Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN: DIABETES MELITUS JUVENIL
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Lilis Lusiani, S.Kep, Ners, M.Kep

Oleh :
AMELIANA CAHYANTI CKX0210001
DHEA AMALIA CKX0210003
NAHDAH AMALIA CKX0210006
Tikah Dhiya Aprillia CKX0210022
WINDY NOVARIANTI CKX0210010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER


KAMPUS 2 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
September 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Konsep
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Endoktrin Diabetes Melitus
Juvenil dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Lilis Lusiani, S.Kep, Ners,
M.Kep. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah membantu dan
meluangkan waktu dalam penyelesaian makalah.
Makalah yang tersaji ini, penulis berusaha menggunakan pengetahuan dan
kemampuan semaksimal mungkin. Namun, masih terdapat kekurangan di dalamnya.
Sehingga, penulis mengharapkan saran demi perbaikan untuk makalah berikutnya.
Selain itu, penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai khasanah
perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai acuan untuk makalah berikutnya.

Cirebon, 3 September 2022

Penyusun.

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit......................................................................................3
1. Definisi...............................................................................................3
2. Anatomi Fisiologi Sistem Endoktin...................................................3
3. Etiologi...............................................................................................9
4. Patofisiologi........................................................................................10
5. Pathway..............................................................................................12
6. Manifestasi Klinis...............................................................................13
7. Komplikasi.........................................................................................13
8. Penatalaksanaan..................................................................................15
B. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................19
1. Pengkajian..........................................................................................19
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................22
3. Intervensi Keperawatan......................................................................23
4. Implikasi Keperawatan.......................................................................30
5. Evaluasi Keperawatan........................................................................30
BAB III PENUTUP
A. Simpulan..................................................................................................32
B. Saran........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang
Diabtes melitus adalah penyakut kronik dengan insiden yang semakin
meningkat di seluruh dunia. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa,
tetapi juga pada anak. Diabetes mellitus ditandai dengan peningkatan kadar gula
darah akibat gangguan produksi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya.
Berdasarkan penyebabnya, DM dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu DM
tipe-1, DM tipe-2, DM tipe lain dan diabetes pada kehamilan atau gestasional.
Pada anak, jenis DM tersering adalah diabetes juvenil atau biasa disebut diabetes
tipe-1, terjadi defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel kelenjar pankreas
oleh proses autoimun. Masalah utama DM tipe-1 di Indonesia adalah kesadaran
masyarakat dan tenaga kesehatan yang kurang sehingga banyak pasien tidak
terdiagnosis dan tidak mendapatkan tata laksana adekuat.
(IDAI) pada tahun 2018, tercatat 1220 anak penyandang DM tipe-1 di
Indonesia. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali
lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010.
Data tahun 2003-2009 menunjukkan pada kelompok usia 10-14 tahun, proporsi 2
perempuan dengan DM tipe 1 (60%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(28,6%).4 Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali
terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun
2016 dan 2015, yaitu 63%.2 Diduga masih banyak pasien DM tipe-1 yang tidak
terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah sakit.
Insiden DM tipe-1 pada anak di Indonesia tidak diketahui secara pasti karena
sulitnya pendataan secara nasional.
Sampai saat ini, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) berusaha mengumpulkan data pasien anak DM di
Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak, termasuk
dokter anak endokrinologi, spesialis penyakit dalam, perawat, edukator DM,
1
data Ikatan Keluarga Penyandang DM Anak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran rekam medis pasien, dan kerjasama dengan perawat edukator
National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang
DM anak Indonesia yang berobat di Singapura.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem
Endoktrin Diabetes Melitus Juvenil?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar penulis mampu
memahami konsep asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem
endoktrin diabetes melitus juvenil.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini yaitu penulis dapat memahami:
a. Konsep Penyakit Diabetes Juvenil
b. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Juvenil

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association ADA (2010), diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin atau kedua–
duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus tipe-1 (DMT1) adalah kelainan sistemik akibat
terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia
kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas baik oleh
proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang
bahkan terhenti. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (IDAI, 2017).
Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM akibat insulin tidak
cukup diproduksi oleh sel betapankreas, sehingga terjadi hiperglikemia
(WHO, 2017). Tipe -1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas
yang diperantarai oleh imun atauantibodi, sehinga sepanjang hidup penderita
initergantung pada insulin eksogen.
2. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang
mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam
jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut hormon. Hormon adalah zat
yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ yang
mempengaruhi kegiatan di dalam sel (Hariyanto & Washudi, 2016).
Sistem Endokrin disebut juga kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang
tidak mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Selain itu,

3
organ tersebut melakukan sekresi yang tidak meninggalkan kelenjarnya
melalui saluran tetapi langsung melalui darah di dalam jaringan kelenjar.
Kata endokrin berasal dari bahasa Yunani yang berarti sekresi ke dalam, zat
utamanya disebut hormon. Dalam bahasa Yunani “hormon” berarti
“merangsang” (Santoso, 2014).
a. Anatomi sistem endoktrin
Terdapat 6 kelenjar endokrin yang masing-masing berperan
dalam menghasilkan hormon-hormon tertentu sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah sebagai berikut (Wahyuningsih
& Kusmiyati, 2016).
1) Kelenja hipofisis
Hipofisis atau disebut juga glandula pituitaria terletak di
sella turcica, lekukan os tsphenoidale basis cranii, berbentuk oval
dengan diameter kira-kira 1 cm. Kelenjar ini terbagi menjadi lobus
anterior dan posterior, serta terdiri dari adenohipofisis yang berasal
dari orofaring dan neurohipofisis yang berasal dari sistem kantong
Ratke.
Hipofise dikenal sebagai master of gland karena
kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol
aktivitas kelenjar endokrin lain dengan menghasilkan bermacam-
macam hormon untuk mengatur kegiatan kelenjar endokrin lainnya,
terletak di bagian otak besar. Kelenjar hipofisis ini dibagi menjadi 3
bagian berdasarkan letaknya, yaitu bagian depan (anterior), bagian
tengah (central), dan juga bagian belakang (posterior). Kelenjar
hipofisis juga bekerja sama dengan hipotalamus (suatu organ dalam
otak) untuk mengendalikan organ-organ dalam tubuh.
2) Kelenja tiroid
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher atau bagian
depan kerongkongan tepat dibawah kartilago krikoid antara fasia
koli media dan fasia prevertebralis. Dalam ruang yang sama juga
terletak
4
trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakea dan melingkari dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak
pada permukaan belakang kelenjar tiroid. Pada orang dewasa berat
tiroid kira-kira 18 gram. Terdapat dua lobus kanan dan kiri yang
dibatasi oleh isthmus. Masing-masing lobus memiliki ketebalan 2
cm, lebar 2,5 cm, dan panjang 4 cm. Terdapat folikel dan para
folikuler. Mendapat sirkulasi dari arteri tiroidea superior dan
inferior dan dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu
tiroksin (T4) atau Tetra Iodotironin. Bentuk aktif hormon ini adalah
triyodotironin (T3) yang sebagian besar berasal dari konversi
hormon T4 di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh
kelenjar tiroid. Yodida inorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Yodida inorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian
dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai
monoyodotirosin (MIT).Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid Stimulating Hormon
(TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya
oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai
umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap
sekresi hormon pelepas tirotropin (Thytotropine Releasing Hormon
– TRH) dari hipotalamus.
3) Kelenjar paratiroid
Kelenjar ini terletak di setiap sisi dari kelenjar tiroid dan
berjumlah 4 buah yang tersusun secara berpasangan. Kelenjar
Paratiroid menghasilkan hormon parahormon yang berfungsi untuk
menjaga keseimbangan kalsium dalam darah dan juga mengatur

5
metabolisme fosfor.Kelenjar paratiroid tumbuh di dalam endoderm
menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar
tiroid yang berjumlah 4 buah terdiri dari chief cells dan oxyphill
cells. Kelenjar paratiroid berwarna kekuningan dan berukuran
kurang lebih 3 x 3 x 2 mm dengan berat keseluruhan sampai 100
mg.
Kelenjar paratiroid mensintesa dan mengeluarkan hormon
paratiroid (Parathyroid Hormon/PTH). Sintesis PTH dikendalikan
oleh kadar kalsium dalam plasma. Sintesis PTH dihambat apabila
kadar kalsium rendah.PTH bekerja pada tiga sasaran utama dalam
pengendalian homeostasis kalsiumyaitu di ginjal, tulang dan usus.
Di dalam ginjal, PTH meningkatkan reabsorbsi kalsium.
Padatulang, PTH merangsang aktifitas osteoplastik, sedangkan di
usus, PTH meningkatkan absorbsi kalsium.
4) Kelenjar anak Ginjal (Adrenal/Suprarenal)
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal.
Kelenjar suprarenal atau kelenjar anak ginjal menempel pada ginjal.
Terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan medula.
Korteks adrenal mensintesa 3 hormon,yaitu sebagai berikut.
a) Mineralokortikoid (aldosteron), berfungsi mengatur
keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium
dan eksresi kalium. Membantu dalam mempertahankan tekanan
darah normal dan curah jantung.
b) Glukokortikoid, berfungsi dalam metabolisme glukosa
(glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah,
metabolisme cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas
terhadap stressor.
c) Androgen/hormon seks (androgen dan estrogen). Kelebihan
pelepasan androgen mengakibatkan virilisme (penampilan sifat
laki-laki secara fisik dan mental pada wanita) dan kelebihan

6
pelepasan estrogen mengakibatkan ginekomastia dan retensi
natrium dan air.
Sedangkan bagian medula berfungsi untuk menghasilkan 2 hormon
sebagai berikut.
a) Hormon Adrenalin, yang berperan dalam segala hal yang
berhubungan dengan peningkatan fisiologis manusia, seperti
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kecepatan
pernapasan, dan menyempitkan pembuluh darah manusia.
b) Hormon Noradrenalin, yang fungsinya adalah kebalikan dari
hormon Adrenalin.
5) Kelenja Pankreas
Kelenjar pankreas terletak di retroperitoneal rongga
abdomen atas dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke
lien. Panjangnya sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Mendapat
asupan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
Kelenjar pankreas berfungsi sebagai endokrin dan
eksokrin. Sebagai organ endokrin karena di pankreas terdapat
pulau-pulau Langerhans yang terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel beta
(B) 75% ,sel alfa (A) 20% dan sel delta (D) 5%. Sekresi hormon
pankreas dihasilkan oleh pulau Langerhans. Setiap pulau
Langerhans berdiameter 75-150 mikron.Sel alfa menghasilkan
glukagon dan sel beta merupakan sumber insulin, sedangkan sel
delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida pankreas.
Glukagon juga dihasilkan oleh mukosa usus menyebabkan
terjadinya glikogenesis dalam hati dan mengeluarkan glukosa ke
dalam aliran darah. Fungsi insulin terutama untuk memindahkan
glukosa dan gula lain melalui membran sel ke jaringan utama
terutama sel otot, fibroblast dan jaringan lemak. Bila tidak ada
glukosa maka lemak akan digunakan untuk metabolisme sehingga
akan timbul ketosis dan acidosis.
Efek anabolik dari hormon insulin adalah sebagai berikut.
7
a) Efek pada hepar, yaitu meningkatkan sintesa dan penyimpanan
glukosa, menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan
ketogenesis meningkatkan sintesa triglicerida dari asam lemak
bebas di hepar.
b) Efek pada otot, yaitu meningkatkan sintesis protein,
meningkatkan transfortasi asam amino dan meningkatkan
glikogenesis.
c) Efek pada jaringan lemak, yaitu meningkatkan sintesa
trigliserida dari asam lemak bebas, meningkatkan penyimpanan
trigliserida dan menurunkan lipolisis.
Kelenjar ini terletak di dalam rongga peritoneal (rongga perut)
manusia dan terdiri dari sel alpha dan sel betha. Masing-masing sel
ini menghasilkan hormon tersendiri, yaitu:
a) Sel Alpha, yang menghasilkan hormon Glukagon yang
berperan dalam produksi glukosa dalam darah.
b) Sel Betha, yang menghasilkan hormon insulin yang berperan
dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah.
6) Kelenjar Gonad
Kelenjar gonad terbentuk pada minggu-minggu pertama
gestasi dan tampak jelas pada minggu pertama. Keaktifan kelenjar
gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi
gonadotropin (FSH dan LH). Kelenjar ini disebut juga dengan
kelenjar reproduksi karena produknya yang berhubungan dengan
alat reproduksi manusia. Kelenjar ini terletak di bagian alat
reproduksi pria dan wanita. Jika pada pria, terdapat di testis, dan
wanita terdapat di ovarium.
Testis terdiri dari dua buah dalam skrotum.Testis
mempunyai duafungsi yaitu sebagai organ endokrin dan
reproduksi.Sebagai organ endokrin, testis menghasilkan hormon
testoteron dan estradiol di bawah pengaruh LH. Efek testoteron
pada
8
fetus merangsang diferensiasi dan perkembangan genital ke arah
pria.Pada masa pubertas akan merangsang perkembangan tanda-
tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh,distribusi
rambut tubuh,pembesaran laring, penebalan pita suara,
pertumbuhan dan perkembangan alat genetalia.
Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan
reproduksi.Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan sel telur
(ovum) yang setiap bulannya pada masa ovulasi siap dibuahi
sperma.Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan
seks sekunder,menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi
serta mempertahankan laktasi.
b. Fisiologi sistem endoktrin
Adapun fungsi kelenjar endokrin adalah sebagai berikut
(Washudi & Haiyanto, 2016):
1) Menghasilkan hormon yang dialirkan ke dalam darah yang yang
diperlukan oleh jaringan tubuh tertentu.
2) Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh
3) Merangsang aktivitas kelenjar tubuh
4) Merangsang pertumbuhan jaringan
5) Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa
pada usus halus
6) Memengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin,
mineral, dan air.
3. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada
usiasebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe
I), gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadarglukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai
berikut:

9
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan carabereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
4. Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe-1 terjadi akibat destruksi sel beta pankreas
akibat proses autoimun, walaupun pada sebagian kecil pasien tidak
didapatkan bukti autoimunitas atau idiopatik. Umumnya, gejala klinis timbul
ketika kerusakan sel-sel pankreas mencapai ≥90%. Banyak faktor yang
berkontribusi dalam patogenesis DM tipe-1, di antaranya faktor genetik,
epigenetik, lingkungan, dan imunologis. Namun, peran spesifik masing-
masing faktor terhadap patogenesis DM tipe-1 masih belum diketahui secara
jelas.
Risiko untuk mengalami DM tipe-1 berhubungan dengan kerusakan
gen, saat ini diketahui lebih dari 40 lokus gen yang berhubungan dengan
kejadian DM tipe-1. Riwayat keluarga jarang dijumpai, hanya 10%-15%
pasien memiliki keluarga derajat pertama dan kedua dengan DM tipe-1.
1
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan DM tipe-1, antara lain, infeksi
virus dan diet. Sindrom rubella kongenital dan infeksi human enterovirus
diketahui dapat mencetuskan DM tipe-1. Konsumsi susu sapi, konsumsi
sereal dini, dan vitamin D maternal diduga berhubungan dengan kejadian
DM tipe- 1, tetapi masih dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
Pada beberapa pasien dengan awitan baru DM tipe1, sebagian kecil
sel β belum mengalami kerusakan. Dengan pemberian insulin, fungsi sel β
yang tersisa membaik sehingga kebutuhan insulin eksogen berkurang.
Periode ini disebut sebagai periode bulan madu atau honeymoon period di
mana kontrol glikemik baik. Umumnya, fase ini diawali pada beberapa
minggu setelah mulai terapi sampai 3-6 bulan setelahnya, pada beberapa
pasien dapat mencapai dua tahun (Pulungan, dkk., 2019).

1
5. Pathway

Ketidakseimbang - Factor genetic


Kerusakan sel beta - Infeksi virus
an produksi
- Pengrusakan imunologik
Gula dalam darah tidak dapat dibawa masuk dalam sel
Anabolisme
Viskositas darah protein
Risiko ketidakseimbangan kadar gula darah
Hiperglikemia
Aliran darah lambat Kerusaka
n pada
Batas melebihi ambang ginjal
Kekebalan tubuh menurun
Iskemik jaringan
Glukosari
Ketidakefektifan
perfusi jaringan Neuropati sensori perifer
Dieresis osmotik Resiko Infeksi

Kehilangan kalori
Poliuri
Sel kekurangan bahan untuk metabolisme Klien
Kehilangan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak
elektrolit dalam
Nekrosis luka
Dehidrasi Protein dan lemak dibakar
Polydipsia polipagia Ulkus
BB menurun (diabetic
Resiko syok

Pusat lapar dan haus Keletihan Gangguan


Merangsang hipotalamus integritas

1
6. Manifestasi Klinis
Diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
(diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas
penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yangklasik seperti:
a. Hiperglikemia (kadar glukosa darah plasma >200mg/dl)
b. Polifagi
c. Poliuria
d. Polidipsi
e. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe
I pada anak
f. Penurunan berat badan pada anak, melaise atau kelemahan
g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h. Ketonemia atau kerenuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energi.
i. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan akrena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
j. Gejala-gejala lain dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).
7. Komplikasi
Komplikasi DM Tipe-1 mencakup komplikasi akut dan kronik.
Pada anak, komplikasi kronik jarang menimbulkan manifestasi klinis
signifikan saat masih dalam pengawasan dokter anak. Sebaliknya, anak
berisiko mengalami komplikasi akut setiap hari. Komplikasi akut terdiri atas
KAD dan hipoglikemia, Studi SEARCH menemukan bahwa sekitar 30%
anak dengan
1
DM tipe-1 terdiagnosis saat KAD. Kriteria KAD mencakup hiperglikemia,
asidosis, dan ketonemia. Gejala KAD antara lain adalah dehidrasi, takikardi,
takipnea dan sesak, napas berbau aseton, mual, muntah, nyeri perut,
pandangan kabur, dan penurunan kesadaran. Seringkali gejala-gejala ini
disalahartikan oleh orangtua maupun tenaga kesehatan sebagai usus buntu,
infeksi,atau penyakit lainnya. Kelalaian ini dapat menyebabkan kematian.
Anak yang berkunjung secara rutin dan menetap pada dokter keluarga atau
dokter anak memiliki risiko yang lebih rendah terdiagnosis DM tipe-1 saat
KAD. Sebaliknya, KAD saat diagnosis berhubungan signifikan dengan
penghasilan keluarga yang rendah, ketiadaan asuransi kesehatan, dan
pendidikan orang tua yang rendah.
Pemantauan dan edukasi mengenai hipoglikemia merupakan salah
satu komponen utama tata laksanadiabetes. Terapi hipoglikemia diinisiasi
saat kadar glukosa darah ≤70 mg/dL. Anak usia muda memiliki risiko tinggi
hipoglikemia karena tidak mampu mengomunikasikan keluhan. Gejala
hipoglikemia diakibatkan oleh aktivasi adrenergik (berdebar, gemetar,
keringat dingin) dan neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk, sulit
konsentrasi). Pada anak usia muda, gejala dapat berupa perubahan perilaku
seperti iritabilitas, agitasi, tantrum, atau kurang aktif.
Selain pemantauan komplikasi akut, perlu juga dilakukan skrining
komplikasi kronik yang dapat dibedakan menjadi komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular mencakup nefropati,
retinopati, dan neuropati. Komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar
adalah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit
pembuluh darah perifer (klaudikasio, infeksi/ gangrene, amputasi) (Palungan
dkk, 2019).

1
8. Penatalaksanaan
Lima pilar tata laksana DM tipe-1 pada anak adalah injeksi insulin,
pemantauan gula darah, nutrisi, aktivitas fisik, serta edukasi. Dalam
menangani DM tipe-1, dibutuhkan pendekatan holistik dari tim tenaga
kesehatan terintegrasi yang terdiri atas dokter anak endokrinologi, ahli gizi,
psikiater atau psikolog dan, edukator DM (Pulungan, dkk., 2019)
a. Insulin
Terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di
dalam tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
sebagai insulin basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih
tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan. Regimen insulin sangat
bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam untuk
semua penderita DMT1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan
untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga
mampu menormalkan metabolisme gula atau paling tidak mendekati
normal. Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa
faktor yaitu: umur, lama menderita diabetes melitus, gaya hidup
penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah dsb), target kontrol
metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya. Regimen
apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan
sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya
dikonsulkan kepada dokter. Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling
tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari (campuran insulin
kerja cepat/ pendek dengan insulin basal). Dosis insulin harian,
tergantung pada: Umur, berat badan, status pubertas, lama menderita,
fase diabetes, asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil
monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas.
Dosis insulin (empiris):

1
a. Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5
IU/kg/hari
b. Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1
IU/kg/hari.
c. Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2
IU/kg/hari.
Penyesuaian dosis insulin bolus dapat dilakukan dengan
memperhitungkan rasio insulin bolus-karbohidrat, yaitu dengan cara
memperhitungkan rasio dosis insulin bolus harian dengan total
karbohidrat harian. Penyesuaian dosis insulin juga dapat dilakukan
dengan jalan memperhitungkan rasio insulin-karbohidrat (menggunakan
rumus 500). Angka 500 dibagi dengan dosis insulin total harian hasilnya
dinyatakan dalam gram, artinya 1 unit insulin dapat mencakup sejumlah
gram karbohidrat dalam diet penderita. Koreksi hiperglikemia: dapat
dilakukan dengan rumus 1800 bila menggunakan insulin kerja cepat,
dan rumus 1500 bila menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800
atau 1500 dibagi dengan insulin total harian hasilnya dalam mg/dL,
artinya 1 unit insulin akan menurunkan kadar glukosa darah sebesar
hasil pembagian tersebut dalam mg/dL. Hasil perhitungan dosis koreksi
ini bersifat individual dan harus mempertimbangkan faktor lain
misalnya latihan.
b. Pemantauan gula darah
Pemantauan pada pasien DM tipe-1 mencakup pemantauan
gula darah mandiri (PGDM), HbA1C, keton, dan glukosa darah
berkelanjutan. Ikatan Dokter Anak Indonesia menyarankan PGDM
paling tidak 4-6 kali per hari, yaitu (1) pagi hari saat bangun tidur, (2)
sebelum makan, (3) 1,5- 2 jam setelah makan, dan (4) malam hari.
American Diabetes Association (ADA) dan The International Society
for Pediatric and Adolescent Diabetes (ISPAD) merekomendasikan
PGDM lebih sering, mencapai

1
6-10 kali per hari. Pengukuran HbA1c dilakukan paling tidak tiga bulan
sekali.
Pemantauan glukosa kontinu menggunakan alat minimal
invasif yang dapat mengukur glukosa cairan interstisial subkutan setiap
1-5 menit. Alat ini dapat memberikan peringatan kepada pasien jika
kadar glukosa diperkirakan akan meningkat atau menurun dari target
dalam 10- 30 menit.
Pemeriksaan keton darah dan urin dilakukan pada saat kondisi
hiperglikemia tidak terkontrol, kondisi sakit, dan terdapat tanda-tanda
KAD. Pemeriksaan keton darah lebih dapat dipercaya dalam
penanganan dan diagnosis KAD.
c. Nutrisi
Nutrisi yang baik dibutuhkan agar tumbuh kembang anak
dengan DM tipe-1 optimal, serta mencegah komplikasi akut dan kronik.
Prinsip dari terapi nutrisi adalah makan sehat. Pasien disarankan untuk
mengonsumsi buah, sayur, produk susu, gandum utuh, dan daging
rendah lemak dengan jumlah sesuai usia dan kebutuhan energi.
Kebutuhan kalori per hari dapat dihitung berdasarkan berat badan ideal
dan dan kecukupan kalori yang dianjurkan.
Sebagai panduan, distribusi makronutrien adalah karbohidrat
45- 50% energi, lemak <35% energi, dan protein 15-20% energi. Pasien
dan keluarga harus diajarkan untuk menyesuaikan dosis insulin
berdasarkan konsumsi karbohidrat sehingga anak lebih fleksibel dalam
konsumsi karbohidrat. Cara ini diketahui meningkatkan kontrol
glikemik dan kualitas hidup.
d. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik penting untuk meningkatkan sensitivitas insulin
dan menurunkan kebutuhan insulin. Selain itu, aktivitas fisik dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak, mempertahankan berat badan
ideal, meningkatkan kapasitas kerja jantung, meminimalisasi komplikasi
jangka
1
panjang, dan meningkatkan metabolisme tubuh. 0 Rekomendasi
aktivitas fisik pada anak dengan DM tipe-1 sama dengan populasi
umum, yaitu aktivitas ≥60 menit setiap hari yang mencakup aktivitas
aerobik, menguatkan otot, dan menguatkan tulang. Aktivitas aerobik
sebaiknya tersering dilakukan, sementara aktvitas untuk menguatkan
otot dan tulang dilakukan paling tidak 3 kali per minggu.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan sebelum aktivitas
fisik adalah (1) peningkatan keton, kadar keton darah ≥1,5 mmol/L atau
urin 2+ merupakan kontraindikasi aktivitas fisik, (2) riwayat
hipoglikemia, (3) pemantauan gula darah, anak sebaiknya mengukur
gula darah sebelum, saat, dan setelah aktivitas fisik, (4) ketersediaan
karbohidrat jika terjadi hipoglikemia, dan (5) keamanan dan
komunikasi, sebagai contoh anak sebaiknya menggunakan identitas
diabetes.
e. Edukasi
Edukasi memiliki peran penting dalam penangan DM tipe-1
karena didapatkan bukti kuat berpengaruh baik pada kontrol glikemik
dan keluaran psikososial. Edukasi dilakukan oleh tim multidisiplin yang
terdiri atas paling tidak dokter anak endokrinologi atau dokter umum
terlatih, perawat atau edukator DM, dan ahli nutrisi. Edukasi tahap
pertama dilakukan saat pasien pertama terdiagnosis atau selama
perawatan di rumah sakit yang meliputi pengetahuan dasar mengenai
DM tipe-1, pengaturan makan, insulin (jenis, dosis, cara penyuntikan,
penyimpanan, dan efek samping), serta pertolongan pertama kedaruratan
DM tipe-1 (hipoglikemia, pemberian insulin saat sakit), sementara tahap
kedua dilakukan saat berkonsultasi di poliklinik.

1
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan
alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
2) Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit–penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan
anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
1
5) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Meliputi usia, tingkat perkembangan, toleransi/kemampuan
memahami tindakan, koping, pengalaman berpisah dari
keluarga/orang tua, pengalaman infeksi saluran pernafasan
sebelumnya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas/istirahat
Lemah, letih, susah, bergerak/susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas. Letargi/disorientasi, koma.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
3) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi/
tidak)
4) Neurosensori
Pusing/pening, gangguan penglihatan, disorientasi: mengantuk,
lifargi, stuport/koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan
memori (baru, masa lalu): kacau mental, refleks fendo dalam (RTD)
menurun (koma), aktifitas kejang.
5) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati–hati.
6) Eliminasi

2
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare, Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras,
bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
7) Integritas ego
Stress
(ansietas)
8) Makanan/cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah : meningkat 200 – 100 mg/dL
2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kutang dari 330
mOsm/l
5) Elektrolit:
a) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
b) Kalium: normal atau peningkatan semu selanjutnya akan
menurun
c) Fosfor: lebih sering menurun
6) Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis, ISK baru).
7) Gas Darah Arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
8) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
2
9) Ureum/kreatini: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
10) Amilasi darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
11) Insulin darah: mungkin menurun atau bahka sampai tidak ada (pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe 2) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody
(autoantibody).
12) Pemeriksaan fungsi tiroid: eningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13) Urine: gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
14) Kuktur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
b. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0038) dibuktikan dengan
kurang terpapar informasi tentang manajemen diabetes, ketidakpatenan
pemantauan glukosa darah, kurang patuh pada rencana manajemen
diabetes
c. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) berhubungan dengan
perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau
kekurangan), neuropati perifer
d. Risiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan penyakit kronis (mis.
diabetes melitus), malnutrisi
e. Keletihan (D.0057) berhubungan dengan kondisi fisiologis (mis.
penyakit kronis), program perawatan/pengobatan jangka panjang

2
3. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
1 Defisit nutrisi (D.0019) Tujuan (Manajemen Nutrisi I.03119)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
peningkatan kebutuhan keperawatan selama … x 1. Identifikasi status nutrisi
metabolisme 24 jam diharapkan nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
Gejala dan Tanda Mayor 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Subjektif: Kriteria Hasil 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
(tidak tersedia) (Status Nutrisi L.03030) nasogastrik
1. Perasaan cepat 6. Monitor asupan makanan
Objektif: kenyang menurun 7. Monitor berat badan
1. Berat badan menurun 2. Nyeri abdomen 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
minimal 10% dibawah menurun Terapeutik
rentang ideal 3. Indeks Massa Tubuh 1. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
(IMT) membaik 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Gejala dan Tanda Minor 4. Frekuensi Piramida makanan)
Subjektif: makan membaik 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
1. Cepat kenyang 5. Nafsu makan sesuai
setelah makan membasik 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
2. Kram/nyeri abdomen konstipasi
3. Nafsu makan menurun 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Objektif: 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
1. Bising usus hiperaktif 7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
2. Otot mengunyah lemah nasogatrik jika asupan oral dapt ditoleransi
3. Otot menelan lemah

2
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
4. Membran mukosa pucat Edukasi
5. Sariawan 1. Anjurkan posisi dukuk, jika mampu
6. Serum albumin turun 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
7. Rambut rontok berlebih Kolaborasi
8. Diare 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
2 Risiko ketidakstabilan Tujuan (Manajemen Hiperglikemia I.03115)
kadar glukosa darah Setelah dilakukan tindakan Observasi
(D.0038) keperawatan selama … x 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
ditandai dengan kurang 24 jam diharapkan hiperglikemia
terpapar informasi tentang kestabilan kadar glukosa 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan
manajemen diabetes, darah meningkat kebutuhan insulin meningkat (mis.penyakit
ketidakpatenan pemantauan kambuhan)monitor kadar glukosa darah, jika
glukosa darah, kurang patuh Kriteria Hasil perlu
pada rencana manajemen (Kestabilan Kadar Glukosa 3. Monitor tanda an gejala hiperglikemia (mis.
diabetes Darah L.03022) Poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan,
1. Pusing menurun malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
Faktor Risiko 2. Lelah/lesu menurun 4. Monitor intake dan output cairan
1. Kurang terpapar 3. Keluhan lapar menurun 5. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah
informasi tentang 4. Berkeringat menurun elektrolit, tekanan darah ostatik da frekuensi
manajemen diabetes 5. Kadar glukosa dalam nadi
darah membaik Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral

2
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
2. Ketidakpatenan 6. Kadar glukosa dalam 2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
pemantauan glukosa urine membaik hiperglikemia tetap ada tau memburuk
darah 7. Jumlah urine membaik 3. Fasilitas ambulasi jika dan hipotensi ortostatik
3. Kurang patuh pada Edukasi
rencana manajemen 1. Anjurkan menhindari olahraga saat kadar
diabetes glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
4. Manajemen 2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
medikasi tidak secara amndiri
terkontrol 3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
5. Kehamilan 4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
6. Periode pertumbuhan keton urin, jika perlu
cepat 5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan
7. Stres berlebih insulin, obat otal, monitor asupan cairan)
8. Penambahan berat badan Kolaborasi
9. Kurang dapat 1. Kolaborasi pembeian insulin, jika pelu
menerima diagnosis 2. Kolaboasi pemberian cairan iv, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
3 Gangguan integritas Tujuan (Perawatan Luka I.14564)
kulit/jaringan (D.0129) Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama … x 1. monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna,
perubahan sirkulasi, 24 jam diharapkan ukuran, bau)
perubahan status nutrisi integritas kulit/jaringan 2. monitor tanda-tanda infeksi
(kelebihan atau kekurangan), meningkat Terapeutik
neuropati perifer 1. lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu

2
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
Gejala dan Tanda Mayor Kriteria Hasil 3. bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
Subjektif: (Integritas Kulit dan nontoksik, sesuai kebutuhan
(Tidak tersedia) Jaringan L.14125) 4. bersihkan jaringan nekrotik
1. Elastisitas meningkat 5. berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
Objektif: 2. Hidrasi meningkat 6. pasang balutan sesuai jenis luka
1. Kerusakan jaringan 3. Perfusi jaringan 7. pertahankan tektik sterik saat melakukan
dan/atau lapisan kulit meningkat perawat luka
4. Kerusahan jaringan 8. jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
Gejala dan Tanda Minor menurun sesuai kondisi pasien
Subjektif: 5. Kerusakan lapisan kulit 9. berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari
(Tidak tersedia) menurun dan protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
10. berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
Objektif: vitamin A, citamin C, Zinc, asam amino), sesuai
1. Nyeri indikasi
2. Perdarahan 11. berikan terapi TENS (stimulasi saraf
3. Kemerahan transkutaneous), jika perlu
4. Hematoma edukasi
1. jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. anjurkan mengkonsumi makanan tinggi kalori
dan protein
3. ajarkan prosedur perawatn luka secara amndiri
kolaborasi
1. kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzinatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
2. kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

2
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
4 Risiko infeksi (D.0142) Tujuan (Pencegahan Infeksi I.14539)
ditandai dengan penyakit Setelah dilakukan tindakan Observasi
kronis (mis. diabetes keperawatan selama … x 1. Monitor tanda dan gehala infeksi lokal dan
melitus), malnutrisi 24 jam diharapkan infeksi sistemik
menurun Terapeutik
Faktor Risiko 2. Batasi jumlah pengunjung
Penyakit kronis (mis. Kriteria Hasil 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
Diabetes melitus) (Tingkat Infeksi L.14137) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
1. Efek prosedur invasif 1. Demam menuun dengan pasien dan lingkungan pasien
2. Malnutrisi 2. Kemeahan menurun 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
3. Peningkatan 3. Nyeri menurun tinggi
paparan organisme 4. Bengkak menuun Edukasi
patogen lingkungan 5. Letagi meurun 6. Jelaskan tanda dan gejal infeksi
4. Ketidakadekuatan 6. Gangguan kognitif 7. Acarkan cara cuci tangan dengan benar
pertahanan tubuh menurun 8. Ajarkan etika batuk
primer 7. Sel darah putih 9. Ajarkan cara memeiksa kondisi luka atau luka
5. Ketidakadekuatan meningkat oepasi
pertahanan tubuh 10. Anjukan meningkatkan asupan nutrisi
sekunder 11. Anjurrkan meningkatkan volume cairran
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

