Anda di halaman 1dari 43

STROKE

DISUSUN OLEH:
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (Kelas F)
KELOMPOK 1
ILLIA ANNISA (132110101167)
FIFIAN LULA (142110101010)
SITI NING F. Z (142110101017)
AILSA NURUL QIBEKTIAH (152110101038)
DAVID ZAIN LABIH (152110101077)
AISYAH WULANSARI RAHAJENG (152110101124)
ALAN SUBHAN DZIKRULLAH P. (152110101258)
DEFINISI STROKE
BATASAN STROKE MENURUT WHO
(1982)
JENIS STROKE
PATOFISIOLOGI
BERDASARKAN PATOGENESIS STROKE, MAKA
PERJALANAN STROKE DAPAT DIJABARKAN
MENJADI:
 Patofisiologi Stroke Iskemik
keadaan dimana terdapat gangguan pemasokan darah ke otak yang
membahayakan fungsi neuron. Jaringan otak yang mengalami iskhemia
fokal menunjukkan ciri-ciri khas yaitu :
1. Perubahan fisiologik yang sesuai dengan tingkatan kecepatan aliran
darah (penurunan aliran darah)
2. Gangguan Metabolisme
3. Perubahan mikrosirkulasi
 Patofisiologi Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan diparenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20
% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna.
EPIDEMIOLOGI DI DUNIA

 Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan


penyebab  pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka
mortalitas lebih tinggi  pada stroke hemoragik dibandingkan dengan
stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat kembali melakukan
kegiatan. Angka mortalitas dalam bulan pertama  pada stroke hemoragik
mencapai 40-80%, dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam  pertama.
EPIDEMIOLOGI DI
INDONESIA

Estimasi Penderita Penyakit


Stroke Umur ≥15 Tahun
Menurut Provinsi Tahun 2013

Berdasarkan diagnosis Nakes


maupun diagnosis/ gejala, Provinsi
Jawa Barat memiliki estimasi jumlah
pen-derita terbanyak yaitu sebanyak
238.001 orang (7,4%) dan 533.895
orang (16,6%), se-dangkan Provinsi
Papua Barat memiliki jumlah
penderita pal-ing sedikit yaitu
sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan
2.955 orang (5,3%).
 Di Provinsi Jawa Barat terdapat 5 kabupaten/Kota dengan prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis > sama dengan 1,0% yaitu kabupaten Bandung,
kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kota Cirebon dan Kota Banjar
 Salah satu alasan Provinsi Jawa Barat tinggi terjadi penyakit Stroke karena
Penduduk Jawa Barat berusia diatas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan
merokok, sebagian besar merokok setiap hari pertama kali pada usia 15-19
tahun.
 Namun yang perlu menjadi perhatian adanya anak usia dini (5-9 tahun dan
10-14 tahun) yang sudah mulai merokok.
 Persentase perokok di Jawa Barat (26,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan
persentase perokok secara Nasional (23,7%).
 Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten dengan
persentase perokok tertinggi di Jawa Barat.
 Prevalensi stroke cenderung lebih
tinggi pada masyarakat dengan
pendidikan rendah baik yang
didiagnosis nakes (16,5%) maupun
diagnosis nakes atau gejala
(32,8%). Prevalensi stroke di kota
lebih tinggi dari di desa, baik
berdasarkan diagnosis nakes (8,2%)
maupun berdasarkan diagnosis nakes
atau gejala (12,7%). Prevalensi
lebih tinggi pada masyarakat yang
tidak bekerja baik yang didiagnosis
nakes (11,4%) maupun yang
didiagnosis nakes atau gejala
(18%). Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis atau gejala
lebih tinggi pada kuintil indeks
kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing masing
13,1 dan 12,6 per mil.
Ditemukan pada semua golongan usia namun sebagian
besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan
kesan bahwa insiden stroke meningkat secara eksponensial
dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan
100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun. Insiden
usia 80-90 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000
pada golongan usia 30-40 tahun. Stroke banyak ditemukan pada
 pria dibandingkan pada wanita.
Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur.
Insiden stroke bervariasi antarnegara dan tempat
DISTRIBUSI PENYAKIT  PERSON (Orang)

 Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan  bertambahnya usia hingga makin
bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistik faktor ini menjadi 2
kali lipat setelah usia 55 tahun.

 Jenis Kelamin
 Stroke diketahui lebih banyak laki – laki dibanding  perempuan. Kecuali umur 35-44 tahun dan
diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian obat-
obat kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding laki-laki.

 Faktor Genetik
 Riwayat stroke pada orang tua akan meningkatkan risiko stroke. Peningkatan risiko stroke ini
dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: penurunan genetis faktor risiko stroke,
penurunan kepekaan terhadap faktor risiko stroke, pengaruh keluarga pada pola hidup dan
paparan lingkungan, interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
 Time (waktu)
 Place (Tempat)
Penyakit stroke dapat terjadi
kapan saja, selama faktor resiko Penyakit stroke banyak terjadi di Negara
seperti tekanan darah tinggi, kadar maju, akan tetapi tidak menutup
kolestrol dalam tubuh meningkat, kemungkinan terjadi di Negara
dan terjadinya kematian jaringan berkembang. Hal ini disebabkan pada
gaya hidup yang tinggal pada Negara-
otak yang disebabkan negara maju, seperti insiden stroke di
berkurangnya aliran darah dan Amerika Serikat lebih kurang 700.000
oksigen ke otak. pertahun dan merupakan penyebab
kematian ketiga setelah penyakit
jantung koroner serta kanker.
17

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


FAKTOR RISIKO STROKE
BEBERAPA FAKTOR RISIKO STROKE
 Faktor risiko yang tidak dapat diubah
 Usia

 meskipun stroke dapat menyerang segala usia, diketahui bahwa mereka


yang berusia lanjut lebih berisiko terserang penyakit yang berpotensi
mematikan dan menimbulkan kecacatan tetap. Setelah mencapai usia 55
tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 10
tahun.
 Dua pertiga kasus stroke diidap oleh mereka yang berusia 65 tahun. Hal
yang serupa juga diungkapkan oleh Pinzon&Asanti (2010) bahwa semakin
tua usia seseorangakan semakin mudah terserang stroke. Stroke dapat terjadi
pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia di atas
65 tahun.
 Jenis Kelamin  Riwayat Keluarga
 Stroke lebih banyak dijumpai pada laki-  Faktor genetik di dalam keluarga juga
laki. Beberapa penelitian menunjukkan merupakan faktor risiko stroke. Beberapa
bahwa laki-laki berisiko terserang stroke penyakit seperti diabetes mellitus dan
dibandingkan wanita. Namun, kematian hipertensi diketahui dapat diturunkan
akibat stroke lebih banyak dijumpai pada secara genetik dari seseorang kepada
wanita dibandingkan laki-laki karena keturunannya.
umumnya wanita terserang stroke pada  Hertzberg, dkk dalam Pinzon & Asanti
usia yang lebih tua. Pinzon & Asanti (200) mengungkapkan bahwa risiko
(2010) juga mengatakan bahwa laki-laki stroke meningkat pada seseorang dengan
lebih mudah terkena stroke. riwayat keluarga stroke. Seseorang
 Hal ini dikarenakan lebih tingginya angka dengan riwayat keluarga stroke lebih
kejadian faktor risiko stroke (hipertensi) cenderung menderita diabetes dan
pada laki-laki. hipertensi. Hal ini mendukung hipotesis
bahwa peningkatan kejadian stroke pada
keluarga penyandang stroke adalah akibat
diturunkannya faktor risiko stroke.
 Ras atau Etnis
 Insidensi dan kematian akibat stroke di Amerika Serikat lebih tinggi pada
kelompok ras Afro-Amerika dibandingkan ras Eropa-Amerika. Namun,
diIndonesia pengaruh perbedaan faktor ras terhadap stroke tidak diketahui
dengan pasti. Pinzon & Asanti (2010) mengatakan bahwa kejadian stroke
pada ras kulit hitam berwarna lebih tinggi dari kaukasoid.
 Faktor Risiko yang Dapat Diubah

 Hipertensi Pada kondisi tertentu, tekanan darah dapat meningkat melebihi


batas normal. Kondisi ini dikenal sebagai hipertensi. Hipertensi yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan tidak diobati dapat berisiko
menimbulkan berbagai penyakit, seperti kegagalan jantung kongestif,
kelainan saraf mata, gagal ginjal maupun stroke (Wahyu, 2009).
 Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg
atau lebih dari 135/85 mmHg pada individu yang mengalami gagal jantung, insufisiensi
ginjal, atau diabetes mellitus. Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa
tergantung pada factor risiko lainnya (Pinzon&Asanti, 2010).
o Merokok
 Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan risiko
penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memacu peningkatan kekentalan
darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding pembuluh
darah
 Merokok meningkatkan risiko stroke sampai dua kali lipat. Ada hubungan yang linier
antara jumlah batang rokok yang diisap per hari dengan peningkatan risiko stroke. Menurut
Olsendalam Pinzon&Asanti (2010), risiko stroke akan bertambah 1,5 kali setiap
penambahan 10 batang rokok per hari.
 Penyakit jantung
 Jenis penyakit atau kelainan jantung yang meningkatkan risiko stroke
adalah aritmia jantung. Aritmia merupakan kelainan yang ditandai oleh
detak jantung yang tidak teratur. Kelainan detak jantung ini berpotensi
menimbulkan suatu bekuan sel trombosit (tromboemboli), yang dapat
bermigrasi dari jantung dan menyumbat arteri di otak, menimbulkan stroke
tipe iskemik tromboemboli.
 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkatkan faktor
risiko terjadinya stroke. Hal ini disebabkan oleh penyakit metabolisme ini
mengakibatkan terjadinya kerusakan dinding arteri, baik yang berukuran
besar (makroangiopati) maupun kecil (mikroangiopati). Dinding arteri yang
mengalami kerusakan ini akan menjadi lokasi penimbunan lemak, sel-sel
trombosit, kolesterol, dan terjadi penebalan lapisan otot polos di dinding
arteri. Kondisi ini disebut sebagai aterotrombotik.
 Dislipidemia Kolesterol dibentuk di dalam tubuh, yang terdiri dari dua
bagian utama yaitu kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL
disebut sebagai “kolesterol jahat”, yang membawa kolesterol dari hati ke
dalam sel. Jumlah kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan
penimbunan kolesterol di dalam sel. Hal ini akan memacu munculnya proses
atherosklerosis(pengerasan dinding pembuluh darah arteri). Proses
atherosclerosis akan menimbulkan komplikasi pada organ target (jantung,
otak, dan ginjal). Proses tersebut pada otak akan meningkatkan risiko
terkena stroke (Pinzon&Asanti, 2010).
 Obesitas

 Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko yang tinggi untuk
menderita stroke. Penelitian Oki, dkk (2006) menyimpulkan bahwa
seseorang dengan indeks massa tubuh ≥ 30 memiliki risiko stroke 2,46 kali
disbanding yang memiliki indeks massa tubuh < 30 (Pinzon&Asanti, 2010).
1. Penderita sedang santai atau tidur,lalu ketika akan bangkit
tiba-tiba merasa lemah atau tidak dapat berdiri kadang-kadang GEJALA KLINIS
langsung jatuh

2. Sering beberapa waktu sebelumnya merasa pegal-pegal ,


agak lemah atau keram linu pada separuh tubuh

3. Disertai atau tanpa pusing tidak lazim adanya nyeri kepala yang
hebat , mual muntah maupun panas.

4. Tidak ada riwayat trauma capitis baru

Lebih sering mengenai orang-orang berusia 60 tahun atau lebih dengan satu atau lebih
factor risiko . Gejala-gejala tersebut bisa perlahan lahan bertambah beratataupun sudah menetap
. Pada dasarnya wujud gejala klimis stroke ditentukan oleh jenis penyebab stroke ,pembuluh
darah yang terganggu , luas atau besarnya daerah otak yang menderita .
PENGOBATAN STROKE
TUJUAN UTAMA PENGOBATAN STROKE AKUT
1. TERAPI SUPORTIF
Pernafasan, ventilatory support dan suplementsi oksigen.
Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah hipoksia dan
potensi yang dapat memperburuk kerusakan otak.

Pemantaun tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi). Apabila tekanan


darah pasien terlalu rendah (<100/70mmHg), diperlukan pemberian cairan
normal saline. Pemberian vasopressor (seperti dopamin) dopamin dapat
dilakukan apabila normal saline kurang adekuat. Tekanan darah pasien yang
tinggi perlu diterapi dengan obat antihipertensi.

Pemantaun kadar gula darah (hipoglikemia atau


hiperglikemia). Tujuan dilakukan adalah mencapai kadar
gula darah yang diinginkan.
2. TERAPI OBAT
Tujuan terapi obat pada fase akut stroke difokuskan untuk
memperbaiki aliran darah otak serta menghentikan kerusakan sel dan
jaringan otak yang berkaitan dengan iskemik.

a. Obat untuk stroke


b. Obat Non Isokemik
iskemik
A. OBAT UNTUK STROKE ISKEMIK
Obat yang digunakan pada stroke iskemik antara lain sebagai berikut :
B. OBAT NON ISOKEMIK
3. TERAPI BEDAH

Terapi bedah yang dilakukan pada pasien stroke hemoragik,


tujuannya adalah mengeluarkan darah yang dapat merusak
jaringan otak dan jika memungkinkan mengehentikan
perdarahan.
Adapun pada stroke iskemik bertujuan mengurangi
penyempitan atau menghilangkan sumbatan pembuluh darah
agar aliran darah ke jaringan otak kembali lancar.
Tindakan bedah lebih banyak dilakukan pada kasus stroke
hemoragik.
Ada obat-obat yang harus terus
diminum oleh pasien untuk
pengobatan pencegahan stroke
berulang antara lain sebagai
berikut :
PENGOBATAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG
PENCEGAHAN
PENYAKIT STROKE
PENCEGAHAN PRIMORDIAL
 Kebijakan tentang Penyediaan sarana prasarana olah raga
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan
Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau. Permenkes ini
terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentangPengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
 Peraturan pemerintah mengenai peningkatan nilai cukai rokok yang menjadi salah satu
faktor risisko stroke
 Penerapan kebijaksanaan dan regulasi tentang rokok. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada
 pasal 114 menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke
wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan
 pasal 115 tentang kawasan tanpa rokok
o Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi
Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan Dan
Pangan Siap Saji.
 Peraturan mengenai pembatasan gerai fast food
PENCEGAHAN PRIMER General Prevention
Tidak merokok, meminum alkohol,
 Health Promotion :
mengkonsumsi garam berlebihan.
promosi kesehatan, seperti
Menghindari stress
berkampanye tentang bahaya rokok
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam
terhadap stroke dengan membuat
selebaran atau poster yang dapat makanan
Dianjurkan mengkonsumsi gizi yang
menarik perhatian masyarakat. Selain
itu, promosi kesehatan lain yang dapat seimbang seperti, makan banyak sayuran,
dilakukan adalah program pendidikan buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan
kesehatan masyarakat, dengan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada
makanan tradisional yang rendah lemak dan
memberikan informasi tentang penyakit
gula, serealia dan susu rendah lemak.
stroke melalui ceramah, media cetak,
Berolahraga secara teratur.
media elektronik dan billboard.
 PROSES GUSS
PENCEGAHAN SEKUNDER  Sebelum memulai GUSS, pasien harus duduk di
 Early diagnosist tempat tidur dengan posisi semifowler 60
a) Screening derajat, karena kelalaian dan apraxia, tes
menelan ini dapat bias, penelitian harus
 Skrining stroke menggunakan The
memastikan bahwa pasien mampu melihat tester,
Gugging Swallowing Screen (GUSS)
sendok, dan tekstur di depan merek
bertujuan untuk mengurangi risiko
aspirasi dan memungkinkan penelitian  Kriterian evaluasi yang digunakan dalam tes
bertingkat dari kemampuan menelan menelan langsung adalah penelanan, batuk, air
pasien, mengukur tingkat keparahan liur, dan perubahan suara.
disfagia, dan memungkinkan rekomendasi
diet.
a) Anamnesis   : Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
b) Pemeriksaan Fisik : Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor
risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah
lainnya
 Pembedahan, Restorasi aliran darah ke otak dg menghilangkan
sumbatan/clots, mengatasi pendarahan dg pemberian vit K dan
plasma beku protamin asam traneksamat.
 Rehabilitasi Fisik
1. Terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah PENCEGAHAN TERTIER
fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah
gerakan dan sensoris penderita seperti masalah  Rehabilitasi Mental  
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi
dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur.
Sebagian besar penderita stroke mengalami
masalah emosional yang dapat
2. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional
(Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk mempengaruhi mental mereka, misalnya
melatih kemampuan penderita dalam melakukan reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, bahagia, murung dan depresi. Masalah
makan dan buang air. emosional yang mereka alami akan
3. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, mengakibatkan penderita kehilangan
diberikan untuk melatih kemampuan penderita motivasi untuk menjalani proses
dalam menelan makanan dan minuman dengan rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu
aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau
ahli psikologi klinis.
DR. M.N. Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta

DAFTAR PUSTAKA
Anies, 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. elex Media Komputindo.

Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular cetakan 2. Jakarta: Rineka Cipta.

Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK
UNRI. Pekanbaru. 2007.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd


ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

Mardjono, M. 2009. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar
edisi kesebelas. Dian Rakyat.

Soeharto, Imam. 2004. serangan jantung dan stroke hubungannya dengan lemak dan kolesterol.
Jakarta; penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Sustrani, Lanni, dkk. 2004. Stroke. Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama

Tapan, Erik.2005.Penyakit Degeneratif.Jakarta: Gramedia


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai