Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ESAI

BLOK EMERGENCY

“SINKOP DAN PENURUNAN KESADARAN”

Disusun Oleh :

Nama : Ahmad Tristan Amartya

NIM : 018.06.0074

Kelas :A

Dosen : dr. I Komang Agus Tri Wismantara, Sp.An.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2022
A. PENDAHULUAN

Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum, mahal, dan
seringkali mengganggu. Hal ini dapat menyebabkan cedera dan mungkin merupakan satu-
satunya tanda bahaya sebelum terjadinya Sudden Cardiac Death (SCD). Wisten dkk melaporkan
bahwa 25% dari 162 korban SCD berusia 15-35 tahun awalnya mengalami sinkop atau
presinkop. Pasien dengan sinkop yang menjalani perawatan di rumah sakit berjumlah 1% dan 3%
menjalani perawatan di unit gawat darurat. Beberapa survei melaporkan bahwa hingga 50%
orang pada usia dewasa muda pernah mengalami episode kehilangan kesadaran. Kebanyakan
dari episode ini terisolasi dan tidak pernah mendapat perhatian medis.

Salah satu penyebab utama sinkop adalah masalah kardiovaskular. Hal ini dihubungkan
dengan mortalitas yang tinggi pada pasien dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya, iskemia
miokard transien, dan kelainan jantung lain yang lebih jarang.

Tujuan utama evaluasi pasien dengan sinkop adalah untuk menentukan apakah pasien
memiliki peningkatan resiko kematian. Hal ini melibatkan identifikasi pasien dengan iskemik
miokard, sindrom Wolff-Parkinson White, dan penyakit genetik yang secara potensial dapat
mengancam nyawa seperti long QT syndrome (LQTS), sindrom brugada dan takikardi
ventrikular polimorfik katekolaminergik.

Bila diagnosis ini dapat disingkirkan, sasaran kemudian diarahkan untuk identifikasi
penyebab sinkop dalam usaha meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah cedera pada
pasien maupun orang lain.

B. DEFINISI

Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral global transien
dikarakteristikkan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan pemulihan spontan. Kehilangan
kesadaran dikarenakan penurunan aliran darah ke sistem aktivasi retikular yang berlokasi pada
batang otak dan tidak membutuhkan terapi listrik atau kimia untuk kembali normal.

Metabolisme otak, berbeda dengan organ-organ lain, sangat bergantung pada perfusi.
Konsekuensinya, pembatasan pada aliran darah serebral selama sekitar 10 detik dapat
menyebabkan kehilangan kesadaran. Restorasi tingkah laku dan orientasi setelah episode sinkop
biasanya segera terjadi. Amnesia retrograde, meskipun jarang, dapat terjadi pada pasien tua.
Sinkop, sebagaimana didefinisikan disini, merepresentasikan sebuah cabang dari spektrum
kondisi yang jauh lebih luas sebagai penyebab kehilangan kesadaran, termasuk kondisi seperti
stroke dan kejang epileptik. Penyebab non-sinkopal kehilangan kesadaran sementara berbeda
dalam hal mekanisme dan durasinya.

Faktanya, definisi dapat diperluas menjadi T-LOC (transien loss of consiousnness),


sebuah istilah yang sengaja dibuat untuk mencakup semua gangguan yang dicirikan dengan
kehilangan kesadaran (LOC= Loss of consciousness) yang self limited, tanpa memandang
mekanismenya. Dengan membedakan T-LOC dan sinkop, definisi terkini meminimalkan
kebingungan konseptual dan diagnosis. Dahulu, literatur seringkali tidak mendefinisikan sinkop,
atau mendefinisikannya dengan cara berbeda. Istilah sinkop dahulu biasanya digunakan untuk T-
LOC, termasuk kejang epilektik dan bahkan stroke pada sinkop. Sumber yang membingungkan
ini mungkin masih sering didapatkan pada literatur.

Istilah pre-sinkopal digunakan untuk menggambarkan gejala dan tanda yang terjadi
sebelum kehilangan kesadaran pada sinkop disinonimkan dengan tanda bahaya atau gejala
prodromal. Istilah pre-sinkop atau near-syncope biasanya digunakan untuk menggambarkan
kondisi yang mirip dengan gejala prodromal sinkop namun tidak diikuti dengan kehilangan
kesadaran. Masih belum jelas apakah mekanisme yang terlibat sama seperti halnya pada sinkop.

C. Epidemiologi

Sinkop sering ditemukan pada populasi umum dan episode pertama biasanya muncul
pada kelompok usia tertentu seperti yang digambarkan pada gambar 2. Prevalensi dan insiden
sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan 30% angka kejadian rekuren.
Sekitar 1% balita dapat mengalami bentuk sinkop vasovagal (VVS=vasovagal syncope).
Terdapat prevalensi yang tinggi episode pertama pingsan diantara usia 1 hingga 30 tahun, dengan
puncaknya 47% pada wanita dan 31% pada pria sekitar usia 15 tahun.

Sinkop refleks sejauh ini merupakan penyebab paling sering. Sebaliknya, frekuensi
kejang epilepsi pada kelompok usia muda yang sama jauh lebih rendah (60 tahun) insiden
kumulatif sinkop menjadi lebih sulit diketahui akibat adanya bias riwayat episode pingsan
puluhan tahun sebelumnya.

D. Klasifikasi

Tabel 1 menggambarkan klasifikasi patofisiologikal penyebab pokok sinkop. Pembedaan


dalam patofisiologi turunnya tekanan darah sistemik diikuti turunnya aliran darah serebral global
sebagai dasar sinkop menjadi acuan klasifikasi ini.
E. PATOFISIOLOGI

Pada individu muda sehat dengan aliran darah serebral sekitar 50-60 ml/100 gram
jaringan/menit, sekitar 12-15% dari total kardiak output pada saat istirahat, kebutuhan oksigen
minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran (sekitar 3.0-3.5 ml O2/100 gram
jaringan/menit) dapat dengan mudah dicapai. Namun demikian, pada individu yang lebih tua,
batas aman untuk suplai oksigen mungkin lebih rendah.1 Penurunan aliran darah secara tiba-tiba
selama setidaknya 6-8 detik cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran secara penuh.
Evaluasi tilt test memperlihatkan penurunan tekanan darah sistolik menjadi 60 mmHg atau
kurang dihubungkan dengan sinkop. Lebih jauh, diestimasikan penurunan suplai oksigen serebral
setidaknya sebesar 20% cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran.1 Tekanan darah
sistemik ditentukan oleh ditentukan oleh Cardiac output (CO) dan resistensi vaskular perifer
total, dan penurunan salah satunya dapat menyebabkan sinkop, namun kombinasi dari keduanya
seringkali ditemukan, meskipun kontribusi relatif dari masing-masing faktor dapat bervariasi.3
Gambar 3 menjelaskan bagaimana patofisiologi sinkop, dengan tekanan darah yang
rendah/hipoperfusi serebral global sebagai pusatnya, berdampingan dengan resistensi perifer
yang rendah atau tidak adekuat dan kardiak output yang rendah.

F. TATALAKSANA

Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang harapan hidup,
membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan prioritas sasaran yang berbeda
ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya, pada pasien dengan VT sebagai penyebab
sinkop, resiko mortalitas jelas dominan, sementara manajemen pasien dengan sinkop refleks
ditujukan untuk mencegah rekurensi dan/atau membatasi cedera.3 Kerangka terapi secara umum
didasarkan pada stratifikasi resiko dan identifikasi mekanisme spesifik bila memungkinkan
sebagaimana terangkum dalam gambar.
G. PROGNOSIS

Untuk prognosis dan stratifikasi resiko pada sinkop, terdapat dua elemen penting yang
harus dipertimbangkan: (i) resiko kematian dan kejadian mengancam nyawa; dan (ii) resiko
rekurensi sinkop dan cedera fisik.

H. KESIMPULAN

Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral global transien
dikarakteristikkan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan pemulihan spontan. Prevalensi
dan insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan hingga 30% angka kejadian
rekuren. Secara garis besar, klasifikasi sinkop didasarkan atas patofisiologi yang mendasarinya;
terdiri dari: (i) Sinkop Refleks (Neurally-mediated syncope), (ii) Sinkop akibat hipotensi
ortostatik, dan (iii) sinkop kardiak (kardiovaskular). Evaluasi pasien dengan sinkop dimulai
dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan EKG standar. Bila pada evaluasi awal diagnosis masih
belum jelas, selanjutnya dilakukan stratifikasi resiko dan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan etiologi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : masase sinus karotis,
challenge ortostatik berupa berdiri aktif dan tilt test, monitoring elektrokardiografi (contohnya
monitoring holter atau pemasangan implantable loop recorder), studi elektrofisiologi,
ekokardiografi, tes adenosin trifosfat, excercise stress test, angiografi koroner serta evaluasi
neurologis maupun psikiatri bila diperlukan. Prinsip penanganan pasien sinkop adalah untuk
memperpanjang harapan hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Terapi optimal
untuk sinkop harus ditujukan pada etiologi yang mendasari.
REFRENSI

1. Calkins HG and Zipes DP. Hypotension and Syncope. In: Braunwald's Heart Disease A
Textbook of Cardiovascular Medicine 9th Ed. Elsevier 2015;40:1032-1042

2. Wisten A, Forsberg H, Krantz P, et al. Sudden cardiac death in 15-35-year olds in Sweden
during 1992-1999. J Intern Med 252:529, 2002

3. Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of
Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European
Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J2009;30:2646

4. Thijs RD, Benditt DG, Mathias CJ,et al. Unconscious confusion—a literature search for
definitions of syncope and related disorders. Clin Auton Res 2005;15:35–39

Anda mungkin juga menyukai