2
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
5 Keletihan (D.0057) Tujuan (Edukasi Aktivitas/Istiahat I.12362)
berhubungan dengan kondisi Setelah dilakukan tindakan Obsevasi
fisiologis (mis. penyakit keperawatan selama … x 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan meneima
kronis), program 24 jam diharapkan infomasi
perawatan/pengobatan keletihan menurun Terapeutik
jangka panjang 1. Sediaan matei dan media pengatuan aktivitas
Kriteria Hasil dan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor (Tingkat Keletihan 2. Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan
Subjektif: L.05046) sesuai kesepakatan
1. Merasa energi tidka pulih 1. Kemampuan 3. Berikan kesempatan ekpada pasien dan keluarga
walaupun telah tidur melakukan aktivitas untuk bertanya
2. Merasa kurang tenaga rutin meningkat Edukasi
3. Mengeluh lelah 2. Lesu menurun 1. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
3. Gelisah menuun fisik/olahraga secara rutin
Objektif: 4. Selea makan membaik 2. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok,
1. Tidak mampu 5. Pola istiahat membaik aktivitas bemain atau aktivitas lainnya
mempertahankan 3. Anjurrkan menyusun jadwal aktivitas dan
aktivitas rutin istiahat
2. Tampak lesu 4. Ajakan caa nebgidentifikasi kebutuhan istiahat
(mis. kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
Gejala dan Tanda Minor 5. Ajakan cara mengidentifikasi target dan
Subjektif: jenis aktivitas sesuai kemampuan
1. Merasa bersalah akibat
tidak mampu
menjalankan
tanggungjawab

2
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
2. Libido menurun

Objektif:
1. Kebutuhan istirahat
meningkat

2
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Mulyanti, 2017)
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Dinarti & Mulyanti,
2017)
Setiadi (2012) menyatakan bahwa catatan perkembangan disusun
menggunakan format SOAPIER, yaitu:
a. S (Subjective)
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang disarankan,
dikeluhkan, dan dikemukakan pasien.
b. O (Objective)
Perkembangan yang dapat diamati dan diukur seperti hasil pemeriksaan
fisik dan hasil pemeriksaan penunjang.
c. A (Assessment)
Penilaian dari kedua jenis data (subjektif dan objektif) apakah
perkembangan ke arah perbaikan atau kemunduran.
d. P (Plan)
Rencana penanganan pasien yang didasarkan pada hasil analisis diatas
yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau
masalah belum teratasi.
e. I (Implementasi)
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
f. E (Evaluasi)
3
Penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah
dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi.
g. R (Reassesment)
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian
ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data
subjektif, objektif, dan proses analisisnya.

3
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan system
endokrinologi dan pancreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat
kajian serta studi penyakit ini. Insulin memegang peranan pokok dalam
metabolism glukosa serta alur energi tubuh manusia. Diabetes Mellitus adalah
penyakit yang banyak gejala yang menyertai dan memiliki factor dalam dan
factor luar sebagai pencetusnya. Ada 2 etiologi utama dari diabetes mellitus
yang menjadi dasar klasifikasi penyakitnya. Diabetes melitus tipe 1 yang
dicetuskan oleh tidak cukupnya jumlah insulin sampai tidak terbentuknya
insulin oleh pancreas (sel beta pulau Langerhans) disebabkan oleh proses
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pancreas. DMT1 menyebabkan
ketergantungan absolut insulin eksogenik untuk mengatur kadar gula darah,
dan menjaga status diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan
banyak komplikasi. Penatalaksanan dengan insulin bertujuan untuk
mneghentikan proses pembentukan gula hati dan menghentikan ketogenesis.

B. Saran
Mahasiswa Keperawatan perlu untuk mengetahui asuhan keperawatan
yang tepat pada pasien dengan diabetes melitus juvenil. Menyadari penulis
masih jauh dari kata sempurna, diharapkan kedepannya dengan berbagai
sumber dan penelitian terbaru makalah dapat disempurnaakan dengan sumber-
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

3
DAFTAR PUSTAKA

Dinarti & Maryati, Y. (2017). Modul Bahan Ajar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan

Harriyanton, T. & Washudi. (2016). Modul Keperawatan Biomedik Dasar. Jakata:


BPPSDMK

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus
Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta: IDAI

Maelyo, Annang Giri. (2011). Mengenal Diabetes Melitus Tipe 1 Pada Anak.
Mengenal Kasus–kasus Endokrin Anak. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS

Palungan, A.B., dkk. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak: Situasi di Indonesia
dan Tata Laksana, 20(6), 397-398

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta: Tim Pokja SIKI DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta: Tim Pokja SLKI DPP PPNI

Rustama, D.S., dkk. (2010). Diabetes Mellitus. Dalam: Jose RL. Batubara, dkk,
Endoktrin Anak, Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Santoso, A.T. (2014). Makalah Sistem Endokrin. Malang: UNM

Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Wahyuningsih, H.P. & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi Fisiologi. Jakarta: BPPSDMK

World Health Organization (2017). Diabetes. Media Centre. Diunduh

dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/. Diakses Agustus 2022

Anda mungkin juga menyukai