Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS

KELOMPOK 3:
1. LINA ARISCA
2. LINDA PUSPITASARI
3. LITA ERDITA
4. MAGDALENA ENI
5. MUANA
6. NADYA UTAMI PUTRI
7. NUR AINIYAH RAMADHIANA
8. NUR OKTAVIANI
9. REPI ROSTIANA
10. RETNO PERTIWI
11. RIA AMELIA
12. RIZKI FAJRI EXA WIDIANINGSIH
13. SAFITRI WULANDARI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2019/2020
KELAS TRANFER II A

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Medikal
Bedah II : Gangguan Sistem Endokrin - Diabetes Melitus.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata ajar
“Keperawatan Medikal Bedah II”. Dalam penulisan ini kelompok banyak
mengalami kesulitan dan hambatan, namum berkat bimbingan, dan bantuan dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Koordinator Keperawatan Medikal Bedah II, Universitas Muhammadiyah


Jakarta, Fakultas Ilmu keperawatan, Ns. Diana Irawati, M.Kep., Sp.Kep. MB
2. Pembimbing makalah Keperawatan Medikal Bedah, Universitas
Muhammadiyah Jakarta, Fakultas Ilmu keperawatan, Ns. Fitriani Rayasari,
M.Kep., Sp.KMB
3. Kedua orang tua dan teman – teman yang selalu memberikan support dan
dukungan kepada kami dalam pembuatan makalah.

Dalam penulisan makalah ini, kelompok masih merasa banyak kekurangan baik
pada penulisan maupun materi. Oleh karena itu, kelompok menerima berbagai
kritik dan saran dari pembaca demi tercapai hasil yang lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai acuan
dalam penulisan makalah selanjutnya serta dalam praktik Keperawatan Medikal
Bedah. Kelompok mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Jakarta, Mei 2020

Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.....................................................................1
B. TUJUAN..........................................................................................2
1. TUJUAN UMUM........................................................................2
2. TUJUAN KHUSUS.....................................................................2
C. METODE PENULISAN..................................................................2
D. SISTEMATIKA PENULISAN........................................................2

BAB II : TINJAUAN TEORI ............................................................................3

A. DIABETES MELLITUS..................................................................3
1. Pengertian...................................................................................
2. Klasifikasi..................................................................................
3. Etiologi.......................................................................................
4. Patofisiologi...............................................................................
5. Tanda dan gejala.........................................................................
6. Komplikasi.................................................................................
7. Pemeriksaan Penunjang..............................................................
8. Penatalaksanaan Medis..............................................................
B. ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS.................
1. Pengkajian..................................................................................
2. Diagnosa ....................................................................................
3. Intervensi....................................................................................
4. Implementasi..............................................................................
5. Evaluasi......................................................................................
BAB III : PENUTUP...........................................................................................
A. KESIMPULAN ...............................................................................

3
B. SARAN............................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada kehidupan jaman sekarang berbagai penyakit dapat timbul mulai dari
anak hingga dewasa baik penyakit infeksi maupun non infeksi. Dengan
perubahan pola kebiasaan hidup seperti aktivitas, makan dan istirahat akan
berpengaruh pada sistem organ tubuh manusia. Semakin buruk pola hidup
seseorang, maka berbagai gangguan sistem organ akan dirasakan baik
langsung maupun tidak langsung, bahkan dapat menyebabkan komplikasi
lebih lanjut bila tidak segera ditangani. Penyakit yang timbul akibat pola
hidup yang buruk salah satunya yaitu diabetes melitus.

Diabetes melitus merupakan penyakit non infeksi akibat gangguan


metabolisme insulin yang tanda dan gejalanya bertahap hingga
menimbulkan komplikasi. Diabetes melitus dapat terjadi akibat pola
makan yang buruk atau didapatkan secara turun-menurun. Komplikasi
yang sering mengganggu klien dengan diabetes melitus adalah adanya luka
gangren pada bagian tubuh.

Indonesia tercatat sebagai negara peringkat keenam dengan beban


penyakit diabetes mellitus terbanyak di dunia, data International Diabetes
Federation menunjukkan lebih dari 10 juta penduduk Indonesia menderita
penyakit tersebut di tahun 2017. Angka ini dilaporkan kian meningkat
seiring berjalannya waktu, terbukti dari laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) yang menunjukkan prevalensi diabetes mellitus pada
penduduk dewasa Indonesia sebesar 6,9% di tahun 2013, dan melonjak
pesat ke angka 8,5% di tahun 2018. Organisasi kesehatan dunia, World
Health Organization (WHO), bahkan memprediksikan penyakit diabetes
mellitus akan menimpa lebih dari 21 juta penduduk Indonesia di tahun
2030.

5
Melihat tingginya angka kejadian diabetes melitus apabila tidak ditangani
secara baik akan menimbulkan komplikasi yaitu dengan komplikasi yang
ditimbulkan seperti hipergikemia, hipoglikemia, luka gangren, sampai
dengan kematian, untuk itu dibutuhkan peran perawat untuk membantu
dalam mengatasi masalah diabetes melitus dengan upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara promotif, perawat dapat
memberikan penjelasan melalui pendidikan kesehatan mengenai penyakit
diabetes melitus mulai dari definisi hingga komplikasi yang ditimbulkan.
Secara preventif perawat menjelaskan mengenai langkah pencegahan agar
terhindar dari diabetes melitus. Secara kuratif, perawat berkolaborasi
dengan petugas kesehatan lain seperti dokter maupun farmakologis untuk
pemberian terapi obat sesuai indikasi. Asuhan keperawatan rehabilitatif
meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada anggota keluarga
cara merawat klien dengan diabetes melitus, serta memberikan penjelasan
melalui pendidikan kesehatan agar terhindar dari diabetes melitus.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes melitus tipe II
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Diabetes Mellitus
b. Mengetahui Etiologi Diabetes Mellitus
c. Mengetahui Tanda Gejala Diabetes Mellitus
d. Mengetahui Patofisiologi Diabetes Mellitus
e. Mengetahui Komplikasi Diabetes Mellitus
f. Mengetahui asuhan keperawatan Diabetes Mellitus
C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka yaitu
sumber referensi teori diambil dari buku, jurnal artikel yang didapat secara
langsung maupun melalui internet yang dapat dipertanggung jawabkan.

6
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan makalah ini disusun dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan Teori yaitu teori umum diabetes melitus. Bab
III Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis defisiensi atau resistensi
insulin absolut atau relatif, ditandai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. (Bilotta, 2012)

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


sesorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar
belakangi oleh resistensi insulin. (Soegondo, 2013)

Diabetes merupakan gangguan metabolisme (metabolic syndrome) dari


distribusi gula oleh tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi
insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tak mampu
menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula
di dalam darah. (Sustrani, dkk, 2010)

2. Klasifikasi
Menurut Padila, (2012). Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

3. Etiologi
Menurut Padila, (2012) penyebab diabetes mellitus terbagi menjadi 2
tipe, yaitu
a. Diabetes tipe I

8
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabete tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes melitus tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memeiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi yaitu adanya respon autoimun yang
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing,
yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
3) Faktor lingkungan yaitu virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peran dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Faktor-faktor resiko seperti usia (resistensi
insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas,
riwayat keluarga.

Pada diabetes tipe II, yang dianggap sebagai pencetus utama adalah
faktor obesitas (gemuk berlebihan). Penyebabnya bukan makanan
yang manis-manis, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang
terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah di dalam tubuh
sangat berlebihan. Sekitar 80% penderita diabetes tipe II adalah
mereka yang tergolong gemuk.

Faktor penyebab lain adalah pola makan yang salah, proses


penuaan, dan stress yang mengakibatkan terjadinya resistensi
insulin. Juga mungkin terjadi karena salah gizi (malnutrisi) selama
kehamilan, selama masa anak – anak, dan pada usia dewasa.

9
Malnutrisi pada janin dapat terjadi tidak hanya karena faktor salah
gizi belaka, tetapi juga karena ibunya merokok atau mengkonsumsi
alkohol. Berkemungkinan pula penyebabnya adalah faktor turunan
keluarga pengidap diabetes. (Sustrani, 2010)

4. Patofisiologi
Menurut Tjokroprawiro (2009) Gangguan pada metabolisme
karbohidrat akan mempengaruhi keseimbangan kadar glukosa pada
darah. Pankreas merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berupa
kelenjar yang memegang peranan penting dalam hal ini. Pankreas
terdiri atas bagian korpus dan kauda pankreas yang di dalamnya
terdapat sel A, Sel B, sel C, Sel D, dan sel F. Sel A (sel alpha α) 20-
40% yakni sel glukagon yang menempati ±11% corpus dan cauda
pankreas. Sel β ( Sel Beta ) menempati kurang lebih 60-80% pulau
langerhans dan menghasilkan insulin pada DM Tipe 1 sel ininhanya
berjumlah kurang dari 10%. 85% sel β terletak di korpus dan kauda
pankreas. Sel C menghasilkan Calcitonin (yang berfungsi untuk
menurunkan kadar kalsium di dalam darah dengan menekan fungsi
osteoclast). Sel ini di temukan terbanyak terdapat di kelenjar toroid.
Sel D menghasilkan hormon somatostatin hormon ini menempati pada
3% corpus dan cauda pankreas. Somatostatin juga dihasilkan oleh
hipotalamus. Efek Somatostatin yakni menekan sekresi hormon
pertumbuhan, glukagon, insulin dan menekan gastin, chlecystokinin,
secretin, dan enteroglucagon. Somatostatin juga menekan absorpsi
glukosa di usus. Sel F berisikan sel PP (Pancreatic Polypeptide) yang
berjumlah 1% dan menghasikan polipeptide pankreatik yang 76%
terapat di caput pankreas.
Diabetes Mellitus Tipe 1 (DMT1)
Diabetes Mellitus Tipe 1 merupakan diabetes melitus yang tergantung
insulin. Pada DMT1 kelainan tertak pada sel Beta, yang bisa idiopatik
atau imunologik. Pada DM tipe 1 pankreas tidak mampu sisntesis dan
sekresi insulin dalam kuantitas atau kualitas yang cukup. Bahkan
kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus

10
ini terjadi kekurangan insulin secara absolut. Pada DM tipe 1 biasanya
reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kulitasnya cukup atau
normal (jumlah reseptor insulin DMT1 antara 30.000-35.000) jumlah
reseptor insulin pada orang normal ± 35.000, sedangkan pada penderita
DM dengan obesias ±20.000 insulin.
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2)
Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes melitus tidak tergantung
insulin. Pada tipe ini pada awalnya kelainan terletak pada jaringan
perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan sel beta
pankreas (defek pada fase pertama sekresi insulin), yaitu sebagai
berikut :
1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, namun
terdapat keterlambatan sekresi insulin fase 1 (fase cepat), sehingga
glukosa sudah diabsorpsi masuk darah tetapi jumlah insulin yang
belum efektif memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang ( antara 20.000-30.000)
pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
3. Kadang kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor
jelek, sehingga kerja insullin tidak efektif.
4. Terdapat kelainan di pasca reseptor, sehingga proses glikolisis
intraseluler terganggu.
5. Adanya kelainan campuran di antara nomor 1,2,3,dan
Didapatlah kesimpulan bahwa pada DM tipe 2 kelainan patologis awal
pada jaringan perifer yang predominan (retensi insulin), yang
kemudian disusul oleh defek sel beta (fase-1 AIR :Acute Insulin
Response ) yang predominan yang pada akhirnya terdapat kelainan di
keduanya.

5. Tanda dan Gejala


Gejala klinis DM yang biasanya dirasakan:
1. Fase Kompensasi : Mula-mula penderita menglami polifagi,
polidipsi, poliuri, berat badan naik

11
2. Fase Dekompensasi : fase ini muncul apabila tidak segera diobati
tandanya poliuria, polidipsi, dan Berat badan turun
Apabila penderita tidak menyadari ke 2 fase tersebut dan tidak segera
diobati maka akan terjadi mual-muntah dan ketoasidosis diabetik.
Gejala kronis DM yang sering muncul antara lain badan lemah,
kesemutan, kaku otot dan penurunn kemampuan seksual, gangguan
penglihatan, yang sering berubah sakit sendi.

6. Komplikasi
Menurut Novitasari (2012) komplikasi akibat diabetes melitus dapat
bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa
darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relative
singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika penderita
menjalani diet yang terlalu ketat. Perubahan yang besar dan mendadak
dapat merugikan, komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah
yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf, dan
penyakit berat lain.
a. Komplikasi akut diabetes mellitus
1) Hipoglikemi
Hipogliemi adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar
glukosa darah dibawah nilai normal. Gejala – gejala
hipoglikemi bisa ditandai oleh dua penyebab utama.
Keterlibatan sistem saraf otonomi (bagian dari sistem saraf
yang tidak terkendali dibawah sadar) dan pelepasan hormone
dari kelenjar – kelenjar adrenalin, yang menimbulkan gejala –
gejala rasa takut, terbang, dan bertarung. Pada dasarnya ini
mencakup kegelisahan, gemetaran, mengeluarkan keringat,
menggigil, muka pucat, jantung berdebar – debar, dan detak
jantung yang sangat cepat, serta rasa pening. Ini disebut juga
sebagai gejala – gejala adrenergik. Otot cpat sekali terpengaruh
dengan suplai energi yang tidak memadai, karena kadar gula
darah menurun selama hipoglikemia sehingga menimbulkan
kategori gejala – gejala neuroglikopenik berikutnya. Meliputi

12
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, kebingungan, irasional,
agresif atau perilaku aneh, gangguan bicara, menolak untuk
bekerjasama, mudah mengantuk dan akhirnya kehilangan
kesadaran atau pingsan. Jika tidak diberi pengobatan, bisa
menimbulkan resiko kejang dan akhirnya terjadi kerusakan
otak permanen atau dalam kondisi yan parah, bisa
menimbulkan kematian. Kelompok ketiga dari gejala –gejala
tersebut, yang tidak langsung berhubungan dengan kategori
tersebut namun umumnya dialami, mencakup rasa lapar,
gangguan penglihatan, sakit kepala temporer, dan perasaan
lemah

2) Ketoasidosis Diabetik – Koma Diabetik


Komplikasi ini dapat diartikan sebagi suatu keadaan tubuh
yang sangat kekurangan insulin dan sifatnya mendadak.
Glukosa darah yang tinggi tidak dapat memenuhi kebutuhan
energi tubuh. Akibatnya, metabolisme tubuh pun berubah.
Kebutuhan energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan
membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa dalam urin
dan dapat dicium baunya saat bernapas. Akibat akhir adalah
darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri,
dan mengalami koma.

Penyebab komplikasi ini umumnya adalah infeksi. Walaupun


demikian, komplikasi ini bisa juga disebabkan lupa suntik
insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stress. Semua itu
menyebabkan terjadinya defisiensi atau kekurangan insulin
akut pada metabolisme lemak, karbohidrat maupun protein.
Gejala yang sering muncul adalah poliuria, polidipsia, dan
nafsu makan menurun akibat rasa mual selain itu, terjadi
hipotensi (tekanan darah rendah) sampai shock, kadar glukosa
tinggi, dan kadar bikarbonat rendah.

13
3) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
Gejala dan KHNK adalah adanya dehidrasi yang berat,
hipotensi, dan menimbulkan shock. Komplikasi ini diartikan
sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak sehingga
penderita tidak menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam
(kussmaul). Pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa
kadar glukosa penderita sangat tinggi, pH darah normal, kadar
natrium (Na) tinggi, dan tidak ada ketonemia.
4) Koma Lakto Asidosis
Komplikasi ini diartikan sebagi suatu keadaan tubuh dengan
asam laktat tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya,
kadar asam laktat didalam darah meningkat (hiperlaktatemia)
dan akhirnya menimbulkan koma. Keadaan ini dapat terjadi
karena infeksi, gangguan faal hepar, ginjal, diabetes melitus
yang mendapat pengobatan dengan phenformin. Gejala yang
muncul biasanya berupa stupor hingga koma. Emeriksan gula
darah biasanya hanya menunjukkan hiperglikemia ringan
(glukosa darah dapat normal atau sedikit turun).
b. Komplikasi kronis diabetes mellitus
Komplikasi kronis diabetes melitus dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian sebagi berikut :
1) Komplikasi Spesifik
Komplikasi spesifik adalah komplikasi akibat kelainan
pembuluh darah kecil atau mikroangiopati diabetika (Mi.DM)
dan kelainan metabolisme dalam jaringan. Jenis – jenis
komplikasi spesifik meliputi retinopati diabetika (RD) yaitu
gejalanya penglihatan mendadak buram seperti berkabut.
Akibatnya harus sering mengganti kacamata. Nefropati
diabetika (ND) yaitu gejalanya ada protein dalam air kencing,
terjadi pembengkakan, hipertensi, dan kegagalan fungsi ginjal
yang menahun. Neuropati diabetika (Neu.D), yaitu gejalanya
perasaan terhadap getaran berkurang, rasa panas seperti
terbakar dibagian ujung tubuh, rasa nyeri, rasa kesemutan, serta

14
rasa terhadap dingin dan panas berkurang. Selain itu, otot
lengan atas menjadi lemah, penglihatan kembar, impotensi
sementara, mengeluarkan banyak keringat, dan rasa berdebar
waktu beristirahat. Diabetik foot (DF) dan kelainan kulit,
seperti tidak berfungsinya kulit (dermatopati diabetik), adanya
gelembung berisi cairan dibagian kulit (bullae diabetik), dan
kulit mudah terinfeksi.
2) Komplikasi non spesifik
Kelainan ini sama dengan non-diabetes melitus, tetapi
terjadinya lebih awal atau lebih mudah. Penyakit yang
termasuk komplikasi tak spesifik dalam diabetes melitus
meliputi kelainan pembuluh darah besar atau makroangiopati
diabetika (Ma.DM), kelainan ini berupa timbunan zat lemak
didalam dan dibawah pembuluh darah (aterosklerosis).
Kekeruhan pada lensa mata (katarakta lentis), adanya infeksi
seperti infeksi saluran kencing dan tuberkulosis (TBC) paru.
Selain itu, komplikasi kronis juga dapat dikelompokkan
berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kelainan yaitu
bagian mata, kelainan lensa mata (katarakta lentis), kelainan
retina (retinopati), dan gangguan saraf mata (neuropati). Bagian
mulut, kelainan gusi berupa radang (gingivitis) dan kelainan
jaringan ikat penyangga gigi berupa radang (periodentitis).
Bagian jantung berupa gangguan saraf autonom jantung
(autonomic neuropati diabetic). Bagian urogenital berupa
impotensi pada pria, tidak berfungsinya saraf kandung kemih
(diabetic neurogenenic vertical disfunction), dan penyakit
ginjal (nefropati diabetik). Bagian saraf beupa gangguan saraf
perifer, autonom dan sentral. Bagian kulit berupa radang kulit
(dermatitis), gangguan saraf kulit, dan gangren.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2012) pemeriksaan penunjang pada diabetes melitus
meliputi glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, dan tes

15
toleransi glukosa. Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring diagnosis DM (mg/dl) yaitu >200 pada kadar gula darah
sewaktu di plasma vena dan darah kapiler, serta > 126 kadar glukosa
darah puasa di plasma vena dan >110 kadar glukosa darah di kapiler.

Kriteria diagnostik WHO (World Health Organization) untuk diabetes


melitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan yaitu glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dl (11,1 mmol/L), glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8
mmol/L), dan glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post
prandial >200 mg/dl).

8. Penatalaksanaan
Menurut Padila, (2012) tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan teraupetik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaa diabetes
yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi (jika diperlukan), dan
pendidikan kesehatan.

Menurut Bilotta (2012) terapi umum untuk penderita diabetes melitus


yaitu lantihan dan kontrol diet, kontrol glikemik ketat untuk mencegah
komplikasi, restriksi kalori sedang untuk menurunkan berat badan dan
terapi rumatan, mencapai kadar gula, lipid, dan tekanan darah normal,
serta latihan aerobik yang teratur. Untuk terapi pengobatan yang
dilakukan yaitu dengan insulin eksogen (tipe I atau mungkin tipe II)
dan antidiabetik oral (tipe II), seperti arkabose, eksenatid, glimeperid,
glipizid, gliburid, metformin, pioglitazon, dan sitagliptin. Sedangkan
untuk pembedahan dilakukan transplantasi pankreas sesuai indikasi
atau jika diperlukan. Pada penatalaksanaan keperawatan perlu
dilakukan pemantauan tanda – tanda vitan dan asupan serta haluaran.

16
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Padila (2012) asuhan keperawatan pada diabetes melitus meliputi
:
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama
didalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus
mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kebenaran data
sangat enting dalam merumuskan diagnosa keperawatan, merencanakan
asuhan keperawatan, serta melakukan tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah – masalah klien. Pengumpulan data ini juga harus
dapat menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan masalah –
masalah yang dialami oleh klien. Ada dua tipe data dalam tahap
pengkajian keperawatan yaitu data subyektif dan data obyektif. Teknik
pemeriksaan fisik pada tahap pengkajian keperawatan meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pendekatan pengkajian fisik dapat
dilakukan secara head to toe dan review of system. (Hutahaean, 2010)

Berikut ini beberapa hal yang perlu dikaji pada penderita diabetes
melitus :
a. Riwayat kesehatan keluarga, adakah keluarga yang menderita
penyakit seperti klien?
b. Riwayat kesehatan klien dan pengobatan sebelumnya, berapa lama
klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk mananggulangi
penyakitnya.
c. Aktivitas/istirahat, seperti letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram
otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi, adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya
lama, takikardi, perubahan tekanan darah.
e. Intergritas ego, stress dan ansietas

17
f. Eliminasi, perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria),
diare
g. Makanan/cairan, anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori, pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan
i. Nyeri/kenyamanan, abdomen tegang, nyeri (sedang/berat)
j. Pernapasan, batuk dengan/tanpa sputum purulen (terganggu adanya
infeksi/tidak
k. Keamanan, kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam
mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari
keadaan penyakt dalam diagnosa medis. Tujuan diagnosa keperawatan
yaitu mengidentifikasi masalah yang dialami klien, mengidentifikasi
faktor – faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, dan
mengidentifikasi keadaan klien termasuk kemampuan klien untuk
mencegah atau menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam
merumuskan diagnosa keperawatan , diperlukan komponen –
komponen diagnosa keperawatan yang terdiri dari Problem (P) yaitu
menjelaskan masalah dan status kesehatan klien secara jelas dan
sesingkat mungkin, Etiologi (E) yaitu faktor klinik dan personal yang
dapat mengubah status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan
masalah, dan Symptom (S) yaitu data – data klien yang terdapat dalam
pengkajian. Rumusan diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5
kategori yaitu aktual, resiko atau resiko tinggi, potensial, sejahtera, dan
sindrom. (Hutahaean, 2010)

Menurut Padila (2012) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


pada penderita diabetes melitus yaitu :

18
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer).
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi
penglihatan.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi
tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan
yang akan diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang
dialami klien serta rasional dari masing-masing rencana tindakan yang
akan diberikan. Tujuan rencana keperawatan adalah konsolidasi dan
organisasi terhadap informasi yang didapat dari klien untuk
menyelesaikan masalah yang ditemukan, sebagai alat komunikasi antara
perawat dan klien untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan,
sebagai alat komunikasi antara anggota tim kesehatan terhadap
penyelesaian masalah yang ditemukan. Rencana keperawatan terdiri
dari 2 jenis yaitu mandiri dan kolaboratif. Pedoman dalam penulisan
tujuan perawatan adalah berdasarkan SMART yaitu Spesifik (tidak
menimbulkan arti ganda), Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar,
diraba, dirasakan ataupun dibau), Achievable (dapat dicapai),
Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah), dan Time
(punya batasan waktu yang jelas). (Hutahaean, 2010)

Berikut ini intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan menurut


Padila (2012) :
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

19
Kriteria hasil :
Klien dapat mencerna jumlah kalori tau nutrien yang tepat, berat
badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya, mual dan
muntah klien berkurang sampai hilang, gula darah dalam batas
normal dan terkontrol, TTV dalam keadaan normal, dan ansietas
menurun.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi,
Rasional : melihat perkembangan dari status nutrisi
2) Tentukan program diet dan pola makan klien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan klien,
Rasional : mengkaji kebutuhan nutrisi klien sesuai dengan
indikasi
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat
dicerna,
Rasional : mencegah adanya komplikasi pada sistem pencernaan
4) Pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi,
Rasional : mengatur kadar gula darah dalam tubuh
5) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera jika klien sudah dapat
mentoleransinya melalui oral,
Rasional : agar tidak terjadi refluks saat menelan makanan
6) Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan ini sesuai
dengan indikasi,
Rasional : untuk memotivasi klien dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala,
Rasional : mengatasi segera bila ada tanda-tanda hipoglikemia
8) Motivasi klien untuk oral hygine sebelum dan setelah makan,

20
Rasional : agar kebersihan mulut terjaga sehingga dapat
meningkatkan kepercayaaan diri klien
9) Anjurkan klien untuk minum air hangat kuku,
Rasional : air hangat dapat meningkatkan kenyamanan dalam
menelan dan mencerna makanan
10) Anjurkan klien segera makan saat hidangan makanan masih
hangat dan tentunya makan sesuai dengan porsi yang telah
ditetapkan oleh ahli gizi,
Rasional : Makan makanan selagi hangat memudahkan mulut
dalam mengunyah makanan dan rasa makanan yang masih
dipertahankan
11) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah,
Rasional : mengobservasi perubahan gula darah
12) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin,
Rasional : agar tidak terjadi hiperglikemia yang dapat
mengakibatkan komplikasi lebih lanjut
13) Kolaborasi dengan ahli diet.
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : klien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan
oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, nadi tidak teratur, dan catat adanya
perubahan tekanan darah ortostatik,
Rasional : memantau keadaan umum klien serta mencatat
seluruh perkembangan klien selama masa perawatan
2) Pantau pola napas seperti adanya pernapasan kusmaul, kaji
frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas,

