Hemorrhage (ICH)
DI RUANG PATTIMURA
RSUD KANJURUHAN KABUPATEN MALANG
NIM: 202010300511010
Intracerebral Hemorrhage (ICH) adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi dalam
substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan atherosclerosis serebral karena
perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut menyebabkan ruptur pada pembuluh darah.
Perdarahan/hemoragi yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri,
tumor otak, dan penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan
narkotik (kokain). ICH (intracerebral hemorrhage) merupakan keadaan gawat darurat medis
dengan mortalitas dan morbiditas tinggi yang terjadi pada 15-20% kasus stroke. Stroke ICH
merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko dan etiologi
yang saling berhubungan. Stroke ICH terjadi akibat rupturnya pembuluh darah dalam
parenkim otak. Stroke ICH dapat berupa stroke ICH primer atau sekunder. Stroke ICH
primer merupakan stroke ICH yang tidak didahului oleh lesi sebelumnya dan merupakan
jenis yang paling sering terjadi. Stroke ICH sekunder terjadi akibat komplikasi dari lesi yang
telah ada sebelumnya, misalnya malformasi vaskular atau tumor. Prognosis stroke ICH
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain yaitu lokasi dan volume perdarahan serta
tingkat kesadaran dan tekanan darah saat masuk rumah sakit.
1.1.2. Etiologi Intracerebral Hemorrhage (ICH)
Pada intracerebral hemorrhage (ICH) terjadi sebanyak 5-15% dari semua stroke, hal
ini mengakibatkan perdarahan langsung dari arteri ke parenkim otak. Faktor risiko utama
dari intracerebral hemorrhage (ICH) ialah hipertensi, selain itu terdapat faktor lain seperti
usia tua, ras, merokok, alkohol dan kadar kolesterol serum yang tinggi. Dalam sejumlah
kasus intracerebral hemorrhage (ICH) yang bukan karena faktor hipertensi antara lain
malformasi kecil vaskular, vaskulitis, tumor otak dan obat simpatomimetik (misalnya
kokain). Intracerebral hemorrhage (ICH) juga bisa disebabkan oleh angiopati amiloid
serebral dan kerusakan yang ditimbulkan oleh perubahan tekanan darah. Lokasi utama
terjadinya intracerebral hemorrhage (ICH) ialah di bagian dalam dari belahan otak dan yang
paling umum terdapat di daerah putamen (35-50% kasus). Bagian kedua yang paling sering
terjadi ialah subkortikal putih (sekitar 30%). Perdarahan yang terjadi di bagian-bagian otak
seperti di talamus ditemukan 10-15%, di bagian pons (bagian dari otak yang terletak di atas
medulla oblongata dan di bawah otak tengah) 5-12% dan di otak kecil 7%. Kebanyakan
intracerebral hemorrhage (ICH) berasal dari pecahnya pembuluh arteri dengan diameter 50-
200 mm, yang dipengaruhi oleh lipohialinosis akibat hipertensi kronis. Pecahnya pembuluh
darah kecil ini menyebabkan melemahnya dinding pembuluh darah dan microaneurysm
milier, juga perdarahan lokal kecil yang mungkin terjadi pada hematoma akan terus-menerus
membesar sehingga mengakibatkan kerusakan klinis pada otak.
1.1.3. Faktor Risiko Intracerebral Hemorrhage (ICH)
1. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang sangat menentukan dimana pada percobaan
klinis, pengobatan antihipertensi mampu menurunkan 41% insidensi stroke dengan
pencapaian penurunan tekanan darah sistol sebesar 10 mmHg.
2. Diabetes Melitus
DM meningkatkan angka insidensi stroke pada berbagai usia dimana pada usia
dibawah 65 tahun, penderita DM mempunyai risiko lima kali lipat menderita stroke.
Selain itu, berbagai penelitian prospektif menunjukkan bahwa pemberian intervensi
pada pasien pradiabetes mampu menurunkan risiko relatif stroke sebesar 24%.
3. Gangguan Irama Jantung
Atrial fibrilasi merupakan faktor risiko yang kuat dengan risiko mencapai 500% pada
semua usia dimana terdapat peningkatan yang signifikan pada usia diatas 80 tahun.
Selain penambahan usia, tekanan darah tinggi, gagal jantung, DM, riwayat stroke
sebelumnya serta penyakit pembuluh darah mampu memicu stroke pada penderita
atrial fibrilasi.
4. Kadar Kolesterol Darah
Dari hasil studi, didapat asosiasi dari setiap subfraksi kolesterol terhadap stroke
sebagai berikut:
a. Peningkatan total kolesterol menunjukkan hubungan terbalik dengan kejadian
stroke hemoragik.
b. Kadar HDL-C yang rendah cenderung menyebabkan stroke tromboembolik.
c. Kadar LDL-C yang rendah dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke
hemoragik.
d. Peningkatan kadar trigliserida berhubungan dengan peningkatan risiko stroke
iskemik.
5. Merokok/Pemakai Tembakau
Orang yang sedang merokok memiliki risiko stroke dua sampai empat kali lipat
dibandingkan mereka yang tidak merokok atau pun mereka yang telah berhenti
merokok lebih dari sepuluh tahun. Bahkan, mereka yang terpapar asap rokok atau
lebih sering dikenal sebagai perokok pasif mempunyai risiko relatif sebesar 1,25.
6. Keterbatasan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik kurang dari empat kali seminggu menunjukkan 20% kenaikan insidensi
stroke. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh aktvitas fisik sebagai faktor protektif
terhadap obesitas dan DM. Penelitian lain juga membuktikan bahwa olahraga
kardiorespiratori seperti treadmill mampu menurunkan risiko stroke, bahkan hanya
dengan berjalan selama ≥ 22 jam per minggu mampu menurunkan satupertiga kejadian
stroke bila dibandingkan dengan mereka yang berjalan kurang dari 4 jam per minggu.
7. Nutrisi
Pola makan yang banyak mengandung kacang-kacangan dan minyak olive cenderung
menurunkan risiko stroke sebesar 36%. Penurunan 12% dan 19% risiko stroke
dijumpai pada orang yang mengonsumsi lebih dari lima piring ikan per minggu dan
tujuh piring buah dan sayur per hari. Di lain pihak, banyak mengonsumsi minuman
bersoda dapat meningkatkan risiko stroke perdarahan sebesar 27%.
8. Riwayat Keluarga dan Genetika
Orang tua yang menderita stroke di usia 65 tahun cenderung memiliki keturunan yang
akan menderita stroke iskemik walaupun telah dimodifikasi faktor risikonya.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian terdahului, didapat adanya hubungan antara gen
HDAC9 dengan stroke iskemik, gen PMF1/ BGLAP terhadap perdarahan non lobar,
dan alel Apo E dikaitkan dengan perdarahan lobar.
9. Penyakit Ginjal Kronis
Pasien yang memiliki nilai kreatinin ≥ 1,5 mg/dL mempunyai risiko menderita stroke
yang lebih tinggi (HR= 1,77, 95 CI) dan pada kondisi rasio albumin terhadap kreatinin
yang tinggi sebesar 300 mg/g meningkatkan 62% risiko stroke iskemik dan 157%
risiko stroke hemoragik dibandingkan pada hasil 5 mg/g.
10. Faktor Risiko Spesifik terhadap Wanita
Pada wanita yang menopause sebelum 42 tahun, risiko stroke akan meningkatkan dua
kali lipat dibandingkan pada mereka yang menopause setelah 42 tahun. Pemakaian
kontrasepsi estrogen transdermal dosis tinggi (> 50 µg) dan kontrasepsi estrogen oral
dosis rendah dapat meningkatkan risiko stroke sebesar 89% dan 93%. Di samping itu,
risiko stroke meningkat 2,4 kali pada keadaan hamil dan 6 minggu setelah melahirkan.
11. Sleep Apnea
Kejadian stroke meningkat sebanyak 120% pada kondisi obstructive sleep apnea dan
dihubungkan dengan mortalitas yang lebih tinggi dan penurunan fungsi tubuh.
12. Faktor Psikososial
1. Pemeriksaan Penunjang
Menurut penelitian Fransisca (2013), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien
stroke adalah sebagai berikut:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab spesifik dari stroke, seperti
retensi atau penyumbatan arteri.
b. Scan tomografi komputer (computer tomography scan-CT), pahami adanya
tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial
(TIK). Peningkatan ICP dan cairan dalam darah menunjukkan perdarahan
subaraknoid dan intrakranial. Tingkat protein total meningkat, dan proses
inflamasi dapat terjadi pada situasi trombotik tertentu.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan area infark, perdarahan,
malformasi arteriovenosa (AVM).
d. USG Doppler (USG Doppler). Dapat mengidentifikasi arteriosklerosis (masalah
sistem arteri karotid [aliran darah atau akumulasi plak]) dan arteriosklerosis.
e. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). Identifikasi masalah
gelombang otak dan identifikasi area penyakit tertentu.
f. Sinar tengkorak menggambarkan perubahan pada lempeng kelenjar panggul ginjal
yang berlawanan.
g. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, gula darah, urin lengkap, cairan
serebrospinal, AGD, biokimia dan elektrolit.
b. Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program management bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak sendi (ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
c. Pembedahan
Di lakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau volume
lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut
d. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke :
Stroke hemoragik
a) Antihipertensi : captropil, antagonis kalsium
b) Diuretik : manitol 20%, furosemide
c) Antikonvulsan: fenitolin (Tarwoto, 2007)
1. Pengkajian
a. Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan
identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan
dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya klien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami bicara pelo, biasanya klien
kesulitan dalam berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan aktivitas
ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang muncul seperti mual, nyeri
kepala, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat hipertensi, riwayat
DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, riwayat kotrasepsi
oral yang lama, riwayat penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan adanya
riwayat anggota keluarga yang menderita stroke.
f. Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk pengobatan
secara komprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk pemeriksaan dan
pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pemeriksaan Fisik
Tingkat Kesadaran Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter untama
yang sangat penting pada penderita stroke.Perlu dikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan stroke.
Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas: Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap
dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang dinyatakan pemeriksa dengan baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus
tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi srta
meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih dapat sadar
bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons
terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap
rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan respons
terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap
rangsang nyeri. Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor
yang didapat dari penilaian GCS klien :
a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14
b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7
e. Nilai GCS Semi Coma : 4
f. Nilai GCS Coma : 3
2. Diagnosis Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Pola napas tidak efektif
Terapeutik :
- Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi
fowler
- Cegah terjadinya
kejang
- Pertahankan suhu
tubuh normal.
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan, jika
perlu
- Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini.
Terapeutik :
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi :
Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.Oleh karena
itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi msalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor keadaan
pasien selama pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi intervensi (Nursalam,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Epple C, Brainin M, Steiner T. Intracerebral hemorrhage. In: Brainin M, Heiss WD, editor.
Textbook of stroke medicine. 2nd ed. Cambridge University Press; 2013. p. 188-206.
Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar: riskesdas 2013. Badan Litbankes Kemenkes
RI; 2013.
Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al. on behalf of the
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Heart disease and stroke statistics—2016 update: a report from the American Heart
Association. Circulation. 2016;133: e170-e175
Nabila Nuzula Fikrin, Fauzi Asra Al, Subagyo, dkk. 2019. Gejala Pada Lokasi Perdarahan
Intraserebral Yang Berbeda Pada Pasien Dewasa Muda Di Rsud Dr Soetomo Surabaya.
Jurnal Kedokteran SyiahKuala. Volume 19, Number 1, April 2019. Pages: 15-21. ISSN:
1412-1026 E-ISSN: 25500112 DOI: https://doi.org/10.24815/jks.v19i1.18046
Okdiyantino Reynaldi G, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cerebro Vascular
Accident (Cva) Dengan Masalah Resiko Aspirasi Di Rumah Sakit Panti Waluya
World Stroke Organization. World stroke campaign. World Stroke Organization [Internet]. 2012
[cited 2016 Apr]; Available from: http://www.world-stroke.org/advocacy/world-stroke-
campaign.