Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK DIABETES MELITUS


DI UPT PUSKESMAS SINGKAWANG BARAT I

Disusun oleh:

ANBIYA GALIH UTAMA


NIM. 212133005

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat
Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GERONTIK DIABETES MILITUS
DI UPT PUSKESMAS SINGKAWANG BARAT 1

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik


(Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa,

Anbiya Galih Utama


NIM. 212133005

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ners. Emi Rosanty, S.Kep


NIP. NIP. 198008012006042017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan limpahan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
ini. Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini penulis telah melibatkan bantuan
moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaanlaporan pendahuluanini. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa di Poltekkes
Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran mahasiswa di
Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.

Singkawang, Desember 2022

Penulis
BAB I
KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Diabetes Militus


1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena
adanya hiperglikemia yang dikarenakan organ pankreas tidak mampu
memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target
tersebut. Abnormalitas yang di temukan pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang ada pada penderita penyakit diabetes melitus
dikarenakan aktivitas insulin pada target sel kurang (Kerner and Bruckel,
2017).
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan
Bare, 2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA, 2017).
2. Anatomi Dan Fisiologi
a. Anatomi
Pankreas adalah sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm dari duodenum sampai
ke limpa dan beratnya rata-rata 69-90 gr. Terbentang pada vertebra
lumbarlis I dan II dibelakang lambung. Bagian-Bagian dari pancreas
adalah :
1) Kepala pankreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan
didalam ekukan duodenum.
2) Badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini letaknya
dibelakang lambung dan didepan vertebralumbalis pertama.
3) Ekor pankreas, bagian runcing disebelah kiri yang sebenarnya
menyentuh limfa.
Fungsi dari pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pancreas yang berisi enzim
dan elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau Langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan
insulin.
b. Fisiologi
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan prifer tergantung dari keseimbangan fisiologi
beberapa hormon antara lain:
1) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa
darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
2) Hormon yang meningkatkan kadar gula darah Antara lain:
a) Glucagon yang disekresi oleh sel alfa pulau Langerhans
b) Epinefrin yang disekresikan oleh mesulla adrenal dan jaringan
kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growt hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterioir.
Glucagon, epinefrin, glukokortioid, dan growth hormone
membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah
timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
3. Etiologi
Menurut Smeltzer 2017 Diabetes Melitus dapat di klasifikasikan ke
dalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1
namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan
genetik kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imunnya.
(Smeltzer 2017 dan bare,2017)
2) Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer dan Bare, 2015)
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2017 Mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4. Patofisiologi
Insulin memgang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme karbohidrat, yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel
dan digunakan sebagai bahan bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, yang kemudian di
dalam sel tersebut glukosa akan dimetabolisme menjadi tenaga, Bila insulin
tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel, yang mengakibatkan
glukosa teteap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa
didalam darah meningkat (Suyono,2018).
5. Klasifikasi
Klasifikasi etiologi diabetes menurut American Diabetes Association
2018 dibagi dalam 4 jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena
sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali
sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang
jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik
pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau
rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi
autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada
pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak
dapat memproduksi insulin.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin
tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi
insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya
masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.
Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada
adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β
pankreas dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnyan
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β
pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defensiesi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan
asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan
bergizi seimbang dan olah raga secara teratur biasanya penderita
berangsur pulih. Penderita juga harus mampu mepertahannkan berat
badan yang normal. Namun pada penderita stadium akhir kemungkinan
akan diberikan suntik insulin.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe
ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan.
6. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pasien DM dibagi menjadi dua macam yaitu gejala
kronik dan gejala akut serta munculnya ulkus diabetic, yaitu :
a. Gejala akut yang timbul pada pasien DM berupa :
1) Pasien akan banyak mengkonsumsi makanan (poliphagi)
2) Pasien akan banyak mengkonsumsi minum (polidipsi)
3) Pasien akan lebih sering buang air kecil (poliuri)
Apabila gejala tersebut tidak segera ditangani maka akan timbul
gejala lain seperti menurunnya nafsu makan pasien dan berat badan akan
turun, mudah merasa lelah, pada keadaan tertentu pasien akan koma.
b. Gejala kronis yang muncul antara lain :
1) Pasien biasanya akan mengeluh kesemutan
2) Kulit pasien akan terasa panas
3) Kulit pasien terasa tebal
4) Mengalami kram
5) Pandangan pasien kabur
6) Gigi mudah goyang dan sering lepas
7) Pada wanita hamil kemungkinan terburuknya dalah keguguran dan
prematuritas.
c. Luka diabetic
Luka diabetic atau sering biasa disebut ulkus diabetik luka yang
disebabkan karena pulsasi pada bagian arteri distal.
7. Komplikasi
Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua berdasarkan lama
terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzel dan Bare,
2018 ; PERKENI , 2018).
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2) Hipoglikemi
3) Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer 2017,kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri
dari:
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,
pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati
diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana
serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau
penyakit.
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya
tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki
dan disfungsi ereksi.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan Normal
1 Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
2 Glukosa darah puasa >140 mg/dl
3 Glukosa darah 2 jam setelah makan >200 mg/dl
(Menurut WHO, 2015)
b. Pemeriksaan fungsi tiroid
Pemeriksaan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin.
c. Urine
Pemeriksaan didapatkan adaknya glukosa dalam urine. Pemriksaan
dilakukan dengan cara benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
9. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut PERKENI 2018 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
1) Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
Prinsip diet DM, adalah:
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan/ tidak
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage
of relative body weight ( BPR= berat badan normal) dengan rumus:
BPR= BB(kg) X 100%
TB(cm) -100
Keterangan :
1) Kurus (underweight): BPR110% 35
2) Normal (ideal) : BPR90%-110%
3) Gemuk (overweight) : BPR> 110%
4) Obesitas apabila : BPR> 120%
- Obesitas ringan : BPR 120% -130%
- Obesitas sedang : BPR 130% - 140%
- Obesitas berat : BPR 140 – 200%
- Morbid : BPR > 200%
2) Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM
adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore.
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen.
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein.
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3) Edukasi
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya.
4) Penggunaan obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan belum berhasil,
berarti harus diberikan obat obatan.
5) Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin, bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes.
6) Melakukan perawatan luka
Melakukan tindakan perawatan mengganti balutan, membersihkan
luka pada luka kotor bertujuan mencegah infeksi dan membantu
penyembuhan luka.
b. Pelaksanaan medis
1. Terapi dengan insulin
2. Obat antidiabetik oral
a) Sulfonilurea
b) Golongan biguanid metformin
c) Penghambat alfa glukosidase/ acarbose
d) Thiazolidinediones

B. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-
anak dan dewasa akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang
ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang
terakhir. Dimana saat ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental
dan sosial secara bertahap (Hanum & Lubis, 2017).
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
melalui tahap tahap kehidupannya yaitu nenonatus toddler, praschool,
remaja,dewasa dan lansia terhadap beberapa ini dimulai baik secara
biologis maupun psikologis (Padila, 2013). Menurut komisi nasional
lansia dengan semakin meningkatnya penduduk lansia, dibutuhkan
perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan
yang berkaitan penuaan penduduk. Penuaan penduduk membawa
berbagai implikasi baik dari aspek social, ekonomi, hukum, politik dan
terutama kesehatan (Hanum & Lubis, 2017).
2. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut :
a. Berusia lebih dari 60 th (sesuai pasal 1 ayat (2) UU No. 13 ttg
kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat
sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual serta
dari kondisi adaptif hingga maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

3. Batasan Lanjut Usia


a. Pra usia lanjut (prasenilis)
Seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lanjut usia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah
tahap masa tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun
keatas). Sedangkan lanjut usia adalah sudah berumur atau tua.
c. Usia lanjut Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Usia lanjut Potensial
Usia lanjut yang masih mampu melaksanakan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
4. Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang Terjadi pada Lansia meliputi perubahan fisik,
sosial, dan psikologis.
a. Perubahan Fisik
1) Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan
penurunan tampilan dan fungsi fisik. lansia menjadi lebih
pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu dan pelebaran
lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi
tipis dan keriput, masa tubuh berkurang dan masa lemak
bertambah.
2) penurunan tampilan dan fungsi fisik. lansia menjadi lebih
pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu dan pelebaran
lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi
tipis dan keriput, masa tubuh berkurang dan masa lemak
bertambah.
3) Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi
adanya penebalan dan kaku, terjadi penurunan kemampuan
memompa darah (kontraksi dan volume) elastisistas pembuluh
darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
4) Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia
yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru yaitu penurunan
elastisitas paru, otototot pernapasan kekuatannya menurun dan
kaku, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun dan terjadinya penyempitan pada bronkus.
5) Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia
mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit, dimana epidermis
dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat elastis berkurang
dan keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam
hidung dan telinga menebal, vaskularisasi menurun, rambut
memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh
serta kuku kaki tumbuh seperti tanduk.
6) Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan
fungsi sistem saraf. Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsi
menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi
khususnya yang berhubungan dengan stress, berkurangnya atau
hilangnya lapisan mielin akson sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan refleks.
7) Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca
monopause yang dapat mengalami kehilangan densitas tulang
yang masif dapat mengakibatkan osteoporosis, terjadi bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
8) Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi
penurunan asam lambung, peristaltik menurun sehingga daya
absorpsi juga ikut menurun, ukuran lambung mengecil serta
fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
9) Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran
darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun dan
fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasikan
urine ikut menurun.
10) Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang
dapat menyebabkan otot-otot melemah, kapasitasnya menurun,
dan terjadi retensi urine.
11) Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani atrofi
yang dapat menyebabkan ganguan pendengaran dan tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
12) Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang
menurun terhadap sinar, adaptasi terhadap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, dan katarak
b. Perubahan Psikologis
Pada lansia dapat dilihat dari kemampuanya beradaptasi
terhadap kehilangan fisik, sosial, emosional serta mencapai
kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup.ketakutan menjadi tua
dan tidak mampu produktif lagi memunculkan gambaran yang
negatif tentang proses menua. Banyak kultur dan budaya yang ikut
menumbuhkan anggapan negatif tersebut, dimana lansia dipandang
sebagai individu yang tidak mempunyai sumbangan apapun
terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya ekonomi
c. Perubahan Kognitif
Pada lansia dapat terjadi karena mulai melambatnya proses
berfikir, mudah lupa, bingung dan pikun. Pada lansia kehilangan
jangak pendek dan baru merrupakan hal yang sering terjadi
d. Perubahan Sosial, Post power syndrome, single
woman,single parent, kesendirian, kehampaan, ketika lansia
lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan meninggal
5. Tipe Lansia
a. Tipe arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi ruangan.
c. Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif acuh tak acuh. Tipe lain dari usia lanjut : Tipe
optimis, Tipe konstruktif, Tipe dependen (ketergantungan), Tipe
defensif (bertahan) tipe militan dan serius, tipe marah / frustasi
(kecewa akibat kegagalam dalam melakukan sesuatu), Tipe putus
asa (benci pada diri sendiri).
6. Tugas perkembangan Lansia
Kesiapan lansia untuk beradaptasi terhadap tugas
perkembangan lansia dipengaruh oleh proses tumbang pada tahap
sebelumnya.
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
d. Mempersiapkan kehidupan baru
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehiduan sosial/masyarakat secara
santai
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
BAB II
WOC (WEB OF CAUTION)
Obesitas, usia, genetik
Reaksi autoimun
DM Tipe II
DM Tipe I
Sel beta prancreas
Sel beta prancrean Defisiensi insulin rusak
hancur

Anabolisme proses Liposisi Meningkat Penurunan pemakaian


Glukosa

Kerusakan pada Gliserol asam lemak bebas


antibodi Hiperglikemia

Aterosklerosis Katogenesis
Kekebalan tubuh Poliphagi Viskolita darah

Ketonuria
Neoropati sensori Polidipsi Aliran darah
perifer Ketoasidosis melambat

Poliurea
Klien merasa sakit Makro veskuler Mikro vaskuler Ischemic
pada luka jaringan
Jantung serebral
Retina ginjal

Nyeri Akut Miocard


infark Penyumbatan retina
Ketidaksatabilan
neoropati
kadar glukosa
darah
Perfusi
perifer tidak
Nerkrosis luka efektif

Gangreen

Aktivitas terganggu

Gangguan integritas
kulit/jaringan

Sumber: PERKENI (2018)


BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif
(mis: tanda-tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik dan
peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medic (NANDA, 2018).
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data
tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap
berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama.
1. Identitas Klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien
diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak
kunjung sembuh.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia
ekstremitas bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit jelek,
mata cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan otot, letargi,
mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul
pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa
kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.
3. Pola sehari-hari
1) Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran
negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan
perawatan.
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang
insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga
menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak minum,
BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi
status kesehatan.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki
diabetic, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan
penderita kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi
seks, adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi
Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung, dapat mengakibatkan
penderita kurang mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melakukan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadahnya.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
b) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar
gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan kompensasi
kelebihan kadar gula dalam darah)
c) Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan juga ada
yang mengalami hipotensi.
2) Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
3) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
4) Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami peningkatan jika
terindikasi adanya infeksi.
5) Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB
secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan
terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola
makan yang terkontrol.
d) Kepala dan leher
1) Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis
wajah (pada klien dengan komplikasi stroke).
2) Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien mengalami
retinopati atau katarak, penglihatan kabur, dan penglihatan ganda
(diplopia).
3) Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman pendengaran
dengan garputala atau bisikan.
4) Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada sumbatan, serta
peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH).
5) Mulut :
a) Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau penurunan
perfusi jaringan pada stadium lanjut).
b) Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis
osmosis.
c) Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi mudah
goyah.
6) Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik.
7) Thorax dan paru-paru
a) Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama
pernapasan, nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas
atau adanya kelainan suara nafas, tambahan atau adanya
penggunaan otot bantu pernapasan.
b) Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.
c) Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
d) Auskultasi: dengarkan suara paru vesikuler atau
bronkovesikuler.
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.
8) Abdomen
a) Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.
b) Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
c) Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.
d) Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan.
9) Integumen
a) Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
b) Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena adanya
gangren, daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas bagian
bawah.
c) Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
d) Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
e) Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
10) Sirkulasi
Gejala :adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan
lama.
Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, disritmia.
11) Genetalia : adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasanyeri seperti terbakarpada bagian organ genetalia,
kesulitan berkemih (infeksi).
12) Neurosensori : terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas pada otot. Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut).
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan
intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat (SDKI,
2018). Diagnosa Keperawatan yang muncul pada diabetes melitus yaitu:
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
(D.0027)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik (D.0077)
3. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan aliran darah melambat
(D.0009)
4. Gangguan Integritas kulit/jaringan berhubungan dengan ganggren
(D.0129)
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Ketidakstabilan Kestabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia
gula darah Glukosa (I.03115)
berhubungan Darah(L.05022) 1. Observasi
dengan resistensi setelah dilakukan a. Identifkasi kemungkinan
insulin. tindakan keperawatan penyebab hiperglikemia
diharapkan kadar b. Identifikasi situasi yang
glukosa dalam darah menyebabkan kebutuhan
membaik. insulin meningkat (mis.
Kriteria Hasil: penyakit kambuhan)
a. koordinasi c. Monitor kadar glukosa
meningkat darah, jika perlu
b. mengatuk, d. Monitor tanda dan gejala
pusing, lesu, hiperglikemia (mis.
lelah, keluhan poliuri, polidipsia,
lapar menurun polivagia, kelemahan,
c. kadar glukosa malaise, pandangan kabur,
dalam darah sakit kepala)
membaik e. Monitor intake dan output
cairan
f. Monitor keton urine,
kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi
nadi
2. Terapeutik
a. Berikan asupan cairan oral
b. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
c. Fasilitasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
3. Edukasi
a. Anjurkan olahraga saat
kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
b. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
c. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
d. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis. penggunaan
insulin, obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional
kesehatan)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
c. Kolaborasipemberian
kalium, jika perlu
2. Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L. (Manajemen nyeri I.08238)
berhubungan 08066) 1. Observasi
dengan Agen Tujuan : a. Identifikasi lokasi,
cedera fisik. setelah dilakukan karakteristik nyeri, durasi,
tindakan keperawatan frekuensi, intensitas nyeri
diharapkan tingkat b. Identifikasi skala nyeri
nyeri menurun. c. Identifikasi faktor yang
Kriteria hasil : memperberat dan
a. Pasien memperingan nyeri
mengatakan 2. Terapeutik
nyeri a. Berikan terapi non
berkurang dari farmakologis untuk
skala 7 mengurangi rasa nyeri
menjadi 2 b. Kontrol lingkungan yang
b. Pasien memperberat rasa nyeri
menunjukkan (mis: suhu ruangan,
ekspresi wajah pencahayaan,kebisingan)
tenang 3. Edukasi
c. Pasien dapat a. Anjurkan memonitor nyeri
beristirahat secara mandiri
dengan b. Ajarkan teknik non
nyaman farmakologis untuk
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Perfusi Perifer Perfusi perifer (L. Perawatan Sirkulasi (I.02079)
tidak efektif 02011)
berhubungan setelah dilakukan 1. Observasi
dengan aliran tindakan keperawatan a. Periksa sirkulasi
darah melambat. diharapkan perfusi perifer(mis. Nadi perifer,
perifer membaik. edema, pengisian kalpiler,
Kriteria Hasil: warna, suhu, angkle
a. Denyut nadi brachial index)
perifer b. Identifikasi faktor resiko
meningkat gangguan sirkulasi (mis.
b. Warna kulit Diabetes, perokok, orang
pucat menurun tua, hipertensi dan kadar
c. Pengisian kolesterol tinggi)
kapiler, akral, c. Monitor panas,
turgor kulit kemerahan, nyeri, atau
membaik bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
a. Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
c. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cidera
d. Lakukan pencegahan
infeksi
e. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
f. Lakukan hidrasi
3. Edukasi
a. Anjurkan berhenti
merokok
b. Anjurkan berolahraga
rutin
c. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
e. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
f. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
g. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
h. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
i. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
j. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
4. Gangguan Integritas kulit dan Perawatan Luka( I.14564 )
Integritas jaringan (L. 14125) 1. Observasi
kulit/jaringan setelah dilakukan a. Monitor karakteristik luka
berhubungan tindakan keperawatan (mis:
dengan ganggren. diharapkan kerusakan drainase,warna,ukuran,bau
jaringan menurun. b. Monitor tanda –tanda
Krtiteria hasil: inveksi
a. Kerusakan 2. Terapeutik
jaringan a. lepaskan balutan dan
menurun plester secara perlahan
b. Kerusakan b. Cukur rambut di sekitar
lapisan kulit daerah luka, jika perlu
menurun c. Bersihkan dengan cairan
c. Elastis, NACL atau pembersih
hidrasi,perfusi non toksik,sesuai
jaringan kebutuhan
meningkat d. Bersihkan jaringan
nekrotik
e. Berika salep yang sesuai
di kulit /lesi, jika perlu
f. Pasang balutan sesuai
jenis luka
g. Pertahan kan teknik seteril
saaat perawatan luka
h. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
i. Jadwalkan perubahan
posisi setiap dua jam atau
sesuai kondisi pasien
j. Berika diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
k. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
l. Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika
perlu
3. Edukasi
a. Jelaskan tandan dan gejala
infeksi
b. Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan
protein
c. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

