Anda di halaman 1dari 167

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TERDEKAT DENGAN

KEJADIAN ISPA PADA BALITA YANG BEROBAT DI PUSKESMAS


CEMPAKA BANJARMASIN
TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin

OLEH :

SIPRIANUS SALMON SEDA


113063C115048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2019

i
LEMBAR PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Merokok

Orang Terdekat dengan Kejadian ISPA pada Balita yang Berobat di Puskesmas

Cempaka Banjarmasin Tahun 2019” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di

STIKES Suaka Insan.

Banjarmasin, April 2019

Siprianus Salmon Seda

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan


Kejadian ISPA Pada Balita yang Berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin
tahun 2019” adalah karya saya sendiri dan belum pernah dikumpulkan orang lain
untuk memenuhi tugas akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Program Sarjana
Keperawatan manapun.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian penulis sendiri
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing atau tim penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dicantumkan sebagai acuan
dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.

Banjarmasin, Juni 2019

Yang membuat pernyataan,

(Siprianus Salmon Seda)

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Siprianus Salmon Seda

NIM : 113063C115048

Prodi : Program Studi Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners

Jenis Karya : Skripsi

Sebagai bagian dari Civitas Akademika STIKES Suaka Insan Banjarmasin,


yang turut serta mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk
memberikan kepada STIKES Suaka Insan Banjarmasin atas karya ilmiah saya yang
berjudul: “Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat dengan Kejadian ISPA Pada
Balita yang Berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin tahun 2019”.

Dengan adanya hak bebas royalti ini, maka STIKES Suaka Insan Banjarmasin
mempunyai kebebasan secara penuh untuk menyimpan, editing, mengalihkan ke
format atau media yang berbeda, melakukan pengelolaan berupa database serta
melakukan publikasi tugas akhir saya ini dengan pertimbangan tetap mencantumkan
nama penulis/ pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Banjarmasin

Pada tanggal : 8 April, 2019

Saya yang menyatakan

(Siprianus Salmon Seda)

iv
CURRICULUM VITAE

A. Nama : Siprianus Salmon Seda


B. Tempat / Tanggal Lahir : Woloara, 27 September 1994
C. Agama : Katolik
D. Status : Mahasiswa
E. Identitas Keluarga :
1. Nama
a. Ayah : Donatus Baru
b. Ibu : Maria Wea
c. Saudara : Marselina Tedora Sero
Fendelinus Fitalis Baba
Sebastianus Wa’e

2. Pekerjaan Orang Tua


a. Ayah : Petani
b. Ibu : Ibu Rumah Tangga
F. Alamat : Desa Bumi Jaya RT 08 RW 003, Kecamatan
Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan, Provinsi
Kalimantan Tengah.
G. Riwayat Pendidikan :
1. SD : SDN GII Sukamandang Provinsi Kalimantan
Tengah (2001 s/d 2009)
2. SMP : SMPN 2 Seruyan Tengah Provinsi Kalimantan
Tengah (2009 s/d 2011)
3. SMA : Seminari Menengah Raja Damai – SMA
Katolik St Petrus Kanisius Palangka Raya
(2011 s/d 2015)
4. Perguruan Tinggi : STIKES Suaka Insan Banjarmasin (2015
s/d sekarang

v
LEMBAR PERSEMBAHAN

Dalam Nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus, Terimakasih Tuhan Yesus
Kristus yang selalu menyertai hidupku hingga saat ini. Terimakasih Bunda Maria, dan
terimakasih malaikat pelindungku. Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak
berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman.
(Amsal 28:20). Jika kita memiliki keinginan, kita harus memasukannya sebagai pokok
doa kita, dan sekali lagi, dengan ucapan syukur. Jangan sampai keberhasilan itu tidak
kita dapatkan karena kita tidak berdoa atau mungkin kita tidak berdoa dengan benar.

Terimakasih kepada kedua Orang tuaku: Mama Maria dan Bapak Donatus
yang telah memberikan kesempatan berharga untukku menempuh pendidikan ini, dan
yang telah memberikan pengalaman yang penuh kasih sepanjang masa hidupku.

Ucapan Terimakasih kepada saudara kandungku: Kak Lin, Kak Fitalis, dan
Adikku Sebastian. Ucapan terimakasih juga kepada kakak iparku: Kak Anselmus,
Kak Tina (Mama Haikal), Kak Berna (Mama Fina) dan Kak Beso (Mama
Mansur). Ucapan terimakasih untuk sepupuku: Kak Asor, Kak Sili, Kak Hero, Kak
Medi, Kak Yuli, Kak Sipri, Kak Soli dan adik Kanisius. Terimakasih juga untuk om
dan tanteku: Tante Weni dan Om Simbi. Terimakasih untuk keponakanku: Putra,
Mira, Elia, Elisabeth, Bintang, Rohin, Fina, Haikal, Sabri, Neymar, Maksi dan
Mansur. Harta yang berharga adalah keluarga, kalian telah memberikan motivasi
yang terbaik untukku selama ini. Terimakasih atas dukungan dalam semangat, doa dan
materi yang tak terhitung hingga saat ini. Semoga keluarga besar kita selalu sehat dan
selalu dalam lindungan yang kuasa.

Terimakasih juga untuk sahabatku Chandra dan Made yang selalu memberikan
motivasi kepada saya, untuk terus semangat dalam menggapai cita-cita. Terimakasih
telah menjadi teman seperjuangan dari awal masuk kuliah hingga selasainya pendidikan
sarjana ini. Terimakasih atas pengorbanan waktunya, tenaga, dan semuanya selama ini.

Terimakasih untuk teman terdekat satu kamar di asrama Putra Juni Terson
Olga, perjuanganmu dan pengorbanan serta suportmu akan selalu saya ingat.
Terimakasih untuk Paskal teman satu kamar dan sekaligus sebagai adik yang selalu
menemaninku dalam pengerjaan proposal dan skripsi, meskipun dia belum tahu
mengenai proposal dan skripsi tetapi semangatnya dalam membantu saya dalam doa dan
materil selalu membangkitkan motivasiku. Semangat dalam penghiburan dan canda
tawamu akan selaluku ingat brother.

Terimakah kepada dosen pembimbing I dan sekaligus Penguji II proposal saya


Bapak Kristian, Ibu Berni selaku pembimbing I dan sekaligus Penguji II skrpsiku,
Bapak Lucky selaku pembimbing II sekaligus penguji III, dan Ibu Theresia Jamini

vi
selaku penguji I, terimakasih atas arahan dan masukannya selama ini, semoga sehat
selalu dan dalam lindungan Tuhan.

Terimakasih kepada Ibu Meisi selaku dosen PA dan sekaligus orang tuaku
selama di Kampus, terimakasih atas suport dan semangatnya selama proses perkuliahan
sehingga saya dapat menyelasaikan perkulian dengan baik.

Terimakasih kepada Suster Imelda, Suster Gertrudis, Kak Bernad, dan Kak
Utomo sebagai pembimbing dan orang tua saya selama tinggal di asrama Putra St
Paulus. Terimakasih telah membimbing, menasehati, mendidik, serta selalu
mengajarkan untuk hidup sederhana dan menjadi lebih baik lagi. Terimakasih untuk
teman-teman asrama seperjuangan Indra, Ihsan, Deden, Benediktus, Kak Mario,
Benny, Apri, Dika, Tri, Philemon, Rio, Onad, Edi, dan Robi selalu berbagi
kebersaamaan dan suka duka selama tinggal di asrama semoga selalu bahagia, sehat
serta selalu dalam lindungan Tuhan.

Terimakasih untuk teman-teman dari KAWAII, tepatnya mahasiswa sarjana


keperawatan angkatan IX atas suka duka, canda tawa, kebersamaan, solidaritas, dan
perselisihan untuk melewati semua proses ini. Hingga kita dapat lulus dan wisuda
bersama.

Terimaksih untuk orang terkasih Mia, selalu mensuport dan menjadi teman
curhat selama ini dari semester III sampai saat ini. Terimakasih selalu mengingatkan,
selalu menegur dan selalu memberi semangat, terimakasih untuk pengorbanan waktu dan
tenaganya. Terimakasih untuk doanya, semoga selalu sehat dan selalu dalam lindungan
Tuhan.

Terimakasih untuk teman-teman Orang Muda Katolik Katedral Banjarmasin,


Gamakasi, dan teman-teman ngerumpi dan bercerita: Agustinus, Varissa, Vena, Vitha
dan yang lainnya yang tidak bisa satu persatu saya sebutkan..

Setiap jiwa yang menjadi kawan, yang selalu menanyakan kelanjutan kabar
skripsi ini. Terima kasih untuk segala bentuk perhatiannya, baik yang memuji maupun
yang meremehkan, penulis menghargai keduanya sebagai motivasi hasil akhir yang baik
dan layak.

Vita est Militia

Siprianus Salmon Seda

vii
viii
ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi
dengan judul “ Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat dengan Kejadian ISPA
Pada Balita yang Berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin Tahun 2019”.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi sebagai syarat untuk memperoleh Gelar

Sarjana Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.

Dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari

semua pihak yang telah meluangkan waktu dan memberikan bantuan dan bimbingan

bagi peneliti. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Warjiman, S.Kep, Ners, MSN selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Suaka Insan Banjarmasin.

2. DRG. Emma Ariesnawati selaku Kepala Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin yang telah mengijinkan peneliti melakukan penelitian.

3. Chrisnawati, BSN, MSN selaku waki ketua I Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Suaka Insan Banjarmasin.

4. Sr. Gertrudis Tutpai, SPC, S.Pd, M.Psi selaku wakil ketua II Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.

5. Lucia Andi Chrismilasari, S.Kep, Ners, M.Kep selaku wakil ketua III Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.

x
6. Sr. Margareta Martini, SPC, BSN, MSN selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan dan Profesi Ners Sekolah Tingggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan

Banjarmasin.

7. Theresia Jamini, S.Kep, Ners, M.Kep selaku penguji I.

8. Kristian Labertus, S.Kep, Ners, M.Kep selaku pembimbing I dan penguji II.

9. Bernadeta Trihandini, SST, M.Tr.Kep selaku pembimbing I dan penguji II.

10. Luckyta Ibna Permana, S.Kep, Ners, MM selaku pembimbing II dan

penguji III.

11. Yohana Gabrilinda Adang, SKM, M.Kes selaku Koordinator Penelitian

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.

12. Ermeisi Er Unja, S.Kep, Ners selaku pembimbing akademik.

13. Masniah, S.Kep, Ners selaku CI lahan dan membantu peneliti selama proses

penelitian.

14. Yuliana, S.Kep selaku staf tata usaha yang mebantu peneliti selama proses

penelitian

15. Orang tua, saudara, teman dan keluarga besar yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi selama penyusunan Skripsi Penelitian ini

16. Seluruh teman-teman Sarjana Keperawatan Angkatan IX yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama ini.

17. Seluruh responden yang sudah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

xi
Peneliti telah berusaha untuk menyelesaikan Skripsi ini dengan sebaik-

baiknya. Namun demikian peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan

dalam penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu, demi kesempurnaan Skripsi ini

peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi

kesempurnaan Skripsi ini

Akhir kata, semoga hasil dari penulisan Skripsi ini dapat dimanfaatkan bagi

perkembangan di bidang ilmu pendidikan kesehatan khususnya ilmu keperawatan.

Banjarmasin, April 2019

Penulis

Siprianus Salmon Seda

xii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul Dalam................................................................. .......................... i

Lembar Pernyataan................................................................................................ ii

Pernyataan Orisinalitas Skripsi. ............................................................................ iii

Persetujuan Publikasi. ........................................................................................... iv

Curriculum Vitae................................................................................................... v

Lembar Persembahan. ........................................................................................... vi

Lembar Persetujuan............................................................................................... viii

Lembar Pengesahan .............................................................................................. ix

Kata Pengantar ...................................................................................................... x

Daftar Isi................................................................................................................ xiii

Intisari ................................................................................................................... xvi

Abstract ................................................................................................................. xvii

Daftar Tabel .......................................................................................................... xviii

Daftar Gambar ....................................................................................................... xx

Daftar Skema......................................................................................................... xxi

Daftar Grafik ......................................................................................................... xxii

Daftar Lampiran .................................................................................................... xxiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

xiii
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

E. Keaslian Penelitian ............................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka. ..................................................................................... 14

1. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi Pada Balita.............................. 15

2. Fisiologi Sistem Pernapasan dan Kompensasi Terhadap Benda

Asing (debu, asap rokok, CO, dan gas lainnya)................................... 20

3. Konsep Balita ................................................................................... 22

4. Konsep Penyakit ISPA..................................................................... 26

5. Patofisiologi ISPA ........................................................................... 30

6. Faktor-faktor Penyebab ISPA .......................................................... 33

7. Komplikasi Penyakit ISPA .............................................................. 36

8. Pencegahan Penyakit ISPA .............................................................. 37

9. Penanganan Penyakit ISPA ............................................................. 39

10. Konsep Perilaku............................................................................. 39

11. Teori Lawrence Green .................................................................. 44

B. Landasan Teoritis ................................................................................. 46

C. Skema Landasan Teori ......................................................................... 54

D. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 55

E. Hipotesis .............................................................................................. 55

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................ 57

xiv
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 57

C. Subjek Penelitian .................................................................................. 57

D. Variabel Penelitian ............................................................................... 60

E. Definisi Operasional ............................................................................. 60

F. Instrumen Penelitian ............................................................................. 61

G. Uji Validitas dan Reliabilitas................................................................ 62

H. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 65

I. Rencana Jalanya Penelitian .................................................................. 68

J. Cara Analisa Data ................................................................................. 70

K. Analisa Data ......................................................................................... 72

L. Etika Penelitian ..................................................................................... 74

M. Kesulitan Penelitian.............................................................................. 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 78

B. Pembahasan ........................................................................................ 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................... 98

B. Saran .. .................................................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv
HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TERDEKAT DENGAN KEJADIAN
ISPA PADA BALITA YANG BEROBAT DI PUSKESMAS CEMPAKA
BANJARMASIN
TAHUN 2019

Siprianus Salmon Seda1, Bernadeta Trihandini2, Luckyta Ibna Permana3

INTISARI

Latar Belakang: Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah. Asap rokok dapat meningkatkan frekuensi terjadinya ISPA pada balita, di
mana balita yang terpapar asap rokok berisiko lebih sering mengalami ISPA
dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar asap rokok.
Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan
kejadian ISPA pada balita yang berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.
Metode Penelitian: Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan Cross Sectional.
Sampel yang digunakan sebanyak 57 sebagian orang terdekat yang membawa balita
berobat ke Puskesmas Cempaka Banjarmasin. Teknik sampling consecutive sampling.
Instrumen yang digunakan kuesioner. Analisa data menggunakan uji chi square.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden yang merokok
dan balita yang menderita ISPA ringan 46,5%, ISPA sedang 44,2%, dan tidak
menderita ISPA 9,3%. Responden yang tidak merokok dan balita yang menderita
ISPA ringan 28,6%, ISPA sedang 21,4%, dan tidak menderita ISPA 50%. Nilai p-
value yaitu 0,004 lebih kecil dari taraf signifikan 0.05 dengan demikian terdapat
hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan kejadian ISPA pada balita yang
berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.
Kesimpulan: Terdapat hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan kejadian
ISPA pada balita yang berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.

Kata Kunci: Perilaku Merokok, ISPA, Balita.

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka
Insan Banjarmasin
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan
Banjarmasin
3
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan
Banjarmasin.

xvi
THE RELATIONSHIP BETWEEN SMOKING BEHAVIOR OF THE
CLOSEST PEOPLE WITH INCIDENCE ACUTE RESPIRATORY
INFECTION (ARI) IN CHILDREN UNDER FIVE WHO SEEK TREATMEN
AT CEMPAKA PRIMARY PUBLIC HEALTH CENTER BANJARMASIN
YEAR 2019

Siprianus Salmon Seda1,Bernadeta Trihandini2,Luckyta Ibna Permana3

ABSTRACT

Background: Acute Respiratory Infection (ARI) is an acute infection involving upper


and lower respiratory tract. Toddlers are an age group that has an immune system that
is still susceptible to disease, one of which is ARI. Cigarette smoke can increase the
frequency of ARI in infants, where children who are exposed to secondhand smoke are
at greater risk of developing ARI compared to toddlers who are not exposed to
cigarette smoke.
Objective: To determine the relationship among smoking behavior of people closest
to ARI in infants under five who seek treatment at the Cempaka Primary Health
Center Banjarmasin.
Methods: This type of research is quantitative with Cross Sectional design. The
sample used was 57, some of the closest people who brought children under five went
to the Cempaka Primary Health Center Banjarmasin. Sampling consecutive sampling
technique. The instrument used is a questionnaire. Data analysis using the chi square
test
Results: The results of this study indicate that respondents who smoke and children
under five who suffer from mild ARI 46.5%, medium ARI 44.2%, and do not suffer
ARI 9.3%. Respondents who did not smoke and toddlers who suffered from mild ARI
28,6%, ISPA was 21,4%, and did not suffer ARI 50%. The value of p-value is 0.004 is
smaller than the significant level of 0.05, so there is a relationship between smoking
behavior of the closest person to the incidence of ARI in children under five who seek
treatment at the Cempaka Primary Health Center Banjarmasin.
Conclusion: There is a correlation between smoking behavior of person closest with
incidence ARI in children under five who seek treatment at the Cempaka Primary
Health Center Banjarmasin.

Keywords: Smoking Behavior, ARI, Children under five.

1
The Student of Nursing Program Suaka Insan School of Health Sciences Higher
Education Sciences Banjarmasin.
2
The Lecture of Nursing Program Suaka Insan School of Health Sciences Higher
Education Sciences Banjarmasin.
3
The Lecture of Nursing Program Suaka Insan School of Health Sciences Higher
Education Sciences Banjarmasin.

xvii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian........................................................... 8

Tabel 2.1 Tabel Penanganan Penyakit ISPA.............................................. 39

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional......................................................... 61

Tabel 3.2 Tabel Uji Cappa......................................................................... 69

Tabel 3.3 Tabel Coding Variabel Dependen dan Independen.................... 70

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut

Kelurahan Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka

Tahun 2017................................................................................. 81

Tabel 4.2 Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cempaka Banjarmasin Tahun 2017........................ 81

Tabel 4.3 Distribusi Keluarga Menurut Tingkatan Tahap Keluaga

Sejahtera di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Tahun 2017................................................................................. 82

Tabel 4.4 Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Tingkat Pendidikan per

Kelurahan Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin Tahun 2017........................................................... 82

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Responden Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.. 84

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdsarkan Pekerjaan

xviii
Responden Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin..................... 84

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Orang Terdekat........... 85

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi ISPA Pada Balita Di Puskesmas

Cempaka Banjarmasin............................................................... 85

Tabel 4.9 Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita

Yang Berobat Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin................. 86

Tabel 4.10 Hasil Uji Chi Square Perilaku Merokok Orang Terdekat

Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Pada Balita Yang Berobat Di Puskesmas Cempaka

Banjarmasin............................................................................... 87

xix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi pada Balita ........................ 15

Gambar 2.2 Patofisiologi ISPA ............................................................................. 33

Gambar 4.1 Puskesmas Cempaka Banjarmasin .................................................... 78

xx
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1 Skema Landasan Teori ....................................................................... 54

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 55

Skema 3.1 Skema Rencana Jalannya Penelitian ................................................... 68

xxi
DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Sepuluh Penyakit Terbanyak Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Tahun 2017......................................................................................... 83

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Data


Lampiran 2. Surat Ijin Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Data
Lampiran 3 Surat Ijiin Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Menyelasaikan Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5 Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengumpulan Data
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian dan Pengumpulan Data
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dan Pengumpulan Data
Lampiran 8 Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 9 Lembar Pesetujuan Menjadi Responden
Lampiran 10 Kuesioner Penelitian
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 12 Master Tabel
Lampiran 13 Hasil Bivariat
Lampiran 14 Lembar Konsultasi Proposal
Lampiran 15 Lembar konsultasi Skripsi
Lampiran 16 Lembar Jadwal Penelitian
Lampiran 17 Rincian Biaya Penelitian
Lampiran 18 Dokumentasi Kegiatan

xxiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut

yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran

pernapasan bagian bawah (KEMENKES, 2016). Infeksi ini disebabkan

oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang kekebalan tubuh

apabila ketahanan tubuh (Immunologi) menurun. Kesehatan tubuh

dipengaruhi faktor usia, semakin rendah usia maka semakin rentan

terserang ISPA contohnya balita (1-5 tahun) (Marhamah & Arsin, 2012)

Insiden terserang ISPA umur Balita diperkirakan 0,29 kejadian per

anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 kejadian per anak/tahun di

negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta kejadian baru di

dunia per tahun dimana 151 juta kejadian (96,7%) terjadi di negara

berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta)

dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing

6 juta episode. (Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Penyakit ISPA seperti Pneumonia

merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada

balita, sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan

kematian cukup tinggi (WHO, 2007).

1
2

WHO melaporkan bahwa angka kejadian ISPA pada balita di

Indonesia cukup tinggi, yakni 10-20% per tahun. Balita di Indonesia rata-

rata tercatat mengalami batuk pilek setidaknya enam hingga delapan kali

per-tahunnya. Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi

di negara ASEAN. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak

terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA) (Maryunani, 2013).

Insiden ISPA di Indonesia pada tahun 2016 pada kelompok umur <

1 tahun yaitu 169.163 kasus dan pada kelompok umur 1- 4 tahun yaitu

334.555 kasus (KEMENKES, 2016). Riskesdas melaporkan pada tahun

2013, period prevalence ISPA di Indonesia (25,0%) tidak jauh berbeda

dengan hasil Riskesdas 2007 (25,5%) insiden dan prevalensi ISPA di

Indonesia tahun 2013 adalah 1,8% dan 4,5%, dengan ISPA tertinggi

terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Lima provinsi dengan

ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),

Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%),

dan diikuti dengan kalimantan selatan (26,7%) (RISKESDAS, 2013).

Insiden ISPA di Banjarmasin dari tahun 2013-2018 selalu

menempati urutan pertama dari semua penyakit. Pada bulan januari-

september 2018 yaitu 27.812 kasus. (Dinkes Banjarmasin, 2018).

Puskesmas Cempaka merupakan salah satu Puskesmas di kota

Banjarmasin yang menangani kejadian ISPA pada kelompok usia balita

pada tahun 2013-2018. Kejadian ISPA tertinggi terletak pada tahun 2016

yaitu 3.164 kasus, lalu diikuti pada tahun 2018 sebanyak 1.639 kasus dan
3

puskesmas Cempaka menempati urutan pertama yang menangani

kejadian ISPA di tingkat kota Banjarmasin. (Dinkes Banjarmasin, 2018).

Sehingga perlu menjadi perhatian bagi pengelola program ISPA pusat,

provinsi, dan kabupaten/kota, sangat dibutuhkan peranan yang besar dari

pemerintah daerah agar target Sustainable Development Goals nomor 4

(SDGs-4) dapat tercapai

Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu

faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor

lingkungan meliputi: pencahayaan, kelembaban, jenis lantai, jenis dinding,

ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi:

umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi.

Faktor perilaku meliputi penggunaan obat nyamuk, bahan bakar memasak

dan perilaku merokok orang tua (Prabu, 2009)

Perilaku merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat

memberikan kenikmatan bagi perokok, namun di lain pihak dapat

menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang di

sekitarnya. Merokok merupakan masalah yang masih sulit diselasaikan

sehingga menjadi perhatian khusus untuk pemerintah, khususnya bagian

kesehatan supaya lebih giat lagi dalam menangani masalah ini agar

dampak dari merokok itu dapat diminimalisirkan (Firmansyah, 2009).

Kebiasaan orang terdekat yang merokok di dalam rumah dapat

berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya bagi balita. Asap

rokok yang menempel dan meninggalkan bahan kimia atau residu di baju,

atap, sofa gorden, dan tempat lain di dalam rumah. Jika merokok di luar
4

ruangan atau perokok pasif terpapar asap rokok, asap rokok dapat

menempel di baju atau kulit. Jika merokok di dalam ruangan, residu bisa

menempel di gorden, sofa, atap, bahkan mainan anak (Sulaiman, 2014).

Hal ini di dukung oleh sebuah penelitian yang menyatakan bahwa balita

yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang merokok berisiko

5,743 kali lebih besar menderita pneuomonia dibanding dengan balita

yang serumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok (Sugihartono,

Rahmatullah, & Nurjazuli, 2012).

Reni Riyanto dan Kusumawati (2017), melaporkan 26 balita (50%)

yang terpapar asap rokok ≥ 20 menit per hari mengalami ISPA lebih sering

yaitu ≥ 3 kali dalam setahun sedangkan 1 balita (21,5%) yang terpapar

asap rokok < 20 menit perhari jarang mengalami ISPA yaitu < 3 kali

dalam setahun. Hal ini dapat diartikan bahwa lamanya terkena asap rokok

dapat meningkatkan frekuensi terjadinya ISPA pada balita. Semakin lama

balita terkena asap rokok setiap hari maka semakin tinggi risiko balita

terkena ISPA karena asap rokok mengganggu sistem pertahanan respirasi

(Riyanto & Kusumawati, 2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang ibu yang membawa

balitanya yang terkena ISPA berobat ke puskesmas Cempaka, didapatkan

data bahwa 70% ibu mengatakan bahwa di dalam rumahnya kepala

keluarganya adalah perokok, dan beberapa anggota keluarganya juga

perokok. Mereka merokok dekat dengan balita saat menonton TV dan

minum kopi. Berdasarkan latar belakang di atas dan hasil studi

pendahuluan maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan


5

perilaku merokok orang terdekat dengan kejadian ISPA pada balita yang

berobat di Puskesmas Cempaka”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka peneliti

merumuskan masalah mengenai “Apakah ada hubungan perilaku merokok

orang terdekat dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

pada balita yang berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin tahun

2019?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku

merokok orang terdekat dengan kejadian ISPA pada balita yang

berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku merokok orang terdekat

di dalam rumah.

b. Mengetahui distribusi frekuensi ISPA pada balita.

c. Menganalisa hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan

kejadian ISPA pada balita yang berobat di Puskesmas Cempaka

kota Banjarmasin.
6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan

kejadian ISPA pada balita serta pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya kesehatan pada anak.

2. Manfaat Praktis

a. Puskesmas

Diharapkan penelitian memberikan informasi bagi pemegang

program pemberantasan penyakit ISPA di Puskesmas Cempaka,

sehingga Puskesmas dapat memberikan penyuluhan kesehatan

lebih giat lagi mengenai bahaya merokok bagi kesehatan tidak

hanya kepada sekolah-sekolah tetapi kepada setiap keluarga yang

datang berobat ke Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

b. Keluarga yang Mempunyai Balita

Menambah pengetahuan kepada keluarga yang mempunyai anak

balita tentang hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan

kejadian ISPA pada balita, sehingga setiap keluarga lebih

memperhatikan perilaku apa saja yang dapat menyebabkan ISPA

pada balita.

c. Institusi

Sebagai tambahan referensi di perpustakaan yang dapat menjadi

acuan bagi peneliti berikutnya khususnya bagi mahasiswa


7

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan yang mau melakukan penelitian

lebih rinci mengenai masalah ISPA pada balita.

d. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan

referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengambil topik

serta ruang lingkup tentang ISPA pada balita.

d. Peneliti

Menjadi bahan proses belajar bagi peneliti, menambah

pengalaman serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan

kejadian ISPA pada balita di puskesmas Cempaka kota

Banjarmasin.
8

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti Tahun Judul Desain Tempat Populasi Sampel Teknik Variabel Kesimpulan
Penelitian Penelitian sampling
Novi Indah 2018 “Hubungan Cross wilayah Seluruh Seluruh cluster Variabel Hasil
Rahmawati antara Sectional kerja Balita balita di proportionate independen penelitian
paparan asap puskesmas wilayah quota (Paparan menunjukan
rokok jetis II kerja sampling asap rokok) ada
dengan kabupaten Puskesmas hubungan
kejadian bantul Jetis II Variabel antara
infeksi Kabupaten dependen paparan asap
saluran Bantul. (Kejadian rokok
pernafasan infeksi dengan
akut (ispa) saluran kejadian
pada balita pernapasan ISPA pada
di wilayah akut) balita,
kerja dengan balita
puskesmas yang
jetis II terpapar asap
kabupaten rokok
bantul” memiliki
risiko
mengalami
ISPA 4 kali
lebih besar
daripada
balita yang
tidak
terpapar asap
9

rokok. Hasil
p value =
0,000 (p
value = <
0,05).
Peneliti Tahun Judul Desain Tempat Populasi Sampel Teknik Variabel Kesimpulan
Penelitian Penelitian sampling
Agriyen 2017 “Hubungan Cross Desa Populasi seluruh qonsecutive Variabel Hasil
Timbayo antara Sectional Marinsouw dari balita yang sampling independen penelitian
pengetahuan dan penelitian berusia 6 (Pengetahuan menunjukan
ibu, Pulisan ini adalah sampai 59 ibu, ada
pemberian kabupaten 120 balita bulan pemberian hubungan
asi eksklusif, Minahasa yang asi eksklusif, antara
perilaku Utara terdaftar di perilaku perilaku
merokok Desa merokok merokok
dalam Marinsouw dalam rumah dalam rumah
rumah dan dan Pulisan dan jenis dengan
jenis bahan pada bulan bahan bakar kejadian
bakar maret memasak) ISPA dengan
memasak hasil p value:
dengan Variabel 0,045 (p
kejadian dependen value <
ISPA pada (Kejadian 0,05).
balita di ISPA pada
desa balita
Marinsouw
dan Pulisan
kabupaten
Minahasa
Utara”
10

Peneliti Tahun Judul Desain Tempat Populasi Sampel Teknik Variabel Kesimpulan
Penelitian Penelitian sampling
Reni 2017 “Pengaruh Cross Puskesmas Populasi Sampel Purpossive Variabel 26 balita
Riyanto asap rokok Sectional Kedung dalam dalam sampling Independen 50% yang
terhadap Banteng penelitian penelitian (Pengaruh terpapar asap
frekuensi Banyumas ini adalah ini adalah asap rokok) rokok ≥ 20
terjadinya seluruh balita yang menit per
penyakit balita yang didiagnosis Variabel hari
ISPA pada menderita menderita dependen mengalami
balita di ISPA di ISPA dan (frekuensi ISPA lebih
puskesmas wilayah datang terjadinya sering yaitu
Kedung kerja berobat ke penyakit ≥ 3 kali
Banteng Puskesmas Puskesmas ISPA pada dalam
Banyumas” Kedung Kedung balita) setahun
Banteng Banteng sedangkan 1
Banyumas Banyumas balita 21,5%
yang
terpapar asap
rokok < 20
menit perhari
jarang
mengalami
ISPA yaitu <
3 kali dalam
setahun.
Syutrika 2014 “Hubungan case Wilayah Seluruh 67 Balita Total Variabel Hasil
Kewas antara status control kerja anak balita yang Sampling independen penelitian
merokok study Puskesmas di Wilayah didiagnosis (status menunjukkan
anggota Ongkaw Kerja ISPA merokok terdapat
keluarga Kabupaten Puskesmas anggota hubungan
dengan Minahasa Ongkaw keluarga) antara status
kejadian Selatan yang merokok
infeksi didiagnosis anggota
saluran ISPA keluarga
11

pernapasan periode Variabel p=0,005 (<α)


akut pada Januari – dependen dengan nilai
anak balita Maret (infeksi OR 4,2 dan
di wilayah 2014. saluran kebiasaan
kerja pernapasan orangtua
Puskesmas akut pada merokok
Ongkaw anak balita) dekat balita
Kabupaten p= 0,000
Minahasa (<α) dengan
Selatan” nilai OR 21,1
dengan
kejadian
ISPA pada
anak balita di
wilayah kerja
Puskesmas
Ongkaw.
Terdapat
hubungan
antara status
merokok
anggota
keluarga dan
kebiasaan
orangtua
merokok
dekat balita
dengan
kejadian
ISPA.
12

Peneliti Tahun Judul Desain Tempat Populasi Sampel Teknik Variabel Kesimpulan
Penelitian Penelitian sampling
Khairil 2013 “Faktor Cross Puskesmas Semua 47 balita Purposive Variabel Hasil
Akbar yang Sectional Pulau balita di yang sampling Independen penelitian
berhubungan Sembilan Pulau mengalami (status gizi menunjukan
dengan Kabupaten Sembilan ISPA anggota ada
kejadian Sinjai Kabupaten keluarga hubungan
ISPA pada Sinjai yang yang antara
balita di terdiagnosis merokok, anggota
Puskesmas ISPA anggota keluarga
Pulau keluarga yang
Sembilan yang merokok
Kabupaten menderita dengan
Sinjai” ISPA, kejadian
kepadatan ISPA dengan
penghuni hasil p value:
rumah dan 0,014 (p
ventilasi. value < 0,05)

Variabel
dependen
(Kejadian
ISPA pada
balita)
13

Perbedaan dalam penelitian ini adalah tempat penelitian, waktu

penelitian dan variabel independen penelitian, dalam penelitian ini peneliti

melakukan penelitian di Puskesmas Cempaka Banjarmasin dengan waktu

penelitian tahun 2019. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

yaitu dengan teknik qonsecutive sampling.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

Sistem respirasi berkaitan dengan pergerakan udara masuk dan

keluar paru-paru. Paru-paru adalah tempat pertukaran oksigen dan

karbondioksda antara udara dan darah. Kedua proses pertukaran ini

penting. Semua sel dalam tubuh kita harus mendapat cukup oksigen untuk

menjalankan respirasi sel guna menghasilkan ATP. Hal yang sama penting

adalah eliminasi CO 2 yang dihasilkan sebagai produk buangan respirasi

sel, dan fungsi sistem peredaran sangat penting untuk transpor gas-gas ini

dalam darah (Syaifudin, 2013).

Sistem respirasi dapat dibagi menjadi saluran pernapasan bagian

atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Saluran pernapasan atas terdiri

atas bagian di luar rongga dada: udara melewati hidung, kavitas nasalis,

faring, laring, dan trakea bagian atas. Saluran pernapasan bawah terdiri

atas bagian yang terdapat dalam rongga dada: trakea bagian bawah dan

paru-paru itu sendiri, yang meliputi bronchial dan alveoli. Bagian sistem

respirasi ialah membran pleura dan otot pernapasan yang membentuk

rongga dada: diafragma dan otot-otot interkostalis (Syaifudin, 2013).

14
15

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi pada Balita

Gambar 2.1 Anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada balita

https://www.google.com/search/gambar anatomi dan fisiologi sistem pernapasan

pada balita

a. Hidung

Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai dua

lubang, dipisahkan oleh sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-

bulu yang berfungsi untuk menyaring dan menghangatkan udara

Saluran udara pernapasan hidung pada balita sangat sempit,

berbeda dengan orang dewasa (Syaifudin, 2013)

Mukus di saluran napas atas berfungsi sebagai agens

pembersih, tetapi pada balita menghasilkan hanya sedikit mukus,

yang membuat mereka lebih rentan terkena infeksi. Akan tetapi,

balita memiliki saluran hidung yang sangat kecil, sehingga ketika


16

terdapat mukus berlebihan, cendrung terjadi obstruksi jalan napas

(Kyle, 2016).

b. Faring

Merupakan persimpangan antara jalan napas dan jalan

makanan, terdapat di dasar tengkorak, di belakang rongga hidung

dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Terdapat epiglotis

yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan

(Syaifudin, 2013).

c. Laring (pangkal tenggorok)

Merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan

otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Sebelah atas pintu

masuk laring membentuk tepi epiglotis, lipatan dari epiglotis

aritenoid dan pita interaritenoid, dan sebelah bawah tepi bawah

kartilago krokoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan

membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan

bagian bawah disebut subglotis (Syaifudin, 2013).

Pada balita laring terletak lebih anterior; penekanan

krikoid sering dapat membantu visualisasi. Pita suara pada balita

dengan orang dewasa sangat berbeda laring balita secara relative

dan absolute lebih kecil daripada laring orang dewasa. Laring

balita terletak lebih tinggi di leher, jaringan laring balita lebih

lunak daripada laring orang dewasa. Pada usia balita cendrung

mengalami pembesaran jaringan tonsil dan adenoid walaupun


17

tidak sedang sakit. Hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan

insedensi obstruksi jalan napas (Kyle, 2016).

d. Trakea (batang tenggorok)

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16- 20

cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk

seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh sel

bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing

yang masuk bersama - sama dengan udara pernapasan.

Percabangan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut

karina (Syaifudin, 2013).

Lumen jalan napas pada bayi dan anak lebih kecil jika

dibandingkan dengan orang dewasa. Lebar trakea bayi sekitar 4

mm, sementara lebar trakea dewasa sekitar 20 mm. Jika terjadi

edema, terdapat mukus, atau terjadi bronkospasme, kapasitas

jalan napas berkurang banyak. Sedikit pengecilan diameter jalan

napas pada anak (terjadi akibat edema atau adanya mukus)

mengakibatkan peningkatan eksponsial resistensi terhadap aliran

udara. Jalan napas anak sangat komplain sehingga lebih rentan

mengalami kolaps dinamis jika terdapat obstruksi jalan napas

(AHA, 2007). Otot yang menyokong jalan napas kurang

fungsional jika dibandingkan dengan otot pada orang dewasa.

Anak memiliki banyak jaringan lunak yang mengelilingi trakea

dan membran mukosa yang melapisi jalan napas kurang melekat

sempurna jika dibandingkan dengan orang dewasa. Ini


18

meningkatkan risiko edema dan obstruksi jalan napas. Obstruksi

jalan napas atas yang terjadi akibat benda asing, krup, atau

epiglotis dapat mengakibatkan kolaps trakea saat inspirasi (Kyle,

2016).

e. Bronkus (Pembuluh napas)

Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Cabang

pembuluh napas sudah tidak terdapat cicin tulang rawan.

Gelembung paru - paru, berdinding sangat elastis, banyak kapiler

darah serta merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dan

karbondioksida . Kedua bronkus yang terbentuk dari belahan dua

trakhea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima,

mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis

sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke

arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih

lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis

dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkhus lobus

atas, cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat di bawah

arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus lobus tengah keluar

dari bronkhus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih

langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis

sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus

atas dan bawah (Syaifudin, 2013)

Diameter bronkus dan bronkiolus bayi dan anak lebih

sempit dibandingkan individu dewasa sehingga anak berisiko


19

lebih tinggi mengalami obstruksi jalan napas bawah (Kyle, 2016).

Obstruksi jalan napas bawah saat ekshalasi sering kali terjadi

akibat bronkiolitis atau asma atau disebabkan oleh aspirasi benda

asing ke dalam jalan napas bawah (Kyle, 2016).

f. Alveolus

Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan

yang berupa gelembung-gelembung udara. Dindingnya tipis,

lembap, dan berlekatan erat dengan kapiler-kapiler darah.

Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium pipih dan di sinilah

darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Adanya

alveolus memungkinkan terjadinya perluasan daerah permukaan

yang berperan penting dalam pertukaran gas O2 dari udara bebas

ke sel-sel darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara ( Purnomo.

Dkk, 2009). Menurut Hogan (2011), Membran alveolaris adalah

permukaan tempat terjadinya pertukaran gas. Darah yang kaya

karbon dioksida dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh

darah alveolaris, dimana, melalui difusi, ia melepaskan karbon

dioksida dan menyerap oksigen.

Balita memiliki alveolus yang sedikit dan lebih kecil,

kemampuan pengembangan lebih kecil, kurang elastis, sehingga

kecendrungan kolaps jalan napas lebih besar. Resistensi jalan

napas pada balita lebis besar, dan jalan napasnya lebih kecil

sehingga penyakit lebih rentan menyerang saluran napas yang

kecil. Kapasitas vital paru kurang, kapasital vital paru pada balita
20

umur 4 tahun sebesar 700 ml pada anak laki-laki, dan 600 ml

pada anak perempuan. Respirasi dan metabolik pada balita lebih

cepat yaitu 20-30 x/menit (Kyle, 2016).

2. Fisiologi Sistem Pernapasan dan Kompensasi Terhadap Benda Asing

(debu, asap rokok, CO, dan gas lainnya).

a. Fisiologi Pernapasan

Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan

karbondioksida yang terjadi pada paru. Fungsi paru adalah tempat

pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernapasan

melalui paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut melalui

hidung dan mulut. Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea

dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan

darah di dalam kapiler pulmonalis (Luklukaningsih, 2014).

Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen ke sel dan

pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini dapat

dibagi menjadi 4 tahap yaitu:

1) Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya

udara ke dan dari alveoli. Alveoli yang sudah mengembang

tidak dapat mengempis penuh karena masih adanya udara

yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan

walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa

ini disebut volume residu. Volume ini penting karena

menyediakan O2 dalam alveoli untuk menghasilkan darah.


21

2) Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.

3) Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh

menuju ke dan dari sel-sel.

4) Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.

b. Kompensasi Terhadap Benda Asing (debu, asap rokok, CO, gas

lain)

Meskipun saluran napas atas secara langsung terpajan

dengan lingkungan, infeksi relatif jarang terjadi dan jarang

meluas menjadi infeksi saluran napas bawah yang mengenai

bronkus atau alveolus. Terdapat banyak mekanisme perlindugan

di sepanjang saluran napas untuk mencegah infeksi. Refleks batuk

mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, serta

mengeluarkan mukus yang terakumulasi. Terdapat lapisan

mukosiliaris yang terdiri dari sel-sel yang berlokasi dari bronkus

ke atas dan memproduksi mukus, serta sel-sel silia yang melapisi

sel-sel penghasil mukus. Sel penghasil mukus menangkap partikel

benda asing, dan silia bergerak secara ritmis untuk mendorong

mukus dan semua partikel yang terperangkap, ke atas cabang

pernapasan ke nasofaring tempat mukus tersebut dapat

dikeluarkan sebagai sputum, dikeluarkan melalui hidung, atau

ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai

sistem eskalator mukosiliaris. Silia adalah struktur lembut yang

mudah rusak atau cedera oleh berbagai stimulus berbahaya,

termasuk asap rokok (Corwin, 2009).


22

Apabila mikroorganisme dapat lolos dari mekanisme

pertahanan tersebut dapat membuat koloni di saluran napas atas.

Lini penting pertahanan ketiga sistem imun, akan bekerja untuk

mencegah mikroorganisme tersebut sampai ke saluran napas

bawah. Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga

melibatkan sel darah putih lainnya misalnya makrofag dan

neutrofil yang tertarik ke area tempat proses inflamasi

berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di

sistem pernapasan, atau apabila mikroorganismenya sangat

virulen, dapat terjadi infeksi saluran napas bagian bawah (Corwin,

2009).

3. Konsep Balita

a. Pengertian

Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-5 tahun. Saat

usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk

melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.

Namun kemampuan lain masih terbatas (Sutomo & Anggraini,

2010).

Masa balita merupakan periode penting dalam proses

tumbuh kembang manusia. Petumbuhan dan perkembangan di

masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan

perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh


23

kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan

tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age

atau masa keemasan (Natalia, 2011).

b. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses

berkelanjutan yang saling terkait di masa bayi dan kanak-kanak.

Pertumbuhan merupakan peningkatan ukuran fisik.

Perkembangan adalah rangkaian proses ketika bayi dan anak

mengalami peningkatan berbagai keterampilan dan fungsi.

Hereditas mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

dengan menentukan potensial anak, sementara lingkungan

berkontribusi terhadap derajat pencapaian. Maturasi merupakan

peningkatan fungsi berbagai sistem tubuh atau keterampilan

perkembangan (Kyle, 2016).

Periode todler mencakup 2 tahun kedua kehidupan, sejak

usia 1 sampai 3 tahun. Periode ini adalah waktu pencapaian

pertumbuhan dan perkembangan anak yang signifikan. Periode ini

juga dapat menjadi waktu yang sulit bagi orang tua. Perilaku khas

selama masa todler adalah memegang dan melepaskan. Setelah

belajar bahwa orang tua dapat diprediksikan dan terpercaya,

todler kini belajar bahwa perilakunya memiliki efek yang dapat

diprediksikan dan terpercaya pada orang lain. Penghalusan

keterampilan motorik, kelanjutan pertumbuhan kognitif, dan


24

pencapaian keterampilan bahasa yang tepat merupakan pokok

penting selama masa todler (Kyle, 2016).

Meskipun perubahan maturasi sistem organ tidak begitu

menonjol seperti yang terjadi di masa bayi, sistem organ todler

terus tumbuh dan matang dalam menjalankan fungsinya.

Perubahan fungsional yang signifikan terjadi dalam sistem

neurologi, gastrointestinal, dan genitourinarius. Sistem

pernapasan dan kardiovaskular juga mengalami perubahan (Kyle

2016).

Struktur pernapasan terus tumbuh dan matang selama

masa todler. Alveoli terus meningkat jumlahnya, tidak mencapai

jumlah dewasa sampai sekitar usia 7 tahun. Trakea dan jalan

napas bawah terus tumbuh tetapi tetap kecil dibandingkan dengan

ukuran dewasa. Lidah relatif besar dibandingkan dengan ukuran

mulut. Tonsil dan adenoid besar dan tuba eustachius relatif

pendek dan lurus (Kyle, 2016).

Periode prasekolah adalah periode antara usia 3 sampai 5

tahun. Ini adalah waktu kelanjutan pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan fisik terus menjadi jauh lebih

lambat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan perkembangan kognitif, bahasa, dan psikososial

penting selama periode prasekolah. Banyak tugas yang dimulai

selama masa todler dikuasai dan sempurna selama usia


25

prasekolah. Anak belajar menoleransi perpisahan dari orang tua,

memiliki rentang perhatian lebih lama dan terus mempelajari

keterampilan yang akan memicu keberhasilan nanti dalam periode

usia sekolah. Persiapan untuk kesuksesan di sekolah terus

berlanjut selama periode prasekolah karena sebagian besar anak

memasuki sekolah dasar di akhir periode prasekolah (Kyle, 2016).

Anak prasekolah yang sehat tergolong ramping dan

cekatan, dengan postur tubuh tegak. Todler yang sebelumnya

kikuk menjadi lebih anggun, menunjukkan kemampuan untuk

berlari dengan lebih lancar. Kemampuan atletik dapat mulai

terbentuk. Perkembangan mayor terjadi di area koordinasi

motorik halus. Perkembangan psikososial berfokus pada

pencapaian inisiatif. Pikiran prakonsepsi dan intuitif mendominasi

perkembangan kognitif. Anak prasekolah adalah pelajar yang

penuh rasa ingin tahu dan menyerap konsep baru seperti spons

menyerap air (Kyle, 2016).

Sebagian besar sistem organ tubuh telah matang pada

masa prasekolah. Ukuran struktur pernapasan terus tumbuh, dan

jumlah alveoli terus meningkat, mencapai jumlah dewasa pada

usia sekitar 7 tahun. Tuba eustachius tetap relatif pendek dan

lurus (Kyle, 2016).


26

c. Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori

yaitu anak usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah 3-5

tahun (Kyle, 2016)

Usia 1 sampai 5 tahun pada balita merupakan dalam daur

kehidupan dimana pertumbuhan tidak sepesat pada masa bayi

karena aktivitas mereka sangat banyak. Anak berumur diatas 2

tahun sampai 5 tahun mempunyai risiko terserang infeksi saluran

pernapasan akut dan juga pada anak dibawah 2 tahun sama

mempunyai risiko untuk terserang infeksi saluran pernapasan

akut, karena keadaan pada anak dibawah umur 2 tahun

imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya relativ

sempit (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Balita merupakan generasi yang perlu mendapatkan

perhatian, karena balita merupakan generasi penerus dan modal

dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat peka

terhadap penyakit, tingkat kematian balita sangat tinggi

(Merryana, 2012).

4. Konsep Penyakit ISPA

a. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit

infeksi yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernapasan

atas (hidung) sampai kesaluran pernapasan bawah (alveoli)

termasuk jaringan sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Proses


27

terjadinya infeksi akut ini berlangsung sampai 14 hari. Batas

waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit

tersebut (Muttaqin, 2008).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit

saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang

dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit

yang parah dan mematikan, tergantung dari patogen

penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO,

2007).

Jadi, ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang

menyerang baik saluran pernapasan atas maupun bawah,

berlangsung kurang lebih 14 hari dan umumnya adalah penyakit

yang sifatnya menular tergantung dari penyebabnya.

b. Epidemiologi ISPA

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode

penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6

kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya seorang balita

rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali

setahun. Angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada

di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan

tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih

tinggi dari pada di desa (Irianto, 2014).


28

c. Klasifikasi Penyakit ISPA

Adapun klasifikasi penyakit ISPA dibagi berdasarkan jenis

dan derajat keparahannya. Terdapat 3 klasifikasi ISPA yaitu :

1) ISPA ringan bukan Pneumonia :

Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang

tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi nafas dan

tidak menunjukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah

kearah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis,

tonsillitis dan otitis.

2) ISPA Sedang Pneumonia :

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernapas. Diagnosis gejala ini berdasarkan usia. Batas

frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai <1

tahun adalah 50 kali permenit dan untuk anak usia 1 sampai

<5 tahun adalah 40 kali permenit.

3) ISPA berat atau Pneumonia berat :

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada

bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada anak

berusia dua bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia <2

diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas

cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit

atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada

bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).


29

d. Gejala Penyakit ISPA

Adapun beberapa gejala penyakit ISPA ringan, ISPA

sedang dan ISPA berat adalah sebagai berikut :

1) Gejala ISPA ringan

A dapun tanda atau gejala penyakit ISPA ringan yaitu

Batuk, Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu

mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau

menangis), influenza yaitu mengeluarkan lendir atau ingus

dari hidung, Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37ᵒC

atau jika dahi anak diraba dengan punggu tangan terasa

panas.

2) Gejala ISPA sedang

Pernapasan lebih dari 50 kali/menit pada umur kurang

dari satu tahun atau lebih, 40 kali/menit pada anak satu tahun

atau lebih, suhu badan lebih dari 39oC, tenggorokan berwarna

merah, timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak

campak, telinga sakit akan mengeluarkan nanah dari lubang

telinga, pernapasan berbunyi seperti berdengkur, pernapasan

berbunyi seperti menciut-ciut.

3) Gejala ISPA berat

Bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang

kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak

tidak sadar atau kesadarannya menurun, pernapasan berbunyi

mengorok dan anak tampak gelisah, sela iga tertarik ke dalam


30

pada waktu bernapas, nadi cepat lebih dari 60 kali/menit atau

tidak teraba, tenggorokan berwarna merah.

e. Etiologi ISPA

1) Bakteri : diplococcus pneumoniae, pneumococcus

streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, haemophilus

influenzae, dan lain-lain.

2) Virus : influenzae, adenovirus, silomegalovirus.

3) Jamur : aspergilus sp, candida albicans, histoplasma, dan

lain-lain.

4) Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan

Bakar Minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada

saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastik kecil, dan

lain-lain).

5. Patofisiologi ISPA

Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang

disebarkan melalui saluran pernapasan yang kemudian dihirup dan

masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan

bergerak kemudian masuk dan menempel pada saluran pernapasan

yang menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat menginfeksi

saluran pernapasan yang mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan

mengakibatkan saluran napas tersumbat dan mengakibatkan sesak

napas dan batuk produktif (Sugihartono, Rahmatullah, & Nurjazuli,

2012).
31

Asap rokok yang dihisap, baik oleh perokok aktif maupun

perokok pasif akan menyebabkan fungsi ciliary terganggu, volume

lendir meningkat, humoral terhadap antigen diubah, serta kuantitatif

dan kualitatif perubahan dalam komponen selular terjadi. Beberapa

perubahan dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali normal

sebelum terbebas dari paparan asap rokok. Sehingga selama penderita

ISPA masih mendapatkan paparan asap rokok, proses pertahanan

tubuh terhadap infeksi tetap akan terganggu dan akan memperlama

waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhannya (Kusumawati, 2010).

Ketika saluran pernapasan telah terinfeksi oleh virus dan

bakteri yang kemudian terjadi reaksi inflamasi pelepasan sitokin

proinflamasi, prostalgandin, histamin, bradikinin, serotonin dan

mediator lipid ke sistemik. Mediator kimia ini merangsang nosiseptor

(reseptor nyeri), lalu reseptor ini dihantar oleh serabut tipe A dan tipe

C ke medula spinalis dan kemudian ke otak tepatnya pada korteks

somatosensorik dan otak mempersepsikan gangguan sistem

hemostasis yang yang ditandai dengan rubor dan dolor yang

mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah inflamasi dengan

tanda kemerahan pada faring mengakibatkan hipersensitifitas

meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda inflamasi

berikutnya adalah kalor. Terjadinya tanda inflamasi ini dimulai dari

pelepasan prostalglandin dan kemudian prostalgaldin ini mengirim

sinyal ke medula oblongata sehingga merangsang hipotalamus yang

mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi


32

yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian

mengalami dehidrasi (Kusumawati, 2010).

Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan

kesulitan dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan

inadekuat. Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding

saluran pernapasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan

cairan mucus meningkat yang menyebabkan batuk (Kusumawati,

2010).

Bagian paru yang terkena mengalami konsilidasi yaitu

terjadinya sebukan sel PMNs (Polimorfnuklears), fibrin, eritrosit,

cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam

stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu

adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan

pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMNs di alveoli dan proses

peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan

menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris (Sylvia,

2005).

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi

mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran napas

sehingga menimbulkan sesak napas dan juga menyebabkan batuk

yang produktif (Sylvia, 2005).


33

Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran

napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya

ditemukan dalam saluran pernapasan atas, setelah terjadinya infeksi

virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia

bakteri (Sylvia, 2005).

Gambar 2.2 Patofisiologi ISPA

6. Faktor-Faktor Penyebab ISPA

Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu

faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Adapun

faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan

1) Kondisi Fisik Rumah

a) Ventilasi

b) Pencahayaan

c) Kelembaban

d) Jenis lantai

e) Jenis dinding
34

f) Kepadatan hunian rumah

g) Kebersihan rumah

2) Sosial Ekonomi

a) Pendidikan orang tua

b) Pekerjaan orang tua

c) Status ekonomi

b. Individu Anak

Faktor Individu anak merupakan faktor yang berasal dari

dalam tubuh balita itu sendiri. Faktor individu adalah faktor yang

meningkatkan kerentanan pejamu terhadap kuman. Faktor

individu terdiri dari :

1) Usia

2) Jenis kelamin

3) Berat Bayi Lahir (BBL)

4) Status Gizi

5) Imunisasi balita

6) Riwayat pemberian vitamin A

7) Pemberian ASI Eksklusif

c. Faktor Perilaku

Pencemaran udara di dalam rumah terjadi akibat adanya

asap yang konsentrasinya dapat berisiko menimbulkan gangguan

kesehatan penghuni rumah (DepKes RI, 2011). Pencemaran udara

di dalam rumah terjadi akibat perilaku penghuni rumah yang tidak

sehat. Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan


35

penyakit ISPA pada balita lebih efektif dilakukan oleh keluarga

baik yang dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal dalam

satu rumah.

Peran keluarga sangat penting dalam menangani ISPA

karena penyakit ISPA termasuk dalam penyakit yang sering

diderita sehari-hari di dalam keluarga/masyarakat. Hal ini menjadi

fokus perhatian keluarga karena penyakit ISPA sangat sering

diderita oleh balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang

sebagian besar dekat dengan balita harus mengetahui gejala-

gejala balita terkena ISPA. Dalam penanganan ISPA tingkat

keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga

kategori perawatan yaitu perawat oleh ibu balita, tindakan yang

segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita,

dan pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan. Sebagian

besar keluarga tidak mengetahui dari kebiasaan yang sering

dilakukan dapat menimbulkan pencemaran udara dalam rumah

dan berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti:

1) Penggunaan obat nyamuk bakar

2) Bahan bakar memasak

3) Perilaku merokok di dalam rumah

Merokok merupakan satu kebiasaan yang sering

dilakukan oleh penghuni rumah terutama oleh bapak-bapak.

Cendrung bapak-bapak merokok di dalam rumah sambil


36

istirahat seperti menonton TV, membaca koran dan sebagainya

(Kusumawati, 2010).

Kebiasaan orang terdekat yang merokok di dalam

rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga

khususnya bagi balita. Asap rokok yang menempel dan

meninggalkan bahan kimia atau residu di baju, atap, sofa

gorden, dan tempat lain di dalam rumah, bahkan mainan anak.

Jika merokok di luar ruangan atau perokok pasif terpapar asap

rokok, asap rokok dapat menempel di baju atau kulit

(Sulaiman, 2014). Hal ini di dukung oleh sebuah penelitian

yang menyatakan bahwa balita yang tinggal serumah dengan

anggota keluarga yang merokok berisiko 5,743 kali lebih besar

menderita pneuomonia dibanding dengan balita yang serumah

dengan anggota keluarga yang tidak merokok (Sugihartono et

al., 2012)

7. Komplikasi Penyakit ISPA

Depkes RI (2006) menyatakan bahwa ISPA adalah infeksi

saluran pernapasan akut yang sebenarnya merupakan self limited

disease yang sembuh sendiri selama 5-6 hari jika tidak terjadi invasi

kuman lain. Tetapi jika tidak diobati lebih lanjut penyakit ISPA dapat

menimbulkan penyakit seperti sinusitis paranasal, penutupan tuba

eustachi, laringitis, tracheitis, bronchitis, dan broncopneumonia dan

dapat berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang meluas

(Sintha, 2017).
37

8. Pencegahan Penyakit ISPA

Menurut Maryunani (2010) beberapa cara pencegahan agar

balita terhindar dari ISPA yaitu :

a. Mengusahakan agar anak mempunyai status gizi yang baik, yaitu

diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan karena ASI adalah

makanan yang paling baik untuk bayi, bayi diberikan makanan

pendamping ASI sesuai dengan umur, daya tahan tubuhnya akan

kuat. Makanan pendamping pada bayi dan anak harus

mengandung gizi yang cukup yaitu mengandung cukup protein

(tempe tahu), karbohidrat (nasi atau jagung), lemak (minyak

kelapa), vitamin dan mineral (sayur dan buah-buahan), bayi dan

balita hendaknya ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya

sesuai umur dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang

menghambat pertumbuhan.

b. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi

Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah

penyakit pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran

pernapasan.

c. Kebersihan perorangan dan lingkungan

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama untuk

pencegahan ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak sehat akan

menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan

melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

Lingkungan sehat seperti membebaskan rumah dari pencemaran


38

udara seperti asap rokok dan hasil pembakaran untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme paru

sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA, menjaga kebersihn

perorangan diantaranya seperti mencuci tangan ketika merawat

anak yang terinfeksi saluran pernapasan, menggunakan tisu untuk

menutup hidung atau mulut ketika batuk atau bersin.

Keadaan ventilasi rumah sangat berkaitan dengan kejadian

ISPA. Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara

di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang

diperlukan tetap terjaga. Kurangnya ventilasi menyebabkan

kurangnya oksigen dan meningkatnya kadar karbondioksida di

dalam rumah yang bersifat racun bagi penghuninya, karena

akan menghambat afinitas oksigen terhadap hemoglobin darah.

Selain itu ventilasi yang buruk menyebabkan aliran udara tidak

lancar, sehingga bakteri patogen sulit untuk keluar karena tidak

ada aliran udara yang cukup untuk membawa bakteri keluar

rumah.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran napas akut menyebar melalui batuk dan air

liur, oleh karena itu anak-anak sebaiknya tidak dibiarkan

bersama dengan orang yang sedang menderita batuk pilek.

Selain itu keadaan rumah juga sangat mempengaruhi kajadian

ISPA.
39

e. Istirahat yang cukup

Saat beristirahat tubuh berkesempatan untuk mengisi ulang semua

energi, sehingga dapat melawan serangan kuman-kuman

penyakit.

9. Penanganan Penyakit ISPA

Klasifikasi Pneumonia berat Pneumonia Bukan pneumonia

Tindakan 1. Rujuk segera 1. Nasehati ibu 1. Jika batuk


ke sarana untuk berlangsung
kesehatan melakukan selama 30 hari,
2. Beri antibiotik perawatan rujuk untuk
1 dosis bila dirumah pemeriksaan
jarak sarana 2. Beri antibiotik lanjutan
kesehatan selama 5 hari 2. Obati penyakit
jauh 3. Anjurkan ibu lain bila ada
3. Obati bila untuk kontrol 3. Nasehati ibu
demam setelah 2 hari untuk melakukan
4. Obati bila ada atau lebih cepat perawatan
wheezing bila keadaan dirumah
anak 4. Obati bila demam
memburuk 5. Obati bila ada
4. Obati bila wheezing
demam
5. Obati bila ada
wheezing

Tabel 2.1 Penanganan Penyakit ISPA

10. Konsep Perilaku

a. Pengertian

Perilaku adalah respons individu terhadap suatu stimulus

atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi

spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku


40

merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.

Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks

sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab

seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting

untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia

mengubah perilaku tersebut (Dewi & Wawan, 2011).

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu

kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi

perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari

manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu

mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan,

berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan

internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi

juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka

analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang

dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

langsung atau secara tidak langsung (Dewi & Wawan, 2011).

Skinner (1938) seorang ahli perilaku dalam buku Dewi

dan Wawan (2011) mengemukakan bahwa perilaku merupakan

hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan

(respon) dan respons. Ia membedakan adanya 2 respons, yakni:

1) Respondent Respons atau Reflexive Respons

2) Operant Respons atau Instrumental Respons.


41

b. Prosedur Pembentukan Perilaku

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons.

Untuk itu untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant

conditioning (Dewi & Wawan, 2011).

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant

conditioning ini menurut Skinner adalah sebagai berikut:

1) Melakukan indetifikasi tentang hal-hal yang merupakan

penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards

bagi perilaku yang akan dibentuk.

2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-

komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki.

Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam

urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku

yang dimaksud.

3) Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu

sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer

atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

4) Melakukan pembentukan perilaku dengan urutan komponen

yang telah tersusun itu.

c. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu

respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus)

dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni:


42

1) Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di

dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat

oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan sikap batin dan

pengetahuan.

2) Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi

secara langsung.

Becker (1979) dalam buku Dewi dan Wawan (2011)

menjelaskan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:

a) Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hal-hal yang

berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk

juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit,

keberhasilan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan

sebagainya.

b) Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan

atau kegiatan yang dilakukan seseorang individu yang

merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan

kesehatannya atau rasa sakit.

c) Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yakni segala

tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang

sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.


43

Dalam merokok dikenal istilah perokok pasif dan

perokok aktif. Perokok pasif adalah orang-orang secara

tidak sengaja menghisap asap rokok orang lain,

sedangkan perokok aktif adalah orang yang melakukan

aktivitas merokok. Adapun dampak negatif bagi perokok

ialah, mengalami acute necrotizing ulcerative ginggivitis

(penyakit yang menyebabkan gusi tampak memerah dan

membengkak), berisiko terkena angina 20 kali lebih

besar. Berisiko terkena katarak 2 kali lebih besar,

mengalami osteoporosis (pengeroposan tulang, dimana

tulang mengecil dan rapuh akibat kekurangan kalsium),

mengalami tuberculosis, dan mengalami stroke atau

pendarahan di otak (Rafael, 2007).

Kebiasaan merokok orang tua dalam rumah

menjadikan balita sebagai perokok pasif yang selalu

terpapar asap rokok. Rumah yang orang tuanya

mempunyai kebiasaan merokok berpeluang

meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali

dibandingkan dengan rumah balita yang orang tuanya

tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu jumlah

perokok dalam suatu keluarga cukup tinggi (Rahmayatul,

2013).

Rokok merupakan benda beracun yang memberi

efek yang sangat membahayakan pada perokok maupun


44

perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja

terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya

beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan

balita yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran

pernapasan. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap

rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan balita.

Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dan

masuk ke tubuh akan berakumulasi di tubuh balita dan

membahayakan kesehatan si kecil (Yuli, 2012).

11. Teori Lawrence Green

Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green

membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut,

yakni behavioral factors (faktor perilaku) dan non behavioral factors

atau faktor non perilaku. Selanjutnya Green menganalisis, bahwa

faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (pre disposing factors), yaitu faktor-

faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya

perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Seorang ibu mau

membawa anaknya ke Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu

akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui

pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh imunisasi untuk

pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya


45

pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan

membawa anaknya ke Posyandu.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor

yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau

tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana

dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,

misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan

air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan

bergizi, uang, dan sebagainya. Sebuah keluarga yang sudah tahu

masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk

menggunakan air bersih, buang air bersih di WC, makan makanan

yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut

tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan

terpaksa buang air besar di kali/kebun, menggunakan air kali

untuk keperluan sehari-hari, makan seadanya, dan sebagainya.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor

yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-

kadang, meskipun seorang tahu dan mampu untuk berperilaku

sehat, tetapi tidak melakukanntya. Orang tua tetap merokok dekat

balita, meskipun mereka sudah mengetahui merokok dekat balita

itu sangat berpengaruh terhadap kesehatan balita (Notoatmojo,

2010).
46

B. Landasan Teoritis

Teori Lawrence Green mengungkapkan pandangannya tentang dua

penyebab masalah kesehatan, yakni behavioral factors (faktor perilaku)

dan non behavioral factors atau faktor non perilaku. Selanjutnya Green

menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama

salah satunya yaitu Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah

faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

Kadang-kadang, meskipun seorang tahu dan mampu untuk berperilaku

sehat, tetapi tidak melakukanntya. Orang tua tetap merokok dekat balita,

meskipun mereka sudah mengetahui merokok dekat balita itu sangat

berpengaruh terhadap kesehatan balita (Notoatmojo, 2010).

Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu

penduduk yang berada dalam rentang usia tertentu. Rentang usia balita

dimulai dari satu sampai dengan lima tahun. Balita merupakan generasi

yang perlu mendapatkan perhatian, karena balita merupakan generasi

penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat

peka terhadap penyakit, tingkat kematian balita sangat tinggi (Merryana,

2012).

Anak berumur diatas 2 tahun sampai 5 tahun mempunyai risiko

terserang infeksi saluran pernapasan akut dan juga pada anak dibawah 2

tahun sama mempunyai risiko untuk terserang infeksi saluran pernapasan

akut, karena keadaan pada anak dibawah umur 2 tahun imunitasnya belum

sempurna dan lumen saluran napasnya relativ sempit (Adriani &

Wirjatmadi, 2012).
47

Saluran pernanapasan pada balita sangat sempit mulai dari rongga

hidung sampai ke alveoli. Saluran pernapasan hidung balita sangat berbeda

dengan orang dewasa, saluran pernapasan hidung pada balita sangat

sempit, begitu juga dengan faring. Pada balita laring terletak lebih anterior;

penekanan krikoid sering dapat membantu visualisasi. Laring balita secara

relativ dan absolut lebih kecil dan jaringan laringnya lebih lunak daripada

laring orang dewasa sehingga inilah yang membedakan suara balita dan

orang dewasa. Trakea dan bronkus pada balita juga berbeda dengan orang

dewasa. Pada balita lumen saluran trakea dan bronkus lebih sempit

sehingga ketika kuman atau virus yang masuk ke saluran pernapasan

sangat mudah menyerang saluran pernapasan dikarenakan di sepanjang

saluran pernapasan balita sistem imunnya belum matur (Anugrah, 2014).

Balita memiliki alveolus yang sedikit dan lebih kecil, kemampuan

pengembangan lebih kecil, kurang elastis, sehingga kecendrungan kollaps

jalan napas lebih besar. Resistensi jalan napas pada balita lebis besar, dan

jalan napasnya lebih kecil sehingga penyakit lebih rentan menyerang

saluran napas yang kecil. Kapasitas vital paru kurang, kapasital vital paru

pada balita umur 4 tahun sebesar 700 ml pada anak laki-laki, dan 600 ml

pada anak perempuan. Respirasi dan metabolik pada balita lebih cepat

yaitu 20-30 x/menit (Kyle, 2016)

Paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis, dalam keadaan

normal, terdapat lapisan cairan tipis antara paru dan dinding dada. Paru

dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara
48

paru dan dinding dada di bawah tekanan atmosfer. Paru teregang dan

berkembang pada waktu bayi baru lahir (Corwin, 2009).

Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan

karbondioksida yang terjadi pada paru. Fungsi paru adalah tempat

pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernapasan melalui

paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut melalui hidung dan mulut.

Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli,

dan dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis

(Luklukaningsih, 2014).

Inspirasi adalah proses aktif kontraksi otot-otot inspirasi yang

menaikan volume intratoraks. Selama bernapas tenang tekanan intra pleura

kira-kira 2,5 mmHg (relatif terhadap atmosfer). Pada permulaan inspirasi

menurun sampai 6 mmHg dan paru ditarik ke arah posisi yang lebih

mengembang, di jalan udara menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke

dalam paru. Akhir inspirasi rekoil menarik dada kembali ke posisi

ekspirasi karena tekanan rekoil paru dan dinding dada seimbang. Tekanan

dalam jalan penapasan seimbang menjadi sedikit positif, udara mengalir

keluar dari paru. Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura

dan paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru bersamaan bergerak

mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan pernapasan, volume sebuah

paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan

keluar pada sistem pernapasan (Syaifudin, 2013).


49

Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan

melalui saluran pernapasan yang kemudian dihirup dan masuk ke dalam

tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan bergerak kemudian

masuk dan menempel pada saluran pernapasan yang menyebabkan reaksi

imun menurun dan dapat menginfeksi saluran pernapasan yang

mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan mengakibatkan saluran

napas tersumbat dan mengakibatkan sesak napas dan batuk produktif

(Sugihartono, Rahmatullah, & Nurjazuli, 2012).

Asap rokok yang dihisap, baik oleh perokok aktif maupun perokok

pasif akan menyebabkan fungsi ciliary terganggu, volume lendir

meningkat, humoral terhadap antigen diubah, serta kuantitatif dan

kualitatif perubahan dalam komponen selular terjadi. Beberapa perubahan

dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali normal sebelum terbebas

dari paparan asap rokok. Sehingga selama penderita ISPA masih

mendapatkan paparan asap rokok, proses pertahanan tubuh terhadap

infeksi tetap akan terganggu dan akan memperlama waktu yang

dibutuhkan untuk penyembuhannya (Kusumawati, 2010).

Ketika saluran pernapasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri

yang kemudian terjadi reaksi inflamasi pelepasan sitokin proinflamasi,

prostalgandin, histamin, bradikinin, serotonin dan mediator lipid ke

sistemik. Mediator kimia ini merangsang nosiseptor (reseptor nyeri), lalu

reseptor ini dihantar oleh serabut tipe A dan tipe C ke medula spinalis dan

kemudian ke otak tepatnya pada korteks somatosensorik dan otak

mempersepsikan gangguan sistem hemostasis yang yang ditandai dengan


50

rubor dan dolor yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah

inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan

hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda

inflamasi berikutnya adalah kalor. Terjadinya tanda inflamasi ini dimulai

dari pelepasan prostalglandin dan kemudian prostalgaldin ini mengirim

sinyal ke medula oblongata sehingga merangsang hipotalamus yang

mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang

mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami

dehidrasi.

Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan

kesulitan dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan

inadekuat. Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran

pernapasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan mucus

meningkat yang menyebabkan batuk (Kusumawati, 2010).

Bagian paru yang terkena mengalami konsilidasi yaitu terjadinya

sebukan sel PMNs (Polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan

kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah.

Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi

berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan

leukosit PMNs di alveoli dan proses peningkatan jumlah sel makrofag di

alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman

dan debris. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus

bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran napas sehingga


51

menimbulkan sesak napas dan juga menyebabkan batuk yang produktif

(Sylvia, 2005).

Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran

napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan

dalam saluran pernapasan atas, setelah terjadinya infeksi virus, dapat

menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sylvia,

2005).

Perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang

sifatnya dapat diamati, digambarkan dan di catat oleh orang lain ataupun

orang yang melakukannya (Fitriani, 2011).

Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, tindakan, proaktif untuk

memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari

ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan

masyarakat. Perilaku sehat dapat diihat sebagai atribut-atribut personal

seperti kepercayaaan-kepercayaan, harapan-harapan, motif-motif, nilai-

nilai, persepsi, dan unsur-unsur kognitif lainnya, sebagai karakteristik

individu meliputi unsur-unsur dan keadaan afeksi dan emosi dan sebagai

pola-pola perilaku yang tampak yakni tindakan-tindakan dan kebiasaan-

kebiasaan yang berhubungan dengan mempertahankan, memelihara dan

untuk meningkatkan kesehatan (Maryunani, 2013).

Perilaku anggota keluarga khususnya orang terdekat tentang

kebiasaan merokok harus diminimalisir atau dihentikan karena rokok

ibarat pabrik kimia, dalam satu batang rokok yang dihisap akan
52

dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti Nikotin, Tar, dan

Karbon monoksida (CO). Merokok juga dapat menjadikan anggota

keluarga lain menjadi perokok pasif yaitu dimana orang yang tidak

merokok ikut menghirup asap rokok orang yang merokok. Kebiasaan

merokok juga menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung,

kanker paru-paru, bronkhitis, dll. Bukan hanya si perokok aktif saja yang

merasakan dampak tersebut bahkan perokok pasif juga dapat ikut

merasakan dampaknya, bahkan dampak yang dirasakan lebih besar

(Proverawati & Rahmawati, 2012).

Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan

memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan

pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina

pectoris serta dapat meningkatkan risiko untuk mendapat serangan ISPA

khususnya pada balita karena struktur tubuh belum sempurna atau matur

dimana struktur internal telinga dan tenggorokan terus memendek dan

melurus, dan jaringan limfoid tonsil dan adenoid terus bertambah besar.

Akibatnya, sering terjadi otitis media, tonsillitis, dan infeksi saluran

pernapasan (Wong, 2008).

Anak-anak yang orang terdekatnya perokok lebih mudah terkena

penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma, pneumonia dan penyakit

saluran pernapasan lainnya. Asap rokok yang dihisap, baik oleh perokok

aktif maupun perokok pasif akan menyebabkan fungsi ciliary terganggu,

volume lendir meningkat, humoral terhadap antigen diubah, serta

kuantitatif dan kualitatif perubahan dalam komponen selular terjadi.


53

Beberapa perubahan dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali

normal sebelum terbebas dari paparan asap rokok. Sehingga selama

penderita ISPA masih mendapatkan paparan asap rokok, proses

pertahanan tubuh terhadap infeksi tetap akan terganggu dan akan

memperlama waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhannya

(Kusumawati, 2010).
54

C. Skema Landasan Teori

BALITA

Bukan
Sistem organ belum cukup matur (Saluran pernapasan Pneumonia
lebih kecil)

Pneumonia
Rentan terserang penyakit

ISPA

Faktor penyebab

Faktor Lingkungan Faktor Individu balita Perilaku


a. Kondisi fisik rumah 1. Umur balita
1. Penggunaan
2. Jenis kelamin
1. Kepadatan hunian 3. BBL obat nyamuk
2. Ventilasi udara 4. Status gizi balita 2. Penggunaan
3. Dinding rumah 5. Imunisasi balita bahan bakar
4. Jenis lantai 6. Pemberian vitamin A memasak
5. Kebersihan rumah 7. Pemberian ASI eksklusif
6. Kelembaban
3. Perilaku
b. Sosial ekonomi
merokok
1. Pendidikan orang tua orang
2. Pekerjaan orang tua terdekat
3. Status ekonomi

Keterangan

= Diteliti

= Tidak diteliti

Skema 2.1 Skema landasan teori


Sumber: ( Kyle, 2016; Irianto, 2014; Maryunani, 2013; Ranuh,
2013; Sugihartono et al., 2012; Natalia, 2011; Sutomo &
Anggraini, 2010; Firmansyah, 2009).
55

D. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah visualisasi hubungan antara berbagai

variabel, yang dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori

yang ada dan kemudian menyusun teorinya sendiri yang akan digunakan

sebagai landasan untuk penelitiannya (Nursalam, 2013). Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan dua variabel yaitu Perilaku merokok orang

terdekat sebagai variabel independen dan kejadian ISPA sebagai variabel

dependen. Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Merokok
ISPA pada balita
Orang Terdekat

Skema 2.2 Skema Kerangka konsep penelitian

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. La Biondo-Wood dan Haber (2002) mendefenisikan

hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua

atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan


56

dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari

permasalahan (Nursalam, 2013).

Ha: Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada hubungan antara perilaku

merokok orang terdekat dengan kejadian ISPA pada balita yang

berobat di puskesmas Cempaka Banjarmasin.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian

Cross Sectional dan menggunakan metode deskriptif korelasional untuk

mengetahui hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan kejadian

ISPA pada balita yang berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin

di Poli MTBS.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakasanakan sejak tanggal 4 Februari 2019 sampai 13

Februari 2019.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini

57
58

adalah semua orang terdekat (ayah, ibu, kakek, nenek, tante dan om)

yang membawa balita berobat ke Puskesmas Cempaka Banjarmasin

dengan ISPA maupun tidak baik yang merokok atau tidak merokok

tahun 2018 pada bulan September sebanyak 230 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Nursalam, 2013). Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian orang terdekat (ayah, ibu, kakek, nenek, tante dan

om) yang membawa balita berobat ke Puskesmas Cempaka

Banjarmasin.

Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel pada

penelitian ini adalah menggunakan rumus penentuan besar sampel

analisis korelatif (Dahlan, 2010).

Rumus tersebut adalah sebagai berikut.

a. Penentuan besar sampel untuk korelasi perilaku merokok orang

terdekat dengan kejadian

ISPA pada balita.

2 2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)
𝑛=� � +3
1+𝑟
0,5𝐼𝑛 1 − 𝑟

Keterangan:

1) Kesalahan tipe I (Zα) = ditetapkan sebesar 5 % dengan

hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64.


59

2) Kesalahan tipe II (Zβ) = ditetapkan 10 % dengan hipotesis

satu arah, maka Zβ = 1,28.

3) Koefisien korelasi penelitian sebelumnya (r)= 0,4 (Filcano,

2013).

b. Penentuan besar sampel untuk korelasi perilaku merokok orang

tua dengan kejadian ISPA pada balita

2
⎡(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽) ⎤ 2
⎢ ⎥
𝑛=⎢ ⎥ +3
⎢ 0,5𝐼𝑛 1 + 𝑟 ⎥
⎢ 1−𝑟⎥
⎣ ⎦

2 2
⎡(1,64 + 1,28) ⎤
⎢ ⎥
𝑛=⎢ ⎥ +3
⎢ 0,5𝐼𝑛 1 + 0,4 ⎥
⎢ 1 − 0,4 ⎥
⎣ ⎦

n = 57

Jumlah sampel yang didapatkan dari rumus tersebut

adalah minimal sebanyak 57 orang. Untuk menghindari

sampel yang tiba-tiba mengundurkan diri dan sampel tidak

bersedia maka sampel ditambah 10 % menjadi 63 orang.

3. Sampling

Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling merupakan

suatu proses seleksi yang digunakan dalam penelitian dari populasi

yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan

populasi yang ada (Nursalam, 2013). Teknik sampling yang

digunakan adalah metode Nonprobability Sampling dengan jenis

Consecutive Sampling dimana pengambilan sampel dilakukan dengan


60

memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun

waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi (Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi :

Orang terdekat yang mengantar balita berobat di Puskesmas Cempaka

Kota Banjarmasin.

D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan karakteristik subjek penelitian yang berubah

dari satu subjek ke subjek lainnya (Nursalam, 2013). Variabel independen

(variabel bebas) dalam penelitian ini yaitu perilaku merokok orang

terdekat. Variabel dependen (variabel terikat) dalam penelitian ini yaitu

angka kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2014).


61

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Parameter
No Variabel Alat Ukur Skala Skor
Operasional
1. Variabel Kebiasaan Perilaku Kuesioner Nominal 0 = Tidak
Bebas merokok orang merokok Merokok
(Independen) terdekat (ayah, orang terdekat 1 = Merokok
Perilaku ibu, kakek, di dalam
merokok nenek, dll) rumah
orang terdekat dengan balita maupun di
baik itu di luar rumah
dalam rumah dekat dengan
maupun di luar balita.
rumah.

2. Variabel Infeksi saluran 1. Batuk, Kuesioner Ordinal 0 = TidakIspa


Terikat pernapasan tidak 1 = ISPA
(Dependen) akut yang menunjuka Ringan
ISPA menyerang n gejala 2 = ISPA
baik saluran peningkata Sedang
pernapasan n frekuensi
atas maupun napas dan
bawah, adanya
berlangsung tarikan
kurang lebih dinding
14 hari dan dada bagian
umumnya bawah ke
adalah arah dalam.
penyakit yang 2. Batuk dan
sifatnya atau
menular kesukaran
tergantung bernapas.
pada Batas
penyebabnya. frekuensi
napas cepat
pada anak
berusia 2
bulan - < 1
tahun
adalah 50
kali per
menit dan
untuk anak
usia 1 - < 5
tahun
adalah 40
kali per
menit.
62

F. Instrumen Penelitian

Alat ukur yang dipakai dalam sebuah penelitian disebut instrumen.

Instrumen penelitian merupakan alat bantu atau pedoman tertulis tentang

wawancara, atau pengamatan, atau daftar pertanyaan yang digunakan

peneliti untuk mengumpulkan informasi dari responden (data penelitian)

dengan cara melakukan pengukuran (Widoyoko, 2012). Dalam penelitian

ini instrumen yang digunakan adalah Kuesioner.

Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk

mengukur variabel perilaku merokok di dalam rumah. Kuesioner ini terdiri

dari 3 item yaitu :

1. Sub A berisikan data umum responden mencakup nomor responden,

nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.

2. Sub B berisikan tentang perilaku merokok orang terdekat yang terdiri

dari 9 item pertanyaan yaitu ( Ya/Tidak ).

Responden diminta untuk memberikan tanda checklist (√) pada

setiap jawaban yang dipilih dikolom yang sudah disediakan, kuesioner

yang akan dibagikan bersifat tertutup. Susunan pertanyaan dari

kuesioner ini diambil berdasarkan teori dan adaptasi dari Skripsi

“Faktor-Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Kejadian Ispa Pada Balita Di

Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun 2018” oleh Elta Nora, dan

adaptasi dari tesis “Hubungan Antara Status Merokok Anggota

Keluarga Dengan Lama Pengobatan ISPA Balita Di Kecamatan

Jenawi Tahun 2010” Ita Kusumawati. Kuesioner ini menggunakan

skala Guttman.
63

3. Sub C berisikan tentang kejadian ISPA pada balita yang terdiri dari 5

item pertanyaan yaitu (Ya/Tidak).

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengambilan data dengan kuesioner, maka

terlebih dahulu kuesioner diuji agar kuesioner valid dan reliabel, uji

validitas dan reliabilitas yang akan dilakukan dengan cara uji coba

instrumen kepada populasi yang mempunyai karakteristik yang sama

dengan responden yang digunakan dalam penelitian sebenarnya.

1. Uji Validitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data.

Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur

(Nursalam, 2013).

Uji validitas telah dilakukan terhadap 30 orang terdekat yang

mengantar anaknya untuk berobat yang berada di Puskesmas

Pekauman Banjarmasin dengan karakteristik yang hampir sama

dengan responden yang akan digunakan dalam penelitian sebenarnya.

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai

standar adalah alat ukur yang sudah melalui uji validitas dan reliabitas

data. Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product

Moment (Hidayat, 2014).

Rumus :
𝑛. (∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋). (∑ 𝑌)
𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
�{𝑛. ∑ 𝑋² − (∑ 𝑋)²}. {𝑛. ∑ 𝑌² − (∑ 𝑌)²}
64

Keterangan :

𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 : Koefisien korelasi


∑ 𝑋𝑖 : Jumlah skor item
∑ 𝑌𝑖 : Jumlah skor total
𝑛 : Jumlah responden
Perhitungan dibantu menggunakan tehnik komputerisasi

dengan program softwere SPSS versi 16. Variabel dikatakan valid jika

nilai r hitung > dari nilai r tabel yang di sesuaikan dengan derajat

kebebasannya. Untuk menilai korelasi tersebut signifikan atau tidak,

maka nilai r hitung (r i ) dibandingkan dengan nilai r produck moment (r

tabel). Untuk responden sebanyak 30 orang dengan taraf kesalahan

5% ialah 0,361. Jadi, dikatakan validnya suatu pertanyaan atau

kuesioner adalah harus melebihi atau sama dengan dari taraf

signifikasi yaitu 0,361, jika kurang maka kuesioner tersebut tidak

valid (Arikunto, 2010). Maka data pertanyaan atau kuesioner yang

tidak memenuhi syarat signifikan dihilangkan atau diganti.

Tabel 3.2 nilai r hitung kuesioner perilaku merokok


No Pertanyaan r hitung Standar r tabel Keterangan
1 0,681 0,361 Valid
2 0,535 0,361 Valid
3 0,606 0,361 Valid
5 0,535 0,361 Valid
6 0,481 0,361 Valid
7 0,470 0,361 Valid
8 0,501 0,361 Valid
9 0,552 0,361 Valid
10 0,454 0,361 Valid
65

Tabel 3.3 nilai r hitung kuesioner kejadian ISPA

No Pertanyaan r hitung Standar r tabel Keterangan


1 0,419 0,361 Valid
2 0,574 0,361 Valid
3 0,745 0,361 Valid
4 0,843 0,361 Valid
5 0,843 0,361 Valid

a. Kuesioner perilaku merokok

Berdasarkan hasil uji instrumen penelitian melalui uji

validitas untuk variabel perilaku merokok dengan 10 item

pertanyaan terhadap 30 responden diketahui ada 1 pertanyaan yang

tidak valid (r hitung < r tabel ) dan tersisa 9 pertanyaan yang dinyatakan

valid (r hitung < r tabel )

b. Kuesioner kejadian ISPA

Berdasarkan hasil uji instrumen penelitian melalui uji

validitas untuk variabel kejadian ISPA dengan 5 item pertanyaan

terhadap 30 responden diketahui semua pertanyaan valid yaitu

dengan nilai r hitung > r tabel.

Berdasarkan hasil tabel diatas menunjukan bahwa dari 15

butir pertanyaan dalam kuesioner yang dilakukan uji validitas

terdapat 1 item pertanyaan yang memiliki r hitung < r tabel dan

dinyatakan tidak valid sehingga 1 item pertanyaan tersebut

dihilangkan atau tidak dimasukkan kedalam instrumen penelitian

karena dari 14 pertanyaan yang memiliki r hitung > r tabel sudah

dapat mewakili dari seluruh pertanyaan. Dengan demikian item


66

pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 14 item

pertanyaan.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau

tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap

gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama

(Notoatmodjo, 2010).

Setelah mengukur validitas, maka dilakukan pengukuran

reliabilitas data, untuk mengetahui apakah alat ukur dapat digunakan

atau tidak. Untuk menguji reliabilitas juga menggunakan bantuan

aplikasi statistik dengan metode Cronbach Alpha. Dikatakan

Reabilitas bila r 11 = 0,60 (Arikunto, 2010).

Dengan rumus :
∑ 𝜎𝑏2
r 11 =
〔𝑘〕
(1 − )
〔𝑘−1 〕 𝜎𝑡2

Keterangan :

r 11 : Reliabilitas instrumen
k : Banyaknya butiran soal atau pertanyaan
∑ 𝜎𝑏2 : Jumlah varians butir

𝜎𝑡 : Varians total
Untuk mengetahui reliabilitas, caranya adalah dengan

membandingkan nilai cronbach alpha dengan nilai standar.

Pernyataan dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha ≥ 0,6. Dan


67

sebaliknya pernyataan dikatakan tidak reliabel apabila nilai cronbach

alpha < 0,6 (Budiman, 2013). Dari hasil uji statistik ternyata, nilai r

alpha sebesar 0,639 dan 0,743 lebih besar dibandingkan dengan nilai

0,6 maka 14 pertanyaan tersebut reliabel.

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan pengumpulan data

Pada tahap pengumpulan data, peneliti melaksanakan sesuai

dengan prosedur yang berlaku. Peneliti meminta surat pengantar

permohonan ijin penelitian dan permintaan data kepada koordinator

riset Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin. Surat

dari koordinator riset dibawa ke KESBANGPOL agar mendapat surat

ijin penelitian dan permintaan data. Setelah itu peneliti ke Dinas

Kesehatan Kota Banjarmasin untuk meminta persetujuan dan verifi-

kasi data. Setelah mendapat persetujuan dan verifikasi data, peneliti

mengantar surat permohonan ijin penelitian yang ditujukan kepada

Kepala Puskesmas Cempaka Banjarmasin kepada bagian TU

Puskesmas Cempaka Banjarmasin. Setelah surat ijin penelitian

disetujui barulah peneliti membawa surat tersebut ke Ruang Poli

MTBS untuk meminta izin melakukan penelitian dan pengumpulan

data.
68

2. Tahap Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan izin penelitian dari Kepala Ruangan di

Poli MTBS Puskesmas Cempaka Banjarmasin, maka peneliti meminta

data tentang angka kejadian ISPA terbaru kepada kepala ruangan di

Poli MTBS Puskesmas Cempaka. Selain data yang didapat dari

Puskesmas peneliti juga langsung mengumpulkan data dengan cara

menyebarkan kuesioner kepada responden yang sesuai dengan

kriteria, maka peneliti langsung menemui serta menjelaskan maksud

dan tujuan peneliti. Kemudian peneliti meminta persetujuan responden

untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan terlebih dahulu dengan

memberikan lembar Informed Concent. Apabila responden setuju

maka peneliti memberikan kuesioner dan mulai melakukan

pengumpulan data. Kemudian semua kuesioner dikumpulkan kembali

dan diperiksa oleh peneliti kelengkapannya.

a. Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh

secara langsung oleh peneliti melalui kuisioner pengukuran

perilaku merokok orang terdekat.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data kasus ISPA

yang peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, data dari

Puskesmas Cempaka Banjarmasin.


69

I. Jalannya Penelitian

Mengajukan surat ijin penelitian ke Puskesmas Cempaka

Persamaan Persepsi Dengan Enumerator


untuk Penggunaan Instrumen Penelitian

Memberikan lembar informed concent

menjelaskan cara mengisi kuesioner

Kuesioner diisi oleh responden

Peneliti mengumpulkan kembali


kuesioner yang telah diisi

Peneliti melakukan coding


kuesioner yang telah diisi

Peneliti memberikan scoring

Data dimasukan ke dalam aplikasi


SPSS untuk mencari hasil statistik

Analisa Data

Cek Distribusi Data

Data normal

Statistik parametrik

Chi-square

Skema 3.1 Skema Jalannya Penelitian


70

Persamaan Persepsi Dengan Enumerator

Sebelum peneliti atau enumerator bertemu dengan responden,

peneliti bersama enumerator melakukan pertemuan untuk membahas

langkah-langkah pengisian kuesioner Perilaku Merokok dan kuesioner

kejadian ISPA, kemudian dilanjutkan dengan uji kesetaraan (Uji Kappa)

untuk enumerator agar bisa menilai persamaan persepsi tentang

penggunaan dan pengisian kuesioner (Kusuma, 2015). Selanjutnya peneliti

bersama enumerator membuat jadwal pengambilan data dan penentuan

tempat pengambilan data. Penelitian ini menggunakan 2 enumerator.

Nilai Kappa untuk uji reliabilitas antar observer diiterpretasikan sebagai

berikut:

Rendah : 0,00 - 0,40

Sedang : 0,41 - 0,59

Baik : 0,60 - 0,74

Sangat baik : 0,75 – 1,00

Tabel 3.4 Tabel Persamaan Persepsi Penggunaan Instrumen


Penelitian dengan masing-masing Enumerator Berdasarkan
hasil uji cappa.
Enumerator Nilai Kappa
Perilaku Interpretasi Kejadian Infeksi Interpretasi
merokok Saluran
orang Pernapasan
terdekat Akut (ISPA)
1 0,74 Baik 1 Sangat baik
2 0,74 Baik 1 Sangat baik
Sumber: (Kusuma, 2015)
71

J. Cara Analisa Data

Menurut Hidayat (2014), dalam melakukan analisis data terlebih

dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi.

Dalam proses pengolahan data terdapat data-data yang harus ditepuh,

diantaranya:

1. Editing

Editing adalah memeriksa kembali kelengkapan jawaban dari

responden. Setelah menerima semua hasil kuesioner yang diisi oleh

responden, peneliti memeriksa kembali semua kuesioner terisi semua

atau tidak. Dalam proses penelitian ini, ada responden yang mengisi

poin soal kuesioner yang tidak lengkap. Peneliti langsung meminta

responden untuk mengisi poin soal yang belum terisi tersebut.

Responden yang tidak selasai mengisi kuesioner dan langsung pulang

dimasukan peneliti sebagai kriteria eksklusi.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data yang berbentuk

huruf menjadi data yang berupa angka atau bilangan. Peneliti memberi

tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban agar

mempermudah dalam pengelompokkan agar tidak terjadi kesalahan

saat pengambilan dan pengklafikasian data.


72

Tabel 3.5 coding variabel dependen dan independen

Variablel Independen Kode


Perilaku merokok orang terdekat 0= Tidak Merokok
1= Merokok

Variabel Dependent Kode

ISPA 0= Tidak ISPA


1= ISPA Ringan
2= ISPA Sedang

3. Scoring

Scoring yaitu yaitu menentukan skor atau nilai untuk item

pertanyaan dan menentukan nilai terendah dan tertinggi. Peneliti

memberikan skor pada kuesioner berdasarkan setiap kategori soal.

Dalam penelitian ini urutan pemberian skor berdasarkan tingkatan

jawaban yang diterima dari responden. Maka skor untuk variabel

perilaku merokok orang terdekat interpertasi nilainya yaitu jawaban

ya=1, jawaban tidak= 0.

4. Tabulating

Tabulating adalah penyajian data dalam bentuk angka

(numerik) yang disusun dalam kolom dan baris (tabel) dengan tujuan

untuk menunjukan frekuensi kejadian dalam kategori yang berbeda.

5. Entri Data

Entri data adalah memasukan data atau jawaban dari

responden yang telah diberi kode dan skor ke dalam tabel. Data

dimasukan secara manual dan menggunakan program atau pengolahan

data komputer microsoft excel.


73

6. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data yang telah

dimasukan untuk memastikan apakah ada atau tidak kesalahan dalam

memasukan data agar hasil yang disajikan sesuai dengan tujuan dari

penelitian. Dalam proses penelitian ini, peneliti mengalami kesalahan

dalam memasukan data, Untuk mengatasi hal tersebut peneliti

melakukan pengecekan kembali dan memperbaiki kembali kesalahan

data yang dimasukan itu.

K. Analisa Data

Setelah data diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan

bantuan komputer yaitu dengan program SPSS kedalam bentuk tabel,

adapun analisa yang digunakan yaitu:

1. Analisa Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara

deskriptif mengenai kejaian ISPA pada balita dan perilaku merokok

orang terdekat distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing

variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat

(Sumantri, 2015). Analisa univariat menggunakan rumus distribusi

frekuensi dengan bantuan program komputer yaitu SPSS.

2. Analisa Bivariat

Sebelum data dianalisa bivariat, data terlebih dahulu diuji

normalitasnya menggunakan uji kolmogrov-smirnov dan diperoleh


74

data berdistribusi normal maka peneliti melakukan uji statistik

menggunkan uji chi square.

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Sumantri, 2015).

Variabel yang akan diuji yaitu variabel independen (perilaku merokok

orang terdekat) dengan variabel dependen (kejadian ISPA pada balita

di Puskesmas Cempaka Banjarmasin), yang menggunakan uji chi

square dengan bantuan program komputer yaitu SPSS yang bertujuan

untuk menguji perbedaan proporsi dengan confidence interval (CI)

95%.

Syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode uji

Chi Square menurut Arikunto, 2010 :

a. Digunakan pada penelitian dengan sampel besar

b. Pengujian Chi Square hanya dapat digunakan pada data kategorik

atau numerik yang dikelompokan menjadi numerik (nominal dan

ordinal)

c. Apabila bentuk tabel kontingensi 2x2 maka tidak boleh ada 1 cell

saja yang memiliki frekuensi harapan (expected count) <5 dan

menggunakan nilai Continuity Correction/Koreksi Yates.

d. Apabila bentuk tabel lebih tabel tabulasi silang berjumlah lebih

dari 2x2 misalkan 3x2 maka diperbolehkan memiliki nilai

frekuensi harapan (expected count) < 5 tetapi jumlahnya tidak

boleh melebihi 20 % dan apabila ada masalah dengan nilai

frekuensi harapan dapat dilakukan penggabungan antara kategori


75

yang berdekatan sehingga akan memperbesar frekuensi harapan

dan menggunakan nilai Pearson Chi Square.

e. Nilai Pearson Chi Square atau X2 hitung > nilai tabel Chi Square

yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dua variabel.

f. Apabila p < 0,05 maka H a diterima, berarti ada hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen.

g. Apabila p > 0,05 maka H 0 diterima, berarti tidak ada hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen.

L. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan. Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan menurut

Hidayat (2014) adalah sebagai berikut:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembaran

persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Tujuan informed consent yaitu agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Dalam proses

penelitian ini, subjek penelitian semuanya bersedia menjadi responden

setelah mendengar peneliti menjelaskan maksud dan tujuan. Beberapa


76

informasi yang harus ada dalam informed consent antar lain :

partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potenisal masalah yang

akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,

dan lain-lain.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencatumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.

M. Kesulitan Penelitian

1. Hambatan Penelitian

a. Selama berlangsungnya proses penelitian, peneliti menemukan

beberapa hambatan diantaranya pelaksanaan penelitian mundur

dari rencana semula.


77

b. Selama proses pengumpulan data penelitian, peneliti menemukan

hambatan diantaranya waktu yang minim untuk bertemu dengan

responden sehingga menyebabkan peneliti kesulitan untuk

berkomunikasi dengan responden dikarenakan responden yang

berkunjung ke puskesmas Cempaka ingin cepat pulang setelah

selesai berobat.

2. Keterbatasan Penelitian

a. Penelitian ini hanya menggunakan satu instrumen yaitu kuesioner

tanpa menggunakan instrumen lain, peneliti tidak melakukan

wawancara yang mendalam terkait perilaku merokok orang

terdekat, sehingga peneliti hanya mendapatkan data yang sesuai

dengan pertanyaan yang ada di kuesioner. Apabila peneliti

menggunakan wawancara mendalam, maka jawaban dari

responden terkait dengan perilaku merokok akan lebih

digambarkan dengan jelas.

b. Penelitian ini hanya meneliti salah satu variabel yang

menyebabkan ISPA pada balita yaitu perilaku merokok orang

terdekat.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Lokasi Penelitian

Gambar 4.1 Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Puskesmas Cempaka Banjarmasin adalah salah satu pusat

kesehatan masyarakat di Kotamadya Banjarmasin. Puskesmas

Cempaka termasuk tempat pelayanan kesehatan tertua yang ada di

Kota Banjarmasin dan keberadaanya mempunyai sejarah yang cukup

panjang, bangunan pertama berdiri pada tahun 1960 dan pelayanan

kesehatan yang diberikan kepada masyarakat disebut dengan

78
79

UKIDA (Usaha Kesehatan Ibu Dan Anak) saat itu dipimpin oleh

bidan Hanafi.

Kemudian dalam perkembangan sesuai dengan tuntutan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka gedung UKIDA

tersebut ditambah 2 lokasi yaitu P2 TB paru dan gedung rontgen

yang dipimpin oleh dr. Halamex, dan Puskesmas Cempaka dikenal

dengan pusat pelayanan ibu dan anak serta pemberantasan penyakit

menular. Kemudian diganti oleh Dr. Tedjo Negoro karena sistem

pelayanan yang tidak merata secara manajerial menjadi tidak efektif

dan efisien, maka pemerintah pusat mencetuskan konsep Puskesmas.

SK Walikotamadya Dati II Banjarmasin No. I - B – 2 –

12821/1970 memperkuat berdirinya Puskesmas Cempaka secara

resmi sejak bulan Maret 1970 yang untuk pertama kali dipimpin oleh

Dr. Santoso Tanusaputra, dan wilayah Puskesmas yang harus

dijangkau pada waktu itu cukup luas yaitu satu Kecematan Banjar

Barat yang meliputi 12 kelurahan. Seiring dengan pergeseran waktu

keadaan Puskesmas Cempaka sekarang jauh lebih baik dari segi fisik

karena setelah menempati bangunan baru dan beberapa program

wajib dan program tambahan menjadi tugas pokok pimpinan sebagai

manajerial dan staf Puskesmas sudah dapat dilaksanakan sesuai

arahan program dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.

Secara geografis Puskesmas Cempaka terletak di dalam

Kecamatan Banjarmasin Tengah, Jalan Cempaka Besar No.1, Kertak

Baru Ilir. Luas wilayah kerja Puskesmas Cempaka adalah 2,34 Ha


80

dan fungsinya relatif stabil selama 3 (tiga) tahun terakhir karena

berlokasi strategis di pusat kota Banjarmasin.

Secara administrasi, wilayah kerja Puskesmas Cempaka

terdiri dari empat Kelurahan yaitu Kelurahan Kertak Baru Ilir,

Kelurahan Kertak Baru Ulu, Kelurahan Mawar, dan Kelurahan

Kelayan Luar, dengan batas wilayah:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Antasan Besar

Kecamatan Banjarmasin Tengah.

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pekapuran Laut

Kecamatan Banjarmasin Timur.

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Teluk Dalam

Kecamatan Banjarmasin Tengah.

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Teluk Tiram

Kecamatan Banjarmasin Barat.

Kondisi geografis Puskesmas Cempaka terletak pada

ketinggian 0,16 meter di bawah permukaan laut, dengan kondisi

daerah relatif datar sehingga pada waktu air laut pasang hampir

seluruh wilayah di Kecamatan ini digenangi air. Kondisi tanah

sebagian terdiri dari rawa-rawa yang tergenang air, disamping

pengaruh musim kemarau sehingga iklimnya bersifat tropis.

Keadaan iklim suhu rata-rata antara 25 sampai dengan 38

derajat, rata-rata hujan 17 hari per bulan serta curah hujan rata-

rata 267 Mm per bulan.


81

Tingkat kepadatan penduduk merupakan suatu indikasi

terhadap kemampuan suatu wilayah untuk menampung

penduduk serta sangat berpengaruh terhadap daya dukung

lingkungan. Penyebaran penduduk wilayah kerja Puskesmas

Cempaka terbanyak ada pada daerah Kelurahan Kelayan Luar

dengan kepadatan 34.066 penduduk /Km2. Jumlah penduduk

wilayah kerja Puskesmas Cempaka pada tahun 2017 adalah

15.549 jiwa dengan perincian berdasarkan wilayah kerja

Puskesmas Cempaka dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut


Kelurahan Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Tahun 2017

Jumlah Penduduk
No. Desa / Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1. Kertak Baru Ilir 1640 1629 3269
2. Kertak Baru Ulu 846 872 1718
3. Mawar 2674 2778 5452
4. Kelayan Luar 2569 2541 5110
Jumlah Total 7729 7820 15549

Sumber: Puskesmas Cempaka Banjarmasi tahun 2017.

Tabel 4.2 Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Di Wilayah Kerja


Puskesmas Cempaka Banjarmasin Tahun 2017

Ibu Rumah Tangga


Mata pencaharian Buruh
Penduduk Pedagang
Swasta
PNS

Sumber : Puskesmas Cempaka Banjarmasin tahun 2017


82

Tabel 4.3 Distribusi Keluarga Menurut Tingkatan Tahap Keluaga


Sejahtera di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Banjarmasin Tahun
2017

Jumlah menurut Pentahapan Keluarga


Tahap KS KS KS KS
Kelurahan
Pra Tahap I Tahap II Tahap Tahap III
Sejahtera III Plus
Kertak 0 110 373 317 56
Baru Ilir
Kertak 7 235 160 139 10
Baru Ulu
Mawar 0 431 578 481 69
Kelayan 52 510 627 120 21
Luar
Jumlah 59 1286 1738 1057 156
Sumber: Puskesmas Cempaka Banjarmasin tahun 2017

Tabel 4.4 Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Tingkat Pendidikan per


Kelurahan Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Kota
Banjarmasin Tahun 2017

Tingkat Pendidikan

Kelurahan PAUD/ SD/ SMP/ SMU/ Akademi/ Jumlah


TK MI MTS SMK/ PT
MA
Kertak 1 0 0 0 0 1
Baru Ilir
Kertak 5 3 1 1 0 10
Baru Ulu
Mawar 7 7 2 1 0 17

Kelayan 3 2 1 0 0 6
Luar
Jumlah 16 12 4 2 0 34
Total
Sumber: Puskesmas Cempaka Banjarmasin tahun 2017.
83

Grafik 4.1 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Cempaka


Banjarmasin Tahun 2017

10 Penyakit Terbanyak Di Puskesmmas Cempaka


Banjarmasin Tahun 2017

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Sumber: Puskesmas Cempaka Banjarmasin tahun 2017

2. Analisa Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik responden dan setiap variabel yang

diteliti. Dalam penelitian ini variabel independen yaitu perilaku

merokok orang terdekat dan variabel dependen adalah infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Cempaka

Banjarmasin.

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dilakukan untuk mengetahui

karakteristik responden dengan tujuan utama sebagai tahapan

pengenalan sebelum meneliti. Karakteristik responden dilakukan


84

dengan melakukan pendataan pada responden dan Balita yang

menjadi responden yaitu sebagai berikut:

1) Pendidikan Responden

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan Responden Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.

No Pendidikan Responden Frekuensi Prsentase


(%)
1. Tidak Sekolah 15 26,3
2. Tidak Tamat SD 10 17,5
3. SD 12 21,1
4. SMP 9 15,8
5. SMA/SMK 9 15,8
6. Perguruan Tinggi 2 3,5
Total 57 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan data penelitian

pendidikan responden, perguruan tinggi 2 responden (3,5%)

sedangkan responden yang tidak sekolah 15 reponden

(26,3%).

2) Pekerjaan Responden

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdsarkan Pekerjaan


Responden Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.

No Pekerjaan Responden Frekuensi Prsentase (%)


1. Buruh 4 7
2. PNS 2 3,5
3. Ibu Rumah Tangga 43 75,4
4. Lainnya 8 14
Total 57 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan data responden

penelitian pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga 43


85

responden (75,4%) sedangkan pekerjaan responden sebagai

buruh 4 responden (7 %).

b. Perilaku Merokok Orang Terdekat

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Orang Terdekat

No Perilaku Frekuensi Presentase


Merokok (%)

1. Merokok 43 75,4
2. Tidak Merokok 14 24,6
Total 57 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel di atas, dapat di lihat perilaku kebiasaan

merokok orang terdekat berjumlah 43 responden (75,4%) dan

responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah

20 responden (24,5%).

c. ISPA Pada Balita

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi ISPA Pada Balita Di Puskesmas


Cempaka Banjarmasin
No Penyakit ISPA Frekuensi Presentase
(%)
1. Tidak ISPA 11 19,3
2. ISPA Ringan 24 42,1
3. ISPA Sedang 22 38,6
Total 57 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat yang menderita

penyakit ISPA Ringan berjumlah 24 responden (42,1%), yang

menderita penyakit ISPA Sedang berjumlah 22 responden (38,

6,%) dan yang tidak menderita ISPA 11 responden (23,8%).


86

3. Analisa Bivariat

Setelah melakukan analisis data secara univariat. Selanjutnya

dilakuan analisis data secara bivariat untuk mengidentifikasi pengaruh

antara variabel independen dan dependen yang di lakukan perhitungan

menggunakan uji Chi Square. Namun, sebelum dilakukan analisa

bivariat peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas

menggunakan kolmogrof-smirnof dan didapat distribusi data yang

normal, kemudian dilanjutkan uji Chi Square. Berdasarkan

perhitungan yang dilakukan menggunakan bantuan software statistic

didapatkan hasil uji Chi Square sebagai berikut :

Tabel 4.9 Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan Kejadian


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Yang Berobat Di
Puskesmas Cempaka Banjarmasin.

Penyakit ISPA
Tidak ISPA ISPA Ringan ISPA Sedang
F (%) F (%) F (%)
Perilaku Tidak
7 50 4 28,6 3 21,4
Merokok Merokok
Merokok 4 9,3 20 46,5 19 44,2
Total 11 100 24 100 22 100

Berdasarkan tabel diatas, Perilaku orang terdekat yang

memiliki kebiasaan merokok berjumlah 19 responden (44,2%)

menderita ISPA sedang, perilaku orang terdekat yang memiliki

kebiasaan merokok ada 20 responden (46,5%) yang menderita ISPA

ringan, dan perilaku orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok

ada 4 responden (9,3 %) yang tidak menderita penyakit ISPA.

Sedangkan, responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok


87

penderita ISPA sedang berjumlah 3 responden (21,4%), yang tidak

memiliki kebiasaan merokok ada 4 responden (28,6%) yang menderita

ISPA ringan, dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok 7 responden

(50 %) tidak menderita ISPA.

Tabel 4.11 Hasil Uji Chi Square Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Yang Berobat
Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.

Continuity Correctionᵇ

Asymp.Sig. (2-sided)
0,004*

* Chi Square

Berdasarkan hasil uji tabel diatas, diperoleh nilai p-value 0,00

lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 yang artinya ada hubungan antara

perilaku merokok orang terdekat dengan kejadian infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) pada balita yang berobat di Puskesmas

Cempaka Banjarmasin.

B. Pembahasan

Pada pembahasan hasil penelitian, peneliti akan menjelaskan

mengenai penelitian yang sudah dilakukan, hasil yang ditemukan

kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang ada serta penelitian-penelitian

sebelumnya.

1. Karakteristik Responden

a. Pendidikan Responden

Terpaparnya balita terhadap asap rokok didalam rumah

dikarenakan sebagian responden tidak sekolah yaitu 15


88

responden(26,3 %). Pengetahuan bahaya rokok lebih mendalam

diperoleh di jenjang pendidikan SMA. Pendidikan responden ada

12 (21,1%) yang SD, SMP 9 responden (15,8), tidak tamat SD 10

responden (17,5%), SMA 9 responden (15,8%) , dan 2 responden

(3,5%) lulusan perguruan tinggi.

Pengetahuan orang tua adalah segala sesuatu yang

diketahui oleh orang tua terkait dengan ISPA yang meliputi

pengertian ISPA, gejala, penyebab, pencegahan dan faktor risiko

ISPA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, indera penciuman, indera pendengaran, rasa dan

raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain sangat penting dalam membentuk

perilaku/tindakan seseorang. Dalam penelitian ini, pengetahuan

ibu tentang ISPA akan membentuk penilaian ibu untuk

melakukan usaha dan tindakan terhadap terjadinya kejadian ISPA

pada anaknya. Oleh karena itu pengetahuan merupakan

komponen yang penting walaupun peningkatan pengetahuan tidak

selalu menyebabkan terjadinya kejadian ISPA tetapi peningkatan

pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan

terjadinya kejadian ISPA (Janati, 2017).


89

Orang tua yang memiliki pendidikan relatif tinggi

cenderung memperhatikan kesehatan anak-anaknya dibandingkan

dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Walaupun dengan

pendidikan tidak bisa di ukur tingkat pengetahuan tetapi orang

dengan tingkat pendidikan formalnya lebih tinggi cenderung akan

mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan orang dengan

tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih

mampu dan mudah memahami arti serta pentingnya kesehatan.

Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran akan pentingnya

arti kesehatan bagi diri dan lingkungan yang dapat mendorong

kebutuhan akan pelayanan kesehatan (Sukijo dalam Janati, 2017).

Tidak selamanya pendidikan yang tinggi dapat

mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan mengambil

keputusan. Bisa saja orang yang berpendidikan tinggi tetapi tidak

pernah mendapatkan informasi tentang pencegahan penyakit

ISPA, namun sebaliknya bisa saja orang yang berpendidikan

rendah tetapi sering mendapatkan informasi tentang pencegahan

penyakit ISPA (Nilakesuma dkk, 2015).

Penelitian ini didukung oleh penelitian Dinar Septi Pratiwi

(2018) yang mengatakan bahwa responden yang berpendidikan

rendah cendrung merokok dibandingkan dengan responden yang

berpendidikan tinggi.

Pendidikan orang tua berperan penting dalam keluarga.

Semakin tinggi pendidikan orang tua, maka semakin tinggi pula


90

pengetahuannya dalam menjaga kesehatan anggota keluarganya.

Orang tua yang rata-rata pendidikannya SMA dan perguruan

tinggi tentu akan berbeda pengetahuannya dengan yang tidak

sekolah, SD, maupun yang berpendidikan SMP. Orang tua yang

berpendidikan rendah cendrung merokok dan sebagian besar dari

mereka tidak mengetahui akan bahaya merokok bagi kesehatan

anggota keluarga mereka. Hasil dalam penelitian ini angka

kejadian ISPA cendrung terjadi pada balita yang orang tuanya

berpendidikan rendah dan memiliki kebiasaan merokok.

b. Pekerjaan Responden

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data responden

penelitian pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga 43

responden (75,4%), responden berprofesi swasta ada 8 (14%),

responden berprofesi sebagai buruh ada 4 responden (7%), dan

pekerjaan responden sebagai PNS 2 responden (3,5%).

Status sosial ekonomi diantaranya unsur pendidikan,

pekerjaan dan penghasilan keluarga, juga berperan penting dalam

menciptakan rumah sehat. Tingkat pendikan masyarakat berkaitan

erat dengan perolehan pekerjaan yang layak bagi orang tua.

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan orang tua sulit

menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan

dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak

menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena

penyakit infeksi termasuk penyakit ISPA (Hidayati, 2009).


91

Tingkat pendapatan dari status pekerjaan merupakan

faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang

dikonsumsi. Orang dengan tingkat ekonomi rendah atau

menengah akan lebih berkonsentrasi terhadap pemenuhan

kebutuhan dasar yang menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarganya daripada kesehatan diri dan keluarga sehingga

pengetahuan akan kesehatan tidak terlalu banyak diserap

(Notoadmojo.S, 2007).

Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan

antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga.

Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang

dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk

memenuhi kebutuhan zat gizi. Apabila gizinya kurang maka

sistem kekebalan tubuh juga menurun sehingga tubuh akan

mudah terserang penyakit, salah satunya penyakit infeksi saluran

pernapasan akut. Keadaan status ekonomi yang rendah pada

umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan yang

dihadapi, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan dan

ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah tersebut

terutama dalam kesehatan (Nana dan Tinah, 2012).

Pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku,

khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Hasil

dari analisa peneliti menyatakan bahwa keluarga yang

pekerjaannya buruh dan pedagang cendrung melakukan kebiasaan


92

merokok, sehingga dari kebiasaan merokok tersebut menjadikan

orang di sekitarnya sebagai perokok pasif salah satunya anggota

keluarganya yaitu balita. Asap rokok yang dihirup oleh balita

dapat mempengaruhi kesehatan balita dan balita yang terhirup

asap rokok rentan terserang ISPA. Asap rokok bukan hanya

menjadi penyebab langsung kejadian ISPA pada balita, tetapi

menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat

melemahkan daya tahan tubuh balita.

2. Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat dengan Kejadian ISPA

pada Balita

Berdasarkan hasil analisa peneliti, menunjukan bahwa

responden yang memiliki kebiasaan merokok dan balita yang

menderita ISPA ringan 46,5% dan ISPA sedang 44,2% lebih besar

dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan merokok

dan balita yang tidak menderita ISPA yaitu (9,3%). Sedangkan

responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak

menderita ISPA lebih besar yaitu (50%) dibandingkan dengan

responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan balita yang

menderita ISPA ringan 28,6% dan responden yang tidak memiliki

kebiasaan merokok dan balita yang menderita ISPA sedang yaitu

21,4%. Hasil uji chi square yang diperoleh nilai p-Value 0,004 lebih

kecil dari taraf signifikan 0,05 yang artinya ada hubungan perilaku

merokok orang terdekat dengan kejadian ISPA pada balita yang

berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.


93

Rokok ibarat pabrik kimia, dalam satu batang rokok yang

dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti

Nikotin, Tar, dan Karbon monoksida (CO). Merokok juga dapat

menjadikan anggota keluarga lain menjadi perokok pasif yaitu dimana

orang yang tidak merokok ikut menghirup asap rokok orang yang

merokok. Kebiasaan merokok juga menimbulkan berbagai penyakit

seperti penyakit jantung, kanker paru-paru, bronkhitis, dll. Bukan

hanya si perokok aktif saja yang merasakan dampak tersebut bahkan

perokok pasif juga dapat ikut merasakan dampaknya, bahkan dampak

yang dirasakan lebih besar (Proverawati & Rahmawati, 2012).

Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan

memperbesar resiko anggota keluarga menderita sakit, seperti

gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit

angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat

serangan ISPA khususnya pada balita karena struktur tubuh belum

sempurna atau matur dimana struktur internal telinga dan tenggorokan

terus memendek dan melurus, dan jaringan limfoid tonsil dan adenoid

terus bertambah besar. Akibatnya, sering terjadi otitis media,

tonsillitis, dan infeksi saluran pernapasan (Wong, 2008).

Dalam merokok dikenal istilah perokok pasif dan perokok

aktif. Perokok pasif adalah orang-orang secara tidak sengaja

menghisap asap rokok orang lain, sedangkan perokok aktif adalah

orang yang melakukan aktivitas merokok. Kebiasaan merokok orang

tua dalam rumah menjadikan balita sebagai perokok pasif yang selalu
94

terpapar asap rokok. Rumah yang orang tuanya mempunyai kebiasaan

merokok berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali

dibandingkan dengan rumah balita yang orang tuanya tidak merokok

di dalam rumah. Sementara itu jumlah perokok dalam suatu keluarga

cukup tinggi (Rahmayatul, 2013).

Hasil penelitian yang dianalisa oleh peneliti menunjukan

bahwa sebagian besar orang terdekat dengan balita baik itu ayah dari

balita, kakek, dan keluarga lainnya merupakan perokok aktif, hal ini

dapat menganggu perokok pasif yaitu anggota keluarga yang tidak

merokok namun terkena asap rokok, terutama balita-balita yang sering

terkena dampaknya. Karena perokok pasif lebih sering berada didekat

keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok sehingga udara yang

dihirupnya sudah terkontaminasi oleh asap rokok yang mengakibatkan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan penyakit pernapasan

lainnya. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan kesadaran

diri dan saling mengerti bagi keluarga yang mempunyai kebiasaan

merokok untuk tidak merokok didalam rumah dan bahkan di

lingkungan rumah hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya

penyakit pernapasan yang disebabkan oleh asap rokok.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar balita

menderita ISPA. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah

penyakit infeksi yang menyerang salah satu atau lebih saluran

pernapasan atas (hidung) sampai kesaluran pernapasan bawah

(alveoli) termasuk jaringan sinus, rongga telinga tengah dan pleura.


95

Proses terjadinya infeksi akut ini berlangsung sampai 14 hari. Batas

waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit

tersebut (Muttaqin, 2008).

Berdasarkan teori yang peneliti dapatkan prosentase terjadinya

penyakit ISPA pada balita salah satunya disebabkan karena paparan

asap rokok yang berada di lingkungan disekitar bayi. Sebab, terdapat

seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko

anggota keluarga yang menderita sakit, seperti gangguan pernapasan,

memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta

dapat meningkatkan risiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya

pada balita.

Anak yang orang tuanya merokok akan mudah menderita

penyakit gangguan pernapasan. Hal ini di dukung oleh sebuah

penelitian yang menyatakan bahwa balita yang tinggal serumah

dengan anggota keluarga yang merokok berisiko 5,743 kali lebih besar

menderita pneuomonia dibanding dengan balita yang serumah dengan

anggota keluarga yang tidak merokok (Sugihartono et al., 2012). Hal

ini disebabkan karena anggota keluarga biasanya merokok didalam

rumah pada saat bersantai bersama anggota keluarga lainnya

misalnya pada saat menonton TV, membaca koran, minum kopi atau

setelah selesai makan. Dalam sehari anggota keluarga menghabiskan

lebih dari sebatang rokok, lingkungan tempat tinggal memungkinkan

paparan kepada balita sebagai perokok pasif terutama lingkungan

yang tertutup. Lingkungan rumah didukung oleh kondisi jendela


96

terutama dalam keterpaparan asap rokok, sebagian balita terpapar asap

rokok dikarenakan jendela rumah tidak terbuka pada saat anggota

keluarga sedang merokok. Selain itu, asbak rokok yang dipakai saat

merokok tidak disimpan jauh dari jangkauan balita. Setelah merokok

anggota keluarga sebagian besar juga tidak mencuci tangan dan

pakaian/baju yang digunakan tidak diganti bahkan ada beberapa

anggota keluarga yang pada saat merokok tidak menggunakan

pakaian/baju setelah itu menggendong balita, walaupun sebagian besar

anggota keluarga tahu bahwa merokok dapat berisiko balita terkena

ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Irma Rahayu

(2018), yang mengatakan bahwa ada hubungan perilaku merokok

anggota keluarga di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita

nilai (p-value=0,019). Semakin sering perilaku merokok di dalam

rumah, menambah kemungkinan terjadinya paparan bahan-bahan

berbahaya dari asap rokok kepada balita yang ada di sekitarnya.

Paparan yang terus menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan

terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernapasan akut dan

gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang

dihisap oleh keluarga semakin besar pula risiko terhadap kejadian

ISPA.

Hasil Penelitian ini didukung dengan penelitian Astrit Puspa

(2018), yang mengatakan ada hubungan yang signifikkan antara


97

paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai (p-

value=0,039).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Widodo (2014)

mengatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara perilaku

merokok dengan kejadian ISPA, ini disebabkan karena mungkin ada

faktor lain yang lebih berperan dalam mempengaruhi kejadian ISPA

tersebut seperti keadaan lingkungan maupun faktor internal dari si

balita tersebut.

Dari pembahasan di atas perilaku merokok memberi dampak

negatif kepada balita yang ditunjukan dengan angka kejadian ISPA.

Hal ini disebabkan karena balita-balita merupakan perokok pasif yang

mudah terkena saluran pernapasan akut atau seringkali kita sebut

sebagai ISPA. Paparan asap rokok yang ditimbulkan oleh anggota

keluarga sangat mengganggu sirkulasi udara yang terus menerus

dihirup oleh anggota keluarga lainya yang tidak merokok khususnya

balita-balita. Asap rokok yang dihirup oleh balita dapat menurunkan

kemampuan daya tahan tubuh membunuh bakteri. Maka adanya

anggota keluarga yang merokok terbukti menimbulkan gangguan

pernapasan pada balita.

Dengan melihat hasil penelitian, selanjutnya akan dilakukan

penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua dan

menurunkan angka kejadian ISPA pada balita.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian Hubungan

Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

yang Berobat Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan distribusi frekuensi perilaku merokok orang terdekat di

dalam rumah, sebanyak 75,4%, dan yang tidak merokok sebanyak

14%.

2. Berdasarkan distribusi frekuensi ISPA pada balita, yang menderita

ISPA ringan sebanyak 42,1%, ISPA sedang sebanyak 38,6%, dan

yang tidak menderita ISPA sebanyak 19,3%.

3. Ada hubungan perilaku merokok orang terdekat dengan kejadian

ISPA pada balita yang berobat di Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Tahun 2019 dengan nilai p-value=0,004.

98
99

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka peneliti menyarankan

beberapa hal antara lain, kepada:

1. Puskesmas

Sebagai tempat atau sumber informasi kesehatan, diharapkan

mampu memberikan infromasi kepada masyarakat terkhusus keluarga

untuk mengurangi kejadian ISPA pada balita dan memberikan

penyuluhan kesehatan yang lebih giat lagi mengenai bahaya merokok

bagi kesehatan tidak hanya pada sekolah-sekolah tetapi kepada setiap

keluarga yang datang berobat ke Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin.

2. Keluarga yang Mempunyai Balita

Keluarga diharapkan lebih memperhatikan tentang kesehatan

anggota keluarganya seperti lebih memperhatikan perilaku apa saja

yang dapat menyebabkan ISPA pada balita salah satunya mengurangi

perilaku merokok. Keluarga juga diharapkan bekerja sama dengan

petugas kesehatan untuk mengikuti program-program kesehatan yang

dilakukan fasilitas kesehatan setempat sehingga pengetahuan keluarga

mengenai pencegahan penyakit ISPA bertambah dan dapat

mengurangi angka kejadian ISPA.

3. Institusi

Diharapkan bagi institusi untuk menambahkan referensi buku

terbaru keperawatan pediatrik tentang asuhan keperawatan pada anak

dengan gangguan sistem pernapasan, agar dapat menambah wawasan


100

bagi mahasiswa di STIKES Suaka Insan mengenai penyakit saluran

pernapasan dan dapat menunjang penelitian yang berhubungan dengan

Infeksi saluran pernapasan.

4. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan

peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian mengenai variabel-

variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, juga dapat

melihat pengaruh pendidikan kesehatan dengan perilaku merokok

orang tua.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012). Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2.

Anugrah, Y. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada
Pekerja Penggilingan Divisi Batu Putih Di Pt. Sinar Utama Karya. Unnes Journal of
Public Health. Diakses tanggal 20 oktober 2018 dari http://lib.unnes.ac.id/18357/.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Edisi Revisi. Jakarta : Rineke
Cipta

Budiman, R. A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dahlan, M. S. (2010). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan


kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Dharma, Kusuma Kelana. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta : CV. Trans Info Media.

Dewi, M & Wawan A. (2010). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Filcano, Rahmyatul (2013). Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada
Balita Di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. Diakses tanggal 23 oktober 2018
dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/24284

Firmansyah, A. (2009). Hubungan Antara Dukungan Orang Tua dan Iklan Rokok Dengan
Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali.
Universitas Muhammadiyah, Surakarta Jurnal. Diakses tanggal 23 oktober 2018
dari http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/6417

Fitriani, S. (2011). Promosi kesehatan: Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hidayat, A. A. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan & Teknik Analisis Data Contoh
Aplikasi Studi Kasus: Jakarta: Salemba Medika.

Irianto, K. (2014). Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Alfabeta.

Janati, J. N. A. and A. Siwiendrayanti. (2017). Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah


Dan Kebiasaan Orang Tua Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Traji Kabupaten Temanggung. Pena Medika. Diakses tanggal 17 Maret
2019 dari http://jurnal.unikal.ac.id/index.php/medika/article/view/533.
KEMENKES RI. (2016). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta:
Katalog Kemenkes RI. Di akses pada tanggal 22 oktober
dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lainlain/Data%20dan%20I
nformasi%20Kesehatan%20Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202016%20-
%20%20smaller%20size%20-%20web.pdf

Kusumaningrum, Astrid Puspa Dewi. (2018). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif, Berat
Badan Lahir Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Banyudono 1. Diakses tanggal 10 Maret 2019 dari
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/66528.

Kusumawati, I. (2010). Hubungan antara status merokok anggota keluarga dengan lama
pengobatan ispa balita di kecamatan jenawi. Universitas Sebelas Maret. Diakses
tanggal 26 oktober 2018 dari https://eprints.uns.ac.id/2269/.

Kyle, t. (2016). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (2 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.

Luklukaningsih, Z. (2014). Anatomi, fisiologi, dan fisioterapi. Jakarta: Nuha Medika.

Marhamah, A., & Arsin, A. W. (2012). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Balita Di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Diakses tanggal 24
oktober 2018 dari http://103.195.142.17/handle/123456789/4602.

Maryunani, A. (2013). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Jakarta: Trans info media.

Merryana, A. &. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nana S & Tinah. (2012). Hubungan Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi Keluarga dengan
Kejadian ISPA pada Balita. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali. Di akses pada
tanggal 16 Maret 2019 dari
: http://ejurnal.stikeseub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/49.

Natalia, C. (2011). Hubungan status gizi dengan perkembangan motorik halus balita usia 33-
55 bulan di Wilayah Puskesmas Sambung Macan II Kabupaten Sragen. Universitas
Sebelas Maret. Diakses tanggal 27 oktober 2018 dari https://doaj.org/Hubungan
status gizi dengan perkembangan motorik halus balita usia bulan di Wilayah
Puskesmas Sambung Macan Kabupaten Sragen/Universitas Sebelas Maret.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

. . (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayati, M Nur. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA

pada balita di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tengah Kota Padang.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Diakses tanggal 18

maret 2019 dari https://scholar.google.co.id/scholar/faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan

Koto Tengah Kota Padang fakultas kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Nursalam, S. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis: Jakarta:


Salemba Medika.

Prabu, P. (2009). Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Artikel. Diakses tanggal 1 November
2018 dari https://scholar.google.co.id/ Infeksi Saluran Pernapasan Akut /Artikel.

Pratiwi, Dinar Septi. (2018). Hubungan Antara Faktor Perilaku Orang Tua Dengan Kejadian
Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang. diakses tangga
11 Maret 2019 dari http://journal2.um.ac.id/index.php/preventia/article/view/5922.

Price, Sylvia A., and Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-
Proses Penyakit. Edisi Keenam. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Proverawati, A., & Rahmawati, E. (2012). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Rayahu, Irma. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia Kabupaten Konawe. Diakses tanggal 11
Maret.2019.dari. http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/download/5333/
3966.

RISKESDAS, Riset Kesehatan Dasar . (2013). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.


Kesehatan Depkes RI. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018,
dari: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2020
13.pdf

Riyanto, R., & Kusumawati, A. (2017). Pengaruh asap rokok terhadap frekuensi terjadinya
penyakit ISPA pada balita di puskesmas Kedung Banteng Banyumas. Diakses tanggal
29 oktober 2018 dari http://journal2.um.ac.id/index.php/preventia/article/view/5922.

Sintha, Amelia Kriantani. (2017). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada
Balita Di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Jurnal Stikes Suaka Insan. Diakses
tanggal 3 November 2018
dari http://journal.stikessuakainsan.ac.id/index.php/jksi/article/view/58.

Sugihartono, S., Rahmatullah, P., & Nurjazuli, N. (2012). Analisis faktor risiko kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia. Diakses tanggal 2 November 2018
dari https://www.neliti.com/publications/4787/analisis-faktor-risiko-kejadian-
pneumonia-pada-balita-di-wilayah-kerja-puskesmas.
Sulaiman, M Reza. (2014). "Terpapar Residu Asap Rokok Ayahnya, Bayi Ini Meninggal
Kena Pneumonia", dalam koran Detik, 24 Maret Jakarta. Diakses tanggal 29 Oktober
2018 dari http://health.detik.com.

Sumantri, H. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Prenada Media.

Sutomo, B., & Anggraini, D. Y. (2010). Menu Sehat Alami Untuk Balita dan Batita. Jakarta:
PT. Agromedia Pustaka.

Syaifudin, H. (2013). Anatomi Fisiologi: Kurikulum berbasis kompetensi untuk Keperawatan


dan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Widodo, P.Y. (2014). Hubungan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA). STIKES Bhamada Slawi, Tegal. Diakses tanggal 10 Maret
2019 dari http://ojs.stikesbhamada.ac.id/ojs/index.php/jitk/article/view/106

Widoyoko, E. P. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Wong, D. L. (2008). dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik : Jakarta: EGC.


World Health Organization WHO. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Alih bahasa. Jenewa: World Health Organization. Diakses
tanggal 7 november 2018 dari https://scholar.google.co.id/worldhealthorganization.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPODEN

Kepada Yth:
Ibu/Bapak/Reponden

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siprianus Salmon Seda
Status : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Suaka Insan
Banjarmasin
Bermaksud melaksanakan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku
Merokok Orang Terdekat Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Yang Berobat Di
Puskesmas Cempaka Banjarmasin”. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan
ibu/bapak untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan bersedia utuk mengisi
kuesioner yang telah saya sediakan dengan kejujuran dan jawaban apa adanya.
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan sangat bermanfaat agar menjadi
bahan evaluasi bagaimana Hubungan Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Yang Berobat Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin,
Identitas dan jawaban ibu/bapak akan saya jamin kerahasiaannya, dan tidak akan
mempublikasikan data-data tersebut dan hanya digunakan untuk penelitian ini saja.
Demikian lembar persetujuan ini saya buat, atas seluruh bantuan serta
partisipasinya saya ucapkan terimakasih.

Banjarmasin, 2019
Peneliti,

Siprianus Salmon Seda


NIM. 113063C115048
Lampiran 9

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPODEN


(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama (Inisial) :
Umur :

Setelah saya medapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan
dilakukan dan tata cara pelaksanaanya, saya bersedia turut berpatisipasi sebagai
responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudara Siprianus Salmon
Seda, Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Suaka Insan Banjarmasin dengan judul penelitian “
Demikian surat persetujuan ini saya isi dengan sebenar-benarnya agar dapat
dipergunakan dengan semestinya.

Banjarmasin, 2019
Responden,

(..........................................)
No Responden =
Lampiran 10

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TERDEKAT DENGAN

KEJADIAN ISPA PADA BALITA YANG BEROBAT DI PUSKESMAS

CEMPAKA BANJARMASIN

TAHUN 2019

Tanggal Pengisian :

A. Data Demografi (Identitas Responden)

Petunjuk pengisian : Berilah tanda check list (√) pada salah satu

jawaban dibawah ini dengan jawaban yang sebenarnya.

1. Responden

Inisial :

Umur : Tahun

Pendidikan terakhir :

Tidak Sekolah

Tidak Tamat SD

SD

SMP

SMA/SMK

Perguruan Tinggi
Pekerjaan :

Buruh

PNS

Ibu Rumah Tangga (IRT)

Lain-lain .......

2. Identitas Anak

Inisal :
Umur : Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan
B. Perilaku Merokok Orang terdekat

Petunjuk Pengisian : Berilah tanda check list (√) pada salah satu jawaban

di bawah ini dengan jawaban yang sebenarnya.

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah ada anggota keluarga yang


merokok di dalam rumah atau di luar rumah?

Apakah anda menganjurkan keluarga untuk tidak


2
merkok?

3 Apakah dalam sehari anggota keluarga


menghabiskan 1 bungkus rokok ?

4 Ketika ada anggota keluarga yang


merokok, apakah jendela tertutup ?

5 Apakah asbak rokok di rumah disimpan


dekat dengan jangkauan balita ?

6 Apakah setelah merokok anggota keluarga


mencuci tangan sebelum menggendong balita?

Apakah anggota keluarga yang merokok tidak


7
mengganti pakaian setiap hari?

8 Apakah saat merokok anggota keluarga


menggendong balita ?

9 Apakah anggota keluarga tahu bahwa


merokok dapat berisiko balita terkena
ISPA ?
C. Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Petunjuk Pengisian : Berilah tanda check list (√) pada salah satu jawaban

di bawah ini dengan jawaban yang sebenarnya.

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anak pernah menderita batuk?

2 Apakah anak pernah menderita pilek?

3 Ketika anak menderita batuk-pilek, apakah

juga disertai demam?

4 Apakah anak pernah menderita pilek dan

demam disertai dengan timbulnya bercak-

bercak pada kulit menyerupai bercak

campak?

5 Apakah anak pernah menderita pilek dan

demam disertai dengan telinga sakit dan

mengeluarkan nanah dari lubang telinga?


Lampiran 11
Hasil Uji Validitas dan Relibialitas

Correlations

Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total

Pertanyaan 1 Pearson
1 .802** .464** -.120 .356 .239 .161 .218 .306 .464** .681**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .010 .529 .053 .203 .395 .247 .101 .010 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 2 Pearson
.802** 1 .356 .149 .259 .149 -.050 .045 .157 .356 .535**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .053 .432 .167 .432 .792 .812 .407 .053 .002

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 3 Pearson
.464** .356 1 -.120 .356 .239 .161 .218 .306 .464** .606**
Correlation

Sig. (2-tailed) .010 .053 .529 .053 .203 .395 .247 .101 .010 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 4 Pearson
-.120 .149 -.120 1 .149 .040 -.135 .183 .150 -.120 .279
Correlation

Sig. (2-tailed) .529 .432 .529 .432 .834 .477 .334 .428 .529 .136

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Pertanyaan 5 Pearson
.356 .259 .356 .149 1 .149 .201 .272 -.067 .356 .535**
Correlation

Sig. (2-tailed) .053 .167 .053 .432 .432 .287 .146 .724 .053 .002

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 6 Pearson
.239 .149 .239 .040 .149 1 .270 -.183 .331 .239 .481**
Correlation

Sig. (2-tailed) .203 .432 .203 .834 .432 .150 .334 .074 .203 .007

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 7 Pearson
.161 -.050 .161 -.135 .201 .270 1 .277 .071 .161 .470**
Correlation

Sig. (2-tailed) .395 .792 .395 .477 .287 .150 .138 .709 .395 .009

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 8 Pearson
.218 .045 .218 .183 .272 -.183 .277 1 .165 -.055 .501**
Correlation

Sig. (2-tailed) .247 .812 .247 .334 .146 .334 .138 .384 .775 .005

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 9 Pearson
.306 .157 .306 .150 -.067 .331 .071 .165 1 .036 .552**
Correlation

Sig. (2-tailed) .101 .407 .101 .428 .724 .074 .709 .384 .850 .002

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 10 Pearson
.464** .356 .464** -.120 .356 .239 .161 -.055 .036 1 .454*
Correlation
Sig. (2-tailed) .010 .053 .010 .529 .053 .203 .395 .775 .850 .012

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Total Pearson
.681** .535** .606** .279 .535** .481** .470** .501** .552** .454* 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .002 .000 .136 .002 .007 .009 .005 .002 .012

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Case Processing Summary Reliability Statistics


N %

Cases Valid 30 100.0 Cronbach's Alpha N of Items

Excludeda 0 .0 .639 10

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.
Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Total

Pertanyaan 1 Pearson Correlation 1 -.111 .667** .067 .067 .419*

Sig. (2-tailed) .559 .000 .724 .724 .021

N 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 2 Pearson Correlation -.111 1 .667** .291 .291 .574**

Sig. (2-tailed) .559 .000 .118 .118 .001

N 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 3 Pearson Correlation .667** .667** 1 .269 .269 .745**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .150 .150 .000

N 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 4 Pearson Correlation .067 .291 .269 1 1.000** .843**

Sig. (2-tailed) .724 .118 .150 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

Pertanyaan 5 Pearson Correlation .067 .291 .269 1.000** 1 .843**

Sig. (2-tailed) .724 .118 .150 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

Total Pearson Correlation .419* .574** .745** .843** .843** 1

Sig. (2-tailed) .021 .001 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.743 5
Lampiran 12
Master Tabel Penelitian
Perilaku Merokok Kejadian ISPA
Karakteristik Responden
Nama No Usia Pendidikan Pekerjaan Nama Umur Jenis P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Jumlah Kode KS1 KS2 KS3 KS4 KS5 Kode
Responden Balita Kelamin
Ny. N 1 43 3 3 An. R 3 thn P 1 1 1 1 0 0 1 0 1 6 1 1 1 1 0 0 1

Ny. M. N 2 35 1 3 An. M A 5 thn L 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 0 0 0 2 0 2

Tn. K 3 52 0 1 An. S 4 thn P 1 1 1 1 1 1 0 1 0 7 1 1 1 1 1 0 1

Ny. M 4 40 3 3 An. Azm 2 thn L 1 1 0 1 1 0 1 1 1 7 1 1 1 0 0 0 1

Tn. B 5 29 5 4 An. G 1 thn L 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 1

Ny. R 6 27 3 3 An. MR 3 thn L 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 0 1

Ny. S. M 7 39 4 3 An. S. A 3 thn P 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7 1 1 1 0 0 0 1

Ny. N. H 8 45 4 3 An. K F 5 thn P 1 1 1 0 1 1 1 0 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Ny. H 9 51 3 3 An. G 2 thn L 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7 1 0 0 0 2 2 2

Ny. S. K 10 32 1 3 An. S 4 thn P 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 0 0 0 2 2 2

Ny. R 11 37 5 3 An. Br 1 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 0 0

Tn. M. A 12 30 2 1 An. R 3 thn P 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 1 0 0 0 2 2 2

Ny. A. S 13 47 4 3 An. M 2 thn P 1 1 1 1 0 0 1 0 1 6 1 1 1 0 0 0 1

Tn. R 14 44 5 4 An. T 4 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 0 0

Ny. K. H 15 31 2 3 An. Y 2 thn P 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 1 1 1 0 0 1

Ny. E. N 16 26 3 3 An. M. S 3 thn L 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Ny. S. A 17 45 5 3 An. KM 5 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 0

Ny. F. A 18 47 4 3 An. F 1 thn P 1 1 0 0 1 1 0 1 1 6 1 1 1 1 0 0 1

Ny. S. A. N 19 49 2 3 An. D 3 thn L 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 0 0 0 2 2 2

Ny. H.R 20 33 3 3 An. K 3 thn L 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6 1 1 1 0 0 0 1

Ny. R. T 21 35 1 3 An. M. A 2 thn L 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 0 0 0 2 2 2

Tn. A 22 38 2 4 An. NA 4 thn P 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 0 0 0 2 2 2


Ny. A. Z 23 34 1 3 An. W 1 thn P 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 1 1 1 1 0 0 1

Ny. B.N 24 53 0 3 A. U 3 thn P 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 1 0 0 0 2 2 2

Ny. R.H 25 29 1 3 An. P U 3 thn P 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 0 0 0 2 0 2

Ny. S. B 26 23 1 3 An. Ak 2 thn P 1 1 1 1 1 0 1 1 1 8 1 0 0 0 2 2 2

Ny. T. K 27 35 2 3 An. A. R 4. thn L 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7 1 0 0 1 2 0 2

Ny. B. M 28 54 0 3 An. P. A 2 thn P 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 1 1 1 1 2 2 2

Ny. S 29 36 5 4 AN. Y 3 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 1

Tn. MN 30 40 4 4 An. Ks 1 thn L 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 0

Ny. SL 31 32 3 3 An. F. R 5 thn L 1 1 0 1 0 0 1 0 1 5 1 1 1 1 0 0 1

Tn. M. S 32 39 4 4 An. Kl 2 thn L 1 1 1 0 1 1 1 0 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Tn. M. A 33 50 1 1 An. M. I 5 thn P 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 1 1 1 1 2 0 2

Ny. MR 34 45 1 3 An. E. S 4,5 thn P 1 1 1 1 0 0 1 1 0 6 1 1 1 1 2 0 2

Ny. S 35 34 1 3 An. M. Kh 3 thn L 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 1 1 1 2 2 2

Ny. RKH 36 38 2 3 An. A. S 4 thn P 1 1 0 0 1 1 1 0 1 6 1 1 1 1 0 0 1

Ny. Y 37 50 0 3 An. A. K 5 thn L 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 1 1 1 1 2 2 2

Ny. K 38 34 1 3 An. I. E 1 thn P 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7 1 1 1 1 2 0 2

Ny. N. A 39 39 3 3 An. M. S 2 thn L 1 1 0 1 0 0 1 1 1 6 1 1 1 1 0 0 1

Ny. I. R 40 46 1 3 An. S 4 thn P 1 1 1 0 1 0 1 0 1 6 1 1 1 1 2 2 1

Ny. R. V 41 49 3 3 An. K. R 4 thn P 1 1 0 1 1 0 1 1 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Tn. M. A 42 53 5 1 An. T. O 2 thn L 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 0

Ny. N 43 38 4 3 An. O 3 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 1

Tn. M. Z 44 34 5 4 An. B 1,5 thn P 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 0 1 1 1 0 0 0

Ny. L 45 45 2 3 An. L. K 1 thn P 1 1 1 1 0 0 1 1 0 6 1 1 1 1 2 0 2

Ny. E 46 43 0 3 An. S. J 1 thn P 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 1 1 1 1 2 2 2

Ny. N 47 27 5 3 An. H 3 thn L 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 0 0

Ny. A. M 48 29 4 3 An. E 2 thn L 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 1 0 0 1

Ny. B 49 42 6 2 An. P 3 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 0 0


Ny. D 50 40 3 3 An. M. F 3,5 thn L 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Ny. W 51 33 1 3 An. R. A 3 thn P 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 1 1 1 1 2 0 1

Ny. M. S 52 35 6 2 An. R 2 thn P 1 1 0 1 1 1 1 0 1 7 1 1 1 0 0 0 1

Ny. TR 53 34 3 3 An. K 1,5 thn P 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Ny. NK 54 46 5 3 An. I 3 thn P 0 1 0 0 0 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 0 0

Ny. S. B 55 44 3 3 An. T 5 thn L 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Ny. S. A 56 31 2 3 An. V 2,5 thn P 1 0 1 1 0 1 1 1 0 6 1 1 1 1 2 0 1

Ny. A 57 35 4 4 An. G 4 thn P 1 1 0 1 1 1 1 0 1 7 1 1 1 1 0 0 1

Keterangan:

Karakteristik Responden Perilaku Merokok Kejadian ISPA

a. Pendidikan b. Pekerjaan c. Jenis Kelamin 1 = Merokok


0 = Tidak ISPA
1 = Tidak Sekolah 1 = Buruh L = Laki-laki
2 = Tidak Tamat SD 2 = PNS P = Perempuan 0 = Tidak Merokok
1 = ISPA Ringan
3 = SD 3 = Ibu Rumah Tangga
4 = SMP 4 = Lainnya 2 = ISPA Sedang
5 = SMA/SMK
6 = Perguruan Tinggi
Lampiran 13

Hasil Uji Chi Square


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Perilaku Merokok * Kejadian ISPA 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

Perilaku Merokok * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA

Tidak ISPA ISPA Ringan ISPA Sedang Total

Perilaku Merokok Tidak Count 7 4 3 14

% within Perilaku Merokok 55.0% 28.6% 21.4% 100.0%

Ya Count 4 20 19 43

% within Perilaku Merokok 9.3% 46.5% 44.2% 100.0%

Total Count 11 24 22 63

% within Perilaku Merokok 19.3% 42.1% 38.6% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value Df sided)

Pearson Chi-Square 11.289a 2 .004

Likelihood Ratio 9.978 2 .007

Linear-by-Linear Association 7.713 1 .005

N of Valid Cases 57

a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 4,76.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for a

Perilaku Merokok (Tidak / Ya)

a. Risk Estimate statistics cannot be


computed. They are only computed for a 2*2
table without empty cells.
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Okt 2018 Nov 2018 Des 2018 Jan 2019 Feb 2019 Mar 2019 Apr 2019
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penentuan Masalah
2 Studi Literatur
3 Penyusunan Proposal

4 Ujian proposal + Revisi


5 Uji Validitas dan Releabilitas

6 Ijin Penelitian
7 Pengumpulan Data

8 Pengolahan Data
9 Analisa Data

10 Penyusunan Skripsi
11 Ujian Skripsi dan Revisi
Lampiran 17

Rincian Biaya Penelitian

No. Rincian biaya Jumlah

1. Penelurusan literatur Rp. 400.000,-

3. Biaya tinta, katrit dan kertas Rp. 1.500.000,-

4. Penjilidan dan penggandaan proposal Rp. 150.000,-

5. Presentasi proposal Rp. 250.000,-

6. Pengumpulan data Rp. 250.000,-

7. Penjilidan dan penggandaan skripsi Rp. 300.000,-

8. Presentasi skripsi Rp. 250.000,-

9. Transportasi dan bensin Rp. 300.000,-

Jumlah biaya Rp. 3.400.000,-


Lampiran 18

Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Penjelasan Pengisian Kuesioner


Pengisian Kuesioner Oleh Responden

Anda mungkin juga menyukai