21
Rasional : untuk mengetahui adanya gangguan pada sistem
pernapasan klien
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa,
Rasional : melihat adanya indikasi kekurangan cairan
4) Pantau input dan output, pertahankan untuk memberikan cairan
paling sedikit 2500ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung,
Rasinal : mempertahankan status cairan dan elektrolit
5) Catat hal-hal seperti mual, muntah, dan distensi lambung,
Rasional : mencegah terjadinya gangguan pada sistem
pencernaan
6) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB,
Rasional : mencatat adanya kelebihan cairan dalam tubuh
7) Kolaborasi pemberian terapi cairan normal salin dengan atau
tanpa dextrose,
Rasional : untuk mempertahankan status cairan dan elektrolit
8) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).
Rasional : mengetahui adanya gangguan cairan dan elektrolit
dalam tubuh

c. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan perubahan status


metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau
menunjukkan penyembuhan.
Kriteria hasil : kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan
dan tidak terinfeksi.
Intervensi :
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, adanya push,
edema, dan discharge,
Rasional : mengetahui kondisi luka saat ini serta mencatat
perkembangan luka

22
2) Kaji frekuensi ganti balut,
Rasional : mempertahankan kondisi luka yang bersih dan steril
3) Kaji tanda vital,
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
4) Kaji adanya nyeri dan infeksi,
Rasional : mengindikasikan luka mengalami penurunan
5) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril,
Rasional : dapat mempercepat proses penyembuhan luka
6) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi,
Rasional : mengurangi kepekatan darah sehingga diharapkan
oksigen dan nutrisi dapat tersalurkan ke daerah luka
7) Kolaborasi pemberian anitibiotik sesuai indikasi.
Rasional : mencegah terjadinya perluasan infeksi

d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi


penglihatan.
Tujuan : klien tidak mengalami injury.
Kriteria hasil : klien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa
mengalami injury.
Intervensi :
1) Hindarkan lantai yang licin,
Rasional : lantai yang licin membuat klien sangat beresiko jatuh
2) Gunakan bed yang rendah,
Rasional : mempermudah klien dalam mobilisasi dari atau ke bed
3) Orientasikan klien dengan waktu, tempat dan ruangan,
Rasional : mengobservasi tingkat kesadaran klien
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
Rasional : mencegah klien mobilisasi dari tempat tidur agar tidak
terjadi cedera
5) Bantu klien dalam ambulasi atau pemberian posisi,
Rasional : mencegah terjadinya dekubitus pada punggung
6) Motivasi klien untuk menggunakan alat bantu atau penyanggah
tubuh ketika berjalan.

23
Rasional : agar dapat menyeimbangkan tubuh saat berjalan

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan merupakan langkah keempat
dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respon yang ditimbulkan
oleh masalah keperawatan dan kesehatan.

Implementasi atau tindakan keperawatan mencatat proses intervensi


keperawatan yang meliputi tindakan apa, siapa yang melakukan,
mengapa dilakukan, dimana dilakukan, bilamana/ kapan/ waktu
tindakan, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Implementasi
atau tindakan keperawatan bertujuan sebagai sarana komunikasi/
informasi tindakan keperawatan klien menjadi dasar pertimbangan
tindakan penilaian keperawatan, menjadi referensi dalam pendidikan,
pemeliharaan, dan pengembangan keperawatan.

Dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat bagi perawat sebagai


suatau pertanggung jawaban dan aspek legal dalam sistem pelayanan
keperawatan, bagi rumah sakit memperkuat sistem pelayanan
keperawatan dengan dokumentasi ini akan terhindar atau dapat dicegah
dari tindakan malpraktik yang dapat merugikan citra rumah sakit yang
bersangkutan, dan bagi pasien itu sendiri sebagai bentuk pertanggung
jawaban mutu sarana komunikasi perawat dengan pasien/ keluarga.

Dalam membantu klien mencapai tujuannya, perawat dapat


menggunakan beberapa strategi yaitu, strategi kompensasi memberi
bantuan kepada klien sebagian atau sepenuhnya, strategi monitoring
perawat melakukan pengamatan secara terus menerus dan periodik
untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan guna menilai respon
klien terhadap intervensi yang digunakan untuk pengambilan keputusan
(apakah intervensi dihentikan, dilanjutkan, atau dimodifikasi), strategi

24
pendidikan kesehatan mengidentifikasi kebutuhan belajar klien
berdasarkan masalah yang dihadapinya guna meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, perubahan sikap dan perilaku klien kearah
perbaikan status kesehatannya, strategi perubahan perawat memberi
dukungan agar klien dapat mengadaptasi perubahan-perubahan yang
terjadi sebagai dampak dari masalah keperawatan dan kesehatannya dan
strategi motivasi meningkatkan motivasi klien untuk meningkatkan
intervensi keperawatan guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
(Zaidin Ali. 2010)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaanya sudah berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan dengan
melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan selanjutnya.

Melalui tahap evaluasi ini, perubahan respon klien akan dapat dideteksi.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik yang relevan
dengan cara membandingkannya dengan kriteria hasilyang diperoleh.
Kemampuan dasar melakukan evluasi harus dimiliki perawat dalam
pendokumentasian.

Dokumentasi evaluasi keperawatan merupakan catatan tentang indikasi


kemajuan pasien terhadap tujuan yang akan dicapai. Evaluasi
keperawatan menilai keefektifan perawatan dan mengomunikasikan
status kesehatan klien setelah diberikan tindakan keperawatan serta
memberikan informasi yang memugkinkan adanya revisi perawatan
sesuai keadaan pasien setelah di evaluasi. Kualitas asuhan keperawatan
dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) evaluasi terhadap respon
yang segera timbul setelah intervensi dilakukan dan proses (sumatif)

25
evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan atau hasil akhir yang
diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan. (Zaidin Ali. 2010)

26
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diabetes melitus merupakan penyakit non infeksi akibat gangguan
metabolisme insulin yang tanda dan gejalanya bertahap hingga menimbulkan
komplikasi. Diabetes melitus dapat terjadi akibat pola makan yang buruk atau
didapatkan secara turun-menurun. Komplikasi yang sering mengganggu klien
dengan diabetes melitus adalah adanya luka gangren pada bagian tubuh.

Terdapat komplikasi yang dapat terjadi jika penyakit ini diabaikan yakni
Komplikasi akut diabetes mellitus terdiri dai Hipoglikemi, Ketoasidosis
Diabetik – Koma Diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
Koma Lakto Asidosis. Komplikasi kronis diabetes mellitus Komplikasi
Spesifik dan Komplikasi non spesifik.

Didalam asuhan keperawatan ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat


muncul yakni Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
status metabolik (neuropati perifer). Resiko terjadi injury berhubungan
dengan penurunan fungsi penglihatan. Didalam diagnosa tersebut diharapkan
perawat dapat melakukan intervensi sampai dengan tahap evaluasi yang
sesuai degan kasus secara komperhensif.

B. SARAN
Untuk Mahasiswa/i agar lebih mendalami materi mengenai kasus yang
didapat dengan mencari sumber pustaka yang dapat dipertanggung jawabkan
sehingga akan menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas. Untuk
Perawat agar lebih meningkatkan perawatan pada klien dan lebih care
terhadap klien khususnya pada klien diabetes melitus yang memerlukan

27
bantuan dalam hal kebutuhan yang lebih membutuhkan pengawasan serta
monitoring agar terhindar dari komplikasi yang merugikan klien.

28
DAFTAR PUSTAKA

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

Bilotta, Kimberly A. J. (2012). Kapita Selekta Penyakit : Dengan Implikasi


Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Corwin,. J. Elizabeth. (2009). Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Hutahaean, Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan.


Jakarta : Trans Info Media

Sustrani, Lany, dkk. (2010). Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Novitasari, Retno. (2012). Diabetes Mellitus Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta :


Nuha Medika

Smeltzer, Susan C. (2015). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.


Edisi 12. (Devi Yulianti dan Amelia Kimin penerjemah). Jakarta : Buku
Kedokteran EGC

Zaidin, Ali. (2010). Dasar – dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

29

Anda mungkin juga menyukai