a. Aplikasi Pemikiran Kritis Dalam Asuhan Keperawatan


Dalam menangani kasus DM seorang perawat harus mampu berfikir kritis
dalam memberikan asuhan sehingga dapat memberikan pelayanan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Seperti hal nya dalam proses diet untuk para
penderita DM yang terkadang lalai dalam menjalanan prosedur diet karena
merasa bahwa diet yang dijalani cukup membosankan. Dalam kasus ini
seorang perawat harus bisa meyakinkan pasien pentingnya menjalani diet ini,
karena dengan diet pasien bisa mengatur kembali pola makan yang terkadang
tidak teratur, serta membantu pasien untuk mengurangi berat badannya.
Dalam memberikan pendidikan kesehatan seorang perawat harus mampu
memberikan pendidikan yang bisa membantu pasien mencapai harapannya,
maka dari itu seorang perawat harus mampu berfikir kritis, yaitu mencari cara
agar pasien mendapat kepuasan atas pelayanan yang diberikan tentunya.
Sehingga perawat harus memikirkan langkah atau tindakan selanjutnya yang
mendukung perkembangam kesehatan pasien, seperti dengan menyarankan
pasien untuk mulai berolahraga secara teratur. Perawat juga harus mampu
mendorong pasien DM untuk tetap semangat dalam menjalani semua prosedur
yang akan diberikan selama asuhan keperawatan diberikan. Dalam konsep
berpikir kritis, seorang perawat diharapkan mampu memberi inovasi terbaru
dalam memberikan asuhan keperawatan, yang bertujuan untuk menigkatkan
kinerja dari seorang perawat dengan pertimbangan yang tidak merugikan
pasien maupun diri sendiri. Maka dari itu perawat harus memahami terlebih
dahulu apa saja konsep dari berpikir kritis. Konsep berpikir kritis dapat di
tingkatkan dengan cara simulasi, simulasi diyakini dapat meningkatkan
kemampuan berpikir seseorang dan juga dapat meningkatkan kepercayaan diri
seseorang. Kemudian ada metode ronde, konferensi klinis, demonstrasi
model, dan yang terakhir peta konsep. Konsep konsep diatas diyakini mampu
meningkatkan pola pikir seseorang, seperti demontrasi model, dengan
skenario simulasi diyakini dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
mengembangkan penilaian klinis selama proses debriefing. Sedangkan
konferensi klinis, digunakan untuk mengembangkan pemikiran kritis dan
pemecahan masalah, meningkatkan penalaran dan penilaian klinis. Maka dari
itu, perawat diharapkan mampu menguasasi konsep berpikir kritis agar bisa
meningkatkan kepercayaaan diri dalam melakukan tindakan, dapat berpikir
secara rasional atas tindakan yang akan di berikan kepada pasien dengan
memikir dengan memikirkan efek kemungkinan yang terjadi kepada pasien
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 11 juni 2017 Diabetes
bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics

PERKERNI. (2015). Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia. Jakarta: PERKERNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Smeltzer, S.C dan B, G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai