Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S.

DENGAN SYNCOPE
DI LANTAI V BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA

DISUSUN OLEH:

M RAIHAN HIDAYAT

1834037

STIKes RSPAD GATOT SOEBROTO

PRODI DIII KEPERAWATAN

JAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Terminologi sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata “syn” dan

“koptein” yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah

kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri

karena pengurangan aliran darah ke otak. Prognosis dari sinkop sangat bervariasi

bergantung dari diagnosis dan etiologinya. Individu yang mengalami sinkop termasuk

sinkop yang tidak diketahui penyebabnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi

dibanding mereka yang tidak pernah sinkop.

Di  Amerika  diperkirakan 3%  dari  kunjungan  pasien  di gawat darurat disebabkan

oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah sakit. Angka

rekurensi dalam 3 tahun diperkirakan 34%. Sinkop  sering  terjadi  pada  orang 

dewasa,  insiden  sinkop meningkat  dengan  meningkatnya  umur. Hamilton 

mendapatkan sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada wanita dari pada

laki-laki, sedangkan pada penelitian Framingham mendapatkan kejadian sinkop 3%

pada laki-laki dan 3,5%  pada wanita, tidak ada perbedaan antara   laki-laki dan

wanita.

Penelitian Framingham di Amerika Serikat tentang kejadian sinkop dari tahun 1971

sampai 1998 (selama 17 tahun) pada 7814 individu,   bahwa   insiden  sinkop  

pertama   kali  terjadi 6,2/1000 orang/tahun. Sinkop yang paling sering terjadi adalah

sinkop vasovagal (21,1%), sinkop kardiak (9,5%) dan 36,6% sinkop yang tidak

diketahui penyebabnya.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan evaluasi dan pengobatan pasien

dengan sinkop tersebut dapat mencapai 800 juta dolar Amerika, Sedangkan di Eropa

dan Jepang kejadian sinkop adalah 1-3,5%.

Penyebab sinkop dapat dikelompokkan dalam 6 kelompok yaitu vaskular, kardiak,

neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan  sinkop  yang  tidak diketahui

penyebabnya. Sinkop vaskular merupakan  penyebab  sinkop  yang  terbanyak,

kemudian diikuti oleh sinkop kardiak.

Penatalaksanaan sinkop tergantung etiologinya, perawatan secara umum  tidak 

diperlukan,  kecuali  sinkop  yang  disebabkan  karena kelainan jantung atau sinkop

kardiak. Pasien dengan kardiomiopati hipertropi dapat berespon dengan terapi

farmakologi, sedangkan pasien dengan blok atrioventrikuler harus dilakukan 

pemasangan  pacu jantung,  dan  terapi  bedah  diperlukan  bila  penyebab  sinkop 

adalah kelainan struktur   jantung.

Pasien  yang  mengalami  sinkop  akan  mengalami  penurunan kualitas hidup.

Prognosis dari sinkop sangat bervariasi tergantung dari diagnosis etiologinya. Individu

yang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya

mempunyai tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak pernah

mengalami episode sinkop. Mortalitas tertinggi disebabkan oleh sinkop kardiak,

sedangkan sinkop yang berhubungan dengan persyarafan termasuk hipotensi ortostatik

dan sinkop yang berhubungan dengan obat-obatan tidak menunjukan peningkatan

angka kematian.

Karena tingginya angka kematian yang disebabkan oleh sinkop kardiak,  maka  perlu 

penatalaksanaan  yang  optimal  sehingga  angka kematian  dapat  diturunkan,  untuk 


itulah  tinjauan  kepustakaan  ini ditulis agar dapat mendiagnosis sinkop kardiak dan

penatalaksanaan dapat optimal sehingga angka kematian dapat diturunkan.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien dengan diagnosa Sinkop di lantai V Paviliun Darmawan RSPAD Gatot Soebroto

Jakarta dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Diharapkan penulis mampu :

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan sinkop.

b. Menganalisa data untuk merumuskan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada

klien dengan sinkop.

c. Membuat rencana keperawatan pada klien dengan sinkop.

d. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan sinkop.

e. Mengidentifikasi adanya kesenjangan asuhan keperawatan antara teori dan kasus

serta justifikasinya.

f. Mengidentifikasi faktor penunjang dan penghambat serta alternatif

penyelesaiannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada setiap langkah

proses keperawatan.

C. Ruang Lingkup

Penulisan makalah ini merupakan pembahasan pemberian asuhan keperawatan pada

Tn. S dengan Sinkop di lantai V Paviliun Darmawan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

yang dilaksanakan selama tiga hari mulai tanggal 15 Februari 2021 sampai 18

Februari 2021.
D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah :

1. Metode deskriptif, tipe studi kasus dimana penulis mengelola salah satu kasus

endokrin dengan sinkop dan diberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan. Dalam pengumpulan data, teknik yang digunakan

dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Sumber data yang

digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari klien, data sekunder

diperoleh dari keluarga sedangkan data tersier diperoleh dari tenaga kesehatan dengan

melihat dokumentasi keperawatan dan hasil pemeriksaan penunjang.

2. Studi kepustakaan, yaitu penulis mempelajari buku sumber dan jurnal yang

berhubungan tentang penyakit sinkop.

E. Sistematika Penulisan

Penyusunan laporan kegiatan ini terdiri dari lima bab, yaitu :

Bab satu : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab dua : Tinjauan Teori yang

terdiri dari pengertian, patofisiolgi, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Bab tiga : Tinjauan Kasus yang

terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi. Bab empat : Pembahasan yang terdiri pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Bab lima : Penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menguraikan tinjauan teori asuhan keperawatan pada klien

dengan Syncope meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,

penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi. Teori-teori ini disusun secara singkat dan jelas, terkait dengan judul dan akan

digunakan sebagai rujukan atau acuan pada waktu pembahasan.

A. Pengertian

Syncope atau yang biasa dikenal dengan istilah pingsan merupakan kondisi dimana

terjadi penurunan bahkan kehilangan kesadaran yang terjadi secara tiba-tiba dan

bersifat sementara yang disebabkan oleh aliran darah di otak yang tidak tercukupi. Hal

ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan bradikardi secara mendadak

sehingga menimbulkan hipotensi.Onset dari syncope ini cepat, durasi singkat, dan

pemulihan terjadi secara spontan dan sempurna. Penyebab lain kehilangan kesadaran

yang perlu dibedakan dari syncope yaitu kejang, iskemik vertebrobasilar, hipoksemia,

danhipoglikemia.(Longo, 2012)

Syncopal prodrome (presyncope) merupakan suatu kondisi yang umum terjadi dimana

penurunan kesadaran mungkin terjadi tanpa ada gejala peringatanapapun. Gejala khas

dari pre syncope yaitu pusing, pingsan, lemah, lelah serta gangguan penglihatan dan

pendengaran.

Syncope merupakan suatu mekanisme tubuh dalam mengantisipasi perubahan suplai

darah ke otak dan biasanya terjadi secara mendadak dan sebentar atau kehilangan

kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri karena

pengurangan aliran darah ke otak. Pingsan, "blacking out", atau syncope juga bisa
diartikan sebagai kehilangan kesadaran sementara yang diikuti oleh kembalinya

kesiagaan penuh. Pingsan merupakan suatu bentuk usaha terakhir tubuh dalam

mempertahankan kekurangan zat-zat penting untuk di suplai ke otak seperti oksigen

dan substansi-substansi lain (glukosa) dari kerusakan yang bisa permanen.

B. Etiologi

Penyebab syncope dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Syncope yang

dimediasi oleh syaraf (2) Syncope akibat hipotensi ortostatik dan (3) Syncope

Kardiovaskular. (Longo, 2012).

1. Syncope yang dimediasi oleh syaraf terdiri dari sekelompok heterogen gangguan

fungsional yang ditandai oleh perubahan sementara pada refleks yang bertanggung

jawab untuk mempertahankan homeostasis kardiovaskular. Kegagalan sementara

dalam pengontrolan tekanan darah disebabkan oleh vasodilatasi episodik dan

bradikardi yang terjadi pada berbagai kombinasi. Adapun pada pasien dengan

hipotensi ortostatik, homeostasiskardiovaskular kronik terganggu karena kegagalan

kontrol otonom.

2. Sedangkan pada syncope kardiovaskular mungkin disebabkan oleh aritmia atau

penyakit jantung struktural yang dapat menyebabkan penurunan curah jantung.

Terdapat perbedaan yang sangat jelas pada gambaran klinis, dasar mekanisme

patofisiologi, intervensi terapi dan prognosis pada ketiga penyebab syncopeini.

C. Patofisiologi

Syncope merupakan konsekuensi dari hipopefusi serebral secara global dan dengan

demikian merupakan suatu kegagalan mekanisme autoregulasi aliran darah otak.

Adapun faktor yang bertanggung jawab atau autoregulasi dari aliran darah otak antara

lain faktor myogenik, metabolit lokal, serta kontrol neurovaskular otonom. Dalam

keadaan normal, rentang aliran darah otak sekitar 50-60 ml/menit per 100 gram

jaringan otak dan tetap relatif konstan selama tekanan perfusi mmulai 50-150 mmHg.
Jika terjadi penghentian aliran darah selama 6-8 menit maka akan menyebabkan

hilangnya kesadaran, sedangkan penurunan kesadaran akan terjadi saat aliran darah

menurun sampai 25 ml/menit per 100 gram jaringan otak.

Dari sudut pandang klinis, penurunan tekanan darah sistolik sistemik dibawah 50

mmHg akan menyebabkan syncope. Penurunan kardiak output dan atau resistansi

vaskuar sistemik (faktor penentu tekanan darah) merupaka hal yang mendasarai

patofisiologi dari syncope. Beberapa penyebab umum terjadinya gangguan curah

jantung yaitu penurunan efektif volum darah yang bersirkulasi, peningkatan tekanan

dada,emboli parumasif, bradikar di dantachyaritmia, penyakit katup jantung, dan

disfungsi miokardia.

Dalam posisi berdiri memberikan beban stres fisiologis yang unik pada manusia.

Posisi ini dapat dikatakan membebankan karena pada posisi berdiri akan terjadi

penumpukan sekitar 500-1000 ml darah pada ekstremitas bawah dan sirkulasi

splanknikus. Oleh karena hal inilah, umumnya periode syncope sering terjadi pada

saat berdiri. Pada saat terjadi penumpukan aliran darah pada ekstremitas bawah, akan

terjadi penurunan aliran balik vena ke jantung dan mengurangi pula pengisian

ventrikel sehingga menyebabkan curah jantung dan tekanan darah berkurang.

Perubahan hemodinamik yang terjadi dapat memicu refleks kompensasi yang

diprakarsai oleh baroreseptor di sinus karotis dan arkus aorta, sehingga menghasilkan

peningkatan aliran simpatis dan penurunan aktivitas nervus vagus. Refleks

kompensasi ini membuat peningkatan resistensi perifer, aliran darah dari vena

kembali ke jantung dan kardiak output, sehingga dapat membatasi penurunan tekanan

darah. Namun, jika respon kompensasi ini gagal maka hipoperfusi serebral akan

terjadi, seperti pada neurally mediated syncope dan orthostatic hypotension. (Morag,

2013)
D. Klasifikasi

a) Syncope di Mediasi Saraf (Neurally Mediated Syncope)

Syncope dimediasi saraf merupakan syncope tersering yang ada pada orang yang tidak

memiliki riwayat penyakit jantung. Syncope yang dimediasi oleh saraf ini merupakan

jalur terakhir yang ditempuh dari refleks sistem saraf sentral dan perifer. Terdapat

perubahan yang bersifat cepat dan sementara pada aktivitas autonom eferen yang

ditandai dengan peningkatan aliran parasimpatik sehingga menyebabkan bradikardi dan

simpatoin hibition sehingga menyebabkan vasodilatasi. Perubahan pada aktivitas


autonom eferen menyebabkan penurunan tekanan darah dan penurunan aliran darah

otak dibawah kemampuan autoregulasi. (Longo, 2012)

Terkadang neurally mediated syncope disebut juga vasovagal syncope dan atau

situational refleks syncope. neurally mediated syncope disebut syncope situasional

pada beberapa kondisi yaitu pada saat pungsi vena, berkemih, batu, menelan,

defekasi,dan neuralgia glosofaringeal.(Morag, 2013)

Gejala yang timbul pada syncope yang dimediasi saraf antara lain pusing, lelah, pucat,

jantung berdebar, mual, hiperventilasi, dan menguap. Sementara beberapa faktor

predisposisi yang dapat menyebabkan syncope yaitu berdiri tegak dalam waktu yang

lama, suhu lingkungan yang hangat, penurunan volume intravaskular, konsumsi

alkohol, hipoksemia, anemia serta faktor emosi. (Morag, 2013).

b) Syncope Hipotensi Orthostatik

Hipotensi orthostatik didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik paling

sedikit 20 mmHg atau tekanan darah diastolik minimal 10 mmHg dalam waktu 3 menit

saat berdiri. Kondisi ini merupakan suatu manifestasi yang muncul akibat disfungsi

sistem saraf otonom pusat maupun perifer sehingga menyebabkan kegagalan

vasokonstriksor simpatis (saraf otonom). Dalam beberapa kasus, tidak terjadi

kompensasi pada denyut jantung meskipun terjadi hipotensi, sedangkan pada kegagalan

parsial otonom, denyut jantung dapat meningkat sampai batas tertentu, tetapi tidak

mampu untuk mempertahankan curah jantung. Syncope hipotensi orthostatis

merupakan penyebab tersering syncope pada orang usia lanjut. (Morag,2013).

Gejala khas yang muncul pada syncope hipotensi ortostatik antara lain pusing,

presyncope yang terjadi jika terdapat perubahan postural yang mendadak. Ada juga

gejala non spesifik lainnya seperti kelelahan, perlambatan kognitif, atau sakit kepala.

Penglihatan juga mungkin kabur karena retina atau lobus oksipital mengalami iskemi.

Selain itu juga mungkin terjadi dyspnea ortostatik yang diduga disebabkan oleh
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi karena tidak adekuatnya perfusi dari apeks paru.

Gejala pada syncope hipotensi orthostatik dapatdiperparah jika beraktivitas

terlaluberat, berdiri terlalu lama, peningkatan suhu lingkungan.

c) Syncope Kardiovaskular

Syncope kardiovaskular disebabkan oleh aritmia dan penyakit struktural jantung.

Kondisi ini dapat terjadi dalam kombinasi karena penyakit struktural jantung membuat

jantung lebih rentan terhadap aktivitas listrik abnormal.

Aritmia merupakan penyebab utama dari bradikardi dan takikardi. Bradiaritmia dapat

menyebabkan syncope karena terjadi disfungsi nodus sinus yang parah dan

atrioventrikular block. Bradiaritmia karena disfungsi nodus sinus sering dikaitkan

dengan takiaritmia atrium, yang dikenal sebagai kelainan sindrom takikardi-

bradikardia. Penyebab tersering syncope pada sindrom takikardia-bradikardia adalah

jeda yang berkepanjangan setelah penghentian episode takikardi.Takiaritmia ventrikel

merupakan salah satu penyebab tersering syncope.

Kemungkinan syncope dengan takikardi ventrikular tergantung pada ventricular rate.

Jika ventricular rate dibawah 200 denyut permenit, kondisi ini cenderung tidak

menyebabkan syncope.

Terganggunya fungsi hemodinamik selama takikardi ventrikular disebabkan oleh

kontraksi ventrikular yang tidak efektif, menurunnya pengisian diastolik karena waktu

pengisian ventrikel yang singkat, kehilangan sinkronisasi arteri oventrikular dan

terjadinya iskemi miokard secara bersamaan.

Syncope dapat disebabkan oleh kelainan struktural jantung dengan cara mengganggu

volum curah jantung. Beberapa contoh penyakit jantung struktural yang menyebabkan

syncope yaitu penyakit katup, iskemia miokard, hipertropi, masa jantung dan efusi

perikardial. Selain mengganggu curah jantung, penyakit struktural jantung ini juga
dapat menyebabkan syncope melalui mekanisme patofisiologis lainnya. Sebagai contoh

yaitu, gangguan struktural seperti stenosis aorta dan kardiomiopati dapat menyebabkan

terjadinya refleks vasodilatasi sehingga memicu syncope, contoh lainnya yaitu pada

pengobatan agresif gagal jantung dengan menggunakan diuretik dan atau vasodilator

dapat menyebabkan hipotensi orthostatik yang dapat menyebabkan syncope.

E. Manifestasi Klinis

Tanda gejala syncope bisa dilihat dalam 3 fase yaitu fase pre syncope, fasesyncope dan

fase post syncope.

1. Fase presyncope

Pasien mungkin merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat dingin dan lemah.

Mungkin ada perasaan dizziness (kepeningan) atau vertigo (dengan kamar yang

berputar), hyperpnea (kedalaman nafas meningkat) penglihatan mungkin memudar atau

kabur, dan mungkin ada pendengaran yang meredam dan sensasi-sensasi kesemutan

dalam tubuh. Fase pre-syncope atau hampir pingsan, gejala-gejala yang sama akan

terjadi, namun pada fase ini tekanan darah dan nadi turun dan pasien tidak sungguh

kehilangan kesadaran.

2. Fasesyncope

Fase syncope ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien dengan gejala klinis berupa:

a. Pernapasan pendek, dangkal, dan tidak teratur

b. Bradikardi dan hipotensi berlanjut

c. Nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif pada otot lengan, tungkai dan wajah. Pada

fase ini pasien rentan mengalami obstruksi jalan napas karena terjadinya relaksasi otot

akibat hilangnya kesadaran.

3. Fase post syncope

Fase terakhir adalah fase post syncope yaitu periode pemulihan dimana pasien kembali

pada kesadarannya. Pada fase awal postsyncope pasien dapat mengalami disorientasi,
mual, dan berkeringat. Pada pemeriksaan klinis didapatkan nadi mulai meningkat dan

teraba lebih kuat dan tekanan darah mulai naik.Setelah episode pingsan, pasien harus

kembali ke fungsimental yang normal, meskipun mungkin ada tanda-tanda dan gejala-

gejala lain tergantung pada penyebab yang mendasari pingsan. Contohnya, jika pasien

ada ditengah-tengah serangan jantung, ia mungkin mengeluh nyeridada atau tekanan

dada.

F. Pemeriksaan Diagnostic

Selain pemeriksaan fisik, tanda vital dan anamnase, klien syncope juga memerlukan

beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnose dan penyebab syncope diantaranya

yaitu:

1. EKG, Holtermonitor, titlt table test, Masase Carotis

Untuk mengetahui adanya gangguan listrik jantung dan sumbatan pada jantung.

2. Holtermonitor

Untuk mengetahui perubahan dan fluktuasi kondisi jantung serta mengetahui irama dan

denyut jantung yang abnormal yang mungkin terungkap sebagai penyebab yang

potensial dari pingsan atau syncope.

3. Tilt TableT est

Merupakan pemeriksaan untuk mendiagnosa ortostatic hypotensi. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan cara menempatkan pasien diatas meja, kemudian meja dimiringkan

secara bertahap dari posisi horisontal hingga posisi vertikal. Selama pemeriksaan

tekanan darah dan nadi terus dipantau sesuai dengan posisi-posisi yang berbeda.

4. Masase Carotis

Masase carotis dapat mendeteksi penyebab syncope, salah satu dugaannya yaitu aritmia

(takikardi). Masase carotis dapat dilakukan untuk menurunkan heart rate. Pemijatan

dilakukan di salah satu arteri carotis selama 10 menit dengan maksud untuk

merangsang system parasympatis sehingga dapat memperlambat denyut jantung.


5. CTScan, Tes Laboratorium diantaranya: Complete Blood Count, tes elektrolit,

glukosa darah, tes fungsi ginjal

Untuk mengetahui adanya lesi dalam otak dan sebagai pencitraan otak.

7. Tes Laboratorium diantaranya: Complete Blood Count, tes elektrolit, glukosa darah,

tes fungsi ginjal

G. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan sinkope menurut Kamadjaya, 2009

1. Tatalaksana kegawatdaruratan medis:

a. Pada penderita yang mengalami syncope perlu dimonitor kesadarannya secara

berkala dengan melakukan komunikasi verbal dengan penderita. Apabila penderita

dapat merespon baik secara verbal maupun non-verbal berarti airway & breathing

penderita baik.

b. Circulation dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan pengukuran

tekanan darah. Tekanan darah sistolik, meskipun turun, pada umumnya masih berada

di atas 70 mmHg. Sebaliknya, pada penderita yang mengalami syok tekanan darah

dapat menurun secara drastis sampai di bawah 60 mmHg. Pada hipotensi berat

semacam itu dapat terjadi hilangnya kesadaran dimana pnderita tidak memberikan

respon dengan rangsang verbal. Hilangnya kesadaran dapat dipastikan dengan tidak

adanya respon motorik terhadap rangsangnyeri, misalnya dengan cubitan, pada

ekstremitas atas penderita.

c. Apabila terjadi penurunan atau kehilangan kesadaran yang disertai hipotensi maka

segera lakukan posisi supine, dimana kepala dan tungkai diletakkan lebih tinggi

daripada kepala.

d. Pada penderita yang hilang kesadarannya perlu dilakukan intervensi selain intervensi

tsb penderita dapat diberikan oksigen murni 100% melalui face mask dengan kecepatan

aliran 6-8 liter per menit. Bila intervensi dapat dilakukan segeran maka biasanya
kesadaran penderita akan kembali dalam waktu relatif cepat.

e. Untuk membebaskan jalan nafas yaitu dengan chin lift dan head tilt yang bertujuan

untuk mengangkat pangkal lidah ke anterior untuk membebaskan orofaring dan

mengevaluasi fungsi pernafasan dengan look-feel-listen. Diberikan oksigen tambahan

dengan sarana facemask dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas.

2. Penanganan syncope sebenarnya cukup sederhana yaitu:

a. Menempatkan penderita pada posisi supine atau shock position. Kedua manufer

ini akan memperbaiki venous return ke jantung dan selanjutnya meningkatkan

cerebral blood flow.

b. Setelah kesadaran pulih tetap pertahankan penderita pada posisi supine, jangan

tergesa-gesa mendudukkan penderita pada posisi tegak karena hal ini dapat

menyebabkan terulangnya kejadian syncope yang dapat berlangsung lebih berat

dan membutuhkan waktu pemulihan lebih lama.

H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

A. Identitas :

1) Identitas pasien :

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan

diagnosa medik.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan

dengan pasien.

B. Keluhan utama

1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea

2) Lelah, pusing
3) Nyeri dada

4) Edema ektremitas bawah

5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen

6) Urine menurun

C. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang

kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti

vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal

akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.

D. Riwayat penyakit dahulu

Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien

sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau

hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada

masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien.

E. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit

keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.

F. Pengkajian data

1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit

dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.

2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia, fibrilasi

atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.

3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.

4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.

5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau

konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.

7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang

8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis

G. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress, sikap dan

tingkah laku pasien.

2) Tanda-tanda Vital :

a) Tekanan Darah Nilai normalnya : Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg Nilai

rata-rata diastolik : 80-90 mmHg

b) Nadi Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau takikkardi)

c) Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit Pada pasien : respirasi

meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas

d) Suhu Badan Metabolisme menurun, suhu menurun

3) Head to toe examination :

a) Kepala : bentuk , kesimetrisan

b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?

c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?

d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan

e) Muka; ekspresi, pucat

f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe

g) Dada: gerakan dada, deformitas

h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan

i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,

bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.

4) Pemeriksaan penunjang

a) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi

pleura yang menegaskan diagnosa New Syncope


b) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi

(jika disebabkan AMI), ekokardiogram

c) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari

gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat, peninkatan

bilirubin dan enzim hati.

I. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat, kemudian data dikumpulkan maka

dilanjutkan dengan analisa data untuk mennetukan diagnose keperawatan. Menurut

(Doenges, 2018) Diagnosa yang ditemukan sebagai berikut:

1. Penurunan curah jantung b.d Penurunan curah kontraksi ventrikel kiri

2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen

3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolus-kapiler

4. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan, factor psikologis.

J. Perencanaan

Setelah penulis menemukan diagnose keperawatan pada klien dengan New Syncope, maka

dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing masing diagnose yang meliputi

prioritas diagnose keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :

1. Penurunan curah jantung b/d Penurunan curah kontraksi ventrikel kiri

Tujuan : aliran darah jantung adekuat

Kriteria hasil : perabaan nadi kuat, tekanan darah normal

Intervensi:

a. Pantau tanda tanda vital

b. Identifikasi tanda tanda penurunan curah jantung

c. Catat bunyi jantung


d. Palpasi nadi perifer

e. Istirahatkan klien dengan tirah baring

2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen

Tujuan : Mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik

Kriteria hasil : Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

Intervensi:

a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

b. Monitor respon kardiovaskular terhadap aktivitas

c. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

d. Monitor klien akan adanya kelelahan fisik

3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolus-kapiler

Tujuan : Diharapkan pertukaran gas meningkat.

Kriteria hasil: Dispnea menurun

Bunyi nafas tambahan menurun

Pola nafas membaik

Intervensi:

a. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafas

b. Monitor pola nafas

c. Auskultasi bunyi nafas

d. Monitor saturasi oksigen

e. Kolaborasikan penggunaan oksigen

4. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan, factor psikologis

Tujuan : Diharapkan status nutrisi membaik

Kriteria hasil : Porsi makanan yang dihabiskan meningkat


Nafsu makan membaik

Intervensi :

a) Monitor asupan makanan

b) Anjurkan makanan sedikit tapi sering

c) Timbang berat badan secara rutin

d) Kolaborasi dengan ahli gizi

5. Nyeri akut bd prosedur tindakan invasive

Tujuan: Diharapkan masalah nyeri akut teratasi

Kriteria hasil: nyeri berkurang, klien rileks

Intervensi:

1. Kaji skala nyeri

2. Monitor keadaan klien

3. Kolaborasi pemberian analgetik

4. Monitor status nyeri

K. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai

setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Implementasi

keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk

membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan

yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

L. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan

yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim

kesehatan lainnya (Padila, 2012).


BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

Syncope and collap di lantai V Bedah di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien tersebut, penulis menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Februari 2021. Klien masuk ruang perawatan

lantai V Paviliun Darmawan pada tanggal 08 Februari 2021. Nomor register 854835

dengan diagnose medis Syncope and collaps.

1. Identitas klien

Klien bernama Tn. S, jenis kelamin laki-laki, usia 74 tahun, status perkawinan

menikah, agama Kristen, suku bangsa Batak, pendidikan SMA, bahasa yang

digunakan bahasa Medan dan bahasa Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat

Jl kalibaru timur III Jakarta Pusat. Sumber biaya BPJS Mandiri, sumber informasi

klien, keluarga, rekam medic, dan perawat ruangan.

2. Resume

Klien bernama Tn S usia 74 tahun datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto pada

tanggal 14 Februari 2021 pukul 21.13 WIB diantar oleh keluarga. Klien datang

dengan keluhan lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk tidak berdahak,

mengeluh sakit kepala, mual dan jantung berdebar debar , klien mengeluh nyeri
kepala sebelah kanan, nafsu makan menurun,. Dilakukan tindakan pengukuran tanda-

tanda vital dengan hasil TD: 151/80 mmHg, N: 84x/menit, S: 36,3℃, RR: 18x/menit,

TB: 156 cm, BB:55 kg. GCS=14, E:3, M:6, V:5.

Dilakukan pemeriksaan GDS One Touch didapatkan hasil 60 mg/dL, diberikan injeksi

D40% 2 flacon, pemasangan infus D10% 10 tpm. Dilakukan pemeriksaan

laboratorium dengan hasil Hb: 7,9; Ht: 25; Eritrosit: 3,0; leukosit: 14.820; trombosit:

630.000; MCV: 81; MCH: 26, MCHC: 32, ureum: 90; kreatinin: 6,2; eGFR (formula

MDRD): 7,37; GDS: 51; Natrium (Na): 137; Kalium (K): 5,5; Klorida (Cl): 104.

Klien dipindahkan ke ruang perawatan lantai V Pavilium Darmawan RSPAD Gatot

Soebroto pada tanggal 08 Maret 2021 pukul 06.00 untuk mendapatkan penanganan

lebih lanjut.

3. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama klien adalah klien mengatakan Klien mudah lelah. Faktor pencetus

nya yaitu terlalu banyak aktivitas. Timbulnya keluhan yaitu secara bertahap. Lamanya

sekitar 3 tahun yang lalu. Upaya mengatasi dengan cara berhenti merokok.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien mempunyai riwayat penyakit sebelumnya yaitu Prostat kista dari tahun 2017,

tidak ada riwayat alergi terhadap obat, makanan, binatang maupun lingkungan, dan

riwayat pemakaan obat metformin


c. Riwayat kesehatan keluarga

61 th
56 HT 58
55

th

61 th
65

HT

33 30 th 22
27
th

Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Klien

: : Meninggal

: tinggal serumah

d. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi faktor

resiko

Istri Klien mengatakan keluarga udah ada yang meninggal dan menderita Hipertensi.
e. Riwayat Psikososial dan Spiritual

Orang yang dekat dengan klien adalah Istri klien. Pola komunikasi dua arah, pembuat

keputusan Istri klien dengan meminta persetujuan dari klien, dalam mengambil

keputusan klien berunding, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh klien yaitu

mengikuti kerja bakti di rumah. Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah

keluarga cemas tetapi sudah pasrah. Masalah yang mempengaruhi klien saat ini

adalah klien merasa Sedih, mekanisme koping terhadap stress klien memilih untuk

tidur. Hal yang sangat dipikirkan klien saat ini adalah klien mengatakan Ingin cepat

pulang. Harapan setelah menjalani perawatan adalah klien mengatakan ingin cepat

sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa, perubahan yang dirasakan klien

setelah jatuh sakit yaitu tubuh terasa lemas, BB turun ±5 kg dalam 1 bulan. Nilai-nilai

yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada, aktivitas agama yang biasa dilakukan

adalah sholat dan berdoa, kondisi lingkungan rumah klien mengatakan tidak ada

masalah.

f. Pola kebiasaan

A. Pola nutrisi

Sebelum sakit : klien makan 2x/hari, nafsu makan baik, makan habis 1 porsi, semua

makanan suka terutama makanan yang pedas dan manis, tidak ada makanan yang

membuat alergi, makanan pantangan yaitu makanan yang banyak mengandung gula

tetapi klien tidak mengikuti anjuran, makanan diet nasi merah, brokoli, bayam, susu

rendah lemak tetapi klien tidak mengukiti anjuran diet yang diberikan, tidak ada

pengunaan obatsebelum makan dan tidak ada pengunaan alat bantu makan (NGT,dll).
Di rumah sakit : klien makan 3x/hari, klien mengatakan mual, makan habis 1 porsi,

menyukai makanan yang manis, tidak ada makanan yang membuat alergi dan

menggunakan alat bantu makan NGT.

B. Pola eliminasi

Sebelum sakit : klien mengatakan BAK 3x/24 jam, warna keluhan banyak BAK di

malam hari, tidak ada penggunaan alat bantu (kateter, dll), klien BAB 1x/hari,

waktunya pagi, warna kuning, konsistensi lunak, tidak ada keluhan, tidak ada

peggunaan laxative.

Di rumah sakit : klien mengatakan BAK 5-7x/24 jam, warna kuning jernih, tidak ada

keluhan, klien menggunakan kateter. Klien BAB 1x/hari, waktunya pagi, warna

kuning, konsistensi lunak, tidak ada keluhan, tidak ada peggunaan laxative.

C. Pola personal hygiene

Sebelum sakit : klien mandi 2x/hari, pagi dan sore, sikat gigi 2x/hari waktunya pagi

dan sore, cuci rambut 3x/minggu.

Di rumah sakit : klien mandi 1x/hari, pagi hari, oral hygiene 1x/hari, klien harus

dibantu keluarga

D. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit : tidur siang 2 jam/hari, lama tidur malam 5-6jam/hari, kebiasaan

sebelum tidur adalah berdoa.

Di rumah sakit : lama tidur siang 3 jam/hari, lama tidur malam 5 jam/hari, kebiasaan

klien sebelum tidur adalah berdoa.

E. Pola aktivitas dan latihan


Sebelum sakit : klien beraktivitas pada pagi hari, klien berolahraga 1x/minggu, jenis

olahraga yang dilakukkan adalah jalan santai. Tidak ada keluhan saat beraktivitas.

Di rumah sakit : klien tidak beraktivitas, keluhan klien mudah sesak nafas,terdapat

luka akibat pemasagan ring di jantung.

F. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Sebelum sakit : klien merokok. Klien tidak mengkonsumsi minuman keras/NAPZA.

Di rumah sakit : klien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman

keras/NAPZA.

4. Pengkajian Fisik

a. Pemeriksaan fisik umum

BB klien saat ini : 62 kg, sebelum sakit : 65 kg, TB : 164 cm, keadaan umum lemah,

tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

b. Sistem penglihatan

Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata abnormal,

konjungtiva ananemis, kornea keruh/berkabut, sclera anikterik, pupil isokor, tidak ada

kelainan otot-otot mata, fungsi penglihatan kabur, tidak ada tanda-tanda peradangan,

tidak ada pemakaian kacamata, tidak ada pemakaian kontak lensa, reaksi terhadap

cahaya baik, pupil mengecil +/+.

c. Sistem pendengaran

Daun telinga normal, telinga simetris, terdapat serumen berwarna kuning, konsistensi

lunak dengan bau khas, tidak ada cairan dari telinga, tidak ada rasa penuh ditelinga,

tidak ada tinitus, fungsi pendengaran baik, tidak ada gangguan keseimbangan, tidak

ada pemakaian alat bantu dengar.


d. Sistem wicara

Sistem wicara normal

e. Sistem pernafasan

Jalan nafas terhambat, pernafasan sesak, terdapat secret berlebih, ada penggunaan otot

bantu pernafasan, frekuensi 24x/menit, irama teratur, kedalaman pernafasan dalam,

jenis pernafasan spontan, tidak batuk, tidak ada sputum, tidak terdapat darah, suara

nafas vesikuler, tidak nyeri saat bernafas, tidak menggunakan alat bantu nafas.

f. Sistem kardiovaskuler

Sirkulasi peripher : nadi 80x/menit, irama teratur, denyut kuat, TD:130/80mmHg,

tidak ada distensi vena jugularis kanan dan kiri, temperature kulit hangat S:36,5 oC ,

warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema.

Sirkulasi jantung : kecepatan denyut nadi apical 87 x/menit, irama teratur, tidak sakit

dada.

g. Sistem hematologi

Klien tidak pucat dan tidak ada perdarahan.

h. Sistem syaraf pusat

Tidak ada keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran composmentis, GCS 14, E:3 M:6

V:5, tidak ada peningkatan TIK, tidak ada gangguan persyarafan, reflek fisiologis

normal, tidak ada reflek patologis.

i. Sistem pencernaan

Gigi klien terdapat caries, tidak ada penggunaan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah

tidak kotor, salifa normal, tidak ada muntah, nyeri di ulu hati, P: nyeri pada saat

terlambat makan, Q: nyeri seperti terbakar, R: nyeri dirasakan pada bagian ulu hati, S:
skala nyeri 2 dari 1-10, T: nyeri berlangsung ±5 menit, lalu berhenti, lalu muncul

kembali, nyeri bertambah hebat jika klien terlambat makan, terdapat nyeri tekan pada

epigastrium, bising usus 8x/menit, tidak ada diare, tidak terjadi konstipasi, hepar tidak

teraba, abdomen lembek.

j. Sistem endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Nafas tidak berbau keton, poliuri, polidipsi,

poliphagi, terdapat luka gangren di jari kaki kiri.

k. Sistem urogenital

Balance cairan. Intake : 2700cc/24 jam, Output : 2725cc/24 jam, balance cairan -25cc/

24 jam, pola kemih klien nokturia, bak warna kuning jernih, tidak ada distensi

kandung kemih, keluhan sakit pinggang tidak ada.

l. Sistem integument

Turgor kulit elastic, temperature kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit

ulkus pada jari kaki kiri dengan kondisi nekrosis, tidak ada kelainan kulit, tidak ada

tanda-tanda infeksi pada lokasi pemasangan infuse, tekstur rambut baik, kebersihan

baik.

m. Sistem musculoskeletal

Kesulitan dalam pergerakan, tidak sakit pada tulang, sendi, dan kulit, tidak ada

fracture, tidak ada kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot baik, terdapat

luka pada jari kaki kiri dengan kondisi nekrosis. Klien mengatakan baru mengetahui

mempunyai penyakit Syncope pada tahun 2013, sebelum itu belum mengetahui. Klien

mengatakan Ibu nya sudah meninggal. Klien mengatakan awal mula terjadi karena

merasa jantungnya lemah dan sering mengalami pingsan mendadak.


5. Data pengkajian spesifik

a) Skirining Gizi: Ada penurunan berat badan sebanyak 5kg selama 6 bulan terakhir

total skor 2.

b) Pengkajian nyeri dengan skor 2.

c) Risiko tinggi jatuh: cedera sedang.

d) Barthel Index : 14 (ketergantungan ringan).

6. Data Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Februari 2021 :

Hb : 12,4 (12,0-16,0 gr/dL)

Ht : 36* (37-47%)

Eritrosit : 4,6(4.3-6,0 juta/uL)

Leukosit : 10.610 (4.800-10.800/uL)

Trombosit : 529.000(150.000-400.000/uL)

Basofil : 0 (0-1 %)

Eosinofil :0* (1-3%)

Neutrofil : 89* (50-70%)

Limfosit : 10 * (20-40%)

Monosit : 1* (2-8 %)

MCV : 80 (80-96 fL)

MCH : 27 (27-32 pg

MCHC : 34 (32-36 pg)

RDW : 14,30 (11,5-14,5 %)

Albumin : 2,7* (3,5-5,0g/dL)

Ureum : 120* (20-50 mg/dL)

Kreatinin : 3,4** (0,5-1,5 mg/dL)


eGFR (formula MDRD) : 14,74 (mL/mnt/1.73 m2)

Glukosa darah sewaktu : 303* (<140 mg/dL)

Kesan :

 Kardiomegali ringan

 Suspek proses spesifik paru, DD/ pneumonia

7. Data focus

Data subjektif : Klien mengatakan sesak nafas, Klien mengatakan mudah lelah,

Klien mengatakan badan terasa lemah. Klien mengatakan nafsu makannya menurun.

Klien mengatakan terkadang merasa mual. Klien mengatakan berat badannya

menurun. Klien mengatakan sulit untuk bergerak

Data objektif : Klien tampak Kesadaran:composmentis GCS : 4 5 6 TTV TD : 90/50

mmHg N : 84 x/mnt S : 32 , RR : 26 x/mnt Sesak nafas Terpasang O2 nasal kanule 3-5 lpm

Wajah tampak pcat CRT > 3 detik. Piting edema tingkat 2+ menghilang 10 detik. Nafsu

makan menurun. Klien tampak pucat, TD: 140/90mmHg N: 90x/mnt S: 37.0 C RR:

38x/mnt. Klien terpasang NGT. Pasien mendapat terapi diit DH1 dengan jenis

makanan cair Total protein: 6,2 g/dl, Albumin : 2,6 g/dl. Klien tampak bedrest.

Aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien terpasang infuse pada

tangan kiri dan kateter. Pasien tampak lemah


8. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


1. Ds: Penurunan curah Penurunan curah
kontraksi ventrikel kiri
Klien mengatakan sesak jantung
nafas

Do:

Keadaan: lemah

Kesadaran:composmentis
GCS : 4 5 6 TTV TD : 90/50
mmHg N : 84 x/mnt S : 32 ,
RR : 26 x/mnt Sesak nafas
Terpasang O2 nasal kanule 3-
5 lpm Wajah tampak pucat,
CRT > 3 detik. Piting edema
tingkat 2+ menghilang 10
detik. Nafsu makan menurun

N
2. Ds: Ketidakefektifan Kurang suplai oksigen
- Pasien mengatakan
perfusi jaringan ke jaringan
mudah lelah
perifer
- Pasien mengatakan
badan terasa lemah
Do:
- Pasien tampak lemah
pucat
- TD : 140/90 mmHg
- N : 90 x/menit
- S : 37,5 C
P: RR 38 x/menit

3. Ds: Ketidakseimbangan Kurang asupan makan


nutrisi kurang dari
- Pasien mengatakan
nafsu makannya kebutuhan tubuh
menurun
- Pasien mengatakan
terkadang merasa
mual
- Pasien mengatakan
berat badannya
menurun
Do:
- Pasien terpasang NGT
- Pasien mendapat
terapi diit DH1
dengan jenis makanan
cair
- Total protein: 6,2 g/dl
- Albumin : 2,6 g/dl

4. Ds: Intoleransi aktivitas Kelemahan fisik


- Pasien mengatakan
sulit untuk bergerak
karena nyeri pada
perutnya
Do:
- Pasien bedrest
- Aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga
dan perawat
- Pasien terpasang
infuse pada tangan
kiri dan kateter
- Pasien tampak lemah

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dianalisa data diagnosa keperawatan yang sesuai prioritas sebagai berikut:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Penurunan curah kontraksi ventrikel

kiri.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan bd kurang suplai oksigen ke jaringan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd kurang asupan nutrisi

4. Intoleransi aktivitas bd kelemahan fisik

C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi

Setelah diagnosa keperawatan ditetapkan, selanjutnya penulis membuat perencanaan,

dilanjutkan dengan pelaksanaan dan evaluasi untuk setiap diagnosa sesuai dengan

prioritas masalah sebagai berikut :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Penurunan curah

kontraksi ventrikel kiri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

masalah curah jantung teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Tanda-tanda vital dalam rentan normal

2. Kekuatan nadi perifer meningkat

3. Tidak ada edema

Perencanaan :

1. Identifikasi tanda atau gejala penurunan curah jantung

2. Monitor intake dan output cairan

3. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi setres

4. Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap


5. Kolaborasi pemberian antiaritmia

Pelaksanaan :

Tanggal 15 Februari 2021

Pukul 08.00 Mengidentifikasi tanda atau gejala penurunan curah jantung, Hasil: tidak

ada edema. Pukul 09.00 Memonitor intake dan output cairan, Hasil: cairan intake dan

output Intake : 2700cc/24 jam, Output : 2725cc/24 jam. Pukul 10.30 Memberikan

terapi relaksasi, Hasil: klien tampak tenang/ Pukul 13.00 Mengkolaborasikan

pemberian antiaritmia, Hasil: Klien mengikuti anjuran dokter

Tanggal 16 Februari 2021

Pukul 08.00 WIB mengukur TTV dan mengkaji keadaan umum klien, hasil TD:

130/80 mmHg, N: 80x/menit, S: 36,5℃, RR: 20x/menit, keadaan umum lemah. Pukul

09.00 Mengidentifikasi tanda atau gejala penurunan curah jantung. Hasil tidak ada

edema. Pukul 10.00 Memonitor intake dan output cairan. Hasil cairan intake dan

output cairan normal. Pukul 10.30 Memberikan terapi relaksasi. Hasil klien tampak

tenang/ Pukul 13.00 Mengkolaborasikan pemberian antiaritmia. Hasil Klien

mengikuti anjuran dokter

Tanggal 17 Februari 2021

Pukul 14.00 WIB mengukur TTV dan mengkaji keadaan umum klien, hasil TD:

120/70 mmHg, N: 80x/menit, S: 36,6℃, RR: 20x/menit, keadaan umum lemah. Pukul

15.00 Mengidentifikasi tanda atau gejala penurunan curah jantung. Hasil kekuatan

nadi perifer meningkat. Pukul 15.30 Memonitor intake dan output cairan. Hasil cairan

intake dan output cairan normal. Pukul 16.30 Memberikan terapi relaksasi. Hasil

klien tampak tenang/ Pukul 17.30 Mengkolaborasikan pemberian antiaritmia. Hasil

Klien mengikuti anjuran dokter


Evaluasi tanggal 18 Februari 2021

S :Klien mengatakan nyaman ketika istirahat

O : Klien tampak nyaman, kekuatan nadi perifer meningkat, tidak ada edema

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi

P : Tindakan keperawatan dihentikan

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan bd kurang suplai oksigen ke jaringan.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan sealam 3x24jam diharapkan masalah

ketidakefektifan perfusi jaringan teratasi.

Kriteria Hasil:

Edema perifer tidak ada

Perencanaan :

a. Kaji keadaan umum klien

b. Monitor posisi pasien untuk masuknya oksigen

c. Monitor adanya perubahan kehilangan sensasi rangsangan

d. Memonitor penggunaan oksigen saat pasien aktivitas

Pelaksanaan :

15 Februari 2021

a. Pukul 08.00 WIB mengukur TTV, hasil TD: 130/80 mmHg, N: 80x/menit, S:

36,5℃, RR: 20x/menit, pukul 08.15 WIB mengkaji keadaan umum, hasil : klien

tampak lemah, pukul 08.20 WIB memonitor posisi pasien untuk masuknya

oksigen, hasil : posisi klien semifowler tidak ada kendala. Pukul 12.00 WIB

Memonitor adanya perubahan kehilangan sensasi rangsangan, hasil: klien tidak


ada reaksi saat diberi rangsangan nyeri. Pukul 13.00 WIB Memonitor penggunaan

oksigen saat pasien aktivitas

Tanggal 16 Februari 2021

Pukul 13.00 WIB mengukur TTV, hasil TD: 140/80 mmHg, N: 85x/menit, S:

36,5℃, RR: 20x/menit, pukul 13.00 WIB mengkaji keadaan umum, hasil : klien

tampak lemah, pukul 14.00 WIB memonitor posisi pasien untuk masuknya

oksigen, hasil : posisi klien semifowler tidak ada kendala. Pukul 15.00 WIB

Memonitor adanya perubahan kehilangan sensasi rangsangan, hasil: klien tidak

ada reaksi saat diberi rangsangan nyeri. Pukul 20.00 WIB Memonitor penggunaan

oksigen saat pasien aktivitas

Tanggal 17 Februari

Pukul 08.00 WIB mengukur TTV, hasil TD: 130/80 mmHg, N: 80x/menit, S: 36,5℃

, RR: 20x/menit, pukul 20.00 WIB memonitor posisi pasien untuk masuknya

oksigen, hasil : posisi klien semifowler tidak ada kendala. Pukul 21.00 WIB

Memonitor adanya perubahan kehilangan sensasi rangsangan, hasil: klien tidak ada

reaksi saat diberi rangsangan nyeri. pukul 22.30 WIB mengkaji keadaan umum,

hasil : klien tampak lemah Pukul 23.00 WIB Memonitor penggunaan oksigen saat pasien

aktivitas

Evaluasi tanggal 18 Februari 2021

S : klien mengatakan sesak

O : Keadaan umum lemah, klien tampak tidak ada reaksi saat di beri rangsangn

A : masalah belum teratasi

P : Tindakan keperawatan dilanjutkan


3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd kurang

asupan nutrisi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.

Kriteria Hasil :

a. Asupan makanan secara adekuat

b. Nafsu makan meningkat

c. Tidak ada mual dan muntah

Perencanaan :

1. Tentukan status gizi pasien

2. Identifikasi perubahan nafsu makan

3. Monitor adanya mual muntah

4. Identifikasi adanya penurunan berat badan

5. Beri obat-obatan sebelum makan seperti antimeik

Pelaksanaan :

15 Februari 2021

Pukul 08.00 menentukan status gizi pasien, hasil: status gizi pasien dibawah normal.

Pukul 09.00 mengidentifikasi perubahan nafsu makan, hasil: nafsu makan klien

rendah. Pukul 10.00 memonitor adanya mual muntah, hasil: klien mual dan muntah

1x sehari. Pukul 11.00 mengidentifikasi adanya penurunan berat badan, hasil: klien

mengalami penurunan 3 kg. Pukul 12.00 memberi obat antimeik, hasil: obat diminum

klien tidak ada efek samping.


16 Februari 2021

Pukul 14.00 mengukur TTV, hasil TD: 130/70 mmHg, N: 85x/menit, S: 36,2℃, RR:

19x/menit. Pukul 15.00 menentukan status gizi pasien, hasil: status gizi pasien

menjadi normal. Pukul 16.00 mengidentifikasi perubahan nafsu makan, hasil: nafsu

makan klien meningkat. Pukul 17.00 memonitor adanya mual muntah, hasil: klien

mual dan muntah 1x sehari. Pukul 17.30 mengidentifikasi adanya penurunan berat

badan, hasil: klien mengalami kenaikan 1 kg. Pukul 18.00 memberi obat antimeik,

hasil: obat diminum klien tidak ada efek samping.

17 Februari 2021

Pukul 08.00 mengukur TTV, hasil TD: 130/70 mmHg, N: 85x/menit, S: 36,2℃, RR:

19x/menit. Pukul 09.00 menentukan status gizi pasien, hasil: status gizi pasien

menjadi normal. Pukul 09.30 mengidentifikasi perubahan nafsu makan, hasil: nafsu

makan klien meningkat. Pukul 11.00 memonitor adanya mual muntah, hasil: klien

muasih mual namun tidak muntah. Pukul 12.30 mengidentifikasi adanya penurunan

berat badan, hasil: klien mengalami kenaikan 1 kg.

Evaluasi tanggal 18 Februari 2021

S : Klien mengatakan lemes

O : Nafsu makan meningkat, klien tampak masih mual

A : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi

P : Tindakan keperawatan dilanjutkan


4. Intoleransi aktivitas bd kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

klien dapat beraktivitas.

Kriteria Hasil :

1. Klien dapat mengikuti ADL

2. Mampu berpindah dan memposisikan diri

3. Mampu berpakaian

4. Mampu melakukan kebersihan diri

Perencanaan :

1. Bantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui aktivitas

yang konsisten

2. Bantu memenuhi aktivitas sehari-hari pasien

3. Ciptakan lingkungan aman

4. Lakukan rom pasif atau aktif

5. Tingkatkan tirah baring dan waktu istirahat pasien

Pelaksanaan :

Tanggal 15 Februari 2021

Pukul 08.00 WIB membantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan

melalui aktivitas yang konsisten, hasil: klien sulit memilih aktivitas. Pukul 09.00

membantu memenuhi aktivitas sehari-hari pasien, hasil: klien belum memenuhi

aktivitas sehari-hari. Pukul 10.00 menciptakan lingkungan aman, hasil: keluarga klien

berhasil membuat suasana lingkungan yang aman. Pukul 11.00 melakukan rom pasif

dan aktif, hasil: klien mengikuti perawat untuk mika-miki. Pukul 12.00 meningkatkan

tirah baring dan waktu istirahat pasien, hasil: klien mengikuti instruksi perawat.
Tanggal 16 Februari 2021

Pukul 12.00 WIB membantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan

melalui aktivitas yang konsisten, hasil: klien memilih aktivitas nonton tv. Pukul 13.00

membantu memenuhi aktivitas sehari-hari pasien, hasil: klien belum memenuhi

aktivitas sehari-hari. Pukul 14.00 menciptakan lingkungan aman, hasil: keluarga klien

berhasil membuat suasana lingkungan yang aman. Pukul 15.00 melakukan rom pasif

dan aktif, hasil: klien mengikuti perawat untuk mika-miki. Pukul 16.00 meningkatkan

tirah baring dan waktu istirahat pasien, hasil: klien mengikuti instruksi perawat.

Tanggal 17 Februari 2021

Pukul 08.00 WIB membantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan

melalui aktivitas yang konsisten, hasil: klien memilih aktivitas nonton tv. Pukul 09.00

membantu memenuhi aktivitas sehari-hari pasien, hasil: klien dapat memenuhi

aktivitas sehari-hari berpakaian. Pukul 10.00 menciptakan lingkungan aman, hasil:

keluarga klien berhasil membuat suasana lingkungan yang aman. Pukul 11.00

melakukan rom pasif dan aktif, hasil: klien mengikuti perawat untuk mika-miki.

Pukul 12.00 meningkatkan tirah baring dan waktu istirahat pasien, hasil: klien

mengikuti instruksi perawat.

Evaluasi tanggal 18 Februari 2021

S :Klien mengatakan sudah dapat melakukan aktivitas

O : klien tampak lemah, Klien dapat mengikuti ADL

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi

P : Tindakan keperawatan dihentikan


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan akan dijelaskan mengenai kesenjangan data antara teori dan kasus,

faktor penunjang dan penghambat dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pada tahap pengkajian antara teori dan kasus, ditemukan tidak adanya kesenjangan. karena

klien dan keluarga sangat kooperatif dan saat diberikan pertanyaan dapat memberikan

jawaban yang jelas, serta data-data yang dibutuhkan sudah cukup lengkap dan perawat

ruangan juga sudah cukup membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

B. Diagnosa keperawatan

Pada teori ditemukan 4 (empat) diagnosa keperawatan dan pada kasus ditemukan 4

(empat) diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang ditemukan diteori tapi tidak ditemukan dikasus adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan prosedur invasive

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus tetapi tidak ditemukan pada

teori adalah:

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang suplai oksigen

ke jaringan. Hal ini dikarenakan klien merasa kesakitan di bagian dada

Faktor penunjang dalam penentuan diagnosa keperawatan yaitu klien dan keluarga yang

sangat kooperatif dalam menjawab pertanyaan dan dukungan dari pembimbing yang

memberikan arahan dan informasi sesuai dengan kebutuhan penulis, sehingga penulis

tidak menemukan hambatan dalam merumuskan diagnosa keperawatan.

C. Perencanaan

Menurut teori langkah-langkah perencanaan meliputi prioritas masalah, menetapkan

tujuan, menentukan kriteria hasil serta menyusun rencana tindakan. Perencanaan pada

kasus sudah dibuat berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Achievable, Realistic, dan
Timing) serta sudah disususn secara sistematis (dari tindakan mandiri sampai kolaborasi)

dan operasional agar memudahkan dalam penulisan evaluasi.

Dalam perencanaan penulis tidak mengalami hambatan karena setiap rencana disusun

sesuai dengan kondisi klien dan mengacu pada teori serta mendapat dukungan dan

kerjasama dari klien, keluarga dan perawat ruangan.

D. Pelaksanaan

Pada pelaksanaan semua rencana dilakukan secara kerjasama antara penulis dengan

perawat ruangan. Semua tindakan yang dilakukan dan respon klien terhadap setiap

tindakan didokumentasikan pada catatan keperawatan, selain itu juga setiap perawat yang

melakukan tindakan mencatat diagnosa keperawatan yang diintervensi, waktu pelaksanaan

tindakan dan menandatangani catatan keperawatan yang dilakukan.

Tindakan pada diagnosa keperawatan semuanya dapat dilakukan. Dalam melakukan

pelaksanaan penulis tidak menemukan hambatan. Faktor penunjang dalam memberikan

asuhan keperawatan yaitu klien dan keluarga yang sangat kooperatif sehingga dapat

menerima setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien.

E. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan, maka langkah yang terakhir adalah evaluasi

terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien. Dari empat diagnosa

keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu Penurunan curah jantung berhubungan

dengan Penurunan curah kontraksi ventrikel kiri, Ketidakefektifan perfusi jaringan

berhubungan dengan kurang suplai oksigen ke jaringan, Ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh bd kurang asupan nutrisi, intoleransi aktivitas bd kelemahan fisik.

Tujuan tercapai sebagian dan masalah belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan

sedangkan satu diagnosa yaitu Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

teratasi sehingga intervensi dihentikan.


BAB V

PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan hasil pembahasan yang telah dilakukan. Untuk

selanjutnya memberikan masukan berupa saran yang nantinya dapat bermanfaat.

A. Kesimpulan

Setelah memberikan asuhan keperawatan dan melakukan pembahasan antara teori dan

kasus, maka penulis dapat membuat kesimpulan, sebagai berikut:

1. Pada pengkajian data yang ditemukan sesuai dengan klien terhadap penyakitnya. Hal ini

memberikan pengalaman bagi penulis bahwa respon klien terhadap penyakitnya berbeda,

tergantung tingkat keparahan dan penerimaan klien terhadap penyakitnya. Selain itu

kerjasama klien, keluarga dan perawat ruangan sangat membantu sehingga dalam

pengkajian tidak menemukan hambatan.

2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus disesuaikan dengan data yang

diperoleh pada pengkajian sebagai respon klien terhadap penyakitnya sehingga pada kasus

hanya ditemukan empat diagnosa keperawatan yang perlu diatasi oleh perawat.

3. Perencanaan dibuat sesuai dengan kondisi klien, mulai dari penentuan prioritas,

penetapan tujuan dan kriteria hasil, serta menyusun rencana tindakan.

4. Pelaksanaan pada kasus disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat dan semua

tindakan yang dilakukan didokumentasikan pada catatan keperawatan.

5. Evaluasi asuhan keperawatan dari empat diagnosa yang ditemukan, tiga diagnose

masih perlu di intervensi ulang dan satu diagnosa sudah teratasi.


B. Saran

Setelah penulis menguraikan dan menyimpulkan, penulis dapat mengidentifikasi kelebihan

dan kekurangan yang ada, maka selanjutnya penulis menyampaikan saran yang ditujukan

kepada perawat ruangan, klien dan keluarga sebagai berikut :

1. Kerjasama dengan klien dan keluarga agar tetap dipertahankan dan ditingkatkan

agar asuhan keperawatan yang diberikan pada klien akan lebih optimal.

2. Untuk keluarga agar dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya di

rumah sakit.

3. Kepada perawat ruangan yang sudah memberikan asuhan keperawatan kepada klien

secara optimal agar dapat dipertahankan.


DAFTAR PUSTAKA

Davidson, Christoper R. 2003. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Dian Rakyat.

Hermawati, D.R., & Candra, H,A. (2014). Berkat Herbal Penyakit Jantung Koroner.

Jakarta: F Media.

https://www.academia.edu/33411421/KONSEP_PENYAKIT_JANTUNG_KORONER

_KONSEP_MEDIS_2.1_Pengertian_Penyakit_Jantung_Koroner (Diakses pada

tanggal 22-September-2019 Jam 10.00)

Karikaturijo, 2010. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Universitas Pembangunan

Nasional Veteran.

Kurniadi, Helamu. 2013. Stop! Gejala Penyakit Jantung Koroner. Yogyakarta: Familia.

Lemone, priscilla, et al. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Panthee, B, Kritpracha C. 2011. Review: Anxiety And Quality Of Life Patients With

Myocardial Infractions. Nurse Media Journal Of Nursing, 1(1): 105- 115

Prabowo, E., & Pranata, A. E. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:

DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai