TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian DM
menyebabkan komplikasi kronis pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah
(Rendy, M.C.,& TH,M. 2019) penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh
memproduksi insulin secara efektif. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh
makanan ke dalam sel kemudian akan diubah menjadi energy yang dibutuhkan
oleh otot dan jaringan untuk bekerja sesuai fungsinya (Selly, 2018).
keterbatasan pengetahuan dan sumber daya yang ada pada sebagian besar negara
klinis dan perlu tidaknya pemberian insulin terutama pada saat diagnosis (WHO
2019). Secara umum DM dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu: (1) DMT1,
(2) DMT2, (3) gestasional dan (4) diabetes spesifik lain (Hardianto,2020)
Diabetes mellitus tipe 1 ini terjadi pada usia muda dibawah 30 tahun.
insulin. Suntik insulin dilakukan karena glukosa darah dalam tubuh tidak
insulin dan gangguan sekresi insulin. Tipe ini sering diderita oleh
seseorang yang berusia diatas 40 tahun. Hal ini terjadi ketika tubuh
kematian pada ibu dan janin. Diabetes spesifik lain merupakan diabetes
peradangan pada sel β. Hal ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel β
yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel β) dengan antibodi
diabetes tipe 1 juga bisa disebabkan virus cocksakie, rubella, citomegalo virus
2. Pada dasarnya pada diabetes tipe 2 jumlah insulin dalam tubuh adalah
yang masuk kedalam sel lebih sedikit. Hal tersebut akan terjadi
pembuluh darah
2.1.4 Gejala Diabetes Mellitus
ditandai dengan merasa haus, lapar, buang air kecil yang berlebihan
hingga menurun ya berat badan secara drastis (Fox dan Klieven 2018). Ini
penderita DM, dan porsinya tidak selalu sama. Bahkan ada pendeerita
bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu
pertama. Pada fase ini penderita tidak mengalam 3P, melainkan 2P,
yaitu polidipsia dan poliura, Biasanya disertai juga berat badan turun
drastis
atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan,
mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih
dari 4kg.
pemeriksaan glukosa plasma saat puasa, (2) pemeriksaan glukosa plasma setelah 2
HbA1C, dan (4) pemeriksaan glukosa darah acak (Tabel 1). Individu dengan nilai
glukosa plasma saat puasa > 7,0 mmol/L (126 mg/dL), glukosa plasma setelah 2
jam atau setelah tes toleransi glukosa oral 75 g > 11,1 mmol/L (200 mg/dL),
hemoglobin A1C (HbA1C) > 6,5% (48 mmol/mol), dan glukosa darah acak ≥
11,1 mmol/L (200 mg/dL) dengan adanya tanda dan gejala dianggap memiliki
diabetes (Baynest 2015, Punthakee et al. 2018, WHO2019). Jika nilai tinggi
terdeteksi pada
individu tanpa gejala, harus diulang dengan pemeriksaan yang sama pada hari
jiwa, status mengemudi, peluang sosial dan budaya, konsekuensi etis dan hak
berikatan
karena beberapa penyakit, ketinggian tempat tinggal, etnis, usia, dan penyakit
besi atau hemolitik, anemia tanpa defisiensi besi, penyakit hati, dan gangguan
ginjal yang parah. Hubungan antara kadar glukosa dan HbA1C bervariasi antara
memiliki nilai HbA1C sampai 0,4% lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit
Nilai A1C dipengaruhi oleh usia, naik hingga 0,1% per dekade kehidupan.
remaja, wanita hamil, penderita fibrosis sistik atau DMT1 (Punthakee et al. 2018).
berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah,
faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American
gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan
beratbadan rendah (<2,5 kg).1,9 Faktor risiko yang dapatdiubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm
pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
1. Obesitas (kegemukan)
2. Hipertensi
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita
Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
5. Umur
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >
4000gram
wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM
Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang
tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak
(Fatimah, 2015)
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
a. Komplikasi Akut
- Hipoglikemia,
dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
- Hiperglikemia,
kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
stroke.
neuropati,
dan amputasi
tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara
1. Diet
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu.
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang
menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks
Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau
cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya
IMT = ------------------------------------------------
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30
malasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi
dirinya untuk melakukan tugas - tugas perawatan diri dan berusaha untuk
mencapai tujuannya dengan baik. Keyakinan diri mempunyai peranan yang sangat
kronis. Self efficacy merupakan gagasan kunci dari teori sosial kognitif yang
dibutuhkan untuk mendapatkkan hasil sesuai tujuan yang diinginkan (Sari, 2017).
a. Proses motivasi
didasari oleh aktivitas kognitif. Proses motivasi terbentuk dalam tiga teori
b. Proses kognitif
c. Proses afeksi
Afeksi terjadi secara alami didalam diri individu, dan berperan dalam
Seseorang yang yakin dapat mengendalikan masalah maka dia tidak akan
d. Proses seleksi
berbagai tantangan dan situasi maka mereka menilai dirinya mampu untuk
melakukannya.
2.2.3 Indikator Efikasi Diri
a. Usia
Menurut Potter dan Perry usia 40-60 tahun disebut sebagai tahap
dan menilai diri sendiri, sehingga pasien memiliki efikasi diri yang
baik.
b. Tingkat pendidikan
baik dari penderita DM < 10 tahun, hal ini disebabkan karena penderita
d. Penghasilan
e. Dukungan keluarga
f. Depresi
Motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri ataupun dari luar
2.3. Psikologis
selain aspek fisik pasien DM tipe 2. Psychological Well Being (PWB) merupakan
salah satu bagian dari area psikologi positif umum yang disebut sebagai subjective
well being (SWB) yang merupakan suatu ukuran berfungsi secara positif dalam
tingkat individu. Pasien DM tipe 2 yang memiliki PWB yang rendah akan
berakibat pada rendahnya tingkat efikasi diri. Menurut WHO, Psychological Well
Being adalah sebuah appraisal subyektif fungsi seorang individu dalam realisasi-
diri. Psychological Well Being (PWB) merupakan salah satu bagian dari area
psikologi positif umum yang disebut sebagai subjective well being (SWB) yang
mana merupakan suatu ukuran berfungsi secara positif dalam tingkat individu.
Pengukuran PWB akan memberikan petunjuk mengenai apa yang sedang terjadi
Konsep transisi memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan dan well
being karena mencakup adaptasi proses psikologis yang harus dilakukan oleh
pasien, Transisi dari kondisi sehat ke kondisi sakit pada pasien DM tipe 2
2016). sebagai sebuah proses yang harus dialami individu untuk mencapai
keseimbangan dalam memaknai kehidupan dan pada waktu yang sama mengalami
Psychological well being yang positif tidak muncul dengan sendirinya pada pasien
Respon psikologis pasien DM tipe 2 merupakan hal yang subyektif dan unik
sesuai pengalaman individu. Proses transisi tiap individu juga merupakan hal yang
dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri
apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan
orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan dan
terus betumbuh secara personal. Dalam kata lain psikologis adalah kesehatan fisik
yang baik. Apabila kesehatan fisik berada dalam kondisi rendah atau buruk, maka
akan mening- katkan perasaan sedih, patah semangat terhadap masa depan,
merasa sangat letih, serta mengalami penurunan kepercayaan diri dan disiplin diri
Dia- betes mellitus tipe 2 sangat erat kaitannya dengan gaya hidup penderita sebab
diabetes mellitus tipe 2 selain karena faktor keturunan, penyebab utamanya adalah
gaya hidup mengenai makanan yang dikonsumsi dan olahraga (Sujana et al.,
2015)
Olds dan Feldman (2015) mengatakan bahwa kondisi fisik yang terganggu
diri sendiri maupun aktivitas sosial. Hal ini terkait dengan aspek otonomi dan
mencapainya maka mereka mampu mengembangkan diri secara personal. Hal ini
menggambarkan bahwa penting bagi individu yang memiliki penyakit fisik untuk
tetap memiliki tujuan hidup, aktivitas yang terarah dan keyakinan diri sehingga
menjadi 3 yaitu :
a. Dikatakan apabila < 2.0 maka distress yang dialami penderita diabetes
dikatakan ringan
b. Dikatakan Sedang : apabila 2.0 sampai 2.9 maka distress yang dialami
c. Dikatan Tinggi
sekunder maupun tersier. sehingga stres yang dialami dapat segera diatasi, karena
stres yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan depresi. Pasien yang
mengalami efikasi diri rendah dapat memberikan terapi atau pengobatan yang
tepat secara dini, sehingga stres yang dialami oleh pasien DM dapat segera
aspek kepribadian individu, seperti ; kepribadian tangguh, harga diri dan rasa
optimism (Hames & Joiner 2012). Dukungan sosial memberikan kontribusi yang
besar dalam membantu meningkat- kan rasa optimisme seseorang, oleh karena itu
dukungan sosial dari orang-orang terdekat diharapkan dapat mengurangi beban
optimis dan meningkatkan harga diri. Loh, Schutte, dan Thorsteinsson (2013).
Menambahkan bahwa, optimisme, harga diri dan resiliensi yang tinggi dapat
2014)
situasi tertentu. Efikasi diri merujuk pada perasaan rileks dan menjadi prediktor
sebelumnya menunjukkan bahwa efikasi diri berkaitan dengan tugas atau tuntutan,
pengetahuan tentang diabetes, quality of life, dan self care sebagai penderita
efikasi diri yang tinggi merujuk pada kadar gula yang baik dan dorongan untuk
ikut serta dalam melakukan self care (Aflakseir & Malekpour, 2014)
Terdapat hubungan negatif antara psikologis dan efikasi diri. Individu
yang stres cenderung memiliki efikasi yang buruk. Maka dari itu, pendekatan
psikologis diperlukan khususnya bagi penderita diabetes agar memiliki efikasi diri
terhadap efikasi diri. Individu yang memiliki psikologis yang baik memiliki
Faktor Yang
Faktor Resiko DM Mempengaruhi Efikasi
Diri.
1. Usia
2. Genetik 1. Usia
3. Jenis Kelamin 2. Lama Menderita DM
4. Pola Hidup 3. DAspek Emosinal
4. Dukungan Keluarga
Diabetes Mellitus
Efikasi Diri
Pendekatan Psikologis
Keterangan ;
= Diteliti
= Tidak Diteliti
3.2 Hipotesis Penelitian
suatu pertanyaan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel
hipotesis terdiri dari atas suatu unit atau bagian dari permasalahan Nursalam