Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH JATI DIRI UNSOED

KECERDASAN EMOSIONAL
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI INDONESIA

Disusun Oleh:
Rakyan Widhowati Tanjung

B1J014106

Widya Esthi Prameswari

B1J014108

Toni Kusumawardana

B1J014109

Nabilla Audwita Surya

B1J014110

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmatNyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah berjudul Kecerdasan emosional
dalam Proses Belajar Mengajar di Indonesia ini disajikan sesederhana mungkin untuk
memudahkan pembaca dalam memahami isi makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih
kepada dosen pengampu Mata Kuliah Umum Dasar Jati Diri Unsoed sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dengan adanya makalah ini mahasiswa diharapkan
dapat melestarikan dan menerapkan nilai-nilai luhur pendidikan yang berkarakter seperti kecerdasan
emosional untuk memajukan Indonesia dengan terciptanya generasi penerus bangsa yang unggul
dan berkarakter. Sehingga kita mahasiswa akan mampu menjadi pribadi yang cerdas, intensif,
mandiri, dan berbudi luhur. Diharapkan Mahasiswa bisa menjadi generasi penerus bangsa yang
akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih maju. Amin.

Purwokerto, April 2015

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
a. Kondisi Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan tiang pancang kebudayaan dan pondasi utama untuk membangun
peradaban bangsa. Kesadaran akan arti penting pendidikan akan menentukan kualitas
kesejahteraan lahir batin dan masa depan warganya. Oleh karena itu substansi pendidikan,
materi pengajaran dan metodologi pembelajaran, serta manajemen pendidikan yang akuntabel
sudah seharusnya menjadi perhatian bagi para penyelenggara Negara. Terbukti bahwa seluruh
bangsa yang berhasil mencapai tingkat kemajuan kebudayaan dan teknologi tinggi mesti
disangga oleh kualitas pendidikan yang sangat kokoh.
Namun eksistensi pendidikan yang ada di Indonesia pada saat ini masih menjadi
permasalahan karena masih banyak anak bangsa yang belum mendapatkan pendidikan yang
sebagaimana mestinya dan ada juga yang sama sekalipun belum pernah mencicipi bangku
sekolah sama sekali contoh kecilnya saja anak yang terlantar hal ini sangat memperihatinkan.
Sebenarnya mereka juga mempunyai hak yang sama seperti anak-anak yang sudah mendapat
pendidikan yang layak seperti contoh anak orang kaya. Arah bangsa nantinya ada pada tangan
mereka karena merekalah nantinya yang akan menjadi penerus perjuangan bangsa.
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, namun masih ada beberapa dari mereka
yang belum mendapatkan hak tersebut. Hingga saat ini, peluang terbesar untuk memperoleh
akses pendidikan yang baik hanya anak orang kaya dan pintar. Dengan bermodalkan
kemampuan ekonomi yang lebih dari cukup, didukung dengan kemampuan berpikir tinggi,
menjadi faktor pendukung untuk memperoleh akses pendidikan yang lebih baik. Mereka
berpeluang besar memasuki sekolah-sekolah elit, berkualitas, berstandar nasional, bahkan
internasional. Hal ini menciptakan lingkungan belajar-mengajar yang kondusif, karena
ditunjang dengan kualitas anak didik yang punya daya pikir tinggi. Selain itu, tersedianya
sarana prasarana yang lengkap membantu untuk mewujudkan pendidikan yang mapan. Pada
saat sekarang pendidikan yang ada di Indonesia berbentuk sistem pasar yaitu bagi mereka
yang memiliki uang banyak maka mereka akan mendapatkan pendidikan yang
layak.sebenarnya hal tersebut tidak boleh terjadi.
Ada beberapa hal yang membuat pendidikan di Indonesia semakin melenceng dari cita-cita
bangsa. Pertama, kecenderungan pendidikan Indonesia yang semakin elitis dan tak terjangkau
rakyat miskin. Dalam hal ini, pemerintah dituding membuat kebijakan yang diskriminatif
sehingga menyulitkan rakyat kecil mengakses pendidikan. Kedua, lahirnya sistem pendidikan
yang tidak memberdayakan. Dalam konteks ini, kebijakan yang dibentuk semata-mata untuk

mendukung status quo dan memapankan kesenjangan sosial (Darmaningtyas, 2005,


Pendidikan Rusak-Rusakan). Ketiga, kurangnya orientasi pendidikan terhadap pembangunan
moral. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat realitas anak-anak yang bertindak amoral,
sehingga sering dikatakan pendidikan minus budi pekerti.
Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari
generasi ke generasi selanjutnya. Jangan sampai generasi itu terputuskan dengan begitu saja.
Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban).
Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban
terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu
menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Betapa sangat pentingnya pendidikan ini
negara-negara yang majupun tentunya tidak akan terlepas dari peran pendidikan.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain
dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human
Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan
penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia
makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996),
ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di
Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah
Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia
memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut
bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan
karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini
disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003)
bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di
Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah
saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas,
efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di

Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Rendahnya sarana fisik,
2. Rendahnya kualitas guru,
3. Rendahnya kesejahteraan guru,
4. Rendahnya prestasi siswa,
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
7. Mahalnya biaya pendidikan.
b. Jenjang Pendidikan di Indonesia
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 13 Ayat 1 jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
(UU No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal 1 Ayat 8). Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1. Jenjang Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2. Jenjang Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan
pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
3. Jenjang Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan,

mengembangkan dan/atau

menciptakan

ilmu

pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.


Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi
Tridharma pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan
nasional. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan
tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam
masyarakat. Dari segi peserta didik kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka
beraneka ragam. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka perguruan tinggi disusun dalam
multistrata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan satu strata atau lebih.
c. Karakter Pendidikan di Indonesia Saat Ini
Pendidikan adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa karena melalui
pendidikan, dasar pembangunan karakter manusia dimulai. Yang masih hangat dalam pikiran
penulis, yang terlahir di era 70-an, di sekolah dasar kita dibekali pendidikan karakter bangsa
seperti PMP dan PSPB sampai akhirnya diberikan bekal lanjutan model Penataran P4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pendidikan karakter merupakan salah
satu hal penting untuk membangun dan mempertahankan jati diri bangsa. Sayang, pendidikan
karakter di Indonesia perlu diberi perhatian lebih khusus karena selama ini baru menyentuh
pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai. Pendidikan karakter yang dilakukan belum
sampai pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek
keilmuan dan kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan karakter. Pengetahuan tentang
kaidah moral yang didapatkan dalam pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah saat ini
semakin ditinggalkan. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi bahwa pendidikan
tersebut berdampak pada perilaku seseorang. Padahal pendidikan diharapkan mampu
menghadirkan generasi yang berkarakter kuat, karena manusia sesungguhnya dapat dididik ,
dan harus sejak dini. Meski manusia memiliki karakter bawaan, tidak berarti karakter itu tak
dapat diubah. Perubahan karakter mengandaikan suatu perjuangan yang berat, suatu latihan
yang terus-menerus untuk menghidupi nilai-nilai yang baik dan tidak terlepas dari faktor
lingkungan sekitar. Era keterbukaan informasi akibat globalisasi mempunyai faktor-faktor

negatif antara lain mulai lunturnya nilai-nilai kebangsaa yang dianggap sempit seperti
patriotisme dan nasionalisme yangdianggap tidak cocok dengan nilai-nilai globalisasi dan
universalisasi.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pentingnya kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar di Indonesia?
b. Bagaimana kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar di Indonesia?
c.Apa saja faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter di Indonesia?
C. Tujuan
a. Mengetahui pentingnya kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar di Indonesia.
b. Mengetahui kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar di Indonesia.
c.Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan Emosional


Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional
quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol
emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap
informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini
dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan
intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang(Maliki.2009:15).
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional
seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan
terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara
emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
Kecerdasan emosional dapat dikatakan sebagai kemampuan psikologis yang telah dimiliki
oleh tiap individu sejak lahir, namun tingkatan kecerdasan emosional tiap individu berbeda, ada
yang menonjol dan ada pula yang tingkat kecerdasan emosional mereka rendah. Istilah
kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang psikolog,
yakni Peter Salovey dan John Mayer.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosinal (EQ) adalah Himpunan bagian
dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan
kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan. (Shapiro, 1998: 8).
Menurut psikolog lainnya, yaitu Bar-On (Goleman:2000: 180), mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi
kemampuan

seseorang

untuk

berhasil

dalam

mengatasi

tuntutan

dan

tekanan

lingkungan.Sedangkan Goleman (2002:512), memandang kecerdasan emosional adalah


kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our
emotional life with intellegence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.
Jadi dapat diartikan bahwa Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi
kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan
kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat juga diartikan
sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-

perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaanperasaan tersebut. Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau
perasaan tetapi juga mampu memahami apa makna dari rasa tersebut. Dapat melihat diri sendiri
seperti orang lain melihat,serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan
oleh orang lain dapat kita rasakan juga.
B. Pentingnya Kecerdasan Emosional
Menurut Alan Mortiboys Peter Salovey dan Jack Mayer (1990) Kecerdasan emosional (EQ)
meliputi:
1. Kemampuan untuk merasakan secara akurat, menilai dan mengekspresikan emosi;
2. Kemampuan untuk mengakses dan/atau menghasilkan perasaan ketika ia bersedia berpikir;
3. Kemampuan untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional;
4. Memampuan untuk mengatur emosi untuk mempromosikan pertumbuhan emosi dan
intelektual.
Kecerdasan emosi merupakan kecerdasan vital manusia yang sudahsemestinya terus dilatih,
dikelola dan dikembangkan secara intens. Karena kecerdasan emosi memiliki kesinambungan
yang cukup erat dengan kualitashidup manusia, di mana kecerdasan emosi berkait erat dengan
adanya jiwa yang sehat. Sehingga dari jiwa yang sehat tersebut manusia sebagai spesies yang
rentan mengalami ketidakbahagiaan akan memiliki peluang jauh lebih besar di dalam
memperoleh hidup bahagia. Orang yang mampu mengendalikan kecerdasan emosional yang
dimilikinya akan memiliki peluang yang lebih baik untuk bisa sukses dan dipastikan lebih tenang
dalam menyelesaikan permasalahan yang tergolong rumit.
a. Peran Kecerdasan Emosional dalam Perkembangan Peserta Didik
Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa
anak ke masa dewasa.Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai
kematangan fisik, sosial, dan emosi.Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang sulit, baik
bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya.
Perubahan-perubahan fisik yang dialami remaja juga menyebabkan adanya perubahan
psikologis. Hurlock (1973: 17) disebut sebagai periode heightened emotionality, yaitu suatu
keadaan dimana kondisi emosi tampak lebih tinggi atau tampak lebih intens dibandingkan
dengan keadaan normal. Emosi yang tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai bentuk
tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau mudah meledak, bertengkar, tak
bergairah, pemalas, membentuk mekanisme pertahanan diri. Emosi yang tinggi ini tidak
berlangsung terus-menerus selama masa remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang

tinggi akan mulai mereda atau menuju kondisi yang stabil. Kecerdasan emosional juga berkaitan
dengan arah yang positif jika remaja dapat mengendalikannya, memang dibutuhkan proses agar
seseorang dapat mencapai tingkat kecerdasan emosional yang mantap.
b. Hubungan serta Penerapan Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran Peserta Didik
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja .Faktor tersebut antara lain
kepribadian, lingkungan, pengalaman, kebudayaan, dan pendidikan. Pendidikan, merupakan
variabel yang sangat berperan dalam perkembangan emosi individu. Perbedaan individu juga
dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan kondisi atau keadaan individu yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik
diharapkan dapat menampilkan sikap berpikir yang tercermin dari cara berpikir yang logis, cepat,
mempunyai kemampuan abstraksi yang baik, mampu mendeteksi, menafsirkan, menyimpulkan,
mengevaluasi, dan mengingat, menyelesaikan masalah dengan baik, bertindak terarah sesui
dengan tujuan, serta tingkat kematangan yang baik ketenangan. Hal tersebut berkaitan juga
dengan kemampuan inteljensia yang baik (IQ).
Apabila dikaitkan dengan prestasi belajar, maka kecerdasan emosional merupakan salah satu
faktor yang juga turut menentukan prestasi. Individu yang memiliki IQ yang tinggi diharapkan
akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, karena IQ seringkali dianggap modal potensial
yang memudahkan seseorang dalam belajar. Maka seringkali muncul anggapan bahwa IQ
merupakan faktor yang menunjang prestasi belajar yang baik.Bahkan ada sebagian masyarakat
yang menempatkan IQ melebihi porsi yang seharusnya. Mereka menganggap hasil tes IQ yang
tinggi merupakan jaminian kesuksesan belajar seseorang sebaliknya IQ yang rendah merupakan
vonis akhir bagi individu bahwa dirinya tidak mungkin mencapai prestasi belajar yang baik
anggapan semacam ini tidaklah tepat, karena masih banyak faktor yang ikut menentukan
prestasi,terutama EQ serta SQ (Spiritual quotient). Anggapan yang tidak tepat tersebut bisa
berdampak tidak baik bagi individu karena dapat melemahkan motivasi siswa dalam belajar yang
justru dapat menjadi awal dari kegagalan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Untuk itu, perlu
ditanamkan dalam benak siswa bahwa kesuksesan belajar tidak hanya ditentukan dengan
kecerdasan yang dimiliki, tetapi juga bagaimana mengendalikan diri sendiri.
Penerapan kecerdasan emosional dalam pembelajaran peserta didik dalam penting untuk
dilakukan. Di mana peserta didik diarahkan secara perlahan untuk mengembangkan, mengasah
serta mengendalikan emosi yang di miliki, sehingga berdampak baik bagi kehidupan siswa
tersebut, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, dalam bidang akademis
maupun non akademis.

C. Karakter Belajar Bangsa


Ada delapan belas nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
dibuat oleh Diknas.Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus
menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya.
Delapan belas nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugastugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di

atas kepentingan diri dan kelompoknya.


11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Kemudian, apakah inisiatif pendidikan karakter di sekolah ini akan berhasil atau hanya sekedar
menjadi dokumen formalitas belaka, mari kita lihat. Salah satu indikator sederhana yang bisa kita
lihat bersama adalah apakah kecurangan UN akan hilang atau tetap saja tak berubah seperti
biasanya.
Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui Pendekatan Holistik,
yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah.

Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik (Lickona, 1992).


1. Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru, dan
masyarakat
2. Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas yang
menghubungkan siswa, guru, dan sekolah
3. Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik
4. Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan
persaingan
5. Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran seharihari baik di dalam maupun di luar kelas
6. Siswa-siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan perilaku moralnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan
7. Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan
hadiah dan hukuman
8. Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas
demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan
memecahkan masalah

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pemerintah telah berusaha
untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter. Peningkatan kualitas tersebut melalui

pencapaian kecerdasan emosional yang efektif dalam dunia belajar mengajar sejak taman kanakkanak hingga perguruan tinggi. Hal ini ditujukan untuk memberi pemahaman bahwa kecerdasan
emosional memiliki peranan dan korelasi yang penting dengan pendidikan karakter untuk bangsa
Indonesia.
Guru adalah orangtua bagi siswa. Karenanya, pengimplementasian pendidikan karakter
melalui pencapaian kecerdasan emosional dalam hal belajar mengajar sangat ditekankan kepada
guru yang mengajarkannya kepada siswa. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan
mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Bila
pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa
Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini
mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita
akan semakin ketinggalan.
B. Saran
Di sini, pemerintah memiliki peranan selain menggalakkan upaya peningkatan kualitas
pendidikan karakter. Pemerintah haruslah memantau dan mengawasi dunia pendidikan di
berbagai daerah di Indonesia. Tanpa pantauan dan pengawasan yang stabil dari pemerintah,
dunia pendidikan di Indonesia akan menurun dan disalahgunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. Maswardi. 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta : Badouse Media.
Goleman, Daniel. 2005. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hidayat, Tatang. 2009. Inspiring Word. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Wijanarko, Jarot. 2008. Mendidik Anak: untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual.
Jakarta: BIP

Anda mungkin juga menyukai