Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di


dunia, menurut WHO stroke adalah menifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang terjadi dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain dari pada gangguan vaskular.1,2

Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark,
stroke infark atau iskemik pada dasarnya terjadi karena kurangnya aliran darah ke
otak, dan proses terjadinya kematian sel neuron berlangsung secara bertahap yang
kita kenal sebagai kaskade iskemik.1,2
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia
12,1 per 1.000 penduduk. Angka tersebut naik jika dibandingkan Riskesdas 2007
yang sebesar 8,3 persen. Stroke telah menjadi penyebab utama kematian hampir
di semua rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5 persen.3

Relaksasi adalah salah satu teknik terapi untuk mengurangi stres dan
kecemasan. Terapi relaksasi bekerja berdasarkan pada aktivitas saraf simpatis dan
parasimpatis. Terapi relaksasi menurunkan aktivitas saraf simpatis dan
mengaktifkan sistem saraf parasimpatis sehingga akan mengontrol aktifitas untuk
menenangkan tubuh seperti menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Kedua sistem ini harus bekerja seimbang sehingga aktifitas tubuh akan bekerja
dengan baik.4

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. STROKE
1. Pengertian

Pengertian stroke menurut WHO adalah menifestasi klinis dari gangguan


fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang terjadi dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vaskular.1

Poin – poin penting definisi stroke adalah kelainan saraf yang terjadi sifatnya
mendadak, terdapat gangguan fungsional otak fokal maupun global, disebabkan
oleh gangguan vaskular di otak. Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang
muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi.
Misalnya, kelemahan unilateral akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan
non fokal/global misalnya tejadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan
neurologis non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab
lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan
neurologis fokal.1

2. Faktor Risiko1

Faktor risiko stroke adalah karakteristik pada seorang individu yang


mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki peningkatan risiko untuk
kejadian stroke dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki karakteristik
tersebut. Menurut guidelines for the primary prevention of stroke yang
dikeluarkan oleh AHA dan ASA, faktor risiko stroke diklasifikasikan menjadi 3
kelompok :

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

2
 Usia
Stroke dikenal sebagai penyakit yang sering terjadi pada lansia. Dengan
bertambahnya usia, maka risiko stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral juga meningkat, risiko stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral meningkat 2 kali lipat setiap dekadenya setelah usia 55 tahun.
 Jenis kelamin
Stroke iskemik dan stroke perdarahan lebih sering terjadi pada pria di
banding wanita, namun terkecuali pada usia 35-44 tahun dan usia >85
tahun, hasil dari suatu penelitian, ditemukan rata – rata kejadian stroke
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Hipertensi dan penyakit
kardioemboli merupakan faktor risiko independen pada wanita. Pemakaian
alkohol berlebihan, merokok, dan penyakir vaskular perifer berhubungan
dengan jenis kelamin laki-laki. Wanita ternyata diketahui memiliki
kecacatan stroke yang lebih berat dibanding laki-laki .
 Ras
Pasien dengan ras negro dan hispanik memiliki angka insidensi stroke
lebih tinggi dan angka mortalitas stroke lebih tinggi dengan ras kulit putih.
Populasi kulit hitam lebih berisiko terkena stroke karena terkait tingginya
prevalensi hipertensi, obesitas dan DM.
 Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga stroke akan meningkatkan risiko stroke 30%.
Kembar monozigot memiliki risiko 1,65 kali lipat dibanding kembar
dizigot. Etiologi stroke yang paling sering terkait faktor genetik adalah
stroke kardioembolik. Peningkatan risiko stroke pada pasien dengan
riwayat keluarga yang positif stroke dapat disebabkan oleh berbagai
mekanisme, yaitu sifat genetik faktor risiko stroke yang diturunkan; sifat
genetik kerentanan terhadap faktor risiko yang diturunkan; faktor gaya
hidup, budaya dan lingkungan yang ada dalam keluarga; interaksi faktor
genetik dan faktor lingkungan.

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan terdokumentasi baik

3
 TIA
Sebuah data meta analisis menunjukkan bahwa risiko stroke sebesar
12,8% terjadi pada minggu pertama setelah TIA, dan risiko terendah
didapatkan setelah pasien mendapatkan perawatan emergensi di sarana
pelayanan khusus stroke. Diperkirakan sekitar 80% kekambuhan dapat
dicegah dengan menggunakan pendekatan komprehensif yang mencakup
modifikasi diet, olahraga, penurunan tekanan darah, terapi antiplatelet dan
terapi statin.
 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,
baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan risiko stroke
terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada
nilai pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke,
diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah
dengan pengendalian tekanan darah.
 Diabetes
Diabetes mellitus adalah masalah endokrinologi yang menonjol dalam
pelayanan kesehatan dan juga sudah terbukti sebagai faktor risiko stroke
dengan peningkatan risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali
dan pada stroke perdarahan 1,02 hingga 1,67 kali.
 Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang
pria dewasa, AF ditemukan pada 1–1,5% populasi di Negara-negara barat
dan merupakan salah satu faktor risiko independen stroke. Prevalensi AF
bertambah seiring pertambahan umur, ditemukan 1% pada usia < 60 tahun
tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. Atrial fibrilasi memiliki
kaitan erat dengan kejadian stroke iskemik, bahkan pada atrial fibrilasi
tanpa adanya kelainan katup jantung memiliki risiko 4 – 5 kali lipat untuk
terjadinya stasis thrombus pada atrium kiri yang dapat menyebabkan
emboli ke pembuluh darah otak.

4
 Sickle Cell Disease
 Sekitar 15 – 25 % pasien dengan sickle cell anemia akan mengalami TIA
atau stroke. Terjadinya stroke, baik stroke infark maupun perdarahan,
lebih sering terjadi pada penderita SSA/SCD dengan risiko sebesar 1% per
tahun. Walaupun risiko stroke menurun pada pasien penyakit Sickle Cell
Disease dengan terapi transfusi, namun terdapat kemungkinan 50% pasien
tersebut menjadi berisiko tinggi atau terkena stroke apabila terapi tranfusi
dihentikan.
 Dislipidemia
Penderita penyakit jantung coroner atau penderita dengan risiko tinggi
seperti penderita diabetes dianjurkan mendapat tambahan terapi pemberian
statin, di samping modifikasi gaya hidup, untuk mencapai kadar kolesterol
LDL. Kolesterol darah harus diperiksa secara teratur. Penderita dengan
kolesterol darah tinggi (LDL > 150 mg/dl) sebaiknya dikelola dengan
modifikasi pola hidup dan pemberian statin.
 Obesitas
Obesitas adalah sebuah faktor risiko stroke iskemik yang independen dan
potensial pada semua etnis. Obesitas memiliki dampak yang lebih
berbahaya pada orang yang lebih muda. Prevensi obesitas dan reduksi
berat badan memerlukan penanganan kuat dalam program pencegahan
stroke.
 Merokok
Merokok dapat meningkatkan terjadinya risiko stroke iskemik dan
perdarahan subarakhnoid, namun data untuk kejadian perdarahan
intraserebral belum pasti. Studi epidemiologi menunjukkan adanya
penurunan kejadian stroke dengan penghentian merokok. Qureshi et al.
meneliti efek merokok di antara suami terhadap risiko berkembangnya
stroke dan stroke iskemik di antara sampel wanita yang representatif
secara nasional. Selama follow up 8,5 tahun, risiko secara signifikan
meningkat untuk semua tipe stroke dan stroke iskemik di antara wanita

5
dengan suami yang perokok dibandingkan dengan mereka dengan suami
yang bukan perokok setelah menyesuaikan dengan faktor kardiovaskuler.
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan kurang terdokumentasi
 Migren
Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam cara yang
berbeda. Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk stroke seperti
dalam migrainous infarction. Nyeri kepala mungkin adalah sebuah gejala
dari penyakit serebrovaskuler dan juga faktor risiko untuk stroke. Konsep
stroke yang dipicu migrain telah digambarkan dengan baik oleh
migrainous infarction, yang telah dijelaskan dengan baik dalam klasifikasi
international headache society (IHS) yang telah direvisi, dan mewakili
gambaran paling kuat hubungan antara stroke iskemik dan migrain.
 Konsumsi alkohol
Dalam suatu penelitian randomisasi prospektif menunjukkan bahwa
penurunan konsumsi alkohol berat dapat menurunkan risiko stroke dan
tidak dianjurkan untuk meminum alkohol pada orang yang bukan
pengkonsumsi karena kaitannya dengan ketergantungan alkohol.
 Obstructive sleep apnea (OSA)
Sleep apnea berkaitan dengan faktor risiko stroke dan kejadian
kardiovaskuler, bahkan sleep apnea dapat secara independen menjadi
faktor risiko stroke. Dengan penanganan yang tepat terhadap sleep apnea
dapat menurunkan tekanan darah, walaupun begitu belum terdapat studi
prospektif yang menyatakan terapi sleep apnea dapat menurunkan risiko
stroke.
 Hiperhomosisteinemia
Hiperhomosisteinemia berkaitan dengan peningkatan risiko stroke.
Dengan memahami mekanisme bagaimana homosistein dapat
menyebabkan proses aterosklerosis akan membantu mengidentifikasi
terapi efektif dan target terapi dalam menurunkan risiko stroke pada pasien
dengan peningkatan kadar homosistein.
 Peningkatan lipoprotein (a)

6
Lipoprotein (a) berkontribusi dalam proses aterogenesis dan berkaitan
dengan peningkatan risiko penyakit serebrokardiovaskuler.
 Hiperkoagulabilitas
Berdasarkan penelitian La Rue et al, pasien dengan kadar hematokrit yang
tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena infark lakuner, tetapi
tidak untuk stroke oleh karena thrombus atau emboli atau stroke
perdarahan. Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan viskositas
darah dan ada hubungan terbalik antara viskositas dengan aliran darah
otak.
 Inflamasi dan infeksi
 Hitung leukosit dan monosit
Sebuah metaanalisis terhadap 19 penelitian prospektif melibatkan 7229
pasien yang di follow up selama 8 tahun (rerata) mengungkapkan
bahwa, dibandingkan dengan individu dengan hitung leukosit yang
rendah, individu dengan hitung leukosit yang tinggi menghasilkan
peningkatan risiko IHD.
 Peningkatan kadar fibrinogen
Penelitian metaanalisis terhadap 3 penelitian prospektif dengan 5113
pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di follow up selama 5
tahun mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen pasien di atas median
berhubungan dengan risiko stroke iskemik, dibandingkan dengan kadar
fibrinogen yang berada di bawah median.
 High-sensitivity C-Reactive protein
High sensitivity C-Reactive protein merupakan prediktor independen
untuk stroke, MI dan kematian akibat penyakit vaskuler pada individu
yang tampak sehat.
 Polutan udara
Hong et al. telah meneliti hubungan antara polutan udara dengan stroke.
Hasilnya adalah bahwa polutan udara memiliki hubungan yang signifikan
dengan mortalitas stroke iskemik. Penelitian tersebut menunjukkan sebuah

7
proses patogenik akut dalam sistem serebrovaskuler yang dipicu oleh
polusi udara.

3. Klasifikasi5
Berdasarkan sifat gangguan aliran darah, stroke dibagi menjadi :
a. Stroke iskemik
Stroke iskemik dapat dibagi menjadi :
 Trombotik
 48 % dari seluruh kasus stroke
 Biasanya muncul saat tidur
 Progresivitas defisit neurologis dapat berlangsung 24 – 48 jam
 Penurunan kesadaran jarang terjadi kecuali pada infarks luas atau
jika melibatkan batang otak
 Defisit neurologis bervariasi tergantung daerah cerebral yang
terlibat
 Emboli
 26 % dari seluruh kasus stroke
 Defisit neurologis terjadi tiba tiba-tiba
 Lakunar
 Lesi kecil terutama di putamen, pons, thalamus, kaudatus, kapsula
interna/korona radiata
 Onset tiba-tiba atau gradual
b. Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Penyebab utama adalah hipertensi
 90 % kasus, terjadi saat pasien dalam keadaan tenang
 Onset defisit neurologi terjadi tiba-tiba atau gradual (menit sampai
hari)

8
 Perdarahan subaraknoid
 Penyebab utama adalah rupture aneurysma dan malformasi
vaskular
 Terjadi saat aktivitas (seringnya aktivitas berat)
 Onset tiba-tiba

4. Ansietas pasca stroke

Sekitar 150000 orang di Inggris didiagnosis stroke setiap tahunnya. Stroke


terkait dengan ansietas dan depresi. Ansietas ditemukan pada 18% - 25% dari
individu pasca stroke. Ansietas pasca stroke berdampak negatif pada fungsi
sehari-hari, kualitas hidup, hubungan, dan hasil fungsional. Dengan demikian,
terapi efektif terhadap ansietas pasca stroke berpotensi untuk memperbaiki
masalah-masalah ini.6

Ansietas adalah saat seseorang merasa cemas dari waktu ke waktu, bagi
sebagian orang perasaan cemas ini luar biasa dan tidak dapat dikontrol dengan
mudah. Gangguan kecemasan adalah lebih dari sekedar perasaan stress namun
merupakan kondisi serius yang sulit diatasai dari hari ke hari.7

B. TERAPI RELAKSASI
1. Definisi

Relaksasi adalah keadaan di mana otot tubuh relatif bebas dari ketegangan.
Hal ini disebabkan karena otot yang sedang berfungsi tidak pernah bisa benar-
benar bebas dari ketegangan karena mereka mempertahankan tingkat tertentu
ketegangan yang dikenal sebagai tonus otot.8

Terapi relaksasi adalah suatu prosedur dan teknik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan dan kecemasan, dengan cara melatih pasien agar mampu
dengan sengaja untuk membuat relaksasi otot-otot tubuh setiap saat, sesuai dengan
keinginan. Menurut pandangan ilmiah, relaksasi merupakan suatu teknik untuk
mengurangi stres dan ketegangan dengan cara meregangkan seluruh tubuh agar

9
mencapai kondisi mental yang sehat. Relaksasi terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu relakasi yang menekankan pada fisik, seperti yoga, relaksasi otot progresif,
latihan pernafasan. Sementara jenis relaksasi yang menekankan pada
mental/psikis adalah autogenic suggestion, imagery, relaxating self talk, terapi
musik dan meditasi.9

Latihan relaksasi diindikasikan pada kasus spasme otot akibat nyeri akut
atau kronis, stres mental dengan berbagai penyebab, seperti penyakit sistemik,
gaya hidup yang penuh tekanan, gangguan psikologis, atau hipertonik akibat dari
lesi upper motor neuron.8

2. Metode latihan relaksasi


I. Berdasarkan klasifikasi Saunders8
Prinsip umum8
- Posisi yang dipilih harus menjamin sokongan penuh pada tubuh (yang
mengurangi tekanan mekanik pada otot dan ligamen). Kondisi individual
pasien harus dipertimbangkan, misalnya pasien berumur dengan gangguan
pernapasan, tidak cocok dengan posisi prone.
- Pakaian yang ketat atau orthosis seperti korset dan tali pinggang harus
dilepas.
- Ruang terapi harus setenang mungkin
- Warna yang mencolok dan cahaya yang terang harus dihindari. Cahaya
diruangan sebaiknya redup dan merata.
- Sikap terapis harus ramah dan pengertian
- Terapis menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh pasien sehingga dapat
mengurangi rasa khawatir
- Memperhatikan hal kecil seperti mengosongkan kandung kemih sebelum
terapi.

Terdiri dari dua jenis :

a. Metode relaksasi general, yang merelaksasi seluruh tubuh


 Teknik metal

10
Teknik meditasi yang fokus pada pikiran dan tingkat kenyamanan, dimana
pikiran pasien merupakan komponen mayor. Teknik ini membawa semua
proses berpikir pada satu titik dan kemudian melepaskan. Pikiran dijaga
agar tetap kosong. Menjaga agar pikiran bebas dari pemikiran dan emosi
adalah hal yang hampir mustahil untuk dilakukan. Elton dan Stanley
menjelaskan penggunaan citra untuk orang yang menemukan kesulitan
dalam menciptakan pikiran kosong. Pelatih mencoba dan memproyeksikan
gambar yang menyenangkan dan relevan ke pikiran pasien. kontrol
pernapasan Benson menghasilkan respon relaksasi, yang menghasilkan
keadaan tenang yang mendalam yang secara signifikan merubah respon
mental dan emosional seseorang terhadap stress, dan juga memperlambat
denyut jantung, menurunkan tekanan darah dan ketegangan otot.
 Meditasi Transcendental
Merupakan teknik yang diperkenalkan oleh Mahasishi Mahesh Yogi
dimana praktisi diajarkan metode untuk mengontrol pikirannya dan
membawanya ke keadaan damai. Praktisi juga diajarkan mantra atau
urutan suku kata yang mungkin tidak bermakna bagi meditator. Mantra
digunakan sebagai fokus dalam proses meditasi, dan perhatian individu
diarahkan secara alami jauh dari sekitarnya menuju aktivitas mental yang
lebih tenang (tidak aktif).
 Citra visual
Adalah berdasarkan pada asumsi bahwa individu memiliki kemampuan
untuk memikirkan citra yang mempengaruhi fungsi pikiran dan tubuh,
seperti tekanan darah atau detak jantung. Ketika seseorang berpikir tentang
pemandangan yang indah seperti langit bertabur bintang atau danau yang
tenang maka akan menginduksi relaksasi dan mendorong penyembuhan
diri. Hal ini telah dicoba pada pasien dengan ansietas, yang akan menjalani
operasi dan hasil menunjukkan penurunan waktu perawatan di rumah
sakit. Studi mengenai aktivitas otak selama pencitraan menunjukkan
bahwa daerah yang sama dari otak diaktifkan baik saat subjek
membayangkan gambar dari suatu obyek, ataupun saat objek tersebut

11
benar-benar terlihat. Konsep ini dapat diperpanjang untuk menginduksi
relaksasi dengan mendengarkan musik yang menenangkan
 Kesadaran akan pernapasan
Pasien diminta untuk bernapas dalam, perlahan dan teratur dengan sedikit
jeda antara ekspirasi dan inspirasi. Pasien diminta untuk berkonsentrasi
terhadap ritme pernapasannya sendiri. Selama ekspirasi, pasien
diinstruksikan untuk merasa seperti melepaskan seluruh tubuh. Kontrol
pernapasan juga didorong dengan instruksi yang diarahkan terhadap
pernapasan diafragma dan lateral kostal
b. Metode relaksasi lokal, yang merelaksasi bagian tertentu dari tubuh
 Jacobson’s Progressive Relaxation
Metode ini mendorong pasien untuk tegang, dan kemudian relaks secara
berurutan terhadap kelompok otot saat berkonsentrasi pada komponen
ketegangan dan relaksasi yang sedang dialami. Metode ini tampaknya
memiliki nilai klinis, terutama pada hipertensi, epilepsi, gangguan
pernapasan. Kelompok otot yang ditargetkan dalam metode ini adalah
depresor bahu, ekstensor siku, abduktor bahu, ekstensor jari dan ibu jari
pada ekstremitas atas dan lateral rotator hip, ankle dorsofleksor, trunk
fleksor, ekstensor leher
 Mitchell’s Simple Physiological Relaxation
Dasar dari metode ini adalah terutama pada prinsip fisiologis aksi yang
melibatkan kelompok otot, dimana terdapat persarafan timbal balik dari
kelompok berlawanan, dimana kontraksi pada otot agonis disertai dengan
refleks relaksasi antagonis. Hal ini mengurangi ketegangan sambil
menjaga kesadaran terhadap posisi relaks.
 Gerakan pasif ritmik
Pada beberapa kasus, gerakan pasif anggota gerak dan kepala dapat
mendorong relaksasi general. Gerakan kelompok sendi lebih disukai.
 Passive Neuromuscular Relaxation
Peserta membayangkan dalam keadaan relaks dan diminta untuk
menyebutkan "saya relaks", dan diulangi setiap kali mengeluarkan nafas.

12
Teknik ini terdiri dari satu gelombang relaksasi kontinu yang dimulai dari
puncak kepala dan berlangsung turun.
 Teknik Alexander
Alexander adalah seorang aktor dan guru yang menemukan proses
reedukasi pernapasan, dimana bernafas dan vokalisasi memperbaiki fungsi
pernapasan. Teknik ini kemudian berkembang menjadi metode untuk
terapi permasalahan fisik lainnya melalui gerakan postur dan pernapasan.
Teknik ini mereedukasi tubuh untuk melakukan konservasi energi. Teknik
ini berkaitan dengan koordinasi psikologis dan fisik secara keseluruhan.
 Teknik Feldenkrais
Moshe Feldenkrais adalah seorang insinyur, yang memandang fungsi
tubuh seperti sebuah mesin yang dapat diprogram untuk bekerja dengan
usaha minimal dan efisiensi maksimal. Untuk itu dia membuat latihan
untuk memperkuat pola-pola baru di dalam otak, kesadaran melalui
gerakan. Dalam proses, otak mengembangkan gambaran tentang
bagaimana gerakan harus dilakukan dan menyadari ketegangan yang
dihasilkan jika otot dan sendi rusak.

II. Autogenic relaxation11


Autogenic relaxation merupakan teknik relaksasi desensitisasi yang
dikembangkan oleh psikiater dari Jerman Johannes Heinrich Schultz dan
dipublikasikan pertama sekali pada tahun 1932. Autogenic relaxation
digambarkan sebagai metode yang menggunakan latihan mental sederhana untuk
menghasilkan keadaan meditasi pada pikiran dan relaksasi yang mendalam.
Teknik ini juga telah digunakan sebagai metode penyembuhan diri dan dapat
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Autogenic relaxation mengajarkan tubuh dan pikiran untuk santai. Hal ini
didasarkan pada empat persyaratan.

 Mengurangi stimulasi eksternal, yaitu lingkungan tenang dengan


pencahayaan redup.

13
 Sikap konsentrasi pasif, dijelaskan oleh British Autogenic Society sebagai
keadaan pikiran yang relaks, tanpa usaha dan tidak peduli dengan hasil akhir.
Ini berarti tidak memaksakan perubahan, hanya membiarkan terapi bekerja.
Ketika berada dalam konsentrasi pasif, pikiran yang mengganggu yang
masuk ke pikiran, diabaikan atau dihilangkan dengan lembut.
 Pengulangan frasa yang menginduksi relaksasi berdasarkan enam tema
utama:
- Rasa berat di lengan dan kaki
- Rasa hangat di lengan dan kaki
- Detak jantung yang tenang dan teratur
- Bernapas dengan tenang
- Perut yang hangat
- Dahi yang dingin

Frasa ini diulang untuk menekankan efek dan untuk menarik perhatian pasien
dari lingkungan eksternal.

 Kontak mental dengan bagian tubuh yang dimaksud dalam frasa


Instruktur membaca kalimat yang relevan menggunakan nada lambat dan
menenangkan dan peserta pelatihan mengulanginya secara mental atau vokal
tiga kali. 30 detik digunakan untuk setiap frase dan selanjutnya 35 – 40 detik
untuk terus memfokuskan perhatian.

III. Terapi Musik12

Beberapa ahli menyatakan bahwa irama musik memiliki efek menenangkan


pada kita meskipun kita mungkin tidak menyadari hal itu. Setiap suara yang tepat
akan menghasilkan sinkronisasi otak kanan/kiri. Pola tegangan spiking yang
normal berubah menjadi gelombang sinusoidal halus. Seluruh sistem energi
manusia sangat dipengaruhi oleh suara, tubuh memberi respon khusus terhadap
nada dan frekuensi tertentu.

14
Musik terbukti dapat mengurangi rasa sakit selama prosedur perawatan gigi.
Bermain musik saat kita bekerja, tanpa disadari, telah terbukti mengurangi stres.
Musik juga terbukti dapat mengurangi detak jantung dan meningkatkan suhu
tubuh. Menggabungkan musik dengan terapi relaksasi lain lebih efektif daripada
melakukan terapi relaksasi saja.

Berikut merupakan petunjuk umum dalam terapi musik :

 Untuk mengurangi stress cobalah dengarkan musik selama 20 menit. Pilihlah


musik santai, kemudian berbaring dalam posisi yang nyaman di sofa atau di
lantai dekat pengeras suara. Untuk pengalaman yang lebih mendalam, dapat
memakai headphone untuk memfokuskan perhatian dan untuk menghindari
gangguan.
 Pilih musik dengan irama lambat, yang lebih lambat dari detak jantung alami
yaitu sekitar 72 denyut per menit. Musik yang memiliki pola siklus yang
berulang lebih efektif.
 Seiring dengan musik, fokus pada pernapasan, biarkan pernapasan menjadi
lebih dalam, lambat dan teratur. Berkonsentrasi pada keheningan dan not-not
dalam musik; hal ini menghindarkan dari menganalisa musik dan membuat
relaksasi lebih baik.
 Jika membutuhkan stimulasi setelah seharian bekerja, pilihlah musik yang
lebih cepat daripada musik lambat yang menenangkan.
 Mendengarkan suara alam, seperti suara ombak atau ketenangan dalam hutan,
dapat mengurangi stres.

IV. Yoga
Yoga berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti penyatuan, yang
bermakna penyatuan dengan alam atau penyatuan dengan Sang Pencipta.
Yoga merupakan kelompok latihan fisik, mental dan spiritual yang berasal
dari India.
Terdapat beberapa aliran yoga, diantaranya :
1. Bikram yoga

15
Aspek latihan yoga yang dilakukan di ruangan tertutup bersuhu tinggi
antara 32-42 derajat celcius dengan tingkat kelembaban tertentu. Terdiri
dari 26 latihan gerakan dengan dua latihan pernapasan dan pose-pose
relaksasi.
2. Prenatal yoga
Merupakan yoga khusus untuk ibu hamil dengan beberapa kategori yang
disesuaikan dengan usia kehamilan dang ibu. Latihan intinya yaitu Deep
breath and movement, sebuah proses bernapas yang dilakukan melalui
kesadaran penuh, tujuannya membantu ibu hamil saat proses melahirkan.
3. Vinyasa
Vinyasa atau dikenal juga sebagai flow yoga adalah yoga dengan
gerakan-gerakan ritmis dan dinamis yang mana gerakannya mirip orang
sedang berdansa. Latihan intinya yaitu keep moving and flow dengan
komponen utama pernapasan yang dilakukan secara perlahan selaras
dengan proses bernapas.
4. Hatha yoga
Menekankan pada 4 teknik yaitu postur (asana), olah napas (Pranayama),
kuncian(Bandha), serta gesture(Mudra). Jenis yoga ini latihannya ringan
dengan melibatkan setiap sendi tubuh dalam gerakannya yang bertujuan
memperkuat, melonggarkan dan menyeimbangkan anggota tubuh. Yoga
ini cocok untuk pemula
5. Ashtanga yoga
Menekankan pada latihan fisik dan sinkronisasi pada napas dengan
gerakan yang progresif tanpa jeda dan serangkaian pose yoga.
6. Iyengar yoga
Mengutamakan kekuatan dan daya tahan. Dalam latihan menggunakan
alat bantu berupa tali, bantal dan blok. Latihan yoga ini menitikberatkan
pose-pose tubuh. Gerakan secara perlahan dengan fokus pada posisi
tubuh, tumit dan jari.
7. Kundauni yoga

16
Disebut juga yoga untuk kesadaran yaitu yoga yang menekankan pada
aliran pernapasan yaitu bernapas cepat dan ritmis. Kundauni yoga
mencakup latihan pernapasan, meditasi dan bernyanyi.
8. Power yoga
Menekankan kekuatan dan fleksibilitas dan sering disebut Gym Yoga
karena menggabungkan latihan kekuatan, peregangan dan meditasi.
9. Ishta yoga
Merupakan kombinasi yoga klasik dan kontemporer yaitu hatha, tantra
dan ayurveda. Latihan intinya berupa memperkuat fisk, menyeimbangkan
cakra dan menenangkan perasaan dan pikiran.21

17
BAB III

TERAPI RELAKSASI PADA STROKE

A. Mengurangi depresi dan ansietas


Masalah kesehatan mental setelah stroke umum terjadi, dengan ansietas yang
mempengaruhi hingga seperempat dari penderita stroke. Ansietas setelah stroke
dapat berlanjut. Hanya 23% dari penderita stroke dengan ansietas (gangguan
ansietas yang didiagnosis pada bulan pertama dan ketiga pasca stroke) yang pulih
setelah satu tahun. Ansietas juga tampaknya mempengaruhi hasil. Hal ini terkait
dengan peningkatan disabilitas dan penurunan kualitas hidup. Relaksasi adalah
pilihan pengobatan yang menjanjikan.
Relaksasi dapat mengatasi depresi dan ansietas karena menginduksi respon
berlawanan terhadap respon fight or flight response, dan menghasilkan gejala
yang berlawanan. Respon relaksasi adalah proses pengurangan intensitas respon
stress dan memicu relaksasi melalui aktivasi saraf parasimpatik. 14 Selain itu
relaksasi melalui terapi musik juga meningkatkan oxytocin sehingga dapat
mengatasi depresi dan ansietas.
Khusus untuk stroke, sebuah pilot study menemukan self-help autogenic
relaxation efektif dalam mengurangi ansietas pada satu, dua dan tiga bulan pasca
perawatan.10 Pada penelitian Kathetine dkk terhadap 15 peserta dengan ansietas
pasca stroke selama 1 tahun, dimana dengan mendengarkan self-help autogenic
relaxation CD 5 kali perminggu dapat menurangi ansietas yang diukur dengan
Hospital Anxiety and Depression Scale-Anxiety subscale. Hasil follow up
menunjukkan bahwa manfaat dari self-help autogenic relaxation terhadap
ansietas pasca stroke dapat bertahan hingga satu tahun.10
Pada penelitian Ian kneebone dkk pada 55 pasien pasca stroke yang
mendapat autogenic relaxation seminggu sekali dengan durasi 30 menit persesi,
selama 24 bulan, memberikan perubahan yang signifikan sebelum dan sesudah

18
terapi relaksasi terhadap self-reported tension ratings dengan menggunakan
Tension Rating Circles (TRCs).6

B. Memperbaiki kognitif dan emosional


Terapi musik merupakan pendekatan multidimensional terhadap proses
pemulihan stroke, yang memberi manfaat pada kognitif dan emosional. Manfaat
kognitif, musik menstimulasi fungsi otak seperti atensi dan memori. Manfaat
emosional, dapat mengurangi depresi, dan memotivasi pasien dalam proses
pemulihan. Terapi musik juga dapat memperbaiki komunikasi dan bahasa.13
Pada otak manusia, salah satu sumber stimulasi pendengaran yang paling baik
adalah musik. Mendengarkan musik merupakan proses yang kompleks untuk
otak, karena memicu komponen kognitif dan emosional. Studi pencitraan otak
terbaru menunjukkan bahwa aktivitas saraf yang berhubungan dengan
mendengarkan musik jauh melampaui korteks pendengaran yang menyebar luas
dari frontal, temporal, parietal dan daerah subkortikal terkait dengan perhatian,
semantik dan pengolahan musik-sintaksis, memori dan fungsi motorik, begitu
juga daerah limbik dan paralimbik yang berhubungan dengan proses emosi.15
Terapi musik juga dapat mempengaruhi fungsi otak melalui stimulasi kimia di
otak. Diantaranya meningkatkan neurotransmitter dopamine, sehingga dapat
memperbaiki gangguan emosional, gangguan memori, dan atensi.16

C. Meningkatkan pemulihan motorik


Latihan yang ditambah dengan terapi musik juga dapat memberikan manfaat.
Ketika gerakan dihubungkan dengan irama ritmis, dapat tercipta lingkungan
menarik yang merangsang otak dan meningkatkan pemulihan motorik. Bahkan,
penambahan sederhana dari musik dapat mengubah hampir setiap latihan
rehabilitasi menjadi menyenangkan.13
Penelitian selama 4 minggu yang dilakukan oleh Yanna Tong dkk terhadap 33
pasien pasca stroke, dimana grup perlakuan mendapat tambahan terapi musik
selain rehabilitasi konvensional, sedangkan grup kontrol hanya mendapat
rehabilitasi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
terapi musik lebih efektif dalam memperbaiki kemampun motorik.19

19
Berikut dibawah ini akan dijelaskan mekanisme terapi musik dalam proses
perbaikan fungsi motorik.19
 Auditory feedback
Seperti yang telah diketahui bahwa pasien stroke dapat mengalami gangguan
proprioseptif. Proprioseptif memegang peranan penting dalam memperbarui
representasi internal selama gerakan. Gangguan gerakan pada pasien
hemiparesis dapat dipengaruhi oleh gangguan interpretasi informasi
proprioseptif terhadap posisi anggota gerak. Auditory feedback dianggap
penting dalam keberhasilan terapi karena pasien dapat menyesuaikan kembali
gerakan mereka dalam hal kekuatan, kecepatan, organisasi spasial dan
temporal, dan koordinasi sesuai dengan ritme dari musik. Oleh karena itu,
auditory feedback, sampai batas tertentu, dapat membantu mengatasi
gangguan yang disebabkan oleh disfungsi proprioseptif. Proses umpan balik
ini memberikan pengetahuan tentang hasil upayanya, sehingga memperkuat
kinerja gerakan yang berorientasi pada tujuan.
 Integrasi Audio-motor
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan dengan menggunakan
instrumen musikal dapat memicu integrasi audio-motor, yang dapat
meningkatkan aktivitas pada korteks motorik kontralateral, sehingga saat
mendengarkan musik dapat menghasilkan aktivitas motor involunter yang
melibatkan korteks motorik primer kontralateral.
 Motor memory
Pola ritme dan melodi yang dihasilkan saat pasien latihan dengan
menggunakan instrumen musik akan membantunya mengingat gerakan otot
yang menghasilkan pola tersebut. Musik berperan sebagai perangkat
mnemonic (yang membantu ingatan), memfasilitasi ingatan motorik.
Contohnya adalah pianis yang bisa memainkan banyak not secara berurutan
dan secara bersamaan dalam beberapa detik tanpa harus mengingat setiap nada
tunggal. Proses mnemonic yang sama membantu pasien dalam melakukan dan
mengingat urutan gerakan yang lebih sulit dan lama.
 Audiospinal facilitation

20
Persepsi suara mengaktifkan sistem motorik di sistem saraf pusat. Sel-sel saraf
pada sistem pendengaran diaktifkan oleh input pendengaran untuk memahami
suara. Setelah itu, melalui formasi retikular, pola eksitasi pada saraf pendengaran
diteruskan ke neuron sistem motorik pada spinal cord. Hal ini menyebabkan
kondisi peningkatan eksitabilitas dan kesiapan untuk bertindak. Efek paling
dramatik dari suara yang memicu sistem motorik adalah refleks terkejut. Namun,
efek utama auditorik terhadap sistem motorik untuk memfasilitasi gerakan
fungsional secara efektif adalah terutama ketika intensitas suara berada di bawah
tingkat intensitas yang menimbulkan refleks terkejut, dan ketika suara terorganisir
dalam pola ritmik. Otot-otot akan menjadi aktif selaras dengan ritme, yang
membantu otot-otot mengantisipasi dan melakukan gerakan dengan tepat.

D. Mengurangi nyeri
Nyeri pasca stroke didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
atau potensial. Mekanisme saraf yang terlibat dalam persepsi nyeri juga
dipengaruhi oleh faktor psikologis, termasuk pikiran dan emosi, dan hal ini dapat
menambah ataupun mengurangi nyeri.17

Relaksasi dapat mengurangi nyeri melalui beberapa cara :18

 Ketika otot dalam keadaan relaks sejumlah perubahan yang bermanfaat terjadi
pada tubuh. Perubahan ini pada dasarnya berlawanan dengan perubahan-
perubahan yang disebabkan oleh stres dan ketegangan. Sebagai contoh,
tekanan darah dapat dikurangi, denyut jantung dapat menjadi lebih lambat dan
laju pernapasan dapat menjadi lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini
menimbulkan rasa tenang, lebih nyaman dan dapat memperbaiki toleransi
terhadap rasa sakit.
 Teknik relaksasi dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakit.
Seseorang tidak dapat sepenuhnya berkonsentrasi pada lebih dari satu hal pada
suatu waktu. Jadi, metode relaksasi dapat digunakan untuk membantu
mengalihkan perhatian dari rasa sakit.

21
 Relaksasi dapat membantu mengembangkan keterampilan dalam self-
hypnosis. Sehingga dapat membantu untuk mengurangi rasa sakit.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Nadina dkk, dengan terapi autogenic
relaxation selama 45 menit sehari dapat mengurangi nyeri pada pasien yang
didiagnosa central post stroke pain.17

E. Memperbaiki kemampuan komunikasi


Instrumen musik terbukti dapat meningkatkan aktivitas pada dorsolateral dan
inferior dari korteks frontal (termasuk area Broca), gyrus temporal superior (area
Wernicke), gyrus supramarginal, dan area premotorik.19
Penelitian selama 15 minggu yang dilakukan oleh Alfredo Raglio dkk
terhadap 20 pasien stroke dengan afasia, dimana grup perlakuan mendapat 30 sesi
terapi musik ditambah dengan terapi wicara, sedangkan grup kontrol mendapat 30
sesi terapi wicara saja. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan yang signifikan
dalam kemampuan berbicara spontan (menggunakan Aachener Aphasie subtest)
jika dibandingkan dengan grup kontrol.20
Oleh karena kesamaan/tumpang tindih antara area bicara dan musik di otak,
ritme dapat mengatur /mensinkronkan aktivitas dan perilaku (dan juga artikulasi
salah satu bagian penting saat berbicara), sehingga akan membantu kelancaran
berbicara. Perencanaan motorik untuk berbicara dapat dipengaruhi oleh
penggunaan ritme dan bernyanyi atau dengan persepsi. Telah ditemukan bahwa
aktivitas, berbicara, dan musik memiliki kode sensorik motorik yang sama, yang
mengatur proses sintaksis. Dalam hal ini pengaruh ritme pada serebelum dapat
juga memainkan peranan penting. Oleh karena itu, ritme musik dapat
mengkoordinasikan ritme prosodik dan menciptakan keteraturan dan kelancaran
yang lebih baik dalam ekspresi dan berbicara. 20

F. Meningkatkan keseimbangan
Pada penelitian Arlene dkk terhadap 37 penderita stroke, dimana kelompok
intervensi mendapat terapi yoga selama 8 minggu sebanyak 16 sesi, pada akhir
penelitian terjadi perbaikan keseimbangan pada kelompok intervensi yang diukur
dengan Berg Balance Scale.22 Demikian juga yang ditemukan oleh Bastille dan

22
Gill, dimana pemberian Hatha yoga selama 8 minggu, yang terdiri dari 2 sesi
dengan durasi 1,5 jam setiap minggu, dapat memperbaiki keseimbangan dan
mobilitas pasien stroke yang diukur dengan Berg Balance Scale dan Time
Movement Battery.23
Yoga diperkirakan lebih baik dari latihan tradisional karena komponen aktif
pikiran-tubuh. Bukti menunjukkan bahwa kombinasi postur, pernapasan, dan
meditasi yang paling menguntungkan adalah ketika dipraktekkan bersama dan
dianggap menghasilkan efek yang berbeda dari latihan sederhana.22

BAB IV

KESIMPULAN

23
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Kombinasi
seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab
utama kematian dan urutan pertama penyebab disabilitas.

