan.

42
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41

Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah

Manan Bagir,2006, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia

di Indonesia ,

Maunah Binti,2009, Landasan Pendidikan,Yogyakarta,Teras,

Muhajir Noeng,1996, Metodologi penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rake

Sarasin,

Mulyana Dedi,2006, Metodologi penelitian kualitatif., Bandung,Rosda karya,

Munchit M.Saekhan,2008 Pembelajaran Konstekstual,Semarang, RaSAIL Media

Group

Nur Kholis Reefani,2013 Panduan Anak Berkebutuhan Khusus,

Yogyakarta,Imperium.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan

dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas

Purnomosidi Arie,2017,Konsep Perlindungan Hak Konstitusional Penyandang

Disabilitas Di indonesia,Fakultas Hukum Universitas Surakarta, Suarakatra

Purwanto Ngalim,2002, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi

Pengajaran,Bandung,PT Remaja Rosdakarya,

43
Reefani Nur kholis ,2013,Panduan Anak Berkubutuhan Khusus, imperium,

Yogyakrta

Ridwan,2004,Statistika Untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah/Swasta,

Bandung ,Alfabeta, 2004

Shadiqi Hasan., Enslopedi Indonesia. Jilid 7 VAK-ZWI Indeks.Jakarta: Ichtisar,

Baru Vanhope dan Elsevier Publising Projecis, tth

Sholeh Akhmad,2015 Islam dan Penyandang Disabilitas,

Skripsi.Yogyakarta,Tidak Diterbitkan,

Sudjan Nana,2010 Penilaian Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT Remaja

Rosdakarya,

Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan,2014, ‘Klasterisasi Mahasiswa

Difabel Indonesia Berdasarkan Background Histories dan Studying

Performance‟ Indonesia Journal of Disability Studies 20, 21

Sukardi Dewa Ketut,2002, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling

di Sekolah, Jakarta,Rineka Cipta, 2002

Tanzeh Ahmad,2011,Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta,Teras,

Tim Independent Rights dan PPRBMYayasanBhaktiLuhur,2016, Hak –Hak

Penyandang Disabilitas, cetakan I,Cbm, Malang,

44
Trianto,2009,Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-

Progresif.Jakarta,Kencana,2009

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

Cacat

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang

Disabilitas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Wardani Igak,2008, Pengantar pendidikan luar biasa, Jakarta, Universitas

Terbuka.

Zain Badadu,2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar

Harapan

45
46

Anda mungkin juga menyukai