Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Gerakan Tajdid dan Dakwah Muhammadiyah dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Dosen
mata kuliah Kemuhammadiyahan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Gerakan Tajdid dan Dakwah
Muhammadiyah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, 20 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Pengertian Tajdid..........................................................................................3
B. Pengembangan Tajdid...................................................................................4
C. Makna Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah.....................8
D. Metode dan Strategi Dakwah Muhammadiyah.............................................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dua faktor yang melandasi atau yang menjadi latar belakang berdirinya
Muhammadiyah yaitu faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan
faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi keagamaan kaum
muslimin di Indonesia sendiri yang karena berbagai sebab telah menyimpang
dari ajaran Islam yang benar. Faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan
dengan: politik Islam Belanda terhadap kaum muslimin di Indonesia dan
pengaruh ide dan gerakan pembaharuan Islam dari Timur Tengah

Sebagai langkah perbaikan diusahakan untuk memahami kembali Islam, dan


selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai standard
Islam yang benar. Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah
pembaharuan (tajdid) pemahaman agama. Adapun yang dimaksudkan dengan
pembaharuan oleh Muhammadiyah  ialah yang seperti yang dikemukakan M.
Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata “tajdid” (bahasa Arab) yang artinya
“pembaharuan” adalah mengenai dua segi, ialah dipandang dari pada/menurut
sasarannya Pertama:   berarti pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada
keasliannya/kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-
soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah. Kedua:   
berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya
mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan,
dan lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan
dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu. Tajdid dalam kedua artinya, itu
sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran Islam itu sendiri dalam
perjuangannya.

Dapat disimpulkan bahwa pembaharuan itu tidaklah selamanya berarti


memodernkan, akan tetapi juga memurnikan, membersihkan yang bukan
ajaran. rakan Muhammadiyah adalah gerakan purifikasi (pemurnian) dan
modernisasi (pembaharuan) atau dalam bahasa arab “tajdid” keduanya

1
memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Pada mulanya, Muhammadiyah
dikenal dengan gerakan purifikasi, yaitu kembali kepada semangat dan ajaran
Islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari Tahayul, Bid’ah dan
Khurafat. Cita-cita dan gerakan pembaharuan yang dipelopori
Muhammadiyah sendiri sebenarnya menghadapi konteks kehidupan
keagamaan yang bercorak ganda, sinkretik dan tradisional. Sebagai sebuah
gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah mempunyai ciri khusus dengan
yang lain, tetapi ciri tersebut dibuat bukan atas dasar teoritik belaka,
melainkan berpijak pada proses yang sesuai dengan lingkungan dan budaya
masyarakat. Meskipun Muhammadiyah melakukan purifikasi keagaaman,
namun Muhammadiyah dalam waktu yang bersamaan sangat menyadari
ketergantungan pada lingkungan sosial-budaya di tempat Muhammadiyah
berada.

B. Tujuan Penulisan
Untuk memahami konsep gerakan tajdid dan dakwah muhammadiyah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tajdid
Istilah tajdid berasal dari bahasa arab yaitu jaddada, yujaddidu, tajdidan yang
berarti memperbaharui atau menjadikan baru. Tajdid menurut
muhammadiyah bukan sekedar pemurnian seperti meluruskan arah kiblat
tetapi juga memperbarui cara paham beragama dan mendirikan lembaga-
lembaga sosial baru yang bersifat pembaruan dalam rangka pengembangan
[ CITATION Kem16 \l 1057 ].

Menurut paham Muhammadiyah, tajdid mempunyai dua pengertian. Pertama,


mengandung pengertian purifikasi dan reformasi. Yaitu pembaruan dalam
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam ke arah keaslian dan kemurniannya
sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah Al-Maqbulah.

Dalam pengertian pertama ini diterapkan pada bidang akidah dan ibadah
mahdhah. Kedua, mengandung pengertian modernisasi atau dinamisasi
(pengembangan) dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam sejalan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan
masyarakat. Pengertian yang kedua diterapkan pada masalah muamalah
duniawi.

Tajdid dalam pengertian ini sangat diperlukan, terutama setelah memasuki era
globalisasi, karena pada era ini bangsa-bangsa di dunia rnengalami interaksi
antar budaya yang sangat kompleks. Dari segi bahasa, tajdid berarti
pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki dua arti, yakni pemurnian
dan peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya.

Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan ajaran


Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan
yang semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran,

3
pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh
kepada al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.

Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut,


diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang
bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan
Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.

B. Pengembangan Tajdid

1. Bidang Keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah memurnikan kembali dan
mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
agama baik menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah)
haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu sebagaimana diperintahkan oleh
Allah dalam Al-Quran dan dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW,
lewat sunah-sunahnya. Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja
untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala
kemusyrikan, bid’ah dan khufarat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip
toleransi menurut ajaran Islam, sedang dalam ibadah Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan
Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia [ CITATION
Abd00 \l 1057 ].

Di antara praktek-praktek dan kebiasaan yang bukan berasal dari agama


Islam antara lain : pemujaan arwah nenek moyang, benda-benda keramat,
berbagai macam upacara dan selamatan, seperti pada waktu-waktu
tertentu pada waktu hamil, pada waktu puput pusar, khitanan,
pernikahan, dan kematian, Upacara dan do’a yang diadakan pada hari ke-
3, ke-5, ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal, Peristiwa penting
yang bersifat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan seperti

4
kenduri/ slametan pada bulan Sya’ban dan Ruwah, dan Berziarah ke
makam orang-orang suci dan minta dido’akan.
Untuk itu Muhammadiyah berusaha meluruskan kembali dengan
memberantas segala bentuk bid’ah dan khurafat sepeti bentuk di atas.
Usaha pemurnian tersebut antara lain:
a. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam bersembahyang, sebagai
kebalikan dari kebiasaan sebelumnya, yang menghadap tepat ke arah
Barat.
b. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan
dan akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan
perjalanan bulan oleh petugas agama.
c. Menyelenggarakan sembahyang bersama di lapangan terbuka pada
hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti dari
sembahyang serupa dalam jumlah jama’ah yang lebih kecil, yang
diselengarakan di Masjid. Hal ini dilakukan dengan tujuan lain agar
para wanita yang sedang agar dapat bisa bergabung bersama
(walaupun tidak ikut sholat) karena hal ini tidak mungkin dapat
dilakukan apabila di dalam Masjid.
d. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan korban pada hari raya
tersebut di atas, oleh panitia khusus, mewakili masyarakat Islam
setempat, yang dapat dibandingkan sebelumnya dengan memberikan
hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau petugas agama
(penghulu, naib, kaum. modin, dan sebagainya).
e. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah, sebagai ganti dari
penyampaian khutbah dalam bahasa Arab.
f. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran,
khitanan, perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-
hal yang bersifat politheistis darinya.
g. Penyerderhanaan makam, yang semula dihiasi secara berlebihan.
Dari Jabir -Radhiyallaahu ‘anhu-, dimana dia berkata: “Rasulullah

5
-Shallallaahu ‘alaihi wasallam- telah melarang menembok kuburan,
duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya!”.(Hadits
Riwayat Muslim, Ahmad, An-Nasa’i dan Abu Dawud).
h. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci
(wali).
i. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang
dimiliki oleh para kyai/ulama tertentu, dan pengaruh ekstrim dari
pemujaan terhadap mereka.
j. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan
perempuan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.

2. Bidang Pendidikan
Pembaharuan pendidikan ini meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan
segi teknik pengajaran. Dari segi cita-cita, yang dimaksud K.H. Ahmad
Dahlan ialah ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim
dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan,
dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Adapun teknik,
adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan
pengajaran.

Gagasan pendidikan Muhammadiyah adalah untuk mendidik sejumlah


banyak orang awam dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Dalam
usaha merealisasi gagasan tersebut, Muhammadiyah sejak masa
kepemimpinan Ahmad Dahlan, telah berusaha keras untuk mengawinkan
antara dua sistim pendidikan, pesantren (pendidikan agama pedesaan di
bawah tuntunan kyai/ulama) dan sekolah model barat, dengan
menghilangkan kelemahan dari keduanya.

Dengan mengambil unsur-unsurnya yang baik dari sistim pendidikan


Barat dan sistim pendidikan tradisional, Muhammadiyah berhasil

6
membangun sistim pendidikan sendiri, seperti sekolah model Barat,
tetapi dimasuki pelajaran agama di dalamnya, sekolah dengan
menyertakan pelajaran sekuler, bermacam-macam sekolah kejuruan dan
lain-lain. Sedang dalam cara penyelenggaraannya, proses belajar
mengajar itu tidak lagi dilaksanakan di masjid atau langgar, tetapi di
gedung khusus, yang di lengkapi dengan meja, kursi dan papan tulis,
tidak lagi duduk di lantai.
Selain pembaharuan dalam lembaga pendidikan formal, Muhammadiyah
pun telah memperbaharui bentuk pendidikan tradisional non formal, yaitu
pengajian. Semula pengajian di lakukan di mana orang tua atau guru
privat mengajar anak-anak kecil membaca Al-Qur’an dan beribadah.
Oleh Muhammadiyah diperluas dan pengajian disistematiskan ke dalam
bentuk pendidikan agama non formal, di mana pesertanya lebih banyak
juga isi pengajian diserahkan pada masalah-masalah kehidupan sehari-
hari umat Islam.

Begitu pula Muhammadiyah dalam usaha pembaharuan ini telah berhasil


mewujudkan bidang bimbingan dan penyuluhan agama dalam masalah-
masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi, seperti
Muhammadiyah telah memelopori mendirikan Badan Penyuluhan
Perkawinan di kota-kota besar. Dengan menyelenggarakan pengajian dan
nasihat yang bersifat pribadi tersebut, dapat ditunjukkan bahwa Islam
menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia.

3. Bidang Kemasyarakatan
Di bidang sosial dan kemasyarakatan, maka usaha yang dirintis oleh
Muhammadiyah adalah didirikannya rumah sakit poliklinik, rumah yatim
piatu, yang dikelola melalui lembaga-lembaga dan bukan secara
individual sebagaimana dilakukan orang pada umumnya di dalam
memelihara anak yatim piatu. Badan atau lembaga pendidikan sosial di
dalam Muhammadiyah juga ikut menangani masalah-masalah

7
keagamaan yang ada kaitannya dengan bidang sosial, seperti prosedur
penerimaan dan pembagian zakat ditangani sepenuhnya oleh P.K.U.,
yang sekaligus berwenang sebagai badan ‘amil.

Usaha pembaharuan dalam bidang sosial kemasyarakatan ditandai


dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada
tahun 1923. Ide di balik pembangunan dalam bidang ini karena banyak di
antara orang Islam yang mengalami kesengsaraan, dan hal ini merupakan
kesempatan bagi kaum muslimin untuk saling tolong-menolong.

C. Makna Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah

Muhammadiyah selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah


tanpa pembaruan, ibarat makan sayur tanpa garam, maka rasanya hambar.
Muhammadiyah harus selalu menjadi pelopor. Sebagai pelopor,
Muhammadiyah tidak boleh kehilangan kepeloporannya. pembaruan menjadi
kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan Muhammadiyah. Jadi, pembaruan
akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi
dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang
dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal
syahadah. Majelis Tarjih dan Tajdid itu  berkutat melayani persoalan-
persoalan yang muncul khususnya masalah keagamaan internal
Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah mendapatkan pedoman
dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah fikih
tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain [ CITATION Sal00 \l
1057 ].

D. Metode dan Strategi Dakwah Muhammadiyah

Untuk mengajak orang lain agar dia tertarik melakukan amar ma’ruf nahi
mungkar sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, diperlukan metode

8
dakwah. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman dalam surat an-Nahal ayat 125
sebagai berikut : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”

Sesuai dengan penjelasan di atas bahwasanya Muhammadiyah menggunakan


metode dakwah nya sesuai dengan surah an –Nahl ayat 125, islam
mengajarkan untuk melaksanakan dakwah dalam al-Mau’izatil hasanah
(dalam diskusi yang baik) islam tidak mengajarkan sebaliknya yaitu dengan
kekerasan / peperangan.

Perkembangan zaman merupakan sesuatu yang tidak dapat dihambat oleh


siapapun dan di dalamnya tertuang unsur positif dan negatif. Perkembangan
zaman yang ditandai dengan derasnya arus komunikasi yang serba canggih
telah banyak membantu kehidupan umat manusia dalam mengembangkan
dakwah / penyebaran ajaran islam sesuai dengan visi dan misi
Muhammadiyah. Berbagai metode dakwah dalam Muhammadiyah mencakup
beberapa hal dalam penyebaran dakwah yaitu melalui dakwah secara cultural
(budaya) dan dakwah secara modern baik itu perkembangan teknologi
maupun pola pikir masyarakat modern.

Adapun dakwah dalam kultural yakni menggunakan budaya sebagai alat


untuk menyampaikan dakwah, akan tetapi muhammadiyah dalam
menggunakan dalwah cultural bukan berarti menghapus atau menghilangkan
budaya masyarakat setempat dalam artian memperbaiki budaya masyarakat
setempat dan mengarahkan kepada ajaran – ajaran islam. Contohnya : Yaitu
dalam pewayangan yang pernah dicontohkan oleh para wali yang mana
wayang pada zaman dulu masyarakat setempat mengunakanya sebagai

9
hiburan dan pendalaman agama hindu,karena agama yang pertamakali masuk
dalam Indonesia adalah ajaran hindu sehingga budaya hindu sangat kental
oleh masyarakat khususnya daerah jawa sehingga metode dakwah secara
cultural sangat efektif dalam mengatasi masyarakat yang sangat fanatik
dengan budaya dengan menggunakan cara tersebut tidak mengakibatkan
kesalahan fatal dalam menyampaikan dakwah islamiyah [ CITATION Ari87 \l
1057 ].

Metode dakwah secara modern (perkembangan teknologi) yakni


penyampaian dakwah melalui media komunikasi seperti hal nya tv maupun
internet serta media – media lainnya. Namun dalam pelaksanaan nya program
- programnya harus dikemas sedemikian rupa sehingga menarik semua orang
dan tentunya tetap membawa misi islamisasi pengetahuan dan budaya.
Membuat jaringan melalui internet dan mengisi sarana yang ada dengan tetap
mengacu pada islamisasi yang sesuai dengan kaidah islam. Menjalankan
dakwah secara profesional dengan landasan ikhlas karena Allah merupakan
kunci keberhasilan dakwah di masa mendatang.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan ajaran
Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan
yang semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran,
pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh
kepada al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.

Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut,


diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang
bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan
Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.

Muhammadiyah selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah


tanpa pembaruan, ibarat makan sayur tanpa garam, maka rasanya hambar.
Muhammadiyah harus selalu menjadi pelopor. Sebagai pelopor,
Muhammadiyah tidak boleh kehilangan kepeloporannya. pembaruan menjadi
kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan Muhammadiyah. Jadi, pembaruan
akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi
dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang
dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal
syahadah. Majelis Tarjih dan Tajdid itu  berkutat melayani persoalan-
persoalan yang muncul khususnya masalah keagamaan internal
Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah mendapatkan pedoman
dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah fikih
tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain [ CITATION Sal00 \l
1057 ].

11
B. Saran

Mungkin hanya ini informasi yang dapat kami sampaikan melewati


penulisan makalah ini yang meskipun dalam penyusunannya masih jauh
dari kata sempurna, tapi minimal kita dapat memanfaatkan atau
menerapkan segala sesuatu yang tercantum dalam makalah ini. Mohon
maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan, karena kami menyadari bahwa kami masih ada dalam tahap
pembelajaran yang masih sangat membutuhkan bimbingan dari berbagai
pihak. Semoga makalah ini dapat berguna untuk seluruh teman-teman
mahasiswa yang membutuhkan informasi mengenai gerakan tajdid dan
dakwah muhammadiyah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. A. (2000). Dinamika islam kultural; pemetaan atas wacana


keislaman kontemporer. Bandung: Mizan.

Arifin, M. (1987). Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Jaya.

Kemuhammadiyahan, A. (2016). Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Untuk


Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Yogyakarta: Majelis Pendidikan
Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Salim, I. (2000). Studi Kemuhammadiyahan, Kajian Historis, Ideologis, dan


Organis. Yogyakarta: LSI UMS.

13

Anda mungkin juga menyukai