Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT Intracerebral

Hemorrhage (ICH)
DI RUANG PATTIMURA
RSUD KANJURUHAN KABUPATEN MALANG

NAMA: MUH RIZKY HASBULLAH

NIM: 202010300511010

PENDIDIKAN D3 KEPERAWATAN DIREKTORAT VOKASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
1.1. KONSEP ICH
1.1.1. Definisi Intracerebral Hemorrhage ICH
Cerebro vascular accident (CVA) adalah yang biasa disebut stroke yaitu suatu
penyakit neurologis yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak secara mendadak
yang mengakibatkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, dan
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke merupakan penyakit
gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke
otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan
gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan cacat, atau kematian

Intracerebral Hemorrhage (ICH) adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi dalam
substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan atherosclerosis serebral karena
perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut menyebabkan ruptur pada pembuluh darah.
Perdarahan/hemoragi yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri,
tumor otak, dan penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan
narkotik (kokain). ICH (intracerebral hemorrhage) merupakan keadaan gawat darurat medis
dengan mortalitas dan morbiditas tinggi yang terjadi pada 15-20% kasus stroke. Stroke ICH
merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko dan etiologi
yang saling berhubungan. Stroke ICH terjadi akibat rupturnya pembuluh darah dalam
parenkim otak. Stroke ICH dapat berupa stroke ICH primer atau sekunder. Stroke ICH
primer merupakan stroke ICH yang tidak didahului oleh lesi sebelumnya dan merupakan
jenis yang paling sering terjadi. Stroke ICH sekunder terjadi akibat komplikasi dari lesi yang
telah ada sebelumnya, misalnya malformasi vaskular atau tumor. Prognosis stroke ICH
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain yaitu lokasi dan volume perdarahan serta
tingkat kesadaran dan tekanan darah saat masuk rumah sakit.
1.1.2. Etiologi Intracerebral Hemorrhage (ICH)

Pada intracerebral hemorrhage (ICH) terjadi sebanyak 5-15% dari semua stroke, hal
ini mengakibatkan perdarahan langsung dari arteri ke parenkim otak. Faktor risiko utama
dari intracerebral hemorrhage (ICH) ialah hipertensi, selain itu terdapat faktor lain seperti
usia tua, ras, merokok, alkohol dan kadar kolesterol serum yang tinggi. Dalam sejumlah
kasus intracerebral hemorrhage (ICH) yang bukan karena faktor hipertensi antara lain
malformasi kecil vaskular, vaskulitis, tumor otak dan obat simpatomimetik (misalnya
kokain). Intracerebral hemorrhage (ICH) juga bisa disebabkan oleh angiopati amiloid
serebral dan kerusakan yang ditimbulkan oleh perubahan tekanan darah. Lokasi utama
terjadinya intracerebral hemorrhage (ICH) ialah di bagian dalam dari belahan otak dan yang
paling umum terdapat di daerah putamen (35-50% kasus). Bagian kedua yang paling sering
terjadi ialah subkortikal putih (sekitar 30%). Perdarahan yang terjadi di bagian-bagian otak
seperti di talamus ditemukan 10-15%, di bagian pons (bagian dari otak yang terletak di atas
medulla oblongata dan di bawah otak tengah) 5-12% dan di otak kecil 7%. Kebanyakan
intracerebral hemorrhage (ICH) berasal dari pecahnya pembuluh arteri dengan diameter 50-
200 mm, yang dipengaruhi oleh lipohialinosis akibat hipertensi kronis. Pecahnya pembuluh
darah kecil ini menyebabkan melemahnya dinding pembuluh darah dan microaneurysm
milier, juga perdarahan lokal kecil yang mungkin terjadi pada hematoma akan terus-menerus
membesar sehingga mengakibatkan kerusakan klinis pada otak.
1.1.3. Faktor Risiko Intracerebral Hemorrhage (ICH)
1. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang sangat menentukan dimana pada percobaan
klinis, pengobatan antihipertensi mampu menurunkan 41% insidensi stroke dengan
pencapaian penurunan tekanan darah sistol sebesar 10 mmHg.
2. Diabetes Melitus
DM meningkatkan angka insidensi stroke pada berbagai usia dimana pada usia
dibawah 65 tahun, penderita DM mempunyai risiko lima kali lipat menderita stroke.
Selain itu, berbagai penelitian prospektif menunjukkan bahwa pemberian intervensi
pada pasien pradiabetes mampu menurunkan risiko relatif stroke sebesar 24%.
3. Gangguan Irama Jantung
Atrial fibrilasi merupakan faktor risiko yang kuat dengan risiko mencapai 500% pada
semua usia dimana terdapat peningkatan yang signifikan pada usia diatas 80 tahun.
Selain penambahan usia, tekanan darah tinggi, gagal jantung, DM, riwayat stroke
sebelumnya serta penyakit pembuluh darah mampu memicu stroke pada penderita
atrial fibrilasi.
4. Kadar Kolesterol Darah
Dari hasil studi, didapat asosiasi dari setiap subfraksi kolesterol terhadap stroke
sebagai berikut:
a. Peningkatan total kolesterol menunjukkan hubungan terbalik dengan kejadian
stroke hemoragik.
b. Kadar HDL-C yang rendah cenderung menyebabkan stroke tromboembolik.
c. Kadar LDL-C yang rendah dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke
hemoragik.
d. Peningkatan kadar trigliserida berhubungan dengan peningkatan risiko stroke
iskemik.
5. Merokok/Pemakai Tembakau
Orang yang sedang merokok memiliki risiko stroke dua sampai empat kali lipat
dibandingkan mereka yang tidak merokok atau pun mereka yang telah berhenti
merokok lebih dari sepuluh tahun. Bahkan, mereka yang terpapar asap rokok atau
lebih sering dikenal sebagai perokok pasif mempunyai risiko relatif sebesar 1,25.
6. Keterbatasan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik kurang dari empat kali seminggu menunjukkan 20% kenaikan insidensi
stroke. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh aktvitas fisik sebagai faktor protektif
terhadap obesitas dan DM. Penelitian lain juga membuktikan bahwa olahraga
kardiorespiratori seperti treadmill mampu menurunkan risiko stroke, bahkan hanya
dengan berjalan selama ≥ 22 jam per minggu mampu menurunkan satupertiga kejadian
stroke bila dibandingkan dengan mereka yang berjalan kurang dari 4 jam per minggu.
7. Nutrisi
Pola makan yang banyak mengandung kacang-kacangan dan minyak olive cenderung
menurunkan risiko stroke sebesar 36%. Penurunan 12% dan 19% risiko stroke
dijumpai pada orang yang mengonsumsi lebih dari lima piring ikan per minggu dan
tujuh piring buah dan sayur per hari. Di lain pihak, banyak mengonsumsi minuman
bersoda dapat meningkatkan risiko stroke perdarahan sebesar 27%.
8. Riwayat Keluarga dan Genetika
Orang tua yang menderita stroke di usia 65 tahun cenderung memiliki keturunan yang
akan menderita stroke iskemik walaupun telah dimodifikasi faktor risikonya.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian terdahului, didapat adanya hubungan antara gen
HDAC9 dengan stroke iskemik, gen PMF1/ BGLAP terhadap perdarahan non lobar,
dan alel Apo E dikaitkan dengan perdarahan lobar.
9. Penyakit Ginjal Kronis
Pasien yang memiliki nilai kreatinin ≥ 1,5 mg/dL mempunyai risiko menderita stroke
yang lebih tinggi (HR= 1,77, 95 CI) dan pada kondisi rasio albumin terhadap kreatinin
yang tinggi sebesar 300 mg/g meningkatkan 62% risiko stroke iskemik dan 157%
risiko stroke hemoragik dibandingkan pada hasil 5 mg/g.
10. Faktor Risiko Spesifik terhadap Wanita
Pada wanita yang menopause sebelum 42 tahun, risiko stroke akan meningkatkan dua
kali lipat dibandingkan pada mereka yang menopause setelah 42 tahun. Pemakaian
kontrasepsi estrogen transdermal dosis tinggi (> 50 µg) dan kontrasepsi estrogen oral
dosis rendah dapat meningkatkan risiko stroke sebesar 89% dan 93%. Di samping itu,
risiko stroke meningkat 2,4 kali pada keadaan hamil dan 6 minggu setelah melahirkan.
11. Sleep Apnea
Kejadian stroke meningkat sebanyak 120% pada kondisi obstructive sleep apnea dan
dihubungkan dengan mortalitas yang lebih tinggi dan penurunan fungsi tubuh.
12. Faktor Psikososial

Kecemasan yang berlebihan dapat meningkatkan insidensi stroke sebanyak 14%, di


sisi lain, stres psikologis juga meningkatkan insidensi stroke hemoragik sebesar 70%. Selain
itu, kecenderungan stroke meningkat hampir dua kali lipat pada kondisi depresi

1.1.4. Manifestasi Klinis Intracerebral Hemorrhage ICH


Manifestasi klinis ICH sebagai berikut:

a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan


b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak

1.1.5. Epidemiologi Intracerebral Hemorrhage ICH


Menurut data World Health Organization (WHO) jumlah penduduk di dunia yang
mengalami CVA pada tahun 2017 sebanyak 1,5 juta orang (WHO, 2017). Di Indonesia pada
tahun 2018 prevalensi penderita CVA sebanyak 28.776 juta jiwa (Kemenkes, 2018). Angka
kematian pasien CVA di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 6,7 juta jiwa (Kemenkes,
2018). Jumlah penderita CVA di Jawa Timur pada tahun 2018 sebanyak 21.120 jiwa
(Kemenkes, 2018). Angka kejadian CVA di kota Malang pada tahun 2017 telah mencapai
34,41% dari jumlah penduduk Malang yaitu 26.672 jiwa (RISKESDAS Malang, 2017), di
Rumah Sakit Panti Waluya Malang pada tahun 2018 terdapat 373 kasus kejadian CVA dan
13 kematian akibat CVA.

1.1.6. Patofisiologi Intracerebral Hemorrhage ICH

Pada umumnya stroke merupakan serangan otak yang disebabkan berkurangnya


asupan darah ke bagian-bagian tertentu otak. Penyebabnya akibat dari gumpalan yang
menghambat aliran darah sehingga terjadi penyempitan arteri serebral atau bahkan pecahnya
pembuluh darah. Stroke hemoragik juga dapat terjadi dari pecahnya pembuluh darah
(aneurisma) dan pembentukan pembuluh darah yang tidak normal di otak. Stroke hemoragik
yang terjadi dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya melalui
efek mekanik yang dihasilkan (efek massa) dan neurotoksisitas dari komponen darah serta
timbulnya degradasi. Sekitar 30% dari ICH terus berkembang selama 24 jam pertama dan
dalam waktu 4 jam kemungkinan menghasilkan sejumlah gumpalan darah atau plak.
Volume pendarahan ≥ 60 mL berhubungan dengan 71% - 93% kematian pada 30 hari.
Sebagian besar kematian yang terjadi di awalstroke hemoragik (hingga 50% pada 30 hari)
disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial secara mendadak yang dapat
menyebabkan herniasi dan kematian.

Patofisiologi intracerebral haemorrhage (ICH) berasal ketika terjadinya faktor


resiko pada pembuluh darah seperti hipertensi arteri sulit dikendalikan) dan kerusakan saraf
akibat tekanan hidrostatik ICH. Kebanyakan kasus ICH terjadi ketika penetrasi mengecil
(50-700 μm) mengakibatkan arteri pecah hingga darah arteri bocor ke parenkim otak.
Volume perdarahan ICH sering dibagi menjadi tiga kategori: kecil ketika 60 cm. Adanya
gangguan blood barinbarier, kebocoran cairan dan protein dapat memicu edema
berkontribusi dengan otak, yang biasanya meningkat selama beberapa hari dan secara lebih
lanjut dapat merusak otak. Beberapa edema terbentuk pasca ICH, dimana edema yang
terbentuk merupakan edema vasogenik. Terdapat dua fase pembentukan edema pasca ICH:
(i) tahap sangat dini (beberapa jam pertama) yang melibatkan tekanan hidrostatik dan
penyusutan koagulasi dengan adanya pembekuan serum ke jaringan sekitar; (ii) tahap kedua
(beberapa hari pertama) dimana pembekuan kaskade dan trombin diproduksi (yang juga
menginduksi inflamasi infiltrasi dan pembentukan bekas luka).
1.1.7. PATHWAY
1.1.8. Komplikasi Intracerebral Hemorrhage (ICH)
1. Perluasan hematoma
Sebagai komplikasi awal stroke, penambahan volume perdarahan dapat dinilai
melalui pemeriksaan CT scan serial dan ditandai dengan perburukan keadaan klinis
yang dimulai sedini mungkin bahkan pada hari pertama serangan. Walaupun
mekanisme yang mendasari terjadinya perluasan masih kontroversial, tetapi hal ini
diduga berkaitan dengan gangguan autoregulasi dan perfusi tidak terkontrol akibat
hipertensi. Menurut Brott dkk., istilah perluasan diartikan sebagai penambahan 33%
volume perdarahan pada hasil CT yang terjadi pada 26% pasien dalam empat jam
pertama. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perluasan hematoma
yaitu: volume awal perdarahan, presentasi awal, bentuk perdarahan ireguler,
penyakit hati, hipertensi, hiperglikemia, penggunaan alkohol dan
hipofibrinogenemia.
2. Perdarahan intraventrikular
Sebanyak 36% sampai 50% kejadian stroke perdarahan spontan mengalami
komplikasi perdarahan intraventrikular yang meningkatkan mortalitas dan
morbiditas pasien.
3. Edema serebri
Edema setelah stroke hemoragik terjadi karena adanya penumpukan serum protein
dan trombin sebagai reaksi inflamasi yang meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah di daerah hematoma yang mengecil akibat retraksi clot.

1. Pemeriksaan Penunjang
Menurut penelitian Fransisca (2013), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien
stroke adalah sebagai berikut:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab spesifik dari stroke, seperti
retensi atau penyumbatan arteri.
b. Scan tomografi komputer (computer tomography scan-CT), pahami adanya
tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial
(TIK). Peningkatan ICP dan cairan dalam darah menunjukkan perdarahan
subaraknoid dan intrakranial. Tingkat protein total meningkat, dan proses
inflamasi dapat terjadi pada situasi trombotik tertentu.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan area infark, perdarahan,
malformasi arteriovenosa (AVM).
d. USG Doppler (USG Doppler). Dapat mengidentifikasi arteriosklerosis (masalah
sistem arteri karotid [aliran darah atau akumulasi plak]) dan arteriosklerosis.
e. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). Identifikasi masalah
gelombang otak dan identifikasi area penyakit tertentu.
f. Sinar tengkorak menggambarkan perubahan pada lempeng kelenjar panggul ginjal
yang berlawanan.
g. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, gula darah, urin lengkap, cairan
serebrospinal, AGD, biokimia dan elektrolit.

10. Penatalaksanaan Medis


a. Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
a) Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
b) Monitor peningkatan tekanan intrakranial
c) Monitor fungsi pernapasan : analisa gas darah
d) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
e) Evaluasi status cairan dan elektrolit
f) Kntrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri
g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan
h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial, dan refleks

b. Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program management bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak sendi (ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang

c. Pembedahan
Di lakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau volume
lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut

d. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke :
Stroke hemoragik
a) Antihipertensi : captropil, antagonis kalsium
b) Diuretik : manitol 20%, furosemide
c) Antikonvulsan: fenitolin (Tarwoto, 2007)

11. Penatalaksanaan Keperawatan


a. Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan boleh
mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
c. Memonitor tanda-tanda
d. Keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang berlebih.
f. Latihan ROM
g. Fisioterapi
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan
identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan
dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya klien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami bicara pelo, biasanya klien
kesulitan dalam berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan aktivitas
ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang muncul seperti mual, nyeri
kepala, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat hipertensi, riwayat
DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, riwayat kotrasepsi
oral yang lama, riwayat penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan adanya
riwayat anggota keluarga yang menderita stroke.
f. Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk pengobatan
secara komprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk pemeriksaan dan
pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pemeriksaan Fisik
Tingkat Kesadaran Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter untama
yang sangat penting pada penderita stroke.Perlu dikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan stroke.
Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas: Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap
dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang dinyatakan pemeriksa dengan baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus
tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi srta
meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih dapat sadar
bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons
terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap
rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan respons
terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap
rangsang nyeri. Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor
yang didapat dari penilaian GCS klien :
a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14
b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7
e. Nilai GCS Semi Coma : 4
f. Nilai GCS Coma : 3

2. Diagnosis Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Pola napas tidak efektif

3. Tujuan Rencana Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen
serebral tidak tindakan asuhan Peningkatan
efektif keperawatan diharapkan Tekanan
Definisi : perfusi serebral Intrakranial
Berisiko mengalami meningkat dengan Observasi :
penurunan sirkulasi kriteria hasil : - Identifikasi
darah ke otak. a. Tingkat penyebab
kesadaran peningkatan TIK
meningkat (mis. lesi, gangguan
b. Kognitif metabolisme, edema
meningkat serebral)
c. Nilai rata-rata - Monitor
tekanan darah tanda/gejala
membaik peningkatan TIK
d. Kesadaran (mis. tekanan darah
membaik meningkat, tekanan
nadi melebar,
bradikardia, pola
napas ireguler,
kesadaran menurun)
- Monitor status
pernapasan
- Monitor intake dan
ouput cairan

Terapeutik :
- Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi
fowler
- Cegah terjadinya
kejang
- Pertahankan suhu
tubuh normal.

Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan, jika
perlu
- Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan


mobilitas fisik tindakan asuhan Mobilisasi
Definisi : keperawatan diharapkan Observasi
Keterbatasan dalam mobilitas fisik klien - Identifikasi adanya
gerakan fisik dari meningkat dengan nyeri atau keluhan
satu atau lebih kriteria hasil : fisik lainnya
ekstremitas secara a. Pergerakan - Monitor kondisi
mandiri. ekstremitas umum selama
meningkat melakukan
b. Rentang gerak mobilisasi
ROM meningkat
c. Gerakan terbatas Terapeutik :
menurun - Fasilitasi aktivitas
d. Kelemahan fisik mobilisasi dengan
menurun alat bantu (mis.
pagar tempat tidur)
- Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
- libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.

Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini.

3. Pola napas tidak Setelah dilakukan Pemantauan


efektif tindakan asuhan respirasi
Definisi : keperawatan 3x24 jam Observasi
Inspirasi dan / atau diharapkan pola napas - Monitor frekuensi,
ekspirasi yang tidak klien membaik dengan irama, kedalaman
memberikan kriteria hasil : dan upaya napas
ventilasi adekuat. a. Dispnea menurun - Monitor pola napas
b. Penggunaan otot (seperti bradipnea,
bantu napas takipnea,
menurun hiperventilasi,
c. Frekuensi napas kussmaul, cheyne-
membaik stokes, biot, ataksik)
d. Kedalaman napas - Monitor adanya
membaik sumbatan jalan napas
- Monitor saturasi
oksigen

Terapeutik :
- Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi :
Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.Oleh karena
itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi msalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor keadaan
pasien selama pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi intervensi (Nursalam,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Epple C, Brainin M, Steiner T. Intracerebral hemorrhage. In: Brainin M, Heiss WD, editor.
Textbook of stroke medicine. 2nd ed. Cambridge University Press; 2013. p. 188-206.

Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar: riskesdas 2013. Badan Litbankes Kemenkes
RI; 2013.

Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al. on behalf of the
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Heart disease and stroke statistics—2016 update: a report from the American Heart
Association. Circulation. 2016;133: e170-e175

Nabila Nuzula Fikrin, Fauzi Asra Al, Subagyo, dkk. 2019. Gejala Pada Lokasi Perdarahan
Intraserebral Yang Berbeda Pada Pasien Dewasa Muda Di Rsud Dr Soetomo Surabaya.
Jurnal Kedokteran SyiahKuala. Volume 19, Number 1, April 2019. Pages: 15-21. ISSN:
1412-1026 E-ISSN: 25500112 DOI: https://doi.org/10.24815/jks.v19i1.18046

Okdiyantino Reynaldi G, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cerebro Vascular
Accident (Cva) Dengan Masalah Resiko Aspirasi Di Rumah Sakit Panti Waluya

World Stroke Organization. World stroke campaign. World Stroke Organization [Internet]. 2012
[cited 2016 Apr]; Available from: http://www.world-stroke.org/advocacy/world-stroke-
campaign.

Anda mungkin juga menyukai