Anda di halaman 1dari 32

KARYA TULIS ILMIAH

STUDI KASUS PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM)
DENGAN PENDEKATAN PASIEN KELOLAAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO

Oleh :
NUR RACHMA INDRIANI
NIM. 2101047

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA
SIDOARJO
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) salah satu penyakit berbahaya dan mematikan


ketiga didunia. Setiap tanggal 14 November diperingati sebagai Hari Diabetes
sedunia, sebagai tanggapan atas meningkatnya kekhawatiran tentang ancaman
kesehatan yang ditimbulkan oleh diabetes dan sekaligus bertepatan dengan
kelahiran Sir Federick Banting bersama Charles Best penemu insulin sebagai
pengobatan diabetes pada tahun 1922. Diabetes Mellitus diketahui sebagai
suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama
pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak dan juga protein sehingga tubuh
tidak bisa memanfaatkan insulin yang diproduksi secara efektif. Akibatnya
terjadi peningkatan konsentrasi glukosa didalam darah (Lanywati, 2016).
Produksi hormon insulin bisa mengontrol kadar gula dalam darah dan
mengubah glokosa menjadi energy (Winaningsih et al., 2020). Fenomena
bagi penderita Diabetes Mellitus (DM) yaitu mengkonsumsi minuman pare
yang dipercaya dapat menurunkan kadar gula darah jika diminum secara
rutin. Tetapi mengkonsumsi pare belum terbukti apakah memberikan efek
samping, alergi ataupun membahayakan penderita Diabetes Mellitus (DM).

Menurut data dari IDF Diabetes Atlas (2021) sebesar 537 juta orang
dewasa (20-79 tahun) hidup dengan diabetes dengan prevalensi Global
mencapai 10,5% populasi orang dewasa, orang dengan kadar glukosa darah
meningkat (fase prediabetes) Global berjumlah sekitar 541 juta, penderita
Diabetes Mellitus (DM) Global yang tidak terdiagnosis yaitu sekitar 45%
terutama penyandang diabetes mellitus tipe 2 dan konsekuensi angka
kematian Global yang tinggi terkait diabetes diperkirakan ≥6,7 juta pada
kelompok orang dewasa berusia antara 20-79 tahun. Di Indonesia jumlah
penderita diabetes mencapai 41,8 ribu orang pada tahun 2022 berdasarkan
kelompok usia dibawah 20 tahun sekitar 13,311 orang, usia 20-59 tahun
sekitar 26.781 orang dan usia 60 tahun ke atas 1.721 orang (Laporan IDF,
2022). Menurut Kementrian Kesehatan (2018), penderita diabetes tipe 1 >
sedikit dibanding diabetes tipe 2 dengan prevalensi sekitar 10% dan sejumlah
kajian memperkirakan prevalensi sekitar 6-16% perempuan hamil akan
menderita diabetes gestational. Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-
6 dari 10 provinsi Indonesia untuk prevalensi diabetes tertinggi sebesar 2,1%
yang lebih tinggi dari rata-rata prevalensi DM nasional sebesar 1,5% dengan
2,38% prevelensi kerutinan memeriksakan kadar gula darah pada semua umur
(Riskesdes, 2018). Kabupaten Sidoarjo sendiri berkontribusi sebanyak 7,8%
dari jumlah diabetes mellitus di Jawa Timur (Dinkes ProvJatim, 2020).

Diabetes mellitus memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu polyuria
(banyak kencing), polydipsia (sering haus), polyphagia (sering merasa lapar).
Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi Diabetes Mellitus tipe I Insulin-
Dependen Mellitus (IDDM), tipe II Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) dan Diabetes melitus gestasional (GDM). Dalam kasus diabetes
tipe 1, tubuh tidak bisa memproduksi insulin sama sekali dan tubuh
memperlukan pasokan insulin dari luar. Hal ini disebabkan karena sel-sel beta
telah mengalami kerusakan sehingga pancreas berhenti memproduksi insulin.
Berbeda dengan diabetes tipe 2, di mana tubuh masih bisa menghasilkan
insulin tapi jumlahnya sedikit dan tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan
Diabetes mellitus gestasional diduga disebabkan oleh resistensi insulin akibat
hormon-hormon seperti prolactin, progesterone, estradiol dan hormone
plasenta (Evi et al, 2014). Penyebab resistensi insulin yaitu obesitas/kelebihan
berat badan, glukortikoid berlebih (sindrom cushing atau terapi steroid),
hormon pertumbuhan berlebih (akromegali), kehamilan, diabetes gestasional,
penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi (didapat atau genetik, terkait dengan
akumulasi lipid di hati), autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi reseptor
insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksisom (PPAR γ), mutasi
yang menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor melanokortin),
dan hemochromatosis (penyakit keturunan yang menyebabkan akumulasi besi
jaringan) (Ozougwu et al., 2013). Resistensi Insulin mengakibatkan kegagalan
fosforilasi kompleks Insulin Reseptor Substrat (IRT), penurunan translokasi
glucose transporter-4 (GLUT-4) dan penurunan oksidasi glukosa sehingga
glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan terjadi kondisi Hiperglikemia yang
mengakibatkan Diabetes Mellitus. Kadar glukosa yang tinggi karena resistensi
Insulin dapat menganggu proses penyembuhan luka (Sulistyoningrum, 2010).
Sebagian penderita resistensi insulin dapat mengalami kondisi yang disebut
akantosis nigrikans dengan ciri-ciri bercak hitam pada leher, ketiak atau
pangkal paha maupun lipatan tubuh lain (Sienny, 2021).

Factor–faktor yang berperan pada peningkatan jumlah penderita


Diabetes Mellitus (DM) antara lain peningkatan kesejahteraan, perubahan
gaya hidup dan bertambahnya usia harapan hidup (Supardi, 2021). Untuk itu
sangat diperlukan upaya penatalaksanaan diabetes secara mandiri dalam peran
promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative. Peran promotif bagi penderita
diabetes dapat dilakukan dalam empat momen kritis yaitu : 1). Pada saat
terdiagnosis diabetes, edukasi penerapan regimen terapi baik berupa terapi
nutrisi medis/ diet diabetes, aktivitas fisik maupun regimen terapi
farmakologis, 2). Setiap evaluasi hasil laboratorium/terapi tidak mencapai
target, edukasi pembenahan pada penatalaksanaan diabetes mellitus, 3). Ketika
terjadi komplikasi, edukasi kepada penderita diabetes terkait penanganan dan
pencegahan penyakit, 4). Ketika episode transisi kehidupan (penderita
diabetes mengalami kehamilan), edukasi spesifik terkait perubahan yang
dialami untuk mengantisipasi penghambat penyakit. Edukasi yang terstruktur
dan berkesinambungan akan meningkatkan kemandirian penderita dalam
melakukan tatalaksana penyakit diabetes mellitus (Kemenkes, 2022). Peran
Preventif, penderita diabetes melakukan pengontrolan kadar gula darah dan
olahraga secara rutin serta pola hidup sehat dengan mengurangi
makanan/minuman yang mengandung kadar gula tinggi dan penerapan diit
diabetes mellitus. Standar diit yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25% dan jumlah
kandungan kolestrol yang disarankan <300 mh/hari (Supardi, 2021). Peran
kuratif dengan pemberian obat antidiabetes dan pemberian insulin yang tepat
sesuai anjuran dokter. Terakhir peran rehabilitative, penderita diabetes
dianjurkan melakukan aktivitas fisik/ latihan aerobik dengan senam kaki/jalan
kaki dan lari supaya memperlancar peredaran darah. Aktivitas fisik dapat
mengurangi risiko vaskulopati dan neuropati DFW (Diabetic Foot Wound)
dengan meningkatkan perfusi jaringan dan bermanfaat meningkatkan
mobilitas terutama pada pasien lanjut usia (Aydin and Ertugrul, 2021).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Studi Kasus Penerapan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dengan Pendekatan Pasien Kelolaan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Penderita
Diabetes Mellitus (DM) dengan pendekatan pasien kelolaan Di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mendeskripsikan pengkajian Keperawatan Medikal Bedah Pada
penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan Pendekatan Pasien Kelolaan Di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.3.2.1 Mendeskripsikan diagnosa Keperawatan Medikal Bedah Pada


penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan Pendekatan Pasien
Kelolaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.3.2.2 Mendeskripsikan rencana Keperawatan Medikal Bedah Pada


Penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan Pendekatan Pasien
Kelolaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.
1.3.2.3 Mendeskripsikan tindakan Keperawatan Medikal Bedah Pada
Penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan Pendekatan Pasien
Kelolaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.3.2.4 Mendeskripsikan evaluasi Keperawatan Medikal Bedah Pada


Penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan Pendekatan Pasien
Kelolaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.3.2.5 Mendokumentasikan tindakan Keperawatan Medikal Bedah Pada


Penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan Pendekatan Pasien
Kelolaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi institusi pendidikan
Hasil dari penelitian Studi Kasus Penerapan Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dengan
Pendekatan Pasien Kelolaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
diharapkan dapat menambah referensi literatur di dunia pendidikan
khususnya dibidang ilmu keperawatan.

1.4.2 Bagi instansi terkait


Hasil dari penelitian ini sebagai kontribusi ilmu pengetahuan
didalam bidang kesehatan mengenai penyelesaian Studi Kasus Penerapan
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada penderita Diabetes Mellitus
(DM) dengan Pendekatan Pasien Kelolaan Di Rumah Sakit umum Daerah
Sidoarjo.

1.4.3 Bagi responden


Output dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk klien
yang dijadikan sebagai responden dalam studi kasus, responden
diharapkan mampu mengerti pengertian dari Diabetes Mellitus (DM) serta
penyebab penyakit tersebut, dan juga berbagai tahapan pencegahan.
1.4.4 Bagi ilmu keperawatan
Hasil dari penelitian ini berguna bagi rekan-rekan sejawat dalam
perkembangan ilmu Keperawatan dan melakukan studi banding.

1.4.5 Bagi peneliti


Output penelitian dapat berguna untuk peneliti dalam memotivasi
diri agar terus memberikan promosi kesehatan pada orang sekitar tentang
Diabetes Mellitus (DM).

1.5 Sistematika Penelitian

Sistematika Penulisan Untuk kejelasan isi penelitian yang lebih mudah


dipahami, maka secara keseluruhan dibagi menjadi 3 bagian :

1.5.1 Pada tahapan pertama


Berisikan halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan,
kata pengantar, dan daftar isi

1.5.2 Pada tahapan inti


Memuat bab 1 pendahuluan, bab 2 tinjauan pustaka, bab 3
kerangka konseptual dan hipotesa, bab 4 metodologi penelitian, bab 5 hasil
dari penelitian dan pembahasan, dan bab 6 memuat kesimpulan serta saran

1.5.3 Pada tahapan akhir


Berisikan daftar pustaka beserta lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes Mellitus berasal dari bahasa Yunani, yaitu diabetes yang


berarti pancuran atau aliran, dan Mellitus yang berarti madu atau manis,
oleh karena itu, diabetes mellitus diartikan sebagai penyakit yang ditandai
keluarnya atau mengalirnya suatu cairan yang berasa manis dari dalam
tubuh. Penderita diabetes akan mengeluarkan air seni (urine) yang
mengandung kadar gula tinggi (Widharto, 2007).

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik


menahun akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau
tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin
merupakan hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah,
akibat peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemi
(Kemenkes RI, 2014).

2.1.2 Klasifikasi
2.1.2.1 Diabetes Tipe 1 IDDM (Insulin Dependen Diabetes Mellitus),
Disebabkan destruktur sel beta autoimun yang memicu
terjadinya defisiensi insulin absolut (Insana Maria, 2021).

2.1.2.2 Diabetes Tipe 2 NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)


Diabetes mellitus tipe 2 memiliki presimtomatis yang panjang
menyebabkan penegakan DM tipe 2 dapat tertunda 4-7 tahun yang
terjadi akibat resistensi insulin perifer, defek progresif sekresi insulin,
gluconeogenesis (Dito Anugroho, 2018).
2.1.2.3 Diabetes Gestasional

Terjadi karena intoleransi glukosa yang diketahui selama


kehamilan pertama. Wanita dengan diabtetes selama kehamilan
memiliki peningkatan risiko diabetes selama kehamilan dan
peningkatan risiko diabetes setelah usia 5 sampai 10 tahun. Riwayat
diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg
dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010)

.
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Diabetes Tipe 1 (IDDM=Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pada diabetes tipe ini sel-sel penghasil insulin pada pancreas
mengalami kerusakan dan tubuh sama sekali tidak bisa memproduksi
insulin sehingga tubuh memperlukan pasokan insulin dari luar. Hal ini
disebabkan sel-sel beta telah mengalami kerusakan sehingga pancreas
berhenti memproduksi insulin. Penyebab diabetes ini diantaranya :

1) Genetik, Jika salah satu atau kedua orang tua dari seorang anak
menderita Diabetes, maka anak tersebut beresiko terkena Diabetes.

2) Autoimun, tubuh mengalami alergi terhadap salah satu jaringan


atau jenis selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada dalam
pankreas. Oleh sebab itu, tubuh kehilangan kemampuannya untuk
membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh
menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.

3) Virus dan zat kimia, yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel
atau kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin
banyak pulau yang rusak, semakin besar kemungkinan seseorang
menderita Diabetes.
2.1.3.2 Diabetes Tipe 2 (NIDDM=No Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes tipe ini biasanya merupakan penyakit keturunan dan
sel-sel penghasil insulin pada pancreas tidak mengalami kerusakan.
di mana tubuh masih bisa menghasilkan insulin tapi jumlahnya
sedikit dan tidak berfungsi dengan baik. Faktor Penyebab diabetes
ini diataranya :

1) Faktor genetik
Jika orang tua atau saudara kandung memiliki penyakit,
dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Presentase kemungkinan
tersebut sebagai berikut (Widharto, 2007) :

(1) Jika kedua orang tuanya (ayah dan ibu) merupakan penderita
diabetes mellitus kemungkinan anaknya akan menderita
penyakit yang sama sebesar 83%.
(2) Jika salah satu orang tuanya (ayah atau ibu) merupakan
penderita diabetes mellitus kemungkinan anaknya juga
menderita penyakit yang sama sebesar 53%.
(3) Apabila kedua orang tuanya normal (bukan penderita diabetes
mellitus) kemungkinan anaknya menderita diabetes mellitus
sebesar 15%.
(4) Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4
kg dianggap sebagai prediabetes.

2) Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.


Penyebab utama pancreas tidak memproduksi insulin secara
optimal dikarenakan sering mengkonsumsi makanan tinggi
kalori/garam, rendah protein/kalsium, makanan cepat saji,
berlemak (makanan tidak sehat), Kurang olahraga dan kurang
istirahat juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit diabetes
mellitus (Putra, 2019).
3) Kadar kolesterol tinggi
kolesterol tinggi dalam darah, menyerap insulin yang
diproduksi oleh pankreas sehingga tubuh tidak dapat menyerap
insulin untuk diubah menjadi energy (Putra, 2019).

4) Obesitas atau kelebihan berat badan


Disebabkan oleh timbunan lemak yang tidak bermanfaat
bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemak menyerap produksi insulin
dari pancreas, sehingga tubuh tidak bisa mendapatkan insulin untuk
energi (Putra, 2019).

2.1.3.3 Diabetes Gestasional


Diabetes mellitus gestasional terjadi pada 2-5% perempuan
hamil namun menghilang ketika kehamilannya berakhir. Diabetes ini
diduga disebabkan oleh resistensi insulin akibat hormon-hormon
seperti prolactin, progesterone, estradiol dan hormon plasenta (Evi,
putra 2019).

2.1.4 Faktor resiko


2.1.4.1 Faktor yang dapat diubah
1) Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan
dalam aktivitas sehari-hari sebagai pemicu terjadinya penyakit
diabetes mellitus tipe 2 seperti Makanan cepat saji, olahraga tidak
teratur dan minuman bersoda (Ada, 2009).

2) Diet yang tidak sehat


Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga,
menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji
(Abdurrahman, 2014).
3) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk
terjadinya penyakit DM yang membuat sel tidak sensitif terhadap
insulin (resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada
tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin,
terutama bila lemak tubuh terkumpul didaerah sentral atau perut
(central obesity) (Fathmi, 2012).

4) Hipertensi (Tekanan darah tinggi)


Merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi
dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit
jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan.
Namun, hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif terhadap
insulin (resisten insulin) dan merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya penyakit diabetes mellitus (Mihardja, 2009).

2.1.4.2 Faktor yang tidak dapat diubah


1) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko
terkena diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa
setengah baya, paling sering setelah usia 45 tahun Meningkatnya
risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan
terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh (AHA, 2012).

2) Riwayat keluarga
Diabetes melitus Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab
DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM
mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut
(Ehsa, 2010).
3) Ras atau etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit
hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).

2.1.5 Manifestasi Klinis


2.1.5.1 Gejala klasik penyakit Diabetes Mellitus dikenal dengan istilah trip-
P, yaitu meliputi Poliuri (banyak kencing), Polidipsi (banyak
minum) dan Poliphagi (banyak makan) (Widharto, 2007).

1) Poliuri (banyak kencing)


Merupakan gejala umum pada penderita diabetes mellitus.
Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam darah
(glukosa) yang berlebih, sehingga merangsang tubuh untuk
mengeluarkan kelebihan gula tersebut melalui ginjal bersama urine
(air kencing). Gejala ini terutama muncul pada malam hari, yaitu
saat kadar gula dalam darah relatif lebih tinggi daripada malam hari

2) Polidipsi (banyak minum)


Merupakan akibat reaksi tubuh karena banyak
mengeluarkan urine. Gejala ini sebenarnya merupakan usaha tubuh
untuk meghindari kekurangan cairan (dehidrasi), oleh karena tubuh
banyak mengeluarkan air (dalam bentuk urine). Selama kadar gula
dalam darah belum terkontrol baik akan timbul terus keinginan
untuk terus-menerus minum. Sebaliknya minum yang banyak akan
terus menerus menimbulkan keinginan untuk selalu kencing.

3) Poliphagi (banyak makan)


Merupakan gejala yang disebabkan oleh berkurangnya
cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula dalam darah tinggi.
Dikarenakan ketidakmampuan insulin dalam menyalurkan gula
sebagai sumber tenaga dalam tubuh, membuat tubuh merasa lemas
seperti kurang tenaga sehingga timbul hasrat ingin terus-menerus
makan untuk mencukupi kebutuhan tenaga. Padahal jika diperiksa
lebih telaah, kandungan gula dalam darah sudah cukup tinggi
(Widharto, 2007).

2.1.5.2 Secara garis besar gejala-gejala yang biasa nampak pada penderita
diabetes mellitus sebagai berikut :
1) Adanya perasaan haus secara terus menerus
2) Sering buang air kecil (kencing) dalam jumlah yang banyak
3) Timbulnya rasa letih yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
4) Timbul adanya gatal-gatal dan peradangan kulit yang menahun

2.1.5.3 Sementara itu, penderita diabetes mellitus yang sudah parah akan
timbul gejala- gejala sebagai berikut :
1) Terjadinya penurunan berat badan
2) Timbul rasa kesemutan (mati rasa), rasa sakit pada tangan atau kaki
3) Timbulnya luka pada kaki yang tak kunjung sembuh
4) Sering hilang kesadaran (pingsan/koma)

2.1.6 Patofisiologi
2.1.6.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1
Manifestasi Diabetes Mellitus tipe 1 terjadi akibat
kekurangan insulin untuk menghantarkan glukosa menembus
membran sel ke dalam sel tubuh. Molekul glukosa menumpuk dalam
peredaran darah yang mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia
menyebabkan hiperosmolaritas serum yang menarik air dari ruang
intraseluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak
sebagai doutetik osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan
meningkatkan keluaran urine (poliuria). Ketika kadar glukosa darah
melebihi ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dl glukosa
diekspresikan ke dalam urine (glukosuria). Penurunan volume
intraseluler dan peningkatan keluaran urine menyebabkan dehidrasi,
Mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan, yang
menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang banyak
(polidipsia) (LeMone, Priscilla, 2016).

Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin yang


membuat produksi energi menurun. Penurunan energi ini
menstimulasi rasa lapar dan orang untuk makan lebih banyak
(polifagia). Meski asupan makanan meningkat, berat badan orang
tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah protein dan
lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan
keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga
umum terjadi, akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan
pembengkakan lensa mata. Bergantung pada tingkat kekurangan
insulin, manifestasi klasiknya bervariasi dari ringan hingga berat
meliputi poliuria, polidipsia, dan polifagia disertai dengan penurunan
berat badan, malaise dan keletihan. Orang dengan DM tipe I
membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk
mempertahankan hidup (LeMone, etc. 2016) .

2.1.6.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2

Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM Tipe 1.


Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi
faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara
kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif
kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut.
Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan
menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekursor insulin)
terhadap insulin tersekresi juga meningkat. Kadar insulin yang
dihasilkan pada DM tipe 2 berbeda – beda dan meski ada, fungsinya
dirusak oleh resistensi insulin di jaringan perifer. Hati memproduksi
glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan tidak
dimetabolisme dengan baik dan akhirnya pankreas mengeluarkan
jumlah insulin yang kurang dari dibutuhkan. Hiperglikemia
meningkat secara perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum DM
didiagnosis, sehingga kira-kira separuh diagnosis DM tipe 2 yang
baru terdiagnosis sudah mengalami komplikasi (LeMone, etc. 2016).

Proses patofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistansi


terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan
perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi Insulin. Orang dengan
DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar
glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut,
bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini
bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk
meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab Resistansi
insulin perifer tidak jelas, namun ini tampak terjadi setelah insulin
berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel. Insulin adalah
hormon pembangun (anabolik). Tanpa Insulin, tiga masalah
metabolik mayor terjadi: (1) penurunan pemanfaatan glukosa, (2)
peningkatan mobilisasi lemak, dan (3) peningkatan pemanfaatan
protein (Black, etc. 2014).

2.1.7 Komplikasi

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat


menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain :

2.1.7.1 Komplikasi Akut


1) Hiperglikemia dan Ketoasidosis Diabetik
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya KH untuk
bahan bakar sel, hati mengubah simpanan glikogennya kembali
ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa
(glukoneogenesis). Namun, respons ini memperberat situasi
dengan meningkatnya kadar glukosa darah bahkan lebih tinggi
(Black, M. Joyce, 2014).
2) Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (HHNS)
Adalah varian ketoasidosis diabetik yang ditandai dengan
Hiperlikemia ekstrem (600-2.000 mg/dl), dehidrasi nyata,
Ketonuria ringan atau tidak terdeteksi dan tidak ada asidosis.
HHNS umumnya banyak terjadi pada klien lansia dengan
Diabetes Mellitus tipe 2.

3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi Insulin atau
reaksi hipoglikemia) adalah ciri umum dari DM Tipe 1 dan juga
dijumpai di dalam klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan
insulin atau obat oral. Kadar glukosa darah yang tepat pada klien
mempunyai gejala hipoglikemia bervariasi, tapi gejala itu tidak
terjadi sampai kadar glukosa darah < 50-60 mg/dl.

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pada umumnya terdapat dua cara melakukan pemeriksaan diabetes
mellitus yaitu secara langsung melalui tes darah dan secara tidak langsung
melalui tes urine (air kencing) (Widharto, 2007).

2.1.8.1 Tes darah


Tes menggunakan alat photometer dapat secara cepat dan tepat
mengetahui kadar gula darah. Tes dilakukan sesudah puasa (minimal
selama 10 jam) dan 2 jam sesudah makan. Adapun kadar gula darah
normal sebagai berikut :
1) Kadar gula darah puasa ≤ 110 mg%
2) Kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≤ 200 mg%
3)
2.1.8.2 Tes Urine
Pada dasarnya tes ini bertujuan untuk melihat zat-zat yang
terkandung dalam urine. Zat-zat yang ingin diukur kadarnya dalam
urine antara lain glukosa, keton dan glikoprotein (Widharto, 2007).
1) Tes Glukosa

Selain menggunakan tes dara, urine juga dapat digunakan


untuk mengetahui kadar gula darah seseorang. Apabila dalam
urine seseorang mengandung gula, akan menunjukkan endapan
berwarna merah bata setelah direaksikan dengan reagen (Fehling
A dan Fehling B) (Widharto, 2007).

2) Tes Keton
Keton merupakan senyawa kimia yang dihasilkan tubuh
apabila tubuh melakukan pemecahan lemak. Hal inilah yang
menyebabkan penderita diabetes semakin kurus meskipun nafsu
makannya baik. Senyawa keton yang ditemukan pada urine
menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki kadar glukosa
darah yang sangat tiggi atau sangat rendah (Widharto, 2007).

3) Tes Glikoprotein
Pada umumnya protein dalam tubuh menpunyai glukosa
yang terikat padanya. Semakin tinggi kadar glikoprotein semakin
tinggi pula kadar glukosanya. Akan tetapi tes ini cenderung lebih
rumit sehingga membutuhkan tenaga ahli (Widharto, 2007).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
2.2.1 Pengkajian
Pada tahap ini bisa diartikan sebagai tahap awal dari proses asuhan
keperawatan secara sistematis yang dilakukan untuk memperoleh data
yang berasal dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian dapat dilakukan
dengan melibatkan pengumpulan informasi secara subyektif (didapatkan
dari pasien atau keluarga) dan secara obyektif (hasil pengamatan petugas
medis). Pengkajian yang lengkap, sistematis sesuai dengan fakta atau
kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu (Pangaribuan, 2021).

2.2.1.1 Pengumpulan data

1) Identitas klien dan keluarga (Penanggung jawab)


Berisikan identitas pasien dapat meliputi: nama, umur,
jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor
registrasi, hubungan klien dan penanggungjawab.

2) Riwayat kesehatan
(1) Keluhan utama
Klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama
gatal-gatal pada kulit disertai bisul yang tidak kunjung
sembuh, kesemutan, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu pasien banyak mengeluh sering buang air kecil
(Poliuria), sering lapar (Polifagia), sering haus (Polidipsi),
anoreksia (), mual/muntah, berat badan menururn, diare
kadang-kadang disertai keluhan nyeri perut, kram otot, sakit
kepala sampai penurunan kesadaran.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan keluhan yang dominan seperti
sering buang air kecil (Poliuria), sering lapar (Polifagia) dan
sering haus (Polidipsi). Sebelum pasien kelebihan berat
badan, biasanya pasien belum menyadari kalau termasuk
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Pasien baru menyadari
sesudah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.

(3) Riwayat kesehatan dahulu


Klien diabetes mellitus dirawat karena kadar glukosa
darah yang tinggi. Adanya faktor resiko yang mempengaruhi
seperti genetik, obesitas, usia, minimnya melakukan aktivitas
fisik, pola makan yang berlebihan atau tidak sehat.

(4) Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya dari genogram keluarga terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita penyakit diabetes
mellitus (genetik).

3) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum
Biasanya yang sering muncul adalah kelemahan fisik
dari klien ditandai dengan luka yang tidak sembuh-sembuh
dan klien mengatakan nyeri pada kakinya yang terdapat luka
khas diabetes mellitus (ganggren).

(2) B1 Sistem Respirasi (Breathing)


((1) Inspeksi : adanya sumbatan pada jalan nafas atau tidak,
jika ya terdapat sputum atau tidak, Adanya tanda-tanda
lidah jatuh ke belakang atau tidak, hitung frekuensi
nafas. Catat hasil perhitungan irama nafas klien.
((2) Palpasi : Adanya nyeri pada daerah thorax tidak, vocal
fremitus antara kanan kiri sama tidak.

((3) Perkusi : Terdapat bunyi resonan dalam keadaan normal

((4) Auskultasi : Terdengar stridor (penderita mengalami


obstruksi jalan nafas), wheezing (apabila penderita
mempunyai riwayat penyakit asma dan penyakit
bronkithis kronik).

(3) B2 Sistem Kardiovaskuler (Blood)


((1) Inspeksi : Observasi ada tidaknya pendarahan, oedem
dan tanda-tanda vital. Prosedur ini menggambarkan
adanya perubahan dalam tubuh sehingga meningkatkan
risiko mengancam nyawa. Dengan adanya perubahan
tanda vital bisa menjadi suatu indikasi terjadinya tahap
akhir dari proses peningkatan intra kranial dalam
mempertahankan jaringan otak.

((2) Palpasi : Lakukan pemeriksaan Ictus cordis teraba atau


tidak, CRT (normalnya ≤3 detik), akral dingin atau
hangat, dan frekuensi nadi. Biasanya perfusi jaringan
menurun, nadi perifer lemah, takikardi atau bradikardi,
mengalami hipertensi atau hipotensi, aritmia dan
kardiomegalis (tanda gejala diabetes mellitus).

((3) Perkusi : Lakukan pengetukan pada bagian batas jantung


kanan yang berada di mid klavikula ics 4, batas atas mid
sternalis ics 2, batas kiri mid klavikula ics 5, batas bawah
mid sternalis ics 5 sampai menghasilkan bunyi redup.

((4) Auskultasi : bunyi jantung normal atau tidak, jika normal


berupa S1 S2 tunggal dengan irama jantung normal (lub-
dup). Jika ditemukan bunyi jantung abnormal maka akan
menghasilkan bunyi S3 seperti gallop, murmur.
(4) B3 Sistem Persyarafan (Brain)
((1) Inspeksi : Pemeriksaan sistem neurologis biasanya
terjadi penurunan sensoris, klien mengeluh sakit kepala,
latergi, sering mengantuk, reflek lambat dan
disorientasi. Observasi penilaian GCS pasien dengan
kriteria hasil pemenuhan nilai E, V. M. Klasifikasi
kesadaran secara kualitatif diantaranya Composmentis
dengan nilai 14-15, apatis 12-13, derilium 10-11,
samnolen 7-9, stupor 4-6, koma 4. Prosedur ini meliputi
identifikasi tingkat kesadaran, orientasi, memori serta
lakukan pemeriksaan pada 12 fungsi syaraf kranial.

((1)) Tingkat kesadaran, menjadi indikator paling


efektif jika menyangkut sistem neurologis.
Biasanya tingkat kesaadaran normal, latergi,
stupor, koma (tergantung kadar gula darah yang
diderita dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula darah).

((2)) Orientasi, petugas kesehatan dapat menanyakan


tentang orientasi waktu, tempat serta suasana di
sekitar klien.

((3)) Memori, pemeriksaan ini meliputi data memori


jangka pendek dan panjang. Memori jangka
panjang bisa dikaji melalui cerita dari klien
mengenai riwayat penyakit yang diderita,
Sedangkan memori jangka pendek didapatkan
dari hasil validasi klien mengenai informasi
yang baru saja disampaikan petugas kesehatan

.
(5) B4 Perkemihan (Bladder)

((1) Inspeksi : Adanya tanda-tanda inkontinensia urin atau


tidak. Volume cairan yang diberikan dan dikeluarkan
oleh penderita selama 24 jam. Observasi fungsi
kandung kemih.

((2) Palpasi : Terjadi distensi kandung kemih.

((3) Perkusi : Ada tidaknya nyeri tekan dan adanya bunyi


pekak pada daerah pubis

(6) B5 Pencernaan (Bowel)


((1) Inspeksi : Biasanya terdapat polifagia, polidipsi,
mual/muntah, diare, dehidrasi, konstipasi, perubahan
berat badan.

((2) Palpasi : lakukan perabaan pada semua bagian kuadran


abdomen dengan menilai adanya massa, karakteristik
organ, adanya asites, adanya nyeri tekan. Keadaan
normal ditemukan tidak adanya penonjolan organ, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada massa serta penumpukan
cairan namun terjadi peningkatan lingkar abdomen dan
mengalami obesitas.

(7) B6 Muskuluskeletal dan Integument (Bone)


((1) Inspeksi : Kulit tampak kotor, adakah luka (biasanya
terdapat luka gangren di ektremitas), kulit atau
membaran mukosa mungkin kering, ada oedema,
lokasi, ukuran dan karakteristik luka.

((2) Palpasi : Kelembapan kulit mungkin lembab, akral dan


turgor kulit hangat. Kekuatan/massa otot, pergerakan
sendi, tungkai bisa terjadi penurunan, mudah lelah,
lemah, mengalami nyeri.
((3) Perkusi : adakah fraktur, dislokasi.

(8) B7 penginderaan
((1) Rambut dan leher : Kulit kepala normal, Rambut
biasanya lebat, tipis (banyak yang rontok karena
kekurangan nutrisi dan sirkulasi buruk).

((2) Mata : Sklera biasanya normal dan ikterik, conjungtiva


biasanya anemis pada pasien kekurangan nutrisi dan
pasien yang sulit tidur karena sering buang air kecil di
malam hari, Penglihatan mulai kabur, ketajaman
penglihatan mulai menurun.

((3) Leher : Biasanya jarang distensi vena jugularis dan


pembesaran kelenjar limfe.

((4) Hidung : Biasanya jarang terjadi polip dan sumbatan


hidung kecuali ada infeksi sekunder seperti influenza.

((5) Telinga : Biasanya simetris kiri dan kanan, gendang


telinga biasanya masih baik berfungsi dengan baik
apabila tidak ada mengalami infeksi sekunder.

((6) Mulut : Biasanya sianosis, pucat (apabila mengalami


asidosis atau penurunan perfusi jaringan)>

(9) B8 Sistem endokrin dan kelenjar linfe


((1) Insfeksi : Adakah ganggren, lokasi ganggren,
kedalaman, bentuk atau kondisi ganggren, adanya pus,
bau (biasanya terdapat luka gangren di ektremitas
terutama sering terjadi di daerah kaki) Adanya
polidipsi, poliuri, poli fagi.
2.2.2 Analisa data
Analisa data merupakan proses dalam penghubungan antara data
dengan konsep teori serta prinsip yang relevan dalam membuat penentuan
masalah keperawatan pada pasien (Gloria, 2020).

2.2.3 Diagnosa Keperawatan


Pernyataan yang valid mengenai permasalahan klien dan
penyebabnya. Selain itu data juga harus berfokus pada pemenuhan
kebutuhan dengan memprioritaskan diagnosa yang muncul dapat diatasi
dengan tindakan keperawatan (Firmansyah, 2019).

2.2.3.1 Diagnosa yang mungkin muncul


1) Pola nafas tidak efektif b.d
2) Perfusi perifer tidak efektif b.d
3) Gangguan integritas kulit b.d
4) Hipovolemia b.d
5) Ketidakstabilan kadar glukosa darah

2.2.4 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan dilakukan untuk menyusun rencana
tindakan keperawatan yang akan diberikan pada pasien sesuai dengan
masalah dan menentukan kriteria hasil agar tujuan kesembuhan dapat
dicapai (Firmansyah, 2019).

2.2.5 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini merupakan proses pelaksanaan tindakan
keperawatan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan di dalam
intervensi keperawatan. Selain itu proses ini membutuhkan keterampilan
yang memadai. Seorang perawat harusnya wajib mencatat semua proses
tindakan yang diberikan kepada klien dalam bentuk dokumentasi, serta
melihat respon dari klien setelah mendapatkan asuhan keperawatan
(Pangaribuan, 2020)

2.2.6 Evaluasi Keperawatan


Tahap ini merupakan proses terakhir dalam pemberian asuhan
keperawatan. Kegiatan ini membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
dilakukan implementasi keperawatan serta memiliki tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Petugas kesehatan mempunyai tiga
alternative dalam menentukan sejauh mana tujuan itu dapat tercapai :
2.2.6.1 Berhasil : jika perilaku klien sesuai dengan pernyataan tujuan
dalam waktu dan tujuan yang telah ditetapkan

2.2.6.2 Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku yang sudah baik,


tetapi belum sebaik dengan perilaku yang telah ditentukan dalam
kriteria tujuan

2.2.6.3 Belum tercapai : pasien belum mampu sama sekali menunjukkan


perilaku yang telah diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

Cara untuk memudahkan perawat dalam melakukan sebuah


penilaian evaluasi atau memantau kondisi perkembangan klien maka
digunakan komponen SOAP yaitu :
1) S : Data subyektif
Perkembangan dari keadaan pasien yang didasarkan pada apa
yang telah dirasakan, dikeluhkan dan yang diungkapkan
Pangaribuan, 2020).

2) O : Data obyektif
Perkembangan yang dapat dilihat dan juga dapat diukur oleh
petugas kesehatan Pangaribuan, 2020).

3) A : Assasment
Dari kedua jenis data tersebut, apakah ada perkembangan
dengan baik atau malah ada kemunduran Pangaribuan, 2020).

4) P : Perencanaan Rencana
Dalam melakukan penanganan pasien yang didasari dengan
hasil analisis diatas yang memiliki isi untuk melanjutkan
perencanaan apabila masalah belum teratasi (Pangaribuan, 2020)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

3.1 Kerangka Konseptual

Diabetes Mellitus Tipe Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus Tipe 2 Non-Insulin Diabetes melitus
1 Insulin-Dependen Dependent Diabetes gestasional (GDM)
Mellitus (IDDM) Mellitus (NIDDM)

Faktor Resiko yang Faktor Resiko yang


dapat diubah tidak dapat diubah

1. Gaya Hidup 1. Usia


2. Diet yang tidak sehat 2. Riwayat keluarga
3. Obesitas 3. Ras atau etnis
4. Hipertensi Kondisi individu dengan
Diabetes Mellitus (DM)

Memperlukan Perawatan

Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah secara komprehensif :

1. Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan 5.
Evaluasi Keperawatan
6. Dokumentasi Keperawatan

Masalah Keperawatan teratasi


3.2 Pathway Diabetes Mellitus (DM)

(Suyono & Waspadji, 2013)

3.3 Hipotesa Penelitian


Masalah keperawatan yang timbul pada individu dengan Diagnosa
Diabetes Mellitus (Dm) dapat teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

3.4 Pathway Diabetes Mellitus (DM)


(Suyono & Waspadji, 2013)

Anda mungkin juga menyukai