Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

JUVENILE DIABETES

Disusun Oleh:
1. Elfan Andi Saputra Zega (032020075)
2. Kristin Angelina Gultom (0320200
3. Karenika Br. Sembiring (0320200
4. Evlin Purba (0320200

STIKes Santa Elisabet Medan


Program Studi Sarjana Keperawatan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Juvenile Diabetes ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat menerima dengan senang hati kritik dan
saran yang dapat membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca.

Medan, 28 Maret 2022

Kelompok 8B
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang termasuk
dalam suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia kronis
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Secara umum, penyakit ini
dibedakan menjadi dua tipe yaitu diabetes melitus tipe 1 (DMT1) dan diabetes melitus tipe 2
(DMT2). Diabetes melitus tipe 1 (DMT1) merupakan kondisi yang sering disebut dengan
DM yang bergantung insulin sedangkan (DMT2) sebaliknya. Tipe yang paling umum ditemui
di masyarakat yaitu sekitar 80% dari 90% semua kasus DM merupakan DMT2 yang sebagian
besar ditandai dengan adanya kondisi hiperglikemia, resistensi insulin dan defisiensi relatif
insulin. Diabetes melitus tipe ini biasa ditemukan pada orang dewasa, akan tetapi kurang
lebih dua tahun terakhir ini diketahui juga ditemukan pada anak-anak dengan rata-rata usia
12-16 tahun dan perempuan mempunyai insidensi lebih tinggi daripada laki-laki.
(Prawitasari, 2019)
Diabetes mellitus pada anak bukanlah sebuah kelainan yang sering di temui dalam
praktek klinis sehari - hari prevalensinya hanya 3% di Inggris, dan menurut beberapa literatur
lain hanyalah 2- 5 % dari seluruh populasi, diabetes pada anak melibatkan beberapa faktor
namun kelainan genetis dan kerusakan sel beta pankreas akibat reaksi autoimmun pada islet
sel B pankreas yang mengakibatkan defisiensi yang cukup besar pada produksi insulin
( insulin endogen ) merupakan faktor utama dalam penyebab diabetes pada anak, kerusakan
sel B pulau langerhans pankreas ini menyebabkan ketergantungan individu secara absolut
terhadap insulin dari luar( insulin eksogen ) “insulin dependent diabetes mellitus” ( IDDM )
dan kebutuhan akan pemantauan kadar glukosa darah rutin, serta perubahan pola konsumsi
sehari - hari yang cukup ekstrem. (Manuputty et al., 2019)
Sampai saat ini, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) berusaha mengumpulkan data pasien anak DM di Indonesia. Data ini
diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak, termasuk dokter anak endokrinologi, spesialis
penyakit dalam, perawat, edukator DM, data Ikatan Keluarga Penyandang DM Anak dan
Remaja (IKADAR), penelusuran rekam medis pasien, dan kerjasama dengan perawat
edukator National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang DM
anak Indonesia yang berobat di Singapura. (Manuputty et al., 2019)
Berdasarkan sensus penduduk 2010, total populasi penduduk Indonesia adalah sekitar
267.556.363, dan lebih dari 83 juta adalah anak-anak. Dengan tingginya angka penduduk
anak dan remaja, data saat ini hanya permukaan gunung es yang belum menggambarkan
kondisi sebenarnya. Angka sesungguhnya diduga lebih tinggi. (Manuputty et al., 2019)

2.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan juvenile diabetes?
2. Bagaimana konsep juvenile diabetes

3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari asuhan keperawatan anak dengan juvenile diabetes
2. Supaya pembaca lebih mengerti tentang juvenile diabetes
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Juvenile Diabetes
Juvenile Diabetes (JD) adalah diabetes tipe I atau insulin dependent diabetes
mellitus(IDDM), terjadi pada masa kanak-kanak, bersifat herediter disebabkan olehreaksi
autoimmune pada sel betha pancreas. Kerusakan sel betha pancreas menyebabkan ketiadaan
insulin yang berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah, yang dapat menyebabkan
komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut yang umum berupa ketoasidosis yang sangat
berbahaya dan secara kronis menimbulkan komplikasi seperti penyakit jantung koroner,
gagal ginjal, hipertensi, stroke, kebutaan dan luka gangren yang dapat berdampak pada
amputasi. Sekalipun data tentang penyandang JD di Indonesia belum tersedia, namun
diperkirakan jumlah kasus sebesar 5-10% dari jumlah kasus diabetes. Saat ini prevalensi
kasus diabetes secara nasional 5,7% dan Jawa barat 5,4%. Jadi diperkirakan angka JD
mencapai 0,2-0,26%. Kejadian JD pada masa kanak-kanak terbanyak dialami oleh
anakusia14-16 tahun, yaitu siswa kelas 8-9 meskipun beberapa kasus dijumpai pada anak
dibawahusia 1 tahun. Penyandang JD memerlukan suntikan insulin secara rutin setiap hari,
pengawasan komplikasi, keseimbangan pola makan dan pola aktifitas dan dukungan
psikologiksosial yang optimal yang akan menentukan kualitas hidup penyandangJD.
Kesemuanya itu merupakan perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan oleh penyandang JD
khususnya provider kesehatan baik perawat maupun dokter. (NEWCOMB, 1947)
Penyakit DM dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya produksi insulin karena penurunan
fungsi pada sel - sel beta pankreas yang dikenal dengan DM tipe 1 atau tidak efektifnya kerja
insulin di jaringan yang dikenal dengan DM 2. DM tipe 1 sering disebut Juvenile Diabetes
atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dengan jumlah penderita 5 – 10% dari
seluruh penderita DM dan biasanya terjadi pada anak-anak dan usia muda. DM tipe 2 disebut
juga Adult Diabetes atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Jumlah
penderita ini mencapai 90 – 95 % dari seluruh penderita DM. (Manuputty et al., 2019)
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (International Society of Pediatric and Adolescence
atau ISPAD, 2009), antara lain :
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a) Immune mediated
b) Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a) Defek genetik fungsi pankreas sel
b) Defek genetik pada kerja insulin
c) Kelainan eksokrin pankreas Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik
fibrosis; Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d) Gangguan endokrin Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma;
Feokromositoma; Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e) Terinduksi obat dan kimia Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid;
Hormon tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan
B. Etiologi
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada
DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan
level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi
klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis. (Azizah et al., 2019)
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau rusaknya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil
insulin yaitu sel β pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas
tidak dapat memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan hidup harus diberikan insulin
dengan cara disuntikan pada area tubuh penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka
penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga dengan koma ketoasidosis atau koma
diabetic. (Azizah et al., 2019)
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor 7 genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik. (Manuputty et al.,
2019)
1. Faktor Genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi Adanya respons autotoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

C. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
1. Periode pra-diabetes Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak
karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi.Kadar C-peptide
mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan
pemeriksaanlaboratorium.
2. Periode manifestasi klinis Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada
periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin
sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang
melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi,
polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan
merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel.
3. Periode honey-moon Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi
insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan
berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat 9 badan/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu
adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir
dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali
dari luar tubuh seumur hidupnya
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala diabetes mellitus tipe 1 seringkali tidak kentara namun jika dibiarkan
akan bertambah parah, diantaranya (Sciences, 2016):
 Rasa haus yang ekstrim
 Rasa lapar meningkat (terutama setelah makan)
 Mulut kering
 Sakit perut dan muntah
 Sering buang air kecil
 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, meskipun sedang makan dan
merasa lapar - Kelelahan
 Penglihatan kabur
 Napas berat dan sulit (pernapasan Kussmaul)
 Sering mengalami infeksi pada kulit, saluran kemih, atau vagina
 Rasa senang atau mood berubah
 Mengompol pada anak di malam hari
Tanda-tanda darurat dengan diabetes tipe 1 meliputi:
 Gemetar dan kebingungan
 Nafas cepat
 Bau nafas
 Sakit perut
 Kehilangan kesadaran (jarang)

E. Komplikasi
Komplikasi DM Tipe-1 mencakup komplikasi akut dan kronik. Pada anak, komplikasi
kronik jarang menimbulkan manifestasi klinis signifikan saat masih dalam pengawasan
dokter anak. Sebaliknya, anak berisiko mengalami komplikasi akut setiap hari. Komplikasi
akut terdiri atas KAD dan hipoglikemia, Studi SEARCH menemukan bahwa sekitar 30%
anak 12 dengan DM tipe-1 terdiagnosis saat KAD. Kriteria KAD mencakup hiperglikemia,
asidosis, dan ketonemia. Gejala KAD antara lain adalah dehidrasi, takikardi, takipnea dan
sesak, napas berbau aseton, mual, muntah, nyeri perut, pandangan kabur, dan penurunan
kesadaran.31 Seringkali gejala-gejala ini disalahartikan oleh orangtua maupun tenaga
kesehatan sebagai usus buntu, infeksi, atau penyakit lainnya. Kelalaian ini dapat
menyebabkan kematian. Anak yang berkunjung secara rutin dan menetap pada dokter
keluarga atau dokter anak memiliki risiko yang lebih rendah terdiagnosis DM tipe-1 saat
KAD. Sebaliknya, KAD saat diagnosis berhubungan signifikan dengan penghasilan keluarga
yang rendah, ketiadaan asuransi kesehatan, dan pendidikan orang tua yang rendah.
Pemantauan dan edukasi mengenai hipoglikemia merupakan salah satu komponen utama tata
laksana diabetes. Terapi hipoglikemia diinisiasi saat kadar glukosa darah ≤70 mg/dL. Anak
usia muda memiliki risiko tinggi hipoglikemia karena tidak mampu mengomunikasikan
keluhan. Gejala hipoglikemia diakibatkan oleh aktivasi adrenergik (berdebar, gemetar,
keringat dingin) dan neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk, sulit konsentrasi). Pada anak
usia muda, gejala dapat berupa perubahan perilaku seperti iritabilitas, agitasi, tantrum, atau
kurang aktif. Selain pemantauan komplikasi akut, perlu juga dilakukan skrining komplikasi
kronik yang dapat dibedakan menjadi komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.
Komplikasi mikrovaskular mencakup nefropati, retinopati, dan neuropati. Komplikasi yang
mengenai pembuluh darah besar adalah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular,
dan penyakit pembuluh darah perifer (klaudikasio, infeksi/ gangrene, amputasi). (Manuputty
et al., 2019)

1. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIK EM IA


Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma
yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan
oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan
atau olahraga yang berlebih. (Azizah et al., 2019)
2. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/
HONK)
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin
lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium
bervariasi. (Azizah et al., 2019)
3. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Etiologinya Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
a) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
b) Keadaan sakit atau infeksi
c) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selam periode waktu 24 jam. (Azizah et al., 2019)

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan
umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan,
riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a) Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis. Identitas tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan ini digunakan
untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat
dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit
infeksi. alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.
b) Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Merupakan
kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Data Subjektif yg yg mungkin mungkin timbul :
 Klien mengeluh sering kesemutan.Klien mengeluh sering kesemutan. 
 Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hariKlien mengeluh sering
buang air kecil saat malam hari
 Klien mengeluh sering merasa hausKlien mengeluh sering merasa haus
 Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)Klien
mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
 Klien mengeluh merasa lemahKlien mengeluh merasa lemah
 Klien mengeluh pandangannya kaburKlien mengeluh pandangannya kabur
Data Objektif yang mungkin timbul
 Klien tampak lemas.Klien tampak lemas. 
 Terjadi penurunan berat badanTerjadi penurunan berat badan
 Tonus otot menurunTonus otot menurun
 Terjadi atropi ototTerjadi atropi otot
 Kulit dan membrane mukosa tampak keringKulit dan membrane mukosa
tampak kering
 Tampak adanya luka ganggrenTampak adanya luka ganggren
c) Keadaan Umum 
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien. dan respon verbal klien.
d.Tanda-tanda Vital d.Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan: Meliputi
pemeriksaan: Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda,
kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien
cenderung memiliki TD yang meningkat/ kondisi patologis. Biasanya pada DM
type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas dalam darah yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
GDS > 200 mg/dL. 24
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi
insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake
makanan adekuat, mual dan muntah.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan ditandai dengan diuresis
meningkat, hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungn dengan hipoksia perifer
yang ditandai dengan sianosis, akral dingin, CRT > 3 detik.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia
darah, insufisiensi insulin, hipermetabolik ditandai dengan keletihan, RR
meningkat, sianosis.
f. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer.
h. Resiko infeksi berhubungan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan
fungsi limfosit)

3. Perencanaan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1. Risiko NOC Hyperglikemia 1. Untuk
ketidakstabilan management mengetahui
 Blood Glucose,
kadar glukosa darah
Risk For Unstable 1. Memantau kadar kadar glukosa

 Diabetes Self glukosa darah, darah pasien.


Management seperti yang 2. Untuk
ditunjukkan mengetahui tanda
Kriteria Hasil : 2. Pantau tanda-tanda – tanda dari
dan gejala
1. Penerimaan kondisi hiperglikemia
hiperglikemia :
kesehatan poliuria, polidipsia, 3. Memberikan rasa
2. Kepatuhan Perilaku polifagia, lemah, nyaman kepada
kelesuan, malaise,
: diet sehat pasien
3. Dapat mengontrol 4. Agar keluarga
kadar glukosa darah turut serta dalam
mengaburkan visi, proses
atau sakit kepala. penyembuhan
3. Menyediakan pasien
kebersihan mulut, 5. Memenuhi
jika perlu kebutuhan cairan
4. Menginstruksikan pasien
keluarga pasien dan 6. Untuk segera
mendapat
signifikan terhadap
penanganan yang
pencegahan, tepat
pengenalan
manajemen
5. Memberikan cairan
IV sesuai kebutuhan
6. Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda dan gejala
hiperglikemia
menetap atau
memburuk
2. Ketidakseimbangan NOC 1. Kaji adanya alergi 1. Agar makanan
nutrisi kurang dari Nutritional Status : makanan pasien tidak
kebutuhan tubuh
 Nutritional Status : 2. Monitor jumlah membahayakan
food and Fluid nutrisi dan pasien
Intake kandungan kalori 2. Untuk

 Nutritional Status: 3. Bantu pasien untuk memastikan


nutrient Intake makan jumlah kalori
4. Edukasi mengenai yang telah masuk
Kriteria Hasil : nutrisi pasien dengan 3. Membantu
diet yang pasien makan
1. Mampu
dengan mudah
mengidentifikasi dijalani
kebutuhan nutrisi 5. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
2. Menunjukkan menentukan jumlah 4. Agar pasien
peningkatan kalori dan nutrisi memahami
yang dibutuhkan
fungsi pasien. diet yang
pengecapan dilakukan
dan 5. Agar pasien
menelan mendapat nutrisi
yang sesuai
dengan
kebutuhannya
3. Defisit volume NOC: 1. Monitor status 1. Untuk
cairan  Fluid belance hidrasi mengetahui

 Hydration ( kelembapan tanda – tanda


membrane mukosa, dari kekurangan
 Nutritional
nadi adekuat, cairan dan dapat
status: Food and fluid
tekanan darah dengan segera
Kriteria hasil:
ortostatik) menerima
1. Tekan darah ≤
2. Bantu pasien untuk penanganan
120/80 mmHg, nadi
memenuhi cairan 2. Agar pasien dan
70 – 120 x/mnt,
tubuhnya seperti keluarga paham
suhu tubuh ≤
minum. dan mampu
37,5℃
3. Edukasi pasien & melakukannya
2. Tidak ada
keluarga mengenai secara mandiri
tandatanda
kebutuhan minum 3. Untuk memenuhi
dehidrasi, elastisitas
yang harus dipenuhi kebutuhan cairan
turgor kulit baik, dari pasien
4. Kolabrorasi
membrane mukosa
pemberian cairan IV
lembab tidak ada
5. Kolaborasi dokter
rasa haus yang
jikatanda cairan
berlebihan berlebih muncul
memburuk
4. Ketidakefektifan NOC Peripheral Sensation 1. Untuk memantau
perfusi jaringan  Circulation status Management adanya
perubahan status
perifer (Manajemen sensasi
Kriteria Hasil : perifer
1. Tekanan systole dan 1. Monitor adanya kesehatan pada
pasien
diastole dalam daerah tertentu yang
2. Mencegah
rentang yang hanya peka terhadap
infeksi silang
diharapkan ≤ rangsangan
3. Mengetahui CRT
120/80mmHg 2. Gunakan sarung
pasien
2. Tidak ada tanda tangan untuk
4. Agar pasien
tanda peningkatan proteksi
mampu
tekanan intrakranial 3. Periksa CRT
melakukan
(tidak lebih dari 15 4. Edukasi pasien
aktivitas ringan
mmHg) mengenai latihan
3. CRT ≤ 3dtk aktivitas ringan
4. Tidak terdapat 5. Kolaborasi
sianosis pemberian analgetik

5. Intoleransi aktivitas NOC 1. Pantau tanda – tanda 1. Untuk


 Energy vital sebelum mengetahui
conservation maupun sesudah apakah ada

 Activity tolerance beraktivitas perubahan TTV


2. Bantu pasien untuk sebelum dan
 Self Care : ADLs
mengidentifikasi
sesudah
aktivitas yang
mampu dilakukan beraktivitas
Kriteria Hasil : 3. Ajarkan keluarga
2. Membantu
1. Berpartisipasi untuk membantu
pasien untuk
dalam aktivitas fisik pasien dalam
beraktivtas
tanpa disertai beraktivitas
ringan dengan
peningkatan 4. Kolaborasikan
dibantu keluarga
tekanan darah, nadi dengan tenaga
3. Untuk
dan RR rehabilitasi medik
mengetahui jenis
2. Tanda-tanda dalam
vital terapi yang dapat
merencanakan
normal, TD ≤ dilakukan pasien.
program terapi yang
120/80 mmHg, nadi
tepat
70 – 120 x/mnt,
suhu tubuh ≤
37,5℃
6. Resiko cedera NOC 1. Identifikasi 1. Untuk mencegah
Risk Kontrol kebutuhan pasien cedera
keamanan pasien, 2. Untuk mencegah
Kriteria Hasil : sesuai dengan pasien jatuh dari
1. Klien mampu kondisi fisik dan atas tempat tidur
menjelaskan fungsi kognitif 3. Agar keluarga
cara/metode untuk pasien dan riwayat membantu
mencegah penyakit terdahulu mencegah cedera
injury/cedera pasien pada pasien
2. Klien mampu 2. Memasang side rail
menjelaskan faktor tempat tidur
resiko dari 3. Memberi edukasi
lingkungan/perilaku kepada keluarga
personal mengenai hal – hal
3. Mampu mengenali yang dapat
perubahan status membahayakan
kesehatan pasien dan
cara
pencegahannya
7. Kerusakan integritas NOC NIC 1. Untuk mencegah
kulit Tissue Integrity : Pressure Management timbulnya luka
Skin and Mucous 1. Monitor kulit akan baru, dan
Membranes adanya kemerahan memantau tanda

Hemodyalis akses 2. Oleskan lotion – tanda infeksi


atau minyak/baby 2. Menjaga
oil pada daerah kelembaban kulit
Kriteria Hasil :
yang tertekan 3. Mempertahankan
1. Integritas kulit yang
3. Memandikan kebersihan
baik bisa
pasien dengan pasien dan
dipertahankan membuat pasien
sabun dan air
(sensasi, elastisitas, lebih nyaman
temperatur, hidrasi, hangat
pigmentasi 4. Mobilisasi pasien
(ubah posisi
pasien) setiap dua
jam sekali
2. Menunjukkan 5. Ajarkan keluarga cara 4. Mencegah
pemahaman dalam memobilisasi pasien terjadinya luka
proses perbaikan tekan
kulit dan 5. Agar keluarga
mencegah dapat dengan
terjadinya cedera mandiri
berulang membantu pasien

3. Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
8. Resiko infeksi NOC NIC 1. Mengetahui
 Immune Infection Control tanda – tanda
Status  (Kontrol infeksi) infeksi
Knowledge : 1. Observasi ttv 2. Mencegah
Infection control 2. Bersihkan infeksi
 Risk control lingkungan setelah 3. Mencegah infeksi
dipakai pasien lain silang
Kriteria Hasil: 3. Batasi pengunjung antara
1. Klien bebas dari bila perlu pengunjung
tanda dan gejala 4. Instruksikan pada dengan pasien
infeksi, tidak ada pengunjung untuk
kalor, dolor, rubor, mencuci tangan saat
tumor dan fungsi berkunjung dan
leusa setelah berkunjung
2. Menunjukkan meninggalkan pasien
kemampuan untuk 5. Gunakan sabun
antimikrobia untuk
mencegah
cuci tangan
timbulnya infeksi

6. Cuci tangan setiap


sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
7. Ajarkan pasien dan
keluarga mencuci
tangan dengan benar
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut American Diabetes Association atau ADA (2010), diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan insulin, kerja insulin atau kedua – duanya. Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah
DM akibat insulin tidak cukup diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi
hiperglikemia (WHO, 2017). Tipe -1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas
yang diperantarai oleh imun atau antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini tergantung
pada insulin eksogen (Chiang JL, 2014). Gejala DM tipe-1 pada anak sama dengan gejala
pada dewasa, yaitu poliuria dan nokturia, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat badan.
Gejala lain yang dapat timbul adalah kesemutan, lemas, luka yang sukar sembuh, pandangan
kabur, dan gangguan perilaku.
Pengkajian yang dilakukan pada anak dengan penyakit diabetes juvenile adalah identitas
klien, riwayat keperawatan, keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit
yang diderita, riwayat psikososial keluarga, kebutuhan dasar, pemerikasaan fisik. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus ini yaitu resiko ketidakseimbangan kadar glukosa
darah, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, defisit volume cairan,
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intoleransi aktivitas, resiko cedera, kerusakan
integritas kulit , dan resiko infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, A. N., Setiyobroto, I., & Kurdanti, W. (2019). Konseling Gizi Menggunakan Media
Aplikasi Nutri Diabetic Care Untuk Meningkatkan Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Puskesmas Gamping I. Skripsi Thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta., 7–35.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/1352
Manuputty, C. F. P., Ayu, A., Sarita, P., Alcina, L., & Costa, D. (2019). Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Diabetes Melitus Juvenile. Karya Tulis Ilmiah, 1–35.
https://pdfcoffee.com/askep-pada-anak-diabetes-melitus-juvenile-pdf-free.html
NEWCOMB, A. L. (1947). Juvenile diabetes. In The Proceedings of the Institute of Medicine
of Chicago (Vol. 16, Issue 12).
Prawitasari, D. S. (2019). Diabetes Melitus dan Antioksidan. KELUWIH: Jurnal Kesehatan
Dan Kedokteran, 1(1), 48–52. https://doi.org/10.24123/kesdok.v1i1.2496
Sciences, H. (2016). 済無 No Title No Title No Title. 4(1), 1–23.

Anda mungkin juga menyukai