Terapi relaksasi adalah suatu prosedur dan teknik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan dan kecemasan, dengan cara melatih pasien agar mampu
dengan sengaja untuk membuat relaksasi otot-otot tubuh setiap saat, sesuai dengan
keinginan. Menurut pandangan ilmiah, relaksasi merupakan suatu teknik untuk
mengurangi stres dan ketegangan dengan cara meregangkan seluruh tubuh agar
mencapai kondisi mental yang sehat. Relaksasi terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu relakasi yang menekankan pada fisik, seperti yoga, relaksasi otot progresif,
latihan pernafasan. Sementara jenis relaksasi yang menekankan pada
mental/psikis adalah autogenic suggestion, imagery, relaxating self talk, meditasi
dan terapi musik.

Menurut saunders terdapat 2 metode relaksasi, yaitu relaksasi general,


yang merelksasi seluruh tubuh. Terdiri dari : teknik mental, meditasi
transcendental, citra visual, kesadaran akan pernapasan. Sedangkan metode
relaksasi lokal yang merelaksasi bagian tertentu dari tubuh terdiri dari :
Jacobson’s Progressive Relaxation, Mitchell’s Simple Physiological Relaxation,
gerakan pasif ritmik, Progressive Relaxation Training (PRT), Passive
Neuromuscular Relaxation, teknik Alexander, teknik Feldenkrais.

Terapi relaksasi pada pasien stroke memberikan manfaat dalam


mengurangi depresi dan ansietas, memperbaiki kognitif dan emosi, meningkatkan
pemulihan motorik, mengurangi nyeri, memperbaiki kemampuan komunikasi, dan
juga dapat meningkatkan keseimbangan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gofir A, Manajemen stroke evidence based medicine, Edisi II, Yogyakarta,


Pustaka cendekia press; 2011.

24
2. Jauch E, sever J, Adams H, Bruno A, Connors B, Demaerschalk B, et al,
Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke:
A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association, Greenville Avenue, citated on
January 31, 2013, available from
http://stroke.ahajournals.org/content/early/2013/01/31/STR.0b013e318284056
a.
3. Hasil RISKESDAS 2013 avaiable at
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013

4. Conrad A, Roth WT. Muscle relaxation therapy for anxiety disorders: It works
but how? Journal of Anxiety Disorders 2007; 21: 243 – 64
5. Cucurulo J. Sara. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. Third
Edition. Demosmedical. New York. 2015
6. Ian Kneebone1, Natalie Walker-Samuel2, Jennifer Swanston2, and Elisabeth
Otto, Relaxation training after stroke: potential to reduce anxiety, Disability
and Rehabilitation international and multidisciplinary journal.
7. Depression and anxiety in https://strokefoundation.org.au/About-Stroke/Help-
after-stroke/Stroke-resources-and-fact-sheets/Depression-and-anxiety-after-
stroke-fact-sheet.
8. Sunder S. Therapeutic exercise and other alternative technique in treatment.
Textbook of rehabilitation. In : Sunder S, ed. St. Louis : Jaypee Brother
Medical Publishers LTD.2010.p.33 – 72.
9. Indahria Sulistyarini, Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan Darah dan
Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi, Jurnal Psikologi Volume
40, No.1, Juni 2013: 28-38
10. Katering Golding, chris Fife-Schaw, and Ian Kneebone. Twelve month
follow-up on a randomised controlled trial of relaxation training for post-
stroke anxiety, Clinical Rehabilitation Journal, 2016 ; hal 1-4

25
11. Payne AR, Donaghy M. Payne’s Handbook of Relaxation Techniques_ A
Practical Guide for the Health Care Professional. Fourth edition. Churchill
Livingstone. Elsevier. 2010. Hal 172 – 173
12. Music Therapy in http://www.holistic-online.com/stress/stress_music-
therapy.htm
13. Music therapy for stroke patient in https://www.flintrehab.com/2015/music-
therapy-for-stroke-patients/
14. Benson Herbert. The Relaxation Response. Harper Collins Publishers. 2009.
15. Sarkamo Teppo. Music listening enhances cognitive recovery and mood after
middle cerebral artery stroke in BRAIN a journal of neurology volume 131.
2008.
16. How music affects the brain for better in https://bebrainfit.com. 2012
17. Lincoln Nadina, Kneebone Ian. Psychologycal Management of Stroke. First
edition. Wiley-Blackwell. 2012. Hal 378-385
18. Derbyshire Community Health Services. Relaxation and pain in
https://my.dchs.nhs.uk/Portals/0/Health%20Psychology%20Relaxation
%20and%20Pain_1.pdf
19. Tong Yanna, Forreider Brian. Music-supported therapy (MST) in improving
post-stroke patients’ upper-limb motor function: a randomised controlled pilot
study in Neurological Research vol. 37 No.5. 2015
20. Raglio Alfredo, Oasi Osmano. Improvement of spontaneous language in
stroke patients with chronic aphasia treated with music therapy: a randomized
controlled trial in International Journal of Neuroscience. 2015
21. Yoga in https://en.wikipedia.org. 2016
22. Schmid Arlene, Puymbroeck Marieke. Post Stroke Balance Improves with
Yoga, A Pilot Study in American Heart Association Jurnal. 2012
23. Lynton Holly, Kligler Benjamin. Yoga in Stroke Rehabilitation : A Systemic
Review and Result of a Pilot Study in Topic In Stroke Rehabilitation. 2007

26

Anda mungkin juga